"Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Markus 10:9)
Kalau kita membaca Alkitab secara sepintas, kita bisa mendapatkan kesan bahwa perceraian diperbolehkan atas dasar perzinahan seperti yang kita baca dalam kitab Matius 5:32 demikian:
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah."
Akan tetapi kita harus membandingkan ayat Kitab Suci dengan ayat Kitab Suci untuk mendapatkan Kebenaran yang sesungguhnya. Seperti misalnya dalam kitab Roma 7:2-3 Tuhan juga berkata demikian:
"Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain."
Jadi sesungguhnya Alkitab mengajarkan bahwa tidak ada kemungkinan untuk perceraian, tidak untuk alasan apapun. Kalau pasangan kita berdosa terhadap kita, Tuhan menyatakan agar kita mengampuni, mengampuni dan mengampuni. Sama seperti Tuhan mengampuni kita, kita juga mengampuni mereka. Kita boleh hidup berpisah dengan pasangan kita untuk sementara waktu tetapi sebaiknya kita tidak bercerai.
Kitab 1 Korintus 7:3-5 menjelaskan kepada kita demikian:
"Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak."
Dalam kitab Matius 5:32, Tuhan Yesus sedang mengkoreksi orang-orang Farisi tentang hukum Perjanjian Lama yang sifatnya sementara yang diberikan Tuhan dalam kitab Ulangan 24:1 yang kita baca demikian:
"Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu ... "
Sebelum Kristus datang, hukum ini memperbolehkan seorang laki-laki Yahudi untuk menceraikan isterinya kalau ia ditemukan berzinah. Dan perhatikan bahwa hukum ini mengatakan kalau seorang "laki-laki" menemukan sesuatu yang tidak senonoh pada isterinya, dia boleh menceraikannya. Ini tidak mengatakan kalau seorang perempuan boleh menceraikan suaminya.
Akan tetapi Tuhan menulis hukum ini karena Tuhan dahulu menikah secara rohani kepada bangsa Israel kuno. Dan sebenarnya hukumnya memerintahkan bahwa bila seorang perempuan ditemukan berzinah, dia harus dilempari dengan batu sampai mati, yaitu dihancurkan, tetapi Tuhan tidak dapat menghancurkan Israel karena Kristus harus datang dari bangsa Israel. Oleh karena itu, Tuhan menempatkan hukum yang sifatnya sementara ini di dalam Alkitab, yang dibatalkan setelah Kristus datang.
Para lelaki Yahudi sudah menggunakan hukum ini demi keuntungan mereka sendiri dengan mengatakan kalau ungkapan "tidak senonoh" itu adalah semacam ketidak-bersihan menurut hukum upacara adat Yahudi. Sehingga, kalau isteri seorang laki-laki mendapatkan menstruasi, atau sakit pilek, yaitu ada cairan yang keluar dari tubuhnya, atau apapun yang tidak bersih menurut adat Yahudi mereka menyimpulkan kalau mereka boleh menyingkirkan isteri mereka dengan memberikannya surat cerai. Tetapi Tuhan Yesus mengkoreksi pikiran itu dalam kitab Matius 5:32.
Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang boleh menikahi perempuan itu setelah ia diceraikan. Ini tidak mengatakan kalau seorang perempuan boleh menceraikan suaminya kalau suaminya berzinah, tetapi seorang lelaki dapat menceraikan isterinya karena hal itu ditulis demi suatu tujuan ilahi dari Tuhan yang dahulu juga menikah secara rohani dengan bangsa Israel.
Dalam kitab Matius pasal 19, orang Yahudi bertanya kepada Yesus tentang hukum ini secara khusus, dan kita baca di ayat 7 dan 8 demikian:
"Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, TETAPI SEJAK SEMULA TIDAKLAH DEMIKIAN."
Dengan demikian Tuhan Yesus telah membatalkan hukum tentang perceraian, hal itu sudah tidak berlaku lagi dalam masa Perjanjian Baru. Kalau seorang laki-laki menangkap isterinya dalam perzinahan dan menceraikannya, maka laki-laki itu tidak dapat menikah lagi dengan orang lain karena Tuhan mempunyai hukum-hukum yang lain juga. Tuhan berkata bahwa seorang perempuan "terikat oleh ukum kepada suaminya selama suaminya masih hidup" (Roma 7:2). Bahkan pada masa Perjanjian Lama, dimana Tuhan menempatkan hukum yang sifatnya sementara, kalau seorang laki-laki menangkap isterinya berzinah dan menceraikannya, dia tidak dapat menikah lagi dengan orang lain.
Tetapi pada hari sekarang ini, berbagai macam orang menyelidiki Alkitab untuk mencari kelemahannya yang dapat membuat mereka untuk bercerai dan menikah lagi. Hal ini sudah sangat umum seperti rumput bahkan di kalangan pengurus sendiri. Ada banyak pendeta-pendeta dan guru-guru Alkitab yang berpikir bahwa mereka sudah mengerti, tetapi sejak semula, Tuhan sudah menyatakan "apa yang sudah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia." Kita sebaiknya memutuskan tekad kalau kita menikah, kita akan menikah selamanya.
Ini adalah hukum yang sangat mengagumkan, karena Allah juga mengikuti hukum-hukum yang dibuat-Nya sendiri. Dalam kitab Efesus pasal 5, Allah mencontohkan pernikahan rohani antara Kristus dan orang percaya seperti halnya pernikahan manusia. Kita harus ingat bahwa setiap kali kita berdosa, kita juga melakukan perzinahan, yaitu perzinahan secara rohani. Oleh karena itu, apabila seorang laki-laki dapat menceraikan isterinya atas dasar perzinahan, maka orang yang percaya tidak akan memiliki jaminan atas hubungan abadinya dengan Kristus.
Kalau dimungkinkan adanya perceraian, pertama kali seorang yang percaya berbuat dosa, yaitu melakukan perzinahan secara rohani, Kristus dapat mengatakan, "Aku akan menceraikan engkau." Akan tetapi, hukumnya mengatakan bahwa tidak boleh ada perceraian atas alasan apapun, jadi ketika kita sudah diselamatkan, ketika kita menjadi pengantin Kristus, Allah menjamin kalau pernikahan ini akan terus berlangsung sampai selama-lamanya dalam kekekalan. Hukum ini adalah salah satu hukum yang istimewa tentang keamanan orang-orang percaya, dan tidak ada yang dapat merebut kita dari tangan Kristus, tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan (Yohanes 10:28, Roma 8:35-39).
Bagi mereka yang ingin bercerai, untuk alasan apapun, atau menikah lagi setelah bercerai, mungkin tidak menyadarinya, tetapi mereka sedang melanggar salah satu dari hukum Allah yang paling indah yang Ia sudah berikan kepada kita.
No comments:
Post a Comment