Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Dec 18, 2020

Magog (tokoh Alkitab)

Magog (/ˈmeɪɡɔːɡ/; Ibrani מגוג [maˈɡoɡ], Yunani Μαγωγ) adalah putra kedua Yafet dari tujuh bersaudara yang disebutkan dalam Tabel Bangsa-Bangsa pada Kitab Kejadian pasal 10.

Catatan Alkitab
Nama "Magog" disebutkan dua kali dalam daftar keturunan Nuh pada Alkitab Kristen yaitu:

Kejadian 10:2
Keturunan Yafet ialah Gomer, Magog, Madai, Yawan, Tubal, Mesekh dan Tiras.
1 Tawarikh 1:5
Keturunan Yafet ialah Gomer, Magog, Madai, Yawan, Tubal, Mesekh dan Tiras.

Magog sering kali dikaitkan dengan tradisi apokaliptik, utamanya berhubungan dengan Perang Yehezkiel 38-39 yang menyebutkan "Gog dari tanah Magog, kepala pangeran Mesekh dan Tubal" (Yehezkiel 38:2); atas dasar pernyataan tersebut, "Gog dan Magog" sejak itu dikaitkan satu sama lain sebagai sebuah pasangan. Dalam Perjanjian Baru, pasangan tersebut ditemukan dalam Kitab Wahyu (Wahyu 20:8), dimana kata tersebut dijadikan kiasan untuk musuh-musuh Allah.

Koresh Agung dalam al-Qur'an

Koresh Agung dalam al-Qur'an adalah sebuah teori yang mengidentifikasikan Żul Qarnain, seorang figur yang disebutkan dalam ayat 18:83-98 dari al-Qur'an, dengan Koresh Agung.  (Ia umum diidentifikasikan dengan Aleksander Agung).  Diproporsalkan oleh filologis Jerman G. M. Redslob pada 1855, anggapan tersebut gagal meraih dukungan di kalangan cendekiawan Barat,  namun dipegang oleh beberapa cendekiawan dan komentator Pakistan dan Iran, seperti Maulana Abul Kalam Azad, Israr Ahmed, Maududi, Javed Ahmed Ghamidi, Allameh Tabatabaei (dalam Tafsir al-Mizan) , Naser Makarem Shirazi (seperti dalam Tafsir Nemooneh)  dan Muhammad Ali. 

Gogmagog

Gogmagog (juga Goemagot, Goemagog, Goëmagot dan Gogmagoc) adalah sebuah raksasa legendaris dalam mitologi Wales dan kemudian cerita rakyat Inggris. Menuru Historia Regum Britanniae ("Sejarah Raja-Raja Inggris", abad ke-12) karya Geoffrey dari Monmouth, ia adalah raksasa yang tinggal di Albion, yang jatuh dari tebing saat bertarung dengan Corineus (seorang pengikut Brutus dari Troy). Gogmagog adalah Raksasa terakhir yang ditemukan oleh Brutus dan pengikutnya yang tinggal tanah Albion.

Nama "Gogmagog" sering dihubungkan dengan karakter Alkitab Gog dan Magog; namun Manley Pope, pengarang terjemahan Inggris 1862 dari kronik Wales Brut y Brenhinedd (karya itu sendiri merupakan terjemahan "Historia Regum Britanniae" karya Monmouth) menyatakan bahwa nama tersebut merupakan kesalahan penyebutan dari Gawr Madoc (Madoc Agung). 

Eskatologi

Eskatologi (dari bahasa Yunani ἔσχατος, Eschatos yang berarti "terakhir" dan -logi yang berarti "studi tentang") adalah bagian dari teologi dan filsafat yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari seluruh umat manusia, yang biasanya dirujuk sebagai kiamat (akhir zaman). Dalam mistisisme, ungkapan ini merujuk secara metaforis kepada akhir dari realitas biasa, dan kesatuan kembali dengan Yang Ilahi. Dalam banyak agama tradisional, konsep ini diajarkan sebagai kejadian sesungguhnya pada masa depan yang dinubuatkan dalam kitab suci atau cerita rakyat. Dalam pengertian yang lebih luas, eskatologi dapat mencakup konsep-konsep terkait seperti, misalnya Era Mesianik atau Mesias, akhir zaman, dan hari-hari terakhir.

Kata Yunani αἰών (aeon), yang berarti "abad" (konotasi"zaman"), dapat diterjemahkan sebagai "akhir suatu masa (atau periode sejarah[1])" dan bukan "akhir dunia". Pembedaan waktu ini juga mempunyai signifikansi teologis; sementara akhir zaman dalam tradisi-tradisi mistis berkaitan dengan kelepasan dari penjara realitas "yang ada", sebagian agama percaya dan mengkhawatirkannya sebagai penghancuran harafiah dari planet kita (atau semua makhluk hidup yang ada) – sementara umat manusia bertahan dalam suatu bentuk yang baru, sehingga mengakhiri "zaman" keberadaan yang ada sekarang.

Harmagedon

Harmagedon atau Armagedon pada umumnya merujuk kepada akhir zaman atau bencana apokaliptik besar dan dahsyat dalam berbagai agama dan budaya. Kata ini juga dapat merujuk kepada kekalahan besar dalam peperangan sehingga banyak orang yang meninggal atau penggunaan senjata pemusnah massal.

Kata Harmagedon yang disebut di Alkitab Kristen dianggap berasal dari kata bahasa Ibrani Har Megido (הר מגידו), yang artinya "Bukit Megido". Tempat yang dirujuk ini adalah sebuah dataran lembah yang disebut Megido, yang merupakan lokasi dari banyak pertempuran yang menentukan pada masa purbakala (lihat Pertempuran di Megiddo). Salah satunya yang terjadi pada 609 SM dan digambarkan dalam Kitab 2 Raja-raja 28-30 dan 2 Tawarikh 20-25, mengakibatkan kematian Yosia, seorang raja yang muda dan karismatis yang kematiannya mempercepat merosotnya dinasti Daud dan mungkin sekali telah mengilhami kisah-kisah tentang datangnya kembali seorang Mesias dari garis keturunannya. Lembah ini ditandai oleh kehadiran gundukan-gundukan arkeologis atau tel, yang merupakan hasil akumulasi reruntuhan dari pemukiman Zaman Perunggu dan Zaman Besi yang berkembang antara 5.000 tahun lalu dan tahun 650 SM. Sebagian orang mengatakan bahwa kata Armagedon merupakan contoh dari sebuah salah kaprah (biasanya kebetulan) yang belakangan memperoleh makna yang baru.

Satu-satunya tempat yang menyebutkan kata Armagedon dalam Alkitab muncul dalam Kitab Wahyu 16:16: "Lalu ia mengumpulkan mereka di tempat, yang dalam bahasa Ibrani disebut Harmagedon."

Namun Alkitab mencakup banyak nas yang merujuk kepada konsep tentang Armagedon. Namun rujukan nubuat Alkitab yang spesifik tidak menunjukkan secara jelas apakah peristiwa-peristiwa itu benar-benar akan terjadi di sini, atau apakah pengumpulan pasukan-pasukan itu hanya dianggap sebagai sebuah tanda.

Memang sejumlah pasukan Romawi pernah dikumpulkan di tempat ini untuk salah satu penyerangan mereka terhadap Yerusalem pada 67 M. Hal ini sesuai dengan penafsiran preteris tentang kejadian-kejadian dalam Wahyu 16:17-21 yang merujuk kepada kejadian-kejadian yang memuncak pada penghancuran Yerusalem pada tahun 70 M.

Sebuah penafsiran lainnya adalah kematian mendadak Yosia, seorang pembaharu agama pada usia 30-an yang memperlihatkan pengharapan besar untuk memperbarui negara teokratis Yahudi, yang menghasilkan mitos-mitos tentang kepulangannya dengan kemenangan. Yosia konon mati di tangan firaun Mesir Nekho II justru pada saat kerajaan Daud sedang naik setelah suatu masa kekacauan dan korupsi. Kematiannya mempercepat kemerosotan faksi yang sangat monoteistik di Yudea pada tahun-tahun sebelum pembuangan Babel. Gagasan bahwa seorang raja keturunan Daud suatu hari akan kembali untuk berperang dan menang di Megiddo adalah sebuah contoh tentang mitos mengenai kepulangan yang kekal (the myth of eternal return).

Sebelum Perang Dunia II, Perang Dunia I biasanya dirujuk di koran-koran dan buku-buku sebagai "Armagedon", selain juga "Perang Besar".

Agama Bahá'í
Sebagai bagian dari keseluruhan teologi dari agama Bahá'í, literatur dan riset Bahá'í menafsirkan penggenapan pengharapan-pengharapan di sekitar Pertempuran Armagedon dalam tiga cara, dan ketiga-tiganya telah terjadi. Lihat Catastrophe, Armageddon and Millennium: some aspects of the Bábí-Bahá'í exegesis of apocalyptic symbolism untuk tinjauan mendalam mengenai bahan ini.

Yang pertama berkaitan dengan serangkaian tulisan yang dikarang oleh Bahá'u'lláh, pendiri agama Bahá'í, untuk dikirim ke berbagai raja dan pemimpin negara. Akta dari Yang Dijanjikan yang membahas kekuasaan dunia dengan kritik adalah sebuah kejadian yang menggemparkan.

Yang kedua terkait dengan kejadian-kejadian terinci menjelang akhir Pertempuran Megiddo (1918) dari Perang Dunia I – semacam penggenapan haraiah di mana kekuatan-kekuatan dunia sedang bertempur. Secara khusus kemenangan Jenderal Allenby di Megiddo, yang mencegah Kekaisaran Ottoman menyalibkan 'Abdu'l-Baha, yang saat itu merupakan pemimpin dari agama Baha'i, dipandang oleh umat Baha'i sebagai Pertempuran Armagedon yang harafiah.

Yang ketiga meninjau seluruh perkembangan Perang Dunia (I dan II) (meskipun keduanya dapat dipandang sebagai satu proses yang terdiri dari dua tahap), dan kehancuran yang dihasilkannya terhadap berbagai sarana dan norma dunia sebelum dan sesudahnya.

Saksi-Saksi Yehuwa
Menurut agama Saksi-Saksi Yehuwa, Armagedon adalah pertempuran di mana Setan mempersatukan semua penguasa di muka bumi dalam melawan Raja yang ditunjuk oleh Allah, yaitu Yesus. Jadi, Wahyu mengatakan bahwa Armagedon adalah perang besar dari Yehuwa yang Mahakuasa. Berbeda dengan banyak kelompok Kristen, Saksi-saksi Yehuwa tidak percaya bahwa satu 'Antikristus' akan terlibat dalam perang ini. Setan sendiri akan menggerakkan kerajaan-kerajaan dunia untuk memerangi umat pilihan Allah. Wahyu mengatakan bahwa "roh-roh setan … mengadakan perbuatan-perbuatan ajaib, dan mereka pergi mendapatkan raja-raja di seluruh dunia, untuk mengumpulkan mereka guna peperangan pada hari besar, yaitu hari Allah Yang Mahakuasa. (Wahyu 16:14). Namun kemudian, "Tuan di atas segala tuan dan Raja di atas segala raja" karena keadilannya akan mengalahkan mereka demi kemuliaan Allah yang mahakuasa. (Wahyu 17:12-14)

Para Saksi Yehuwa percaya bahwa terbukti dari teks ini bahwa perang ini bukanlah peperangan antara suatu bangsa melawan yang lainnya dengan menggunakan senjata nuklir, biologis, atau senjata pemusnah massal lainnya, karena dikatakan bahwa raja-raja di muka bumi "seia sekata, kekuatan dan kekuasaan mereka mereka berikan kepada binatang itu" untuk melawan Kristus". Juga jelas bahwa tidak mungkin bahwa seluruh tentara dunia dapat berkumpul di tempat yang relative kecil, yaitu Megiddo di Israel masa kini. Akhirnya, Wahyu 16:16 menyebut Har-Mageddon (Bukit Megiddo) "tempat itu" di mana raja-raja ini dikumpulkan untuk pertempuran yang terakhir.

Karena Bukit Megiddo bukanlah sebuah tempat harafiah, mereka merasa tepatlah bahwa Alkitab menggunakank Megiddo sebagai tempat "simbolis" untuk mengumpulkan semua raja di muka bumi dan di sana mereka akan berusaha berperang melawan Allah dan seluruh kekuatan-Nya. Tindakan raja-raja di muka bumi ini diprovokasi oleh pernyataan dan tanda-tanda yang diilhami oleh roh-roh jahat. (Lihat Wahyu 16:13)

Saksi Yehuwa percaya bahwa tindakan kolektif untuk menganiaya umat pilihan Allah di muka bumi itulah yang akan memicu perang ini. Kitab Yehezkiel 38 mempunyai sebuah nubuat di mana Gog dari negeri Magog mengumpulkan suatu pasukan yang terdiri dari berbagai bangsa untuk menyerang umat Allah, karena percaya bahwa mereka tidak dilindungi. Allah menjawabnya dengan menyebabkan mereka tewas karena saling membunuh. Allah akan menghukum mereka dengan wabah penyakit, banjir besar, hujan es, api dan belerang. Pasal ini ditutup dengan pernyataan Allah bahwa "mereka (bangsa-bangsa) akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN ('Yehuwa')".

Armagedon diikuti oleh pembentukan Kerajaan Allah di muka bumi— suatu masa yang biasanya disebut sebagai "Pemerintahan Kristus selama Seribu Tahun ", ketika "naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan ... (diikat selama) seribu tahun lamanya" (Lihat Wahyu 20:1,2). Penghakiman terakhir dan pembersihan dosa-dosa dunia pada akhir milenium, ketika Satan "dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya" dan diizinkan untuk "menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi ... mengumpulkan mereka untuk berperang" melawan "perkemahan tentara orang-orang kudus dan kota yang dikasihi itu". Ketika Iblis kalah dalam pertempuran ini, ia akhirnya dilemparkan ke dalam "lautan api dan belerang" (yang melambangkan kehancuran total dan kekal). Mereka yang bergabung bersamanya pun akan dihancurkan untuk selama-lamanya.

Gerakan Rastafari

Menurut Rastafari, Haile Selassielah yang tampil dalam Kitab Wahyu. Armagedon (atau lebih tepatnya "Amagideon") adalah sebuah konsep teologis yang agak berbeda, yang tidak menunjuk pada suatu pertempuran secara spesifik, melainkan pada keadaan umum seluruh dunia sekarang, dan yang semakin tenggelam sejak 1930, dan khususnya sejak 1974. Namun, peranan Selassie dalam Perang Italia-Ethiopia Kedua dalam bnayak hal dianggap sebagai penggenapan dari beberapa nubuat.

Masehi Advent Hari Ketujuh
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh mempunyai penafsiran bahwa Pertempuran Terakhir Armagedon akan terjadi setelah masa seribu tahun yang disebutkan dalam Kitab Wahyu, di mana orang-orang benar akan tinggal bersama Allah di dalam surga dan orang-orang yang jahat akan dihakimi. Menurut penjelasan ini, Kristus dan orang-orang kudusnya (serta kerajaan surga tempat tinggal mereka sekarang) akan turun ke muka bumi, dan dilindungi dari orang-orang jahat. Kristus akan membangkitkan orang-orang jahat yang telah mati dan kedua pihak akan terlibat dalam sebuah pertempuran terakhir antara kekuatan baik dan jahat. Setan dan para pengikutnya akan berusaha mengalahkan para pengikut Kristus namun mereka akan dikalahkan oleh kekuatan Kristus. Di bawah perintah-Nya, Allah akan menghancurkan Satan dan orang-orang yang jahat untuk selama-lamanya dengan api yang luar biasa dahsyatnya. Bumi akan dibakar dan kemudian, setelah dibersihkan dari semua kejahatan, menurut kedua pasal terakhir Kitab Wahyu, bumi akan dijadikan baru dan dipulihkan ke dalam keadaannya semula sebelum dosa mula-mula masuk ke dalam dunia. Lalu Kristus dan orang-orang kudus yang telah ditebusnya akan dinyatakan menang. 

Aleksander Agung dalam al-Qur'an

Aleksander Agung muncul dalam al-Qur'an sebagai Żul Qarnain (Arab ذو القرنين), artinya "Orang Bertanduk Dua", masuk melalui versi legenda dari karier Aleksander di Timur Tengah pada masa al-Qur'an diturunkan.

Kebanyakan cendekiawan tradisional dan modern umumnya mengidentifikasikan Żul Qarnain sebagai Aleksander Agung, namun beberapa cendekiawan Muslim awal menganggap tokoh tersebut merujuk kepada seorang penguasa pra-Islam asal Persia atau Arab Selatan. Tokoh tersebut juga menjadi bahan kontroversi teologi di kalangan cendekiawan Muslim sejak masa awal. Pada masa sekarang, beberapa cendekiawan Muslim mensugestikan alternatif lain, contohnya bahwa Żul Qarnain adalah Koresh Agung alih-alih Aleksander Agung. Terdapat banyak penggambaran budaya Aleksander Agung yang berbeda sejak zaman kuno. Kemiripan antara al-Qur'an dan Romansa Aleksander juga diidentifikasikan dengan riset terkini berdasarkan pada terjemahan manuskrip berbahasa Suryani tertentu dari Abad Pertengahan.

Gog dan Magog

Gog dan Magog (bahasa Ibrani: גּוֹג וּמָגוֹג, Gog u Magog) atau Yakjuj dan Makjuj (bahasa Arab: يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ‎, Yaʾjūj wa Maʾjūj) adalah nama tokoh, kaum, atau negeri dalam Alkitab dan Al-Qur'an (Surah Al-Anbiya ayat 96). Dalam bab 38 Kitab Yehezkiel, Gog adalah nama tokoh, sementara Magog adalah nama negeri asalnya. Dalam bab 10 Kitab Kejadian, Magog adalah nama tokoh, tetapi Gog tidak disebutkan. Berabad-abad kemudian, frasa "Gog dari Magog" dalam Kitab Yehezkiel berubah menjadi "Gog dan Magog" dalam tradisi agama Yahudi. Bentuk inilah yang kemudian hari muncul dalam Kitab Wahyu, kitab terakhir dalam kumpulan Kitab Suci Perjanjian Baru agama Kristen. Dalam Kitab Wahyu, Gog dan Magog adalah sebutan bagi kumpulan bangsa-bangsa.

Pada zaman Kekaisaran Romawi, Gog dan Magog dihubung-hubungkan dengan legenda Gerbang Aleksander, yang konon didirikan Aleksander Agung untuk merintangi bangsa Gog dan Magog. Bagi sejarawan Flavius Yosefus, Gog dan Magog adalah bangsa keturunan Magog bin Yafet bin Nuh, tokoh yang disebutkan pada bab 10 Kitab Kejadian. Menurutnya, Gog dan Magog sama dengan bangsa Skit. Di tangan para sastrawan Gereja Perdana, Gog dan Magog menjadi bangsa-bangsa akhir zaman, yang pada Abad Pertengahan ditafsirkan sebagai bangsa Viking, bangsa Hun, bangsa Khazar, bangsa Mongol, bangsa Turani, kabilah-kabilah nomaden Erasia, maupun kesepuluh suku Israel yang hilang.

Kisah Gog dan Magog maupun legenda Gerbang Aleksander juga muncul dalam Roman Aleksander. Menurut salah satu versi Roman Aleksander, "Goth dan Magothi" adalah raja-raja pemimpin bangsa-bangsa najis yang dihalau Aleksander ke daerah di balik sebuah celah gunung. Aleksander kemudian menemboki celah gunung itu untuk mencegah mereka keluar dan menganiaya bangsa-bangsa lain. Di dalam Roman Aleksander dan karya-karya sastra turunannya, Gog dan Magog dicitrakan sebagai bangsa-bangsa pemangsa manusia. Gambar Gog dan Magog juga ditampilkan pada peta-peta dunia buatan Abad Pertengahan (mappa mundi), kadang-kadang disertai gambar tembok yang didirikan Aleksander Agung.

Pencampuradukan kisah Gog dan Magog dengan legenda Gerbang Aleksander merembet ke seluruh kawasan Timur Dekat pada abad-abad permulaan agama Kristen dan zaman Islam. Kisah-kisah tersebut muncul dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Kahfi. Dalam surah ini, "Yakjuj dan Makjuj" muncul sebagai dua kaum primitif tak beradab yang diasingkan dari bangsa-bangsa beradab dengan tembok perintang oleh Zulkarnain (Sang Empunya Dua Tanduk), penakluk dan pemimpin besar yang sadik lagi mukmin. Banyak sejarawan dan ahli geografi Muslim pada zaman modern beranggapan bahwa bangsa Viking adalah Gog dan Magog yang muncul kembali. Dewasa ini, Gog dan Magog masih erat dikaitkan dengan fikrah apokaliptis, terutama di Israel dan negara-negara Muslim.

Nama Gog dan Magog disebut bersama-sama dalam Kitab Yehezkiel bab 38. Gog disebutkan sebagai nama seorang tokoh, sementara Magog disebutkan sebagai nama negeri asalnya. Arti nama Gog belum diketahui secara pasti. Apa pun artinya, penulis Kitab Yehezkiel tampaknya tidak mementingkannya. Gog sudah sering diidentikkan dengan sejumlah tokoh sejarah, terutama Giges, Raja Lidia yang hidup pada awal abad ke-7 Pra-Masehi, tetapi banyak ahli menafikan pengidentikan Gog dengan tokoh sejarah manapun.

Dalam bab 10 Kitab Kejadian, Magog disebut sebagai putra Yafet bin Nuh, tetapi Gog tidak disebutkan. Arti nama Magog juga sama tidak jelasnya, tetapi mungkin saja berasal dari frasa mat-Gugu dalam bahasa Asyur yang berarti "Negeri Giges", yakni Lidia. Menurut dugaan lain, nama Gog berasal dari nama Magog atau sebaliknya, dan "Magog" mungkin pula adalah kode untuk Babel.

Frasa "Gog dan Magog" mungkin saja muncul sebagai hasil penyingkatan kalimat "Gog dan/dari negeri Magog", ditilik dari penggunaannya di dalam Septuaginta (terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang dikerjakan beberapa abad menjelang bermulanya tarikh Masehi).  Salah satu contoh pemakaian bentuk gabungan tersebut dalam bahasa Ibrani (Gog u Magog) telah ditemukan, tetapi konteks pemakaiannya tidak jelas, karena hanya terlestarikan dalam selembar fragmen naskah Laut Mati. Dalam Kitab Wahyu, Gog dan Magog diserangkaikan menjadi sebutan bagi bangsa-bangsa di muka bumi yang memusuhi orang-orang kudus. Dalam Kitab Tawarikh pertama, bab 5 ayat ke-4, tercantum nama Gog dari suku Ruben,  tetapi tampaknya Gog dari suku Ruben tidak ada kaitannya dengan Gog dalam Kitab Yehezkiel maupun Magog dalam Kitab Kejadian.

Nama Gogmagog, tokoh raksasa dalam legenda Inggris, mungkin sekali berasal dari frasa Alkitabiah "Gog dan Magog". Sebuah karya sastra cetak belakangan memuat versi cerita rakyatnya yang sudah menyimpang dari cerita asli karena mengubah legenda tentang Gogmagog dan Corineus menjadi cerita tentang dua tokoh raksasa bernama Gog dan Magog. Kedua nama inilah yang akhirnya lekat pada patung Gogmagog dan Corineus di gedung Guildhall, London.

Gog dan Magog dalam kesusastraan Yahudi-Kristen

Alkitab Ibrani

Kitab Yehezkiel mencatat serangkaian penglihatan yang diterima Nabi Yehezkiel, imam Haikal Sulaiman yang ikut digiring ke Babel sebagai orang buangan. Kepada saudara-saudara sebangsanya di tanah buangan, Yehezkiel mengungkapkan bahwa pembuangan yang mereka alami adalah hukuman Allah kepada bangsa Israel karena memungkari-Nya, tetapi Allah akan memulangkan umat-Nya ke Yerusalem bilamana mereka kembali bertakwa kepada-Nya. Wejangan pembangkit iman ini disusul nubuat tentang Gog (Yehezkiel 38–39). Yehezkiel bernubuat bahwa Gog di tanah Magog beserta segenap bala tentaranya akan memerangi bangsa Israel yang sudah dipulihkan Allah, tetapi akan dibinasakan. Sesudah itu, Allah akan menciptakan haikal baru, dan berdiam di tengah-tengah umat-Nya dalam ketenteraman abadi (Yehezkiel 40–48).

"Hai anak manusia, tujukanlah mukamu kepada Gog di tanah Magog, yaitu raja agung negeri Mesekh dan Tubal, dan bernubuatlah melawan dia, dan katakanlah, beginilah firman Tuhan ALLAH, lihat, Aku akan menjadi lawanmu, hai Gog raja agung negeri Mesekh dan Tubal... Orang Persia, Etiopia, dan Put menyertai mereka... orang Gomer dengan seluruh bala tentaranya, Bet-Togarma dari utara sekali dengan seluruh bala tentaranya, banyak bangsa menyertai engkau."

Bukti internal mengisyaratkan bahwa sebagian besar isi bab nubuat tentang Gog disusun lebih kemudian daripada bab-bab yang mendahului maupun bab-bab sesudahnya. Mesekh dan Tubal adalah kerajaan-kerajaan abad ke-7 Pra-Masehi di kawasan tengah Anatolia, yang terletak di sebelah utara Israel. Persia adalah kerajaan yang terletak di sebelah timur Israel. Etiopia dan Put (Libya) adalah kerajaan-kerajan yang terletak di sebelah selatan Israel. Gomer adalah bangsa Kimeri, kabilah nomaden di sebelah utara Laut Hitam, sementara Bet-Togarma terletak di perbatasan Tubal. Dengan demikian, Gog dan para sekutunya merupakan aliansi lintas bangsa di sekeliling Israel. "Tidak jelas mengapa perhatian sang nabi secara khusus diarahkan kepada bangsa-bangsa tersebut," ulas Daniel Isaac Block, ahli kajian Alkitab, "tetapi mungkin sekali lokasi mereka yang jauh dari Israel dan reputasi mereka dalam tindak kekerasan maupun kemisteriusan adalah faktor-faktor yang membuat Gog dan para sekutunya, yang bangkit melawan Allah dan umat-Nya, menjadi lambang-lambang sempurna dari sang seteru purwa". Menurut salah satu penjelasan, Gog dan para sekutunya adalah gabungan dari bangsa-bangsa keturunan Nuh yang diperinci dalam bab 10 Kitab Kejadian dengan mitra-mitra dagang Tirus yang diperinci dalam bab 27 Kitab Yehezkiel, ditambah dengan Persia, dan diposisikan sebagai musuh-musuh Israel pada akhir zaman, dengan menggunakan kata-kata ayat ke-19 dari bab 66 Kitab Yesaya, teks nubuat lain dalam Alkitab tentang akhir zaman.

Meskipun nubuat ini menyebut Gog sebagai musuh Israel di masa mendatang, tidak dapat dipastikan apakah konfrontasi yang dimaksud penulis Kitab Yehezkiel akan terjadi pada "akhir zaman", karena frasa Ibrani "akharit hayamim" (Ibrani: אחרית הימים) dalam Kitab Yehezkiel, yang secara harfiah berarti "hari-hari akhir" dan diterjemahkan menjadi "akhir zaman" dalam Alkitab bahasa Indonesia, mungkin cuma berarti "hari-hari kemudian", dan masih dapat ditafsirkan macam-macam. Para ahli abad ke-20 menggunakan istilah "hari-hari akhir" untuk mendenotasikan eskaton dalam makna yang luwes, tidak harus berarti akhir zaman dan tidak harus pula dikaitkan dengan apokalipsis. Meskipun demikian, utopia yang diuraikan dalam Kitab Yehezkiel bab 40 sampai bab 48 tetap dapat diwacanakan dalam ranah kajian eskatologi, mengingat utopia tersebut adalah produk "konflik sejagat" yang dijabarkan dalam bab-bab sebelum nubuat tentang Gog.

Pada ayat ke-7 dari bab 24 Kitab Ulangan versi Septuaginta, tercantum nama "Gog", alih-alih "Agag".

Dari Kitab Yehezkiel sampai Kitab Wahyu

Dalam kurun waktu beberapa abad selanjutnya, tradisi Yahudi mengubah istilah "Gog dari Magog" ala Kitab Yehezkiel menjadi istilah "Gog dan Magog". Proses perubahan tersebut maupun pergeseran letak geografis Gog dan Magog dapat dilacak pada karya-karya sastra dari kurun waktu tersebut. Sebagai contoh, jilid ke-3 Oracula Sibyllina, yang agaknya adalah hasil karya umat Yahudi Mesir pada pertengahan abad ke-2 Pra-Masehi,  mengubah istilah "Gog dari Magog" ala Kitab Yehezkiel menjadi Gog dan Magog, menghubung-hubungkan takdir mereka dengan tujuh bangsa lain, dan menempatkan negeri mereka "di tengah sungai-sungai Aethiopia". Lokasi tersebut tampaknya aneh, tetapi ilmu geografi kuno memang kadang-kadang menempatkan Etiopia di sebelah Persia, bahkan di sebelah India.  Uraian tentang Gog dan Magog dalam Oracula Sibyllina mengandung kalimat-kalimat yang sangat sukar dipahami. Naskah-naskah Oracula Sibyllina tidaklah seragam dalam mengelompokkan huruf-huruf Yunani pada uraian tersebut menjadi kata-kata, sehingga ada banyak cara berbeda untuk membacanya. Sekelompok naskah Oracula Sibyllina (Kelompok Y) menghubung-hubungkan Gog dan Magog dengan bangsa-bangsa di Eropa Timur, antara lain "orang Marsia dan orang Dakia".

Kitab Yobel, yang berasal dari sekitar waktu yang sama, tiga kali menyebut-nyebut Gog atau Magog. Yang pertama, Magog disebut sebagai cucu Nuh, sama seperti bab 10 Kitab Kejadian. Yang kedua, Gog disebut sebagai negeri yang berbatasan langsung dengan tanah ulayat Yafet. Yang ketiga, sebagian dari tanah ulayat Yafet diberikan kepada Magog.  Liber Antiquitatum Biblicarum, karya sastra dari abad pertama Masehi yang meriwayatkan kembali kisah-kisah Alkitab dari Adam sampai Raja Saul, memuat perincian nama-nama ketujuh putra Magog dan keterangan tentang jumlah keturunan Magog yang mencapai angka "ribuan".  Kitab Taurat Samaria dan Septuaginta kadang-kadang memunculkan nama Gog sebagai ganti nama lain yang tercantum dalam Alkitab Ibrani, atau mengganti nama Gog dalam Alkitab Ibrani dengan nama Magog. Fakta ini mengisyaratkan bahwa nama Gog dan nama Magog dapat saling menggantikan.

Bab 19 ayat ke-11 sampai bab 21 ayat ke-8 Kitab Wahyu, yang diperkirakan berasal dari akhir abad pertama Masehi,  menyebutkan bahwa sesudah seribu tahun dipenjara, Iblis akan dilepaskan, dan akan menghimpun bangsa-bangsa dari empat penjuru bumi, yakni Gog dan Magog, untuk melancarkan perang pamungkas melawan Kristus dan orang-orang kudusnya.

Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir, Iblis akan dilepaskan dari penjaranya, dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog, dan mengumpulkan mereka untuk berperang, dan jumlah mereka sama dengan banyaknya pasir di laut.

Midras

Pemberontakan Bar Kokhba melawan bangsa Romawi pada abad ke-2 Masehi menokohkan pemimpin insani sebagai Almasih terjanji, tetapi sesudah pemberontakan ini berakhir gagal, orang Yahudi mulai memaknai zaman Almasih dari sudut pandang adikodrati. Pertama-tama akan datang Almasih bin Yusuf, tokoh perintis yang akan mengalahkan musuh-musuh Israel, yakni Gog dan Magog, demi melapangkan jalan bagi Almasih bin Daud. Sesudah itu, orang-orang mati akan bangkit, penghakiman ilahi akan digelar, dan orang-orang sadik akan diberi pahala.

Hagadah, teks-teks khotbah dan tafsir nonlegalistik dalam kumpulan sastra rabani klasik, menjadikan Gog dan Magog sebagai dua nama untuk satu bangsa yang sama, yakni bangsa yang akan menjadi seteru Israel dalam perang pamungkas.  Para rabi tidak mengait-ngaitkan bangsa atau negeri tertentu dengan Gog dan Magog di luar dari sebuah lokasi di sebelah utara Israel, tetapi ulama besar Yahudi, Rasyi, menyebut umat Kristen sebagai sekutu Gog dan Magog, dan mengatakan bahwa Allah akan menggagalkan rencana mereka untuk membinasakan bani Israel.

Aleksander Agung

Sejarawan Yahudi abad pertama Masehi, Flavius Yosefus, mengidentikkan Gog dan Magog dengan orang Skit, bangsa barbar penunggang kuda dari daerah sekitar Sungai Don dan Laut Azov. Yosefus menceritakan kembali legenda turun-temurun tentang dikurungnya Gog dan Magog oleh Aleksander Agung di balik gerbang besi di "Pegunungan Kaspia", yang lazimnya diidentikkan dengan Pegunungan Kaukasus. Legenda ini mesti masih hangat diperbincangkan di kalangan umat Yahudi pada masa hidup Yosefus, yang bertepatan dengan permulaan tarikh Masehi. Beberapa abad kemudian, legenda ini muncul dengan banyak bumbu cerita dalam Apokalipsis Pseudo Metodius dan Roman Aleksander.

Karya-karya sastra pelopor berbahasa Suryani
Apokalipsis Pseudo Metodius, yang aslinya ditulis dalam bahasa Suryani, dianggap sebagai sumber cerita Gog dan Magog yang terdapat dalam versi-versi Roman Aleksander Dunia Barat. Legenda Aleksander, salah satu naskah Suryani tertua, memuat cerita tentang Gog dan Magog yang sedikit lain daripada yang lain. Cerita yang sedikit lain ini kemudian disadur menjadi versi Arab yang sudah hilang,  atau menjadi versi Etiopia dan versi-versi Dunia Timur terkemudian dari Roman Aleksander.

Dalam Legenda Aleksander berbahasa Suryani yang diperkirakan ditulis antara tahun 629 sampai tahun 630, Gog (bahasa Suryani: ܓܘܓ, gwg) dan Magog (bahasa Suryani: ܡܓܘܓܵ, mgwg) ditampilkan sebagai raja-raja orang Hun. Legenda Aleksander, yang ditulis seorang sastrawan Kristen di Mesopotamia ini, dianggap sebagai karya sastra pertama yang menghubung-hubungkan Gerbang Aleksander dengan gagasan bahwa Gog dan Magog sudah ditakdirkan berperan dalam apokalipsis.  Menurut Legenda Aleksander, pada permukaan gerbang besi tersebut, Aleksander mengukirkan nubuatnya tentang tanggal kedatangan 24 kabilah orang Hun, yang akan menerobos gerbang itu dan menaklukkan hampir seluruh negeri di muka bumi.

Apokalipsis Pseudo Metodius (abad ke-7  adalah sumber pertama unsur baru dalam tradisi Kristen, yakni cerita tentang dua gunung yang saling merapat membentuk celah sempit yang kemudian ditutupi tembok perintang Gog dan Magog. Gagasan ini juga muncul dalam Al-Qur'an (609–632 Masehi , dan berhasil menyusup ke dalam versi-versi Roman Aleksander Dunia Barat.

Roman Aleksander
Legenda Gog dan Magog tidak terdapat pada versi-versi terdahulu Roman Aleksander Pseudo Kalistenes yang naskah tertuanya diperkirakan berasal dari abad ke-3 Masehi, dan merupakan materi yang baru ditambahkan ke dalam naskah-naskah resensi abad ke-8 Masehi. Versi Yunani yang termuda sekaligus terpanjang memuat kisah tentang bangsa-bangsa najis yang gemar menyantap cacing, anjing, jenazah, dan janin manusia, dipimpin raja-raja bernama Goth dan Magoth. Bangsa-bangsa najis tersebut bersekutu dengan orang Belsiria (suku Bebrikes di Bitinia, kawasan utara Turki saat ini), dan dikurung di balik "Payudara Utara", sepasang gunung yang berjarak lima puluh hari perjalanan ke sebelah utara.

Gog dan Magog muncul dalam versi-versi bahasa Prancis Lama yang terkemudian dari Roman Aleksander. Dalam syair Roman d'Alexandre, Bagian III, gubahan Lambert le Tort (sekitar tahun 1170), Gog dan Magog ("Gos et Margos", "Got et Margot") adalah bangsa-bangsa jajahan Poros, Raja India, penyedia pasukan bantu berkekuatan 400.000 personel.  Sesudah dikepung Aleksander Agung, Gog dan Magog meloloskan diri lewat sebuah ngarai di daerah pegunungan Tus (atau Turs).  Jalan masuk ke ngarai itu kemudian ditutup Aleksander dengan tembok yang akan berdiri kukuh sampai kedatangan Antikristus.  Bagian IV dari syair Roman d'Alexandre menceritakan bahwa tugas menjaga Gog dan Magog, sekaligus tugas memerintah Suriah dan Persia dipercayakan kepada Antigonos, salah seorang pengganti Aleksander Agung.

Gog dan Magog juga muncul dalam Roman de toute chevalerie yang ditulis sekitar tahun 1180. Dalam karya sastra karangan Thomas de Kent ini, Gog dan Magog dicitrakan sebagai masyarakat penghuni gua yang gemar menyantap daging manusia. Kisah serupa muncul dalam bentuk ringkas dalam karya sastra Inggris Pertengahan, King Alisaunder (bait 5938–6287). Dalam karya sastra Prancis abad ke-13, Roman d'Alexandre en prose, Aleksander diceritakan berjumpa dengan sebuah masyarakat kanibal alih-alih dengan Gog dan Magog.  Hal ini disebabkan oleh transmisi cerita yang tidak utuh, karena sumber Roman d'Alexandre en prose, yakni Historia de Preliis, karya sastra Latin karangan Arkipresbiter Leo dari Napoli, tidak mengandung frasa "Gogh et Macgogh", setidaknya dalam beberapa naskah.

Gog dan Magog tidak saja dicitrakan sebagai bangsa pemakan daging manusia, tetapi juga sebagai orang-orang dengan "bentuk hidung seperti paruh burung", misalnya dalam "peta Heinrich dari Mainz", salah satu mappa mundi yang penting.  Gog dan Magog dikarikaturkan menjadi orang-orang dengan bentuk hidung seperti gancu yang menyerang Kota Suci dalam sebuah gambar miniatur naskah Apokalipsis Inggris-Norman.

Pengidentikan dengan peradaban tertentu
Para sastrawan Kristen terdahulu (misalnya Eusebius) kerap mengidentikkan Gog dan Magog dengan kaisar dan bangsa Romawi.  Sesudah Kekaisaran Romawi menjadi negara Kristen, Gog diidentikkan dengan orang Goth oleh Ambrosius (wafat tahun 397), dan dengan orang Skit oleh Hieronimus (wafat tahun 420), sementara Iordanes (wafat sekitar tahun 555) berpendapat bahwa orang Goth, orang Skit, dan orang Amazon sesungguhnya adalah bangsa yang sama. Iordanes juga mengutip keterangan tentang Gerbang Aleksander di Pegunungan Kaukasus. Sastrawan Romawi Timur, Procopius, berpendapat bahwa kaum yang dikurung Aleksander Agung adalah orang Hun, dan seorang rahib Dunia Barat yang bernama Fredegar agaknya sedang teringat pada kisah Gog dan Magog ketika menulis uraiannya tentang kabilah-kabilah biadab dari balik Gerbang Aleksander yang membantu Kaisar Heraclius (610–641) melawan kaum Sarasen.

Kabilah-kabilah nomaden
Sebagaimana kabilah-kabilah penghuni stepa-stepa Erasia yang terus-menerus berganti, demikian pula pengidentikan Gog dan Magog dengan kaum tertentu. Pada abad ke-9 dan ke-10, sebagian pihak mengidentikkan Gog dan Magog dengan negeri orang Khazar (bahasa Latin: Gazari), kabilah dari rumpun bangsa Turk yang sudah memeluk agama Yahudi dan berdaulat atas kawasan Asia Tengah. Christianus, seorang rahib yang hidup pada abad ke-9 di biara Stavelot (kini termasuk wilayah Belgia), mencatat keterangan bahwasanya orang Gazari "hidup di negeri bangsa Gog dan Magog" dan merupakan "kaum bersunat yang mengamalkan seluruh syariat agama Yahudi". Sekitar tahun 921, musafir Arab yang bernama Ibnu Fadlan mencatat keterangan bahwa "menurut pendapat sebagian orang, Gog dan Magog adalah orang Khazar".

Sesudah orang Khazar, muncul orang Mongol, kabilah misterius dan tak terkalahkan yang datang dari timur dan menghancurkan negara-negara khilafah dan kesultanan pada awal abad ke-13. Raja-raja dan para paus mula-mula menyangka orang Mongol adalah angkatan perang Presbiter Yohanes yang dikerahkan untuk menyelamatkan umat Kristen dari rongrongan kaum Sarasen, tetapi manakala orang Mongol menyerbu Polandia dan Hongaria, dan menumpas angkatan perang Kristen, bangsa Eropa menjadi gentar dan menyimpulkan bahwa mereka adalah "Magogoli", keturunan Gog dan Magog, yang sudah keluar dari kurungan Aleksander Agung dan sedang berusaha mengobarkan Armagedon.

Orang Eropa di Tiongkok pada Abad Pertengahan mencatat hal-hal yang mereka jumpai dalam perjalanan ke wilayah Kekaisaran Mongol. Beberapa catatan dan peta mulai menempatkan "Pegunungan Kaspia", berikut Gog dan Magog, persis di sebelah luar Tembok Besar Tiongkok. Riwayat Orang Tartar, catatan perjalanan Frater Carpini ke Mongolia pada tahun-tahun era 1240-an, adalah satu-satunya karya tulis yang menegaskan bahwa Pegunungan Kaspia terletak di Mongolia, "tempat orang-orang Yahudi, yang disebut Gog dan Magog oleh rekan-rekan senegerinya, konon dikurung Aleksander". Pegunungan Kaspia konon dibuat magnetis oleh orang Tartar, sehingga semua perkakas dan senjata berbahan besi akan melayang ke pegunungan itu jika dibawa mendekatinya.  Pada tahun 1251, André de Longjumeau, seorang frater Prancis, memberitahu rajanya bahwa orang Mongol berasal dari padang gurun nun jauh di sebelah timur, dan di balik padang gurun itu terdapat sebuah negeri yang dikurung gunung-gunung, tempat tinggal bangsa-bangsa apokalipsis, "Got dan Margoth".

Gog dan Magog nyatanya memang diyakini orang Mongol sebagai leluhur-leluhur mereka, setidaknya oleh kelompok-kelompok tertentu. Sebagaimana yang diuraikan musafir Frater Riccoldo da Monte di Croce dalam catatan perjalanannya sekitar tahun 1291, "mereka sendiri mengatakan bahwa mereka adalah keturunan Gog dan Magog, karena itulah mereka disebut Mogoli, yang sepertinya adalah kekeliruan pelafalan kata Magogoli". Marco Polo, yang melakukan perjalanan sesudah teror permulaan mereda, mula-mula menjadikan Gog dan Magog sebagai bagian dari masyarakat Tartar di daerah Tenduk, tetapi kemudian hari mengklaim bahwa nama Gog dan Magog adalah terjemahan dari kata Ung dan Mungul, nama dua daerah yang masing-masing didiami orang Ung dan orang Mongol.  

Menurut penjelasan yang dikemukakan orientalis Henry Yule, Marco Polo cuma mengacu kepada "Benteng Gog dan Magog", salah satu sebutan bagi Tembok Besar Tiongkok. Penempatan Gog dan Magog nun jauh di sebelah timur Mongolia oleh Frater André de Longjumeau juga telah dijelaskan dengan cara yang sama.

Orang Yahudi yang terkungkung
Sekitar abad ke-12, kesepuluh suku Israel yang hilang mulai diidentikkan dengan Gog dan Magog.  Orang pertama yang melakukannya mungkin sekali adalah Petrus Comestor, yakni dalam Historica Scholastica (sekitar 1169–1173).  Petrus Comestor memang jauh lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh lain sebelumnya, meskipun gagasan serupa sudah pernah dicetuskan Christianus dari Stavelot, yang mengemukakan bahwa orang Khazar, yang kemudian ia diidentikkan dengan Gog dan Magog, adalah salah satu di antara ketujuh suku Hongaria dan sudah memeluk agama Yahudi.

Meskipun perancuan Gog and Magog menjadi orang Yahudi yang terkungkung sudah lumrah dilakukan, beberapa orang, seperti Riccoldo da Monte di Croce dan Vincent de Beauvais, tetap bersikap skeptis dan membedakan suku-suku Israel yang hilang dari Gog dan Magog. Sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya, Riccoldo da Monte di Croce melaporkan tentang tradisi rakyat Mongol bahwa mereka adalah keturunan Gog dan Magog. Ia juga membincangkannya dengan pihak-pihak (orang-orang Barat, maupun diajak berdiskusi oleh mereka  yang gampang percaya pada keterangan bahwa orang Mongol mungkin saja adalah orang Yahudi yang terkungkung, tetapi sesudah mempertimbangkan berbagai pendapat yang pro maupun kontra, ia menyimpulkan bahwa pokok bahasan ini adalah sebuah pertanyaan terbuka.

Frater Fransiskan asal Flandria, Willem van Ruysbroeck, yang pernah melihat sendiri tembok yang konon dibangun Aleksander di Derbent, pesisir Laut Kaspia, pada tahun 1254, hanya menyebut kaum yang dikurung dengan tembok itu sebagai "kabilah-kabilah liar" dan "orang-orang nomaden padang gurun",  tetapi salah seorang peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud Willem van Ruysbroeck pastilah orang Yahudi, dan bahwa uraian tersebut ia lahirkan dalam konteks "Gog dan Magog".  Orang Yahudi yang terkungkung kemudian hari disebut "Yahudi Merah" (die roten Juden) di daerah-daerah penutur bahasa Jerman, yakni istilah yang pertama kali dipakai dalam salah satu wiracarita Piala Suci dari tahun-tahun era 1270-an. Dalam wiracarita ini, Gog dan Magog adalah nama dari dua pegunungan yang mengungkung Yahudi Merah.

Sang penulis Pengembaraan Sir John Mandeville, salah satu buku terlaris pada abad ke-14, menceritakan pengalamannya menjumpai orang Yahudi di Asia Tengah, tempat mereka dipenjarakan selaku Gog dan Magog oleh Aleksander Agung. Orang-orang Yahudi tersebut diceritakan sedang menyusun rencana untuk kabur dan bergabung dengan orang Yahudi di Eropa untuk menghancurkan umat Kristen.

Gog dan Magog dalam tradisi Islam

Gog dan Magog muncul dengan sebutan Yakjuj dan Makjuj dalam dua surah Al-Qur'an, yakni Surah Al-Kahfi dan Surah Al-Anbiya. Menurut Al-Qur'an, Yakjuj dan Makjuj ditaklukkan oleh Zulkarnain (Sang Empunya Dua Tanduk), tokoh yang seringkali diidentikkan dengan Aleksander Agung atau Koresy Agung, meskipun belum ada kata mufakat.  Tatkala mencapai ujung dunia, Zulkarnain mendapati "suatu kaum yang sukar memahami ucapannya". Kaum ini memohon Zulkarnain mendirikan pengalang untuk memisahkan mereka dari Yakjuj dan Makjuj, kabilah-kabilah yang sudah "menimbulkan celaka besar di muka bumi". Zulkarnain menyanggupi permohonan mereka, dan tidak lupa mewanti-wanti bahwa bila sudah genap waktunya (akhir zaman), Allah akan meniadakan pengalang itu, sehingga Yakjuj dan Majuj akan berbondong-bondong keluar dari kungkungannya.

Tradisi-tradisi Islam terdahulu diikhtisarkan Zakaria Alqazwini (wafat tahun 1283) ke dalam dua karya tulis populer yang secara singkat disebut Kosmografi (Keajaiban Makhluk-Makhluk dan Keganjilan-Keganjilan yang Maujud) dan Geografi (Petilasan Negeri-Negeri dan Riwayat Hamba-Hamba Allah). Menurut Zakaria Alqazwini, Yakjuj dan Makjuj mendiami tepi laut yang mengelilingi bumi, dan hanya Allah yang sanggup menghitung jumlahnya. Tinggi badan mereka hanya separuh dari tinggi badan manusia normal, jari-jarinya bercakar alih-alih berkuku, memiliki ekor berbulu dan sepasang telinga berbulu berukuran raksasa, yang mereka gunakan sebagai lapik tidur dan selimut.  Setiap hari mereka mencakar tembok pengalang sampai nyaris bobol, tetapi bila malam tiba, mereka akan berhenti dan beristirahat seraya berkata, kita tuntaskan besok, tetapi setiap malam Allah membuat tembok pengalang kembali utuh seperti sediakala. Suatu ketika kelak, manakala Yakjuj dan Makjuj berhenti mencakar tembok saat malam tiba, salah seorang di antara mereka akan berkata, insya Allah kita tuntaskan besok, maka keesokan paginya, tembok itu tidak kembali utuh seperti yang sudah-sudah, dan akhirnya dapat dibobol. Saat berhasil membobol tembok pengalang, jumlah Yakjuj dan Makjuj sudah menjadi sedemikian banyaknya sehingga "jika barisan depannya berada di Suriah, maka barisan belakangnya berada di Khorasan".

Bermacam-macam bangsa maupun kaum dalam sejarah pernah dianggap sebagai Yakjuj dan Makjuj. Ketika mengancam Bagdad dan kawasan utara Iran, bangsa Turk dianggap sebagai Yakjuj dan Makjuj. Kemudian hari, ketika bangsa Mongol meluluhlantakkan Baghdad pada tahun 1258, merekalah yang dianggap sebagai Yakjuj dan Makjuj. Tembok pengalang yang memisahkan mereka dari bangsa-bangsa beradab lazimnya dianggap berlokasi di Armenia dan Azerbaijan, tetapi tembok yang dilihat sudah bobol dalam mimpi Khalifah Al-Watsiq pada tahun 842, sampai-sampai sang khalifah memerintahkan seorang pejabat bernama Sallam untuk pergi memeriksanya, mungkin berkaitan dengan legenda Ergenekon.  Sallam kembali lewat dua tahun kemudian dan melaporkan bahwa ia sudah meninjau sendiri tembok itu maupun menara tempat Zulkarnain menyimpan perkakas-perkakas kerjanya, dan semuanya masih utuh. Apa yang dilihat Sallam tidak sepenuhnya jelas, tetapi mungkin saja ia berhasil sampai ke Gerbang Giok dan pos pabean paling barat di perbatasan Tiongkok. Kemudian hari, Ibnu Battutah, musafir abad ke-14, melaporkan bahwa tembok pengalang Yakjuj dan Makjuj terletak enam puluh hari perjalanan jauhnya dari Zaitun, kota di daerah pesisir Tiongkok. Penerjemah karya tulis Ibnu Battutah menambahkan keterangan bahwa sang musafir mungkin keliru menyangka Tembok Besar Tiongkok sebagai tembok pengalang yang didirikan Zulkarnain .

Menurut sumber-sumber Syiah, Yakjuj dan Makjuj tidak termasuk bani Adam (umat manusia). Dalam Al-Kafi, salah satu kitab utama dalam kumpulan hadis Syiah, dikatakan bahwa menurut riwayat yang diterima dari Ibnu Abbas, ketika ia bertanya kepada Ali mengenai "jenis-jenis makhluk", Ali menjawab bahwa Allah sudah menciptakan "1.200 jenis makhluk yang hidup di muka bumi, 1.200 jenis makhluk yang hidup di laut, 70 jenis makhluk dari bani Adam, dan manusia adalah bani Adam, kecuali Yakjuj dan Makjuj". Riwayat ini bertentangan dengan banyak riwayat dalam sumber-sumber Sunni, termasuk riwayat-riwayat dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, yang mengindikasikan bahwa Yakjuj dan Makjuj memang berasal dari bani Adam, sebagaimana yang diyakini oleh mayoritas ulama.  

Berbagai ahli sejarah dan geografi pada zaman modern beranggapan bahwa orang Viking berikut keturunannya adalah Yakjuj dan Makjuj, karena bangsa asing asal Skandinavia itu secara mendadak muncul dan mengemuka dalam sejarah Eropa. Pada berbagai kesempatan dalam sejarah, musafir-musafir maupun penjajah-penjajah Viking dipandang sebagai para penjarah yang bengis. Banyak dokumen bersejarah menyiratkan bahwa aksi-aksi penaklukan wilayah lain dilancarkan orang Viking untuk membalas tindakan para misionaris Kristen menginfiltrasi wilayah-wilayah suku, dan mungkin juga untuk membalas perlakuan Karel Agung dan sanak saudaranya di selatan terhadap orang Viking dalam Perang Saksen. Riset-riset yang dilakukan para profesor dan filsuf seperti Allama Muhammad Iqbal, Said Abul Ala Mawdudi, yang memainkan peran penting di panggung politik Inggris maupun Asia Selatan, dan akademisi Amerika Serikat, Abu Ammaar Yasir Qadhi, serta eskatolog Karibia, Imran N. Hosein, memperbandingkan bahasa, perilaku, dan aktivitas seksual kabilah-kabilah Yakjuj dan Makjuj dengan bahasa, perilaku, dan aktivitas seksual orang Viking.

Menurut Sahih Muslim, nabi Islam, Muhammad, pernah bersabda:

Syahdan suatu kaum, yang dilindungi Allah dari padanya (Dajjal), akan datang kepada Isa bin Maryam (Alaihis Salam), dan ia akan menyeka wajah mereka, dan memberitahukan derajat mereka di firdaus kelak. Ketika itulah Allah akan berfirman kepada Isa (Alaihis Salam), "telah Aku datangkan dari antara hamba-hamba-Ku, orang-orang yang tidak dapat dilawan siapa pun, maka bawalah olehmu orang-orang itu dengan aman ke Tur." Lalu Allah akan melepas Yakjuj dan Makjuj, dan mereka akan berbondong-bondong turun dari setiap lereng. Yang terdahulu dari antara mereka akan melewati danau Tabariyah dan meminum airnya, dan bilamana yang terakhir dari antara mereka melewati danau itu, ia akan berkata, "dulu pernah ada air di sini."

Sejumlah ulama berusaha menghubung-hubungkan bagian akhir dari tafsir mengenai Yakjuj dan Makjuj tersebut dengan Danau Tiberias, danau air tawar berpermukaan terendah di Planet Bumi yang kini dikenal dengan sebutan Danau Galilea, demikian pula dengan Laut Mati.

Sejarawan dan mufasir, Ibnu Katsir, mengemukakan teori-teori serupa dalam bukunya, Al-Bidaya wa'l-Nihaya.

Menurut Ahmadiyah
Mirza Ghulam Ahmad (wafat tahun 1908), pengasas gerakan Ahmadiyah, mengidentikkan Yakjuj dan Makjuj dengan negara-negara Eropa bentukan bangsa-bangsa rumpun Slavi dan rumpun Jermani, mengacu kepada kebijakan politik mereka yang bermuka dua dan mengguncang perdamaian dunia. Tafsir-tafsir Ahmadiyah didasarkan pada kaitan etimologis dari frasa Arab Yaʾjūj wa Maʾjūj dengan tema-tema semburan api, ketergesa-gesaan, dan air mendidih yang melandasinya. Tema semburan api dan air mendidih diartikan sebagai pemanfaatan api dan uap air secara besar-besaran untuk kepentingan industri oleh bangsa-bangsa tersebut, sementara tema ketergesa-gesaan diartikan sebagai karakter politik mereka yang penuh gejolak.  Sejalan dengan tafsir-tafsir tersebut, konflik antara Rusia dan Amerika Serikat selaku dua negara adidaya, maupun persaingan sengit antara sistem komunis dan sistem kapitalis, berikut dampaknya terhadap bangsa-bangsa di dunia, dipandang sebagai kenyataan-kenyataan yang selaras dengan ramalan-ramalan tentang Yakjuj dan Makjuj. Kekuatan-kekuatan tersebut tidak dapat dikalahkan dengan ketangguhan militer, tetapi lewat doa dan inayah ilahi.  Oleh karena itu, Islam dipandang sebagai satu-satunya kekuatan yang kelak mampu mempersatukan orang-orang dari pelbagai bangsa, seturut ketentuan ilahi yang sudah tersurat dalam Al-Qur'an (Surah Al-kahfi ayat 99).

Gog dan Magog dalam fikrah apokaliptis modern
Pada awal abad ke-19, sejumlah rabi Hasidi beranggapan bahwa invasi Prancis ke Rusia di bawah komando Napoleon adalah "Perang Gog dan Magog". Namun seiring berjalannya waktu, ekspektasi-ekspektasi apokaliptis lambat laun memudar, karena masyarakat Eropa mulai mengadopsi wawasan dunia yang kian lama kian sekuler. Perkembangan semacam ini tidak terjadi di Amerika Serikat, karena menurut hasil angket tahun 2002, 59% warga Amerika Serikat percaya bahwa peristiwa-peristiwa yang diramalkan dalam Kitab Wahyu pasti akan terjadi. Semasa Perang Dingin, gagasan bahwa Republik Soviet Rusia memainkan peran Gog menjadi populer, karena dalam Kitab Yehezkiel berbahasa Ibrani, Gog disebut Ros Mesyek (Rais Mesekh, diterjemahkan LAI menjadi "raja agung negeri Mesekh"), mirip-mirip bunyinya dengan Rusia-Moskwa.  Bahkan ada orang-orang Rusia yang menerima gagasan tersebut, agaknya tanpa mempedulikan implikasinya (yang penting punya leluhur tokoh Alkitab), demikian pula Ronald Reagan.

Pasca-Perang Dingin, sejumlah penganut paham Milenarianisme masih mengidentikkan Gog dengan Rusia, tetapi mereka kini cenderung menyoroti sekutu-sekutu Rusia dari negara-negara Islam, khususnya Iran.  Bagi penganut paham Mileniarisme yang paling fanatik, hitungan mundur menuju Armagedon dimulai dengan kembalinya orang Yahudi ke Israel, disusul segera dengan tanda-tanda lanjutan yang menunjukkan semakin dekatnya pertempuran pamungkas dengan senjata nuklir, yakni integrasi Eropa, penyatuan kembali Yerusalem oleh Israel dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967, dan perang-perang yang dilancarkan Amerika Serikat di Afganistan dan Teluk Persia.  Ada selentingan bahwa pada awal Invasi Irak tahun 2003, Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, berkata kepada Presiden Prancis, Jacques Chirac, "Gog dan Magog sedang bergiat di Timur Tengah." Konon Presiden Bush menambahkan, "konfrontasi ini adalah kehendak Allah, yang ingin memakai konflik ini untuk melenyapkan musuh-musuh umat-Nya sebelum zaman baru bermula." Para pejabat pemerintahan Presiden Bush mengklaim bahwa tidak ada rekaman percakapan tersebut, dan ucapan-ucapan semacam itu "sama sekali tidak terkesan seperti kata-kata Bush."

Dalam tradisi apokaliptis Islam, akhir zaman akan didahului pelepasan Yakjuj dan Makjuj, dan pembinasaan Yakjuj dan Makjuj oleh Allah dalam waktu satu malam akan mengawali hari kebangkitan (bahasa Arab: يَوْم الْقِيَامَة‎‎, Yaumul Qiyamah). Interpretasi ulang pada umumnya tidak berlanjut selepas masa klasik, tetapi kebutuhan-kebutuhan dunia modern telah menghasilkan satu kumpulan baru karya sastra apokaliptis yang mengidentikkan Yakjuj dan Makjuj dengan negara-negara komunis, Rusia dan Tiongkok.  Salah satu persoalan yang harus dihadapi para penulis karya-karya sastra tersebut adalah tembok pengalang Yakjuj dan Makjuj, yang tidak ditemukan di dunia modern. Jawaban-jawaban yang mereka berikan bervariasi. Beberapa penulis mengemukakan bahwa Yakjuj dan Makjuj adalah orang Mongol, dan tembok pengalang sudah tidak ada lagi saat ini, sementara penulis-penulis lain berdalih tembok pengalang tersebut tidak kasatmata. 

Yakjuj dan Makjuj

Ya'juj dan Ma'juj (Arab: يأجوج ومأجوج Yaʾjūj wa-Maʾjūj; Ibrani: גוג ומגוג; Ibrani: Gog dan Magog) adalah dua suku yang akan muncul pada akhir zaman. Mereka dikisahkan memiliki kekuatan sebagai perusak dan penghancur kehidupan di muka bumi, dan mereka akan berperang melawan Nabi Isa beserta pasukannya di bukit Thursina. Kemunculan suku ini merupakan salah satu tanda besar kiamat menurut keyakinan umat Muslim.

Kisah tentang kaum ini terdapat dalam ajaran agama Yahudi, dan Kitab Kejadian umat Kristen. Ya'juj dan Ma'juj juga muncul dalam banyak mitologi dan cerita rakyat di banyak negara, di antaranya adalah legenda rakyat Britania Raya dan Irlandia.

Ya'juj dan Ma'juj berasal dari bahasa Arab. Ya'juj yang berakar kata "ujaaj" (أُجَاجٌ) yang berarti mengering kemudian mengeras, dan satu lagi dari kata "al ajj" (الْأَجُّ) yang artinya ketika musuh datang dengan cepat sekali, sedangkan Ma`juj berasal dari kata "maaja" (مَاجَ) yang berarti goncang. Sedangkan menurut Abu Hatim, ma'juj berasal dari maaja, yaitu kekacauan. ma'juj berasal dari mu'juj, yaitu malaja. Namun, menurut pendapat yang sahih, Ya'juj dan Ma'juj bukan isim musytaq, melainkan isim 'Ajam dan Laqab (julukan). Setiap dari akar kata ini memiliki kesesuaian dengan sifat kaum Ya`juj dan Ma`juj tersebut.

Menurut para ulama, jadi Ya'juj dan Ma'juj memiliki arti mengering dan mengeras secara natural dan ketika mereka datang dengan cepat serta tergesa-gesa, membuat keadaan goncang kemudian tidak ada orang yang sanggup menghadapi mereka, maka harus lari dari mereka.

Sifat mereka dikatakan sangat keras, kasar, biadab, sombong, gigih, senang berperang, merampok, membunuh, merusak, memperkosa korbannya dan mereka tidak menyukai umat (bangsa) selain mereka sendiri. Kesombongan mereka digambarkan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad, ketika mereka telah berhasil membunuh seluruh penduduk bumi, maka mereka melemparkan anak panah dan tombak keatas awan, kemudian mereka beranggapan bahwa mereka telah berhasil membunuh penduduk langit (para malaikat), karena anak panah dan tombak mereka kembali dengan berlumuran darah.

Genealogi
Ibnu Katsir menerangkan bahwa mereka adalah dari keturunan Adam dari keturunan Nuh, dari anak keturunan Yafits yakni nenek moyang bangsa Turki yang diisolir oleh tembok/benteng tinggi yang dibangun oleh Dzul Qarnain.

Magogh bin Yafet bin Nuh bin Lamik (Lamaka) bin Metusyalih bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qianan bin Anusy bin Syits bin Adam.

Populasi
Ya'juj dan Ma'juj adalah dua bangsa yang sangat besar jumlahnya, perbandingannya adalah 1: 999, antara manusia umumnya dengan Ya'juj dan Ma'juj. Mereka disebutkan sebagai mayoritas penghuni neraka, dan kedua suku ini disebutkan telah ada dekat pada masa Nabi Musa berdakwah.

Abdullah bin 'Amr berkata bahwa salah seorang dari mereka tidak akan mati kecuali ia telah memiliki keturunan sejumlah seribu atau lebih.

Wujud
Walaupun mereka dari jenis manusia, namun mereka memiliki sifat khas yang berbeda dari manusia pada umumnya. Ciri utama mereka adalah perusak dan jumlah mereka yang sangat besar, sehingga ketika mereka turun dari gunung seakan-akan seperti air bah yang mengalir, tidak pandai berbicara dan tidak fasih, bermata kecil (sipit), berhidung kecil, lebar mukanya, merah warna kulitnya seakan-akan wajahnya seperti perisai dan sifat-sifat lain.

Lokasi
Dalam Surah Al-Kahf bahwa Raja Dzul Qarnain, dalam sebuah perjalanannya sampai disuatu tempat di antara dua gunung. Dia menemukan suatu kaum yang tidak dikenali bahasanya. Kaum itu mengadukan kepadanya bahwa ada bahaya mengancam mereka yaitu dari Ya'juj dan Ma'juj dan mereka meminta untuk membangun tembok yang dapat melindungi mereka dari kejahatan Ya'juj dan Ma'juj. Kemudian Dzul Qarnain memenuhi permintaan mereka.

Menurut Al-Qur'an Ya'juj dan Ma'juj diisolasi di antara dua gunung oleh pasukan Dzul Qarnain beserta kaum yang terpencil yang meminta bantuan kepadanya. Mereka meminta Dzul Qarnain untuk membuat dinding pembatas, agar kedua suku tersebut tidak keluar dan membuat kekacauan kembali, namun pada akhirnya mereka akan berhasil keluar dari dinding pembatas itu.

Asia Barat
Menurut Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa'di, Ya'juj Ma'juj berada di belakang pegunungan Qoqaz (Kaukasus). Memang ada yang berpendapat bahwa pegunungan inilah yang merupakan "benteng" dimaksud. Deretan pegunungan ini memanjang tanpa celah dari laut Hitam hingga laut Kaspia sepanjang lebih dari 1.200 km. Kecuali pada bagian kecil dan sempit yang disebut celah Darial (terletak di negara Georgia) sepanjang kurang lebih 100 meter. Pada bagian celah itulah diduga penghalang dari Ya`juj dan Ma`juj itu dibangun.

Ada juga yang menyatakan, keberadaan tembok tersebut telah tenggelam dan sampai saat ini berada di Azerbaijan dan Armenia, tepatnya di pegunungan yang sangat tinggi serta keras. Ia berdiri tegak seolah-olah diapit oleh dua buah tembok yang sangat tinggi. Tempat itu tercantum pada peta-peta Islam ataupun Rusia, terletak di Republik Georgia.

Asia Tengah
Menurut Al-Lajnah Ad-Da`imah, mereka tinggal di benua Asia bagian utara Cina.  Sedangkan menurut Syaikh bin Baz berkata mengenai lokasi, dia menjawab mereka ada di arah timur dan mereka adalah Bangsa At-Turk (Mongol) adalah termasuk kedalam bangsa itu juga.

Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir "The Holy Qur'an" menuliskan bahwa di distrik Hissar, Uzbekistan, 240 km di sebelah tenggara Bukhara, ada celah sempit di antara gunung-gunung batu. Letaknya di jalur utama antara Turkestan ke India dengan kordinat 38oN dan 67oE. Tempat itu kini bernama "Buzghol-Khana" dalam bahasa Turki, orang Arabnya menyebutnya dengan nama "Bab al Hadid", sedangkan Persia menyebutnya "Dar-i-Ahani", dan Cina menamakannya "Tie-Men-Kuan" yang semuanya memiliki arti "Pintu Gerbang Besi".

Hiouen Tsiang, seorang pengembara Cina pernah melewati pintu berlapis besi itu dalam perjalanannya ke India pada abad ke-7. Tidak jauh dari sana ada sebuah danau yang dinamakan Iskandarkul. Sallam, salah seorang staff peneliti dari kekhalifahan Abassiah yang dipimpin oleh al-Watsiq Billah dan Ibnu Bathuthah menyatakan hal yang sama bahwa lokasi ini diberada di Asia Tengah.

Pada tahun 842 Kekhalifahan Abbasiyah, al-Watsiq Billah, bermimpi bahwa dinding pembatas yang mengurung kedua suku itu hancur, karena mimpi itulah ia mengutus sebuah tim ekspedisi yang dipimpin oleh Sallam salah seorang staff peneliti ke gerbang besi tadi, untuk mengetahui keadaan dinding itu dan lokasinya. Al-Watsiq menginstruksikan kepada Sallam untuk mencari tahu tentang tembok itu. Saat itu Sallam ditemani 50 orang. Penelitian tersebut memakan biaya besar. Disebutkan dalam Nuzhat al-Musytaq, buku geografi, karya al-Idrisi, Al-Watsiq mengeluarkan biaya 5000 dinar untuk penelitian ini.

Mereka masih mendapati gerbang di antara gunung selebar 137 meter dengan kolom besar di kiri kanan terbuat dari balok-balok besi yang dicor dengan cairan tembaga, tempat bergantung daun pintu raksasa. Kisah lain menyebutkan Sallam melihat pegunungan yang terpisah oleh lembah. Luas lembah sekitar 150 meter dan lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter. Al-Idrisi juga menceritakan bahwa menurut cerita Sallam penduduk di sekitar pegunungan biasanya memukul kunci pintu besi 3 kali dalam sehari. Setelah itu mereka menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata, mereka mendengar gema teriakan dari dalam. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam pintu betul-betul ada makhluk jenis manusia yang konon Ya'juj dan Ma'juj itu.

Ya'juj dan Ma'juj sering mengganggu, menyerbu, membunuh, suku-suku lain. Mereka pembuat onar dan sering menghancurkan suatu daerah. Masyarakat mengadukan kelakuan suku Ya'juj dan Ma'juj kepada Dzul Qarnain. Dzul Qarnain kemudian menggiring (mengusir) mereka ke sebuah pegunungan, lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi. Menjelang kiamat nanti, pintu gerbang itu akan berhasil dijebol oleh mereka, kemudian mereka keluar dan membuat onar dunia, sampai mereka bertemu dengan Nabi Isa al-Masih dan umatnya.

Dalam bukunya al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya'juj dan Ma'juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan), kemudian Samarkand (Uzbekistan), lalu kota Ray (Iran), dan kembali ke istana al-Watsiq di Surra Man Ra'a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada Khalifah.

Ibnu Bathuthah menuturkan dalam Kitab Rahlat Ibnu Bathuthah pegunungan Ya'juj dan Ma'juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Soalnya di sebelah Barat Laut China adalah daerah-daerah Rusia.

Dalam versi lain, disebutkan para arkeolog menemukan benteng tersebut pada awal abad ke-15 M di belakang Jeihun dalam ekspedisi Balkh dan disebut sebagai Bab al-Hadid (Pintu Besi) di dekat Tarmidz. Timurleng pernah melewatinya, juga Syah Rukh dan ilmuwan Jerman Slade Verger. Arkeolog Spanyol, Klapigeo, pada 1403 M, pernah diutus oleh Raja Qisythalah di Andalus ke sana dan bertamu pada Timurleng. Bab al Hadid adalah jalan penghubung antara Samarkand dan India. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَغَيْرُ وَاحِدٍ الْمَعْنَى وَاحِدٌ وَاللَّفْظُ لِابْنِ بَشَّارٍ قَالُوا حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي رَافِعٍ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّدِّ قَالَ يَحْفِرُونَهُ كُلَّ يَوْمٍ حَتَّى إِذَا كَادُوا يَخْرِقُونَهُ قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ ارْجِعُوا فَسَتَخْرِقُونَهُ غَدًا فَيُعِيدُهُ اللَّهُ كَأَشَدِّ مَا كَانَ حَتَّى إِذَا بَلَغَ مُدَّتَهُمْ وَأَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَهُمْ عَلَى النَّاسِ قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ ارْجِعُوا فَسَتَخْرِقُونَهُ غَدًا إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَاسْتَثْنَى قَالَ فَيَرْجِعُونَ فَيَجِدُونَهُ كَهَيْئَتِهِ حِينَ تَرَكُوهُ فَيَخْرِقُونَهُ فَيَخْرُجُونَ عَلَى النَّاسِ فَيَسْتَقُونَ الْمِيَاهَ وَيَفِرُّ النَّاسُ مِنْهُمْ فَيَرْمُونَ بِسِهَامِهِمْ فِي السَّمَاءِ فَتَرْجِعُ مُخَضَّبَةً بِالدِّمَاءِ فَيَقُولُونَ قَهَرْنَا مَنْ فِي الْأَرْضِ وَعَلَوْنَا مَنْ فِي السَّمَاءِ قَسْوَةً وَعُلُوًّا فَيَبْعَثُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ نَغَفًا فِي أَقْفَائِهِمْ فَيَهْلِكُونَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنَّ دَوَابَّ الْأَرْضِ تَسْمَنُ وَتَبْطَرُ وَتَشْكَرُ شَكَرًا مِنْ لُحُومِهِمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ إِنَّمَا نَعْرِفُهُ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مِثْلَ هَذَا Artinya:Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar dan lainnya, maknanya sama sedangkan teksnya milik Ibnu Basyar, mereka berkata: Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Abdul Malik telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Qatadah dari Abu Rafi' dari hadits Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam tentang dinding (yang dibangun Dzulqarnain) beliau bersabda: "Setiap hari mereka (Ya`juj dan Ma`juj) menggalinya, sehingga ketika dinding itu hampir mereka menembusnya, pemimpinnya mengatakan: Sekarang pulanglah kalian, karena esok hari kalian pasti bisa menembusnya! tetapi Allah mengembalikannya seperti semula. dan keesokan harinya, ketika Allah hendak mengutus mereka kepada manusia, pemimpin mereka berkata: Sekarang pulanglah kalian, karena esok hari kalian akan merobohkannya jika Allah menghendaki" ia mengucapkan insya Allah." Beliau bersabda: "Pulanglah mereka dan mendapatinya seperti keadaanya semula saat mereka tinggalkan lalu mereka merobohkannya dan menyerang orang-orang, lalu mereka meminum air dan berlarilah orang-orang menghindari mereka, mereka pun melepaskan anak panah ke langit dan seketika itu juga panah tersebut berlumuran darah. Lantas mereka berkata: "Kita telah menaklukan penduduk bumi dan menguasai yang berada di langit secara paksa." Lalu Allah mengirim ulat pada tengkuk mereka, demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangannya, sesungguhnya hewan-hewan bumi menjadi gemuk, gesit dan sangat berterima kasih karena daging-daging mereka." Abu Isa berkata: Hadits ini hasan gharib, kami hanya mengetahuinya dari sanad ini seperti ini.

Ketika pada masanya, Suku Ya'juj dan Ma'juj akan berhasil menghancurkan dinding besi pembatas yang telah dibangun oleh Dzul Qarnain, mereka akan turun dari pegunungan dengan cepat dan tergesa-gesa, mereka sudah tidak sabar untuk membuat kerusakan dimuka bumi. Disebutkan pula bahwa (mereka) orang-orang yang cepat dalam berjalan guna membuat kerusakan.

Ketika mereka berhasil mencapai Danau Tabriyah, Palestina, mereka akan meminum sampai habis air danau tersebut, karena banyaknya populasi mereka, sehingga orang terakhir yang berhasil mencapai danau itu akan berkata, "Sungguh dahulu di sini masih ada airnya."

Dalam hadits An-Nawwas bin Sam'an disebutkan bahwa Allah memberitahukan kepada Isa akan keluarnya Ya'juj dan Ma'juj yang tidak ada seorang pun mampu memerangi mereka, dan Allah memerintahkan Isa untuk menjauhkan kaum mukminin dari jalan yang ditempuh Ya'juj dan Ma'juj seraya berfirman: "Kumpulkan hamba-hamba-Ku ke gunung Ath-Thur." Pada akhirnya mereka tewas setelah Isa memohon pertolongan kepada Allah melalui ulat-ulat yang menyerang semua leher kedua suku tersebut. 

Żul Qarnain

Żulkarnain (Arab: ذو القرنين Dzū al-Qarnayn) (the man with two horns) adalah julukan seorang raja yang disebutkan di dalam kitab Al-[[Qur'an] 18:8). Dikisahkan bahwa ia telah membangun tembok besi yang tinggi untuk melindungi kaum lemah dari serangan Ya'juj dan Ma'juj. Menurut Ibnu Abbas, Żulkarnain adalah seorang raja yang sholih dan suka mengembara.

Secara harfiah Żulkarnain memiliki arti "pemilik dua tanduk" atau "ia yang memiliki dua tanduk." Dzu (Arab: ذو, ḏżū) berarti "pemilik." Beberapa pendapat mengenai etimologi dari Żulkarnain adalah sebagai berikut.

Ia pernah meninggal dan hidup kembali setelah mendapat pukulan tepat di kepala bagian kanan dan kiri.
Rancangan ketopong besinya memiliki tanduk.
Dia bisa melihat dengan jelas di siang hari dan di kegelapan malam.
Dia pernah hidup selama dua abad sehingga ia dapat disebut "Żu al-Qarnain" (ذوالقرن ن)
Sedangkan kata qarn (قرن) memiliki beberapa arti, di antaranya adalah kekuasaan (wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Barat hingga Timur), kuat dan berani.

Menurut kisah dari Ubaid bin Umair (tokoh dari kalangan tabi'in) bahwa Żul Qarnain adalah sepupu Khidr dari pihak ibu, bertepatan dengan masa nabi Ibrahim dan nabi Luth. dikatakan pula bahwa Khidr menjadi penasehat spiritualnya.

Sedangkan menurut sejarawan Muslim yang lain, Żul Qarnain memiliki nama asli Abu Bakr Al-Himyari atau Abu Bakar bin Ifraiqisy dari daulah Al-Jumairiyah (115 SM – 552 M) dan kerajaannya disebut At-Tababi'ah.

Dalam buku yang berjudul Jejak Yakjuj dan Makjuj karya Wisnu Sasongko di Books.google.com, Dzul Qarnain seorang raja Arab memiliki nama asli Abdullah bin adh Dhahhak, catatan lain mengisahkan namanya Mush'ab bin Abdullah keturunan dari Kahlal bin Saba'.

Kisah Żulkarnain

Pertemuan dengan Nabi Ibrahim
Al-Azraqi menyebutkan bahwa Żulkarnain beragama Islam atas ajakan Khalilullah Ibrahim dan melakukan tawaf di Ka'bah al-Mukarramah bersama nabi Ismail, diriwayatkan dari Ubaid bin Umair dan anaknya Abdullah dan lainnya bahwa Żulkarnain melakukan ibadah Haji dengan jalan kaki, tatkala nabi Ibrahim mengetahui kehadirannya, ia menemuinya, mendoakannya dan meridhoinya. Kemudian Allah swt. menundukkan untuknya awan yang bisa membawanya ke mana saja ia mau.

Menurut Ibnu Katsir Żul Qarnain hidup di masa Nabi Ibrahim, 2.000 tahun sebelum masa Aleksander Agung orang Macedonia, Yunani. Ibnu Katsir juga menuliskan dalam Kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah, bahwa Nabi Khadr adalah menterinya dan pergi haji dengan berjalan kaki. Ketika nabi Ibrahim mengetahui bahwa kedatangannya, maka ia keluar dari kota Mekkah untuk menyambutnya.nabi Ibrahim juga mendoakan dan memberikan nasihat-nasihat yang baik kepadanya.

Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir, menuliskan kisah dari Adhraqi bahwa Żulkarnain melakukan thawaf dengan nabi Ibrahim kemudian melaksanakan kurban.

Petualangan Żulkarnain

Kisah perjalanan-perjalanan Żulkarnain berikut ini terdapat pada kitab Al-Qur'an surah Al-Kahfi 18:83-98. Berikut adalah kisah-kisah yang ditanyakan oleh Rabi Yahudi kepada Nabi Muhammad yang di wahyukan melalui malaikat Jibril kepadanya.

Menemukan umat tak beragama

Ketika Żulkarnain sedang melakukan perjalanan kearah barat ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang memiliki lumpur berwarna hitam, ia melihat sekelompok umat yang tidak memiliki agama, sehingga ia diperintahkan oleh Allah swt. boleh untuk menghukum atau mengajarkan agama kepada umat ini.

"Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Żul Qarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya." Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka bumi), maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.
Kami berkata: "Hai Żul Qarnain, kamu boleh menghukum atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Żul Qarnain: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya." Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami." (Al-Kahfi 18:83-88)

Menemukan umat teramat miskin

Pada perjalanan berikutnya kearah timur, Żul Qarnain menemukan umat lain yang sangat teramat miskin. Saking miskinnya mereka tidak bisa melindungi diri mereka sendiri dengan tempat untuk berteduh dari sinar matahari.

"Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. (Al-Kahfi 18:89-91)
"
Membangun tembok besi setinggi gunung

Kemudian Żulkarnain melakukan perjalanan kembali hingga ia sampai didaerah pegunungan. Di antara dua gunung ia menemukan suatu kaum yang tidak ia mengerti bahasanya. Umat tersebut meminta tolong kepada Żulkarnain untuk membuat pembatas untuk menghalau dua kelompok umat perusak, yaitu Ya'juj dan Ma'juj. mereka juga menjanjikan akan memberikan bayaran kepada Żulkarnain, jika telah selesai pembuatan dinding pembatas tersebut. Akan tetapi Żulkarnain menolak diberikan bayaran oleh mereka, pada akhirnya Żulkarnain memberikan syarat kepada mereka untuk membantu Żulkarnain dan pasukannya dalam membangun dinding pembatas tersebut.

Dikisahkan Żulkarnain berhasil membangun dinding berupa potongan-potongan besi yang disusun sama rata dengan kedua gunung, kemudian dituangkan tembaga panas ditumpukkan besi tersebut. Kemudian ia pun mengatakan kepada kedua umat itu, bahwa kaum perusak itu tidak akan bisa mendaki atau melubanginya, sampai waktu yang dijanjikan oleh Allah akan berlubang dan runtuh, kemudian Ya'juj dan Ma'juj akan keluar dari celah tersebut seperti air bah.

"Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.
Mereka berkata: "Hai Żul Qarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?"

Żul Qarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi."

Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Żul Qarnain: "Tiuplah (api itu)." Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya."

Żul Qarnain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Al-Kahfi 18:92-98)

Namun tidak diketahui secara persis di daerah mana keberadaan dinding tersebut. Hanya ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang masalah ini, tetapi riwayat tersebut terdapat kelemahan dalam sanadnya. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu juga menyebutkan sebuah kisah tentang Khalifah Al-Watsiq yang mengirim sebagian utusannya untuk meneliti dinding tersebut, tetapi ia menyebutkan riwayat ini tanpa sanad.

Mencari Air Kehidupan

Menurut sebuah kitab  Żulkarnain pernah mencari 'Ayn al-Hayat (Air Kehidupan) yang didampingi oleh Malaikat Israfil dan Nabi Khidr. Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa'Labi dari Ali.

Ketertarikan Żul Qarnain

Pada saat Raja Żulkarnain pada tahun 322 S. M. berjalan di atas bumi menuju ke tepi bumi, Allah mewakilkan seorang malaikat yang bernama Israfil untuk mendampingi Raja Żulkarnain. Di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang, Raja Żulkarnain berkata kepada Malaikat Israfil: "Wahai Malaikat Israfil ceritakan kepadaku tentang ibadah para malaikat di langit."

Malaikat Israfil berkata, "Ibadah para malakat di langit di antaranya ada yang berdiri tidak mengangkat kepalanya selama-lamanya, dan ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya."

Kemudian Żul Qarnain berkata, "Alangkah senangnya seandainya aku hidup bertahun-tahun dalam beribadah kepada Allah." Lalu malaikat Israfil berkata, "Sesungguhnya Allah telah menciptakan sumber air bumi, namanya 'Ayn al-Hayat' yang berarti, sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminumnya seteguk, maka tidak akan mati sampai hari kiamat atau sehingga ia mohon kepada Allah supaya dirinya dimatikan."

Kemudianya Żul Qarnain bertanya kepada malaikat Israfil, "Apakah kau tahu tempat 'Ayn al-Hayat itu?" Malakat Israfil menjawab, "Bahwa sesungguhnya 'Ayn al Hayat itu berada di bumi yang gelap."

Setelah raja mendengar keterangan dari Malaikat Israfil tentang 'Ayn al hayat, maka raja segera mengumpulkan 'alim ulama' ada zaman itu, dan raja bertanya kepada mereka tentang 'Ayn al Hayat itu, tetapi mereka menjawab, "Kita tidak tahu kabarnya, tetapi seorang yang alim di antara mereka menjawab, "Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam, ia berkata bahwa sesungguhnya Allah meletakkan 'Ayn al Hayat di bumi yang gelap."

"Di manakah tempat bumi gelap itu?" tanya raja. Seorang yang alim menjawab, "Di tempat keluarnya matahari." Kemudian raja bersiap-siap untuk mendatangi tempat itu, lalu raja bertanya kepada sahabatnya. "Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?" Para sahabat menjawab, "Kuda betina yang perawan."

Kemudian raja mengumpulkan 1000 ekor kuda betina yang perawan-perawan, lalu raja memilih di antara tentaranya, sebanyak 6.000 orang dipilih yang cendikiawan dan yang ahli mencambuk.

Di antara mereka adalah Nabi Khidir, bahkan ia menjabat sebagai perdana menteri. Kemudian berjalanlah mereka dan Nabi Khidir berjalan di depan pasukannya. Dalam perjalanan mereka menjumpai tempat keluarnya matahari itu tepat pada arah kiblat.

Perjalanan yang sangat jauh dan tempat yang gelap
Kemudian mereka tidak berhenti-henti menempuh perjalanan dalam waktu 12 tahun, sehingga sampai ditepi bumi yang gelap itu, dan ternyata gelapnya itu memancar seperti asap, bukan seperti gelapnya waktu malam.

Kemudian seorang yang sangat cendikiawan dan para pasukannya mencegah raja masuk ke tempat gelap itu dan berkatalah ia kepada raja: "Wahai raja, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk tempat yang gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya." Lalu raja berkata: "Kita harus memasukinya, tidak boleh tidak."

Mereka semua membiarkan raja yang hendak masuk. Kemudian raja berkata kepada pasukannya: "Diamlah, tunggulah kalian ditempat ini selama 12 tahun, jika aku bisa datang pada kalian dalam masa 12 tahun itu, maka kedatanganku dan penungguan kalian termasuk baik, dan jika aku tidak datang sampai 12 tahun, maka pulanglah kembali ke negeri kalian."

Kemudian raja bertanya kepada Malaikat Israfil: "Apabila kita melewati tempat yang gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita?" "Tidak bisa kelihatan" jawab Malaikat Israfil. "Akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara, jika merjan itu ke atas bumi, maka mutiara tersebut dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian maka kawan-kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian."

Kemudian Raja Żulkarnain masuk ke tempat yang gelap itu bersama sekelompok pasukannya, mereka berjalan di tempat yang gelap itu selama 18 hari tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam dan siang, tidak pernah melihat burung dan binatang liar, dan raja berjalan dengan didampingi oleh Nabi Khadr.

Ditemukan oleh Nabi Khidr
Di saat mereka berjalan, maka Allah memberi wahyu kepada Nabi Khidr, "Bahwa sesungguhnya 'Ayn al Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan 'Ayn al Hayat ini Aku khususkan untuk kamu."

Setelah Nabi Khidr menerima wahyu tersebut, kemudian ia berkata kepada raja dan para sahabatnya: "Berhentilah kalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian meninggalkan tempat kalian sehingga aku datang kepada kalian."

Kemudian ia berjalan menuju ke sebelah kanan jurang, maka didapatilah olehnya sebuah 'Ayn al Hayat yang dicarinya itu. Kemudian Nabi Khidr turun dari kudanya dan langsung melepas pakaiannya dan turun ke 'Ayn al Hayat tersebut. Ia lalu mandi dan minum sumber air kehidupan tersebut, maka ia merasakan airnya lebih manis daripada madu.

Setelah ia mandi dan minum di 'Ayn al Hayat tersebut, kemudian ia keluar dari tempat itu lalu menemui Raja Żulkarnain, sedangkan raja tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada Nabi Khidr, tentang penemuan dan mandi di sumber air tersebut.

Penyesalan pasukan Żul Qarnain
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Wahb bin Munabbih, dia berkata, bahwa Nabi Khidr adalah anak dari bibi Raja Żul Qarnain, dan Raja Żul Qarnain keliling di dalam tempat yang gelap itu selama 40 hari, tiba-tiba tampak sinar seperti kilat dan sinar itu terlihat olehnya. Sinar itu berasal dari bumi yang berpasir merah dan terdengar oleh raja suara gemercik di bawah kaki kuda, kemudian raja bertanya kepada Malaikat Rofa'il, lalu malaikat itu menjawab: "Gemercik ini adalah suara benda, apabila seseorang mengambilnya, niscaya ia akan menyesal dan apabila tidak mengambilnya, niscaya ia akan menyesal juga."

Kemudian setelah mereka keluar dari tempat gelap itu, di antara pasukan ada yang membawa benda itu, tetapi hanya sedikit saja, dan ternyata benda tersebut adalah batu permata, yakut yang berwarna merah dan zamrud yang berwarna hijau. Maka pasukan yang mengambil benda itu menyesal, karena mereka hanya mengambil sedikit, demikianlah pula dengan pasukan yang tidak mengambilnya mereka juga menyesal.

Kota dan seluruh isinya membatu

As-Sa'di menceritakan bahwa setelah Żulkarnain mengelilingi berbagai negeri dan pernah memasuki kota Rass, disana ia menemukan raja, penduduk, pria, wanita, anak-anak, hewan-hewan, barang-barang, pepohonan, dan buah-buah, semuanya menjadi batu hitam, karena satu teriakan Malaikat Jibril. Penduduk ini biasa menggauli para wanitanya pada duburnya dan mereka juga tidak beriman kepada nabi mereka yaitu Hanzhalah bin Shafwan, dan mereka juga telah membunuh nabi tersebut.

Beberapa pendapat mengenai Żul Qornain
Diriwayatkan Waqi dari Israil dari Jabir dari Mujahid dari Abdullah bin Amr, dia berkata: "Żulkarnain seorang nabi", diriwayatkan al-Hafid bin Asakir dari hadits Abi Muhammad bin Abi Nasr dari Abi Ishaq bin Ibrahim bin Muhammad bin Abi Duaib, berkata Muhammad bin Hamad, bercerita Abdu Razzaq dari Muammar dari Ibnu Abi Duaib dari Muqbiri dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah bersabda: Aku tidak tahu atau tidak, aku tidak tahu khudud itu menghapus dosa pelakunya atau tidak dan aku tidak tau Żul Qarnain itu seorang nabi atau bukan, dan ini garib dari sisi ini.

Berkata Ishaq bin Basyar dari Ustman bin as-Syaj dari Khusoif dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: "Żulkarnain adalah seorang raja yang sholeh, Allah meridhoi amalnya" dan memuji dalam kitabnya. Dia adalah orang yang ditolong, Khidir adalah menterinya, dan disebutkan bahwa Khidir adalah pemimpin tentaranya, dia orang yang diajak bermusyawarah oleh sang raja sebagai menterinya dalam rangka memperbaiki masyarakat saat itu.

Berkata sebagian ahli kitab, karena dia raja Persia dan Romawi, dan dikatakan: Karena dia sampai pada dua ujung matahari barat dan timur dan menguasai keduanya, dan ini menyerupai kesalahannya yaitu perkataan az-Zuhri. Berkata Hasan al-Bashri: Dia memiliki dua jalinan rambut yang melingkar maka dinamakan Żul karnain. Berkata Ishaq bin Abdillah bin Basyar dari Abdillah bin Ziyad bin Sam'an dari Umar bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata: Dia memanggil raja yang zalim kepada Allah kemudian memukul tanduknya, mematahkanya dan meremukkannya, maka dinamakan Żulkarnain.

Nov 19, 2020

Hagar

Hagar atau Hajar (bahasa Ibrani: הָגָר, Modern Hagar Tiberias Hāgār; bahasa Yunani: Ἄγαρ Agar; bahasa Latin: Agar; bahasa Arab: هاجر;‎ Hājar) adalah tokoh dalam agama Abrahamik. Ia adalah hamba perempuan Sara, yang kemudian diberikan oleh Sara kepada Abraham, suaminya, untuk menjadi istrinya guna melahirkan anak. Hagar kemudian melahirkan Ismail.

Kisah
Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), kisah Hagar disebutkan dalam Kitab Kejadian pasal 16 dan 21. Dalam Islam, Hagar disebut sebagai Hajar dan namanya tidak disebut dalam Al-Qur'an (kitab suci Islam), tetapi riwayatnya disinggung dalam satu baris doa Ibrahim dalam Surah Ibrahim.  Meskipun Hagar tidak disebut namanya, Hagar dianggap orang yang disinggung dalam doa Ibrāhīm tersebut. Di luar sumber Al-Qur'an, Hagar beberapa kali disebutkan dalam kitab-kitab hadits.

Latar belakang
Terkait asal-usulnya, beberapa sumber Islam dan Yahudi menyebutkan bahwa Hagar adalah seorang putri. Midras Bereshith Rabba dan sebagian literatur Muslim menyebutkan bahwa Hagar adalah anak perempuan dari Fir'aun (penguasa Mesir) yang berusaha mengambil Sarah sebagai istri atau selirnya saat rombongan Abraham singgah di Mesir. Saat mengetahui bahwa Sarah adalah wanita yang dilindungi Allah, Fir'aun memberikan putrinya pada Sarah dan mengatakan, "Lebih baik bagi putriku untuk menjadi pelayan di rumah wanita seperti itu (Sarah) daripada nyonya di rumah lain." Pendapat lain bahwa Hagar diserahkan menjadi istri Abraham sebagai ganti Sarah yang diambil Fir'aun menjadi istrinya.  Sebagai catatan, Fir'aun saat itu mengira bahwa Sarah adalah saudari Abraham, bukan istrinya.

Pendapat lain menyatakan bahwa dia adalah anak perempuan dari seorang raja Maghreb yang masih keturunan Nabi Shaleh. Ayah Hagar kalah dalam peperangan dan raja yang menang perang (yang mengambil Sarah di kemudian hari) kemudian menjadikan Hagar tawanan dan pelayan di istananya. Namun karena dia memiliki darah raja, Hagar menjadi kepala dari semua budak perempuan di istana dan memiliki jalan ke semua harta Fir'aun.

Setelahnya, kafilah Abraham kembali menuju Kanaan dan menetap di sana.

Memberikan Hagar kepada Abraham

Lantaran yakin tidak dapat mengandung, Sarah kemudian memberikan Hagar sebagai selir atau istri Abram. Namun Hagar menjadi merasa lebih mulia dari Sarah setelah mengandung sehingga Sarah menindas Hagar. Hagar kemudian melarikan diri, tetapi malaikat mendatanginya, menyuruh untuk kembali dan menjelaskan bahwa Tuhan akan memperbanyak keturunannya sampai tak bisa dihitung, juga menyuruhnya untuk menamai anaknya Ismael sebab Tuhan mendengar penindasan atas Hagar. Ismael lahir pada saat Abraham berusia 86 tahun. Beberapa ulama, seperti Ibnu Katsir, juga mengutip Alkitab dalam karyanya terkait kisah ini.

Pengusiran
Saat pesta penyapihan Ishak, Sara melihat Ismael bermain bersama Ishak dan dia tidak menyukai hal tersebut. Sara mengatakan pada Abraham, "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak."  Meski Abraham kesal dengan perkataan Sara, Tuhan menyuruh Abraham mendengar perkaraan Sara. Abraham kemudian meminta pergi dan Hagar menggendong perbekalan berikut Ismael di bahunya sampai padang gurun.  Merujuk pada ayat-ayat dalam Kitab Kejadian, diperkirakan Ismael berusia sekitar enam belas tahun saat kejadian tersebut, mengingat dia lebih tua empat belas tahun dari Ishak.

Pada umumnya, sumber-sumber Islam dari hadits dan tafsiran para ulama sepakat bahwa Hagar dan Ismael diungsikan saat Ismael masih kecil dan menyusu. Abraham juga dikisahkan ikut serta mengantar Hagar dan Ismael sampai padang gurun. Kisah pengusiran mereka tidak tercantum dalam Al-Qur'an, tapi dijelaskan dalam riwayat hadits. Diterangkan bahwa Abraham mendapat perintah untuk mengungsikan Hagar dan Ismael dari Kanaan dan menempatkan mereka di tengah padang pasir tak berpenghuni. Saat Abram beranjak pergi, Hagar membuntutinya dan bertanya, "Wahai Ibrahim (Abraham), engkau hendak ke mana? Apakah kamu akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada suatu tanamanpun ini?" Namun Abraham tetap tidak menjawab meski Hagar bertanya berkali-kali. Setelahnya, Hagar mengganti pertanyaannya, "Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan semuanya ini?" Barulah Abraham memberi jawaban, "Iya." Hagar kemudian membalas, "Jika demikian, Allah tidak akan menelantarkan kami."

Sumur
Dalam Alkitab disebutkan bahwa setelah perbekalan habis, Hagar melempar Ismael ke semak-semak dan duduk agak menjauh darinya sambil menangis karena tidak tahan melihat putranya yang kehausan tersebut mati. Lalu malaikat berkata, "Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring. Bangunlah, angkatlah anak itu, dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar." Allah kemudian membukakan mata Hagar sehingga dia melihat sebuah sumur. Hagar kemudian bergegas memenuhi wadahnya dengan air dan memberi minum Ismael. Disebutkan bahwa mereka tinggal di gurun Paran ("Faran" dalam ejaan Arab).

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa di tengah gurun tersebut, Hagar menyusui Ismael dan Hagar sendiri makan dan minum dari perbekalan yang dia bawa. Setelah perbekalannya habis, Hagar merasa kehausan dan begitu pula Ismael sehingga dia menangis. Di tengah kebingungan, Hagar lantas berlari ke puncak bukit Shafa, mencari seseorang yang sekiranya dapat memberikan bantuan. Tidak melihat seorangpun, Hagar menuruni bukit Shafa dan, sembari berlari-lari kecil, menaiki bukit Marwah, tetapi juga tak melihat manusia. Hagar menuruni Marwah dan kembali ke Shafa dan bolak-balik ke kedua bukit tersebut sampai tujuh kali. Saat Hagar berada di puncak Marwah untuk yang ketujuh kalinya, dia mendengar sebuah suara. Hagar bergumam pada dirinya sendiri, "Diamlah," kemudian melanjutkan, "Engkau telah memperdengarkan suaramu. (Tampakkanlah wujudmu) jika engkau bermaksud memberikan pertolongan."

Ternyata suara tersebut adalah dari seorang malaikat yang mengais tanah menggunakan tumitnya, atau ada yang mengatakan sayapnya, hingga air memancar dari tempat tersebut. Hagar bergegas menampung air menggunakan tangannya, kemudian menciduknya dan memasukkannya ke dalam wadah. Mata air inilah yang kemudian disebut Zamzam.  Upaya Hajar saat bolak-balik antara Shafa dan Marwah diabadikan dalam ibadah haji yang disebut sa'i.

Hagar dan Ismael tetap hidup berdua di sana sampai sekelompok suku Arab Jurhum melewati daerah tersebut. Saat melihat burung berputar-putar di suatu tempat dekat posisi mereka, salah seorang mereka berkata, "Burung ini berputar-putar di tempat itu, pasti karena ada genangan air. Padahal kita mengetahui secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada air sama sekali." Akhirnya mereka mengutus orang untuk melihat tempat burung-burung tersebut, yang ternyata adalah tempat Hagar dan Ismael berdiam di dekat mata air zamzam. Utusan tersebut kemudian mengabarkan hal tersebut pada anggota sukunya yang lain dan mereka semua pindah ke tempat tersebut bersama Hagar dan Ismael. Mereka juga mengirim utusan kepada keluarga mereka agar tinggal bersama-sama di tempat tersebut. Setelah beranjak belia, Ismael belajar bahasa Arab dari orang-orang tersebut. Tempat tersebut di kemudian hari menjadi Makkah. Disebutkan bahwa Abraham beberapa kali mengunjungi Ismael yang tinggal di Makkah. Sebagian pendapat bahwa Abraham menunggang buraq saat hendak mengunjungi putranya tersebut.
Ketura
Alkitab menyebutkan bahwa setelah Sarah wafat, Abraham menikah dengan seorang perempuan bernama Ketura. Beberapa penafsir Yahudi berpendapat bahwa Ketura sebenarnya adalah Hagar. Disebutkan bahwa Ketura adalah nama asli Hagar dan Hagar sendiri adalah julukan atau label yang bermakna "orang asing".

Pihak yang tidak sepakat memandang bahwa pendapat tersebut hanyalah gagasan rabinik tua yang tidak memiliki dasar. Disebutkan dalam Kitab Yobel bahwa Abraham menikah dengan Ketura setelah Hagar wafat.

Sara

Sara atau Sarah (bahasa Ibrani: שָׂרָה, Modern Sara Tiberias Śārāh; bahasa Arab: سارة, translit. Sārah‎) adalah tokoh dalam agama Abrahamik. Dia adalah istri dari Abraham/Ibrahim. Baik dalam tradisi Yahudi, Kristen, dan Islam, dia digambarkan sebagai sosok perempuan saleh yang terkenal akan kecantikannya.

"Dia (Sarah) berkata, 'Sungguh ajaib, mungkinkah aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua, dan suamiku ini sudah sangat tua? Ini benar-benar sesuatu yang ajaib.' Mereka (para malaikat) berkata, 'Mengapa engkau merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat dan berkah Allah, dicurahkan kepadamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji, Maha Pengasih.'"

 Hud (11): 72-73
"Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham, 'Tentang istrimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa, raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.'"

 Kejadian 17: 15-16

Kisah
Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), kisah Sarah disebutkan dalam Kitab Kejadian, sedangkan dalam Al-Qur'an termuat pada surah Hud (11): 71-72 dan Adz-Dzariyat (51): 29-30.

Latar belakang
Awalnya Sarah bernama Sarai (bahasa Ibrani: שָׂרַי/שָׂרָי, Modern Saray Tiberias Śāray/Śārāy ; "Putriku"). Namanya adalah bentuk perempuan dari kata sar (Ibrani: שַׂר), yang bermakna "ketua" atau "pangeran."

Terdapat beberapa pendapat mengenai asal-usul Sarah. Bila didasarkan pada perkataan harfiah Abraham (disebut Ibrahim dalam Islam) kepada Abimelekh, Sarah adalah saudarinya seayah, tetapi berbeda ibu. Namun dalam Talmud disebutkan bahwa Sarah adalah sosok yang sama dengan Yiska, anak perempuan Haran. Haran sendiri adalah saudara Abraham. Dengan demikian, Sarah adalah keponakan Abraham dan saudari Lot (disebut Lut dalam Islam). Terkait pernyataan Abraham bahwa Sarah adalah saudarinya, Rabbi Shlomo Yitzchaki menafsirkan bahwa sebagaimana istilah "putri" dapat digunakan pada cucu perempuan, maka "saudari" juga dapat digunakan untuk keponakan perempuan.

Beberapa ulama berpendapat bahwa Sarah adalah putri seorang lelaki bernama Haran yang merupakan paman Abraham/Ibrahim. Dalam riwayat hadits, disebutkan bahwa Abraham tidak pernah berbohong seumur hidup, kecuali pada tiga kesempatan, salah satunya saat Abraham mengatakan bahwa Sarah adalah saudarinya.  Dalam Alkitab, pernyataan bahwa Sarah adalah saudari Abraham berasal dari perkataan Abraham saat di Mesir  dan pada Abimelekh. Terkait penjelasan mengenai keturunan Terah dalam Alkitab pada Kitab Kejadian pasal 11, keterangan mengenai latar belakang Sarah disebutkan dua kali: kali pertama menyebutkan bahwa Sarah (saat itu bernama Sarai) adalah istri Abraham (saat itu bernama Abram), kali kedua menyebutkan bahwa Sarah adalah menantu Terah dan istri Abraham. Tidak ada keterangan bahwa dia merupakan anak perempuan Terah.

Tidak ada catatan dalam Alkitab mengenai Sarai sebelum dia meninggalkan Mesopotamia. Midras dan Aggadah memberikan catatan tambahan mengenai kehidupannya, berikut perannya dalam agama Yahudi. Disebutkan bahwa Sarai lahir di Ur Kasdim, Mesopotamia, pada masa kekuasaan Raja Nimrod (Namrud).

Kisah awal
Sumber Islam menyebutkan bahwa Sarai termasuk orang yang beriman kepada seruan suaminya, Ibrahim (Abram), yang mengajak masyarakat kembali ke jalan Allah dan meninggalkan penyembahan berhala.

Disebutkan bahwa Nimrod biasanya memiliki jatah makanan yang dibagikan kepada penduduk. Namun Abram tidak mendapat jatah lantaran perdebatannya dengan Nimrod. Untuk menenangkan keluarganya, dia mengisi kantongnya dengan pasir. Saat dia pulang dan tidur, Sarai membuka kantong tersebut yang ternyata telah menjadi bahan makanan. Sarai lantas mengolahnya menjadi hidangan lezat. Saat Abram menanyakan asal makanan tersebut, Sarai menjawab bahwa ini berasal dari kantong yang dibawa Abram. Abram menyadari bahwa itu merupakan rezeki yang dikaruniakan Allah.

Keluar dari Ur Kasdim
Setelahnya, Allah memerintahkan Abram meninggalkan tanah kelahirannya dan pergi menuju suatu negeri yang tidak diketahui (belakangan diidentifikasikan sebagai Kanaan (Syam)). Beberapa yang ikut bersama Abram adalah Sarai, Terah (ayah Abram), dan Lot (keponakan Abram). Mereka singgah di sebuah tempat bernama Haran (yang kerap diidentifikasikan sebagai Harran). Terah meninggal di tempat tersebut pada usia 205 tahun.

Setelahnya, rombongan Abram melanjutkan perjalanan ke Kanaan. Namun terjadi paceklik hebat di sana sehingga Abram harus mengungsi sementara di Mesir. Namun saat para punggawa istana mengetahui kecantikan Sarai, mereka melaporkannya pada Firaun. Laporan tersebut membuat Firaun penasaran dan tertarik sehingga memerintahkan Sarai untuk dihadirkan di hadapannya.

Merasa khawatir akan dibunuh bila tahu dia adalah suaminya, Abram meminta Sarai mengaku sebagai saudarinya. Sarai kemudian diambil Firaun dan Abram diberi harta kekayaan yang sangat banyak. Namun Firaun dan seisi istananya kemudian terkena tulah. Firaun kemudian menyalahkan Abram karena mengaku bahwa Sarai adalah saudarinya. Kemudian Sarai dikembalikan kepada Abram.

Meski tidak tercantum dalam Al-Qur'an, beberapa riwayat hadits membahas kejadian tersebut. Setelah Sarai dibawa ke istana, Raja berusaha menyentuh Sarai, tetapi tangannya menjadi lumpuh mendadak. Raja memohon agar Sarai berdoa pada Allah untuk menyembuhkannya dan Sarai melakukannya. Setelah tangannya pulih, Raja kembali mengulangi perbuatannya, tetapi dia mengalami kelumpuhan yang lebih berat dari sebelumnya. Raja kembali meminta Sarai mendoakannya dan berjanji tidak akan mengganggunya lagi. Setelahnya, Raja memerintahkan agar Sarai dipulangkan kepada Abram (Ibrahim) dan dia diberi budak perempuan bernama Hajar (Hagar) sebagai hadiah.

Memberikan Hagar kepada Abraham

Lantaran yakin tidak dapat mengandung, Sarai kemudian memberikan Hagar sebagai selir atau istri Abram. Namun Hagar menjadi merasa lebih mulia dari Sarai setelah mengandung sehingga Sarai menindas Hagar. Hagar kemudian melarikan diri, tetapi malaikat mendatanginya, menyuruh untuk kembali dan menjelaskan bahwa Tuhan akan memperbanyak keturunannya sampai tak bisa dihitung, juga menyuruhnya untuk menamai anaknya Ismael sebab Tuhan mendengar penindasan atas Hagar. Ismael lahir pada saat Abram berusia 86 tahun. Beberapa ulama, seperti Ibnu Katsir, juga mengutip Alkitab dalam karyanya terkait kisah ini.

Perjanjian sunat
Allah kemudian mengganti nama Abram menjadi Abraham dan Sarai menjadi Sarah. Allah menjanjikan Abraham menjadi bapa sejumlah bangsa besar, menganugerahi anak cucu yang banyak, dan akan muncul raja-raja dari keturunannya. Allah juga menjanjikan Abraham dan keturunannya memberikan tanah Kanaan. Perjanjian ini dipenuhi lewat Ishak, walaupun Tuhan berjanji bahwa Ismael akan menjadi bangsa yang besar pula. Sebagai tanda perjanjian, Allah memerintahkan semua laki-laki dalam keluarga dan rumah tangga Abraham untuk bersunat. Perjanjian sunat (tidak seperti janji-janji lainnya) memiliki dua sisi dan bersyarat: bila Abraham dan keturunannya memenuhi janji mereka, Tuhan akan menjadi Tuhan mereka dan memberi mereka negeri tersebut. Abraham, Ismael, dan semua laki-laki di rumah tangga Abraham kemudian disunat. Perjanjian sunat ini dilakukan saat Abraham berusia 99 tahun. Praktik sunat ini masih diteruskan oleh umat Yahudi dan Islam.

Tamu Abraham

Dalam Alkitab disebutkan bahwa saat Abraham sedang duduk-duduk di pintu kemahnya saat panas terik, tiga tamu asing datang dan Abraham bersujud pada mereka sebagai bentuk penghormatan. Abraham kemudian menghidangkan anak lembu, roti, dan susu, dan para tamu tersebut menyantapnya. Setelahnya, mereka mengabarkan bahwa pada tahun depan, Abraham dan Sarah akan memiliki anak laki-laki. Sarah tertawa mendengar kabar tersebut, kemudian Tuhan menanyakan alasan Sarah tertawa, padahal tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Sarah kemudian menyangkal bila tadi tertawa karena takut.

Dalam versi Al-Qur'an disebutkan bahwa Abraham kemudian menyuguhkan daging anak sapi panggang, tetapi para tamu tersebut sama sekali tidak menjamah hidangan tersebut sehingga perbuatan tidak lazim mereka ini membuat Abraham takut. Para tamu tersebut kemudian menenangkan Abraham dan menyatakan bahwa mereka adalah para malaikat yang diutus untuk membinasakan kaum Lot (Sodom). Selain itu, mereka juga datang untuk mengabarkan bahwa Abraham dan Sarah akan dikaruniai anak laki-laki bernama Ishaq. Mendengar hal tersebut, Sarah tercengang sembari menepuk mukanya sendiri lantaran merasa heran karena dia adalah wanita mandul yang sudah tua, begitu juga Abraham yang merasa keheranan. Para malaikat menjawab, "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang yang berputus asa." Abraham menjawab, "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat."  

Pindah ke Gerar
Abraham kemudian pindah ke Gerar, dan di sana kembali istrinya diambil oleh raja Gerar untuk dijadikan istrinya, setelah Sarah mengaku sebagai saudara perempuan Abraham. Namun, Abimelekh diperingatkan oleh Allah dalam sebuah mimpi agar tidak menyentuh Sarah. Ketika Abimelekh mengecam Abraham karena penipuan ini, Abraham membenarkan dirinya dengan menjelaskan bahwa Sarah adalah anak perempuan dari ayahnya, tetapi bukan dari ibunya.

Ishak
Segera setelah kejadian ini, Sarah melahirkan seorang anak, Ishak. Allah menyuruh Abraham menamainya sesuai dengan tertawa Abraham ketika ia mendengar nubuat malaikat tentang kelahiran anaknya itu. Menurut Rashi, orang mempertanyakan Abraham yang berusia 100 tahun itu benar-benar merupakan bapak anak itu, karena ia dan Sarah telah hidup bersama-sama selama puluhan tahun tetapi tidak juga mendapatkan anak. Sebaliknya, orang menyebarkan gosip bahwa Abimlekeh adalah ayah biologisnya. Lantaran alasan ini, menurut Rashi, Allah menjadikan ciri-ciri Ishak persis seperti Abraham, sehingga tak seorangpun dapat mengklaim bahwa ia adalah ayah Ishak.

Saat pesta penyapihan Ishak, Sarah melihat Ismael bermain bersama Ishak dan dia tidak menyukai hal tersebut. Sarah mengatakan pada Abraham, "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak." Meski Abraham kesal dengan perkataan Sarah, Tuhan menyuruh Abraham mendengar perkaraan Sarah. Abraham kemudian meminta pergi dan Hagar menggendong perbekalan berikut Ismael di bahunya sampai padang gurun. Merujuk pada ayat-ayat dalam Kitab Kejadian, diperkirakan Ismael berusia sekitar enam belas tahun saat kejadian tersebut, mengingat dia lebih tua empat belas tahun dari Ishak.  Al-Qur'an tidak mengisahkan mengenai pengusiran Hagar dan Ismael, tapi riwayat hadits dan tafsiran ulama biasanya menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung saat Ismael masih dalam usia menyusu.

Wafat
Sarah meninggal di Kiryat-arba (קרית ארבע), atau Hebron, pada usia 127 tahun. Saat itu Ishak masih berusia 36 tahun dan belum menikah. Abraham kemudian membeli sebidang tanah ladang beserta suatu gua yang bernama gua Makhpela di sebelah timur Mamre di Hebron, dari Efron bin Zohar dari Bani Het seharga 400 syikal perak.

Legenda mengaitkan kematian Sarah dengan penyembelihan Ishak  dan ada dua versi kisah terkait hal ini. Versi pertama, Samael mendatangi Sarah dan mengatakan bahwa Abraham mengikat Ishak untuk dikorbankan, sementara Ishak hanya dapat menangis tanpa bisa lolos dari ayahnya. Mendengar hal tersebut, Sarah meninggal karena duka. Versi kedua menyebutkan bahwa setan, menyamar menjadi lelaki tua, memberitahu Sarah bahwa Abraham hendak mengorbankan Ishak. Sarah menangis, tetapi kemudian menenangkan dirinya bahwa pengorbanan tersebut pastinya merupakan perintah Allah. Dia kemudian keluar dan menanyai orang-orang tempat Abraham pergi. Setan, menyamar menjadi manusia, kemudian menjawab bahwa Ishak tidak disembelih dan masih hidup dan akan kembali pulang bersama ayahnya. Mendengar hal tersebut, Sarah meninggal dengan bahagia. Saat di rumah, Abraham dan Ishak tidak menemukan Sarah di rumah dan mereka kemudian mencarinya di Hebron, menemukannya telah wafat di sana.

Sarah tidak disebut-sebut lagi dalam kanon Ibrani, kecuali dalam Yesaya 51:2 saat nabi mengimbau kepada para pendengarnya agar "memandang kepada Abraham, bapa leluhurmu, dan kepada Sarah yang telah melahirkanmu."

Makam Abraham/Ibrahim dan Sarah menjadi bagian dari kekuasaan kekhalifahan pada tahun 637 dan setelahnya dibangun masjid di situs tersebut dengan nama Masjid Ibrahimi.

Yahudi
Dalam sastra Rabinik, Sarah adalah keponakan Abraham, karena ia adalah anak perempuan Haran, saudara Abraham. Ia juga disebut dengan nama "Yiska" (Kejadian 21:29), karena kecantikannya menarik perhatian dan kekaguman umum. Ia begitu cantiknya sehingga orang-orang lain kelihatan seperti kera bila dibandingkan dengannya. Bahkan kesulitan yang dialami dalam perjalanannya bersama Abraham tidak memengaruhi kecantikannya. Menurut penjelasan lain, ia disebut Yiska karena mempunyai visi kenabian. Ia adalah "mahkota" suaminya; dan Abraham menaati kata-katanya karena ia mengakui keunggulan Sarah dalam hal ini. Sarah adalah satu-satunya perempuan yang dianggap Allah layak disapa-Nya secara langsung; semua nabiah (nabi perempuan) lainnya menerima wahyu melalui para malaikat. Dalam perjalanan mereka, Abraham mentobatkan kaum laki-laki, dan Sarah kaum perempuan. Semula ia dinamai "Sarai" yang berarti "putriku," karena ia adalah putri di keluarganya dan di sukunya; belakangan ia dinamai "Sarah" = "putri" karena ia diakui secara umum sebagi putri.

Kristen
Simon Petrus memuji Sarah atas kepatuhannya pada suaminya. Sarah juga dipuji atas keimanannya bersama dengan tokoh-tokoh Tanakh/Perjanjian Lama yang lain.

Paulus juga menyebut Sarah dan Yerusalem surgawi sebagai "perempuan yang merdeka". Sarah dan Hagar juga dipakai sebagai perumpaan untuk menunjukkan perbedaan perjanjian lama dan perjanjian baru. Hagar diumpamaka sebagai perjanjian lama yang ditetapkan di gunung Sinai. Sarah diibaratkan perjanjian baru. Anak-anaknya, yakni istilah yang merujuk pada mereka yang percaya pada Kristus, merupakan anak-anak Allah yang sejati.

Islam
Sarah termasuk tokoh yang dihormati dalam Islam. Meski di antara istri-istri Ibrahim, Hajar kerap dipandang lebih dekat dengan umat Muslim lantaran merupakan moyang Nabi Muhammad, justru Sarah yang kisahnya disebutkan dalam Al-Qur'an walaupun secara sepintas, tidak dengan Hajar. Sarah tidak disebutkan namanya dalam Al-Quran dan hanya disebutkan sebagai istri Ibrahim.

Sebagian ulama menyatakan bahwa Sarah adalah seorang nabiah atau nabi perempuan. Meski demikian, kebanyakan ulama berpandangan bahwa tidak ada perempuan yang sampai pada jenjang kenabian.

Pengulangan dalam cerita
Kisah kehidupan Sarah, meskipun singkat dan tidak lengkap, memberikan pengulangan-pengulangan yang mengusik perhatian, misalnya kejadian dengan Firaun dan kejadian serupa dengan Abimelekh (Kejadian 12:10 dan seterusnya dan 20:1 dan seterusnya). Pernikahan dengan saudara tiri, dalam suatu masyarakat matriarkhi primitif, tidak dianggap sumbang, sampai dengan diberikannya hukum Taurat kepada Musa (lihat Imamat 18). Dari sudut pandangan sejarah kebudayaan cerita-cerita ini penuh dengan pengajaran. Namun sebagian orang menganggap agaknya tidak mungkin bahwa Abraham mengalami risiko ini dua kali. Lebih dari itu, sebuah kejadian serupa juga dilaporkan sehubungan dengan Ishak dan Ribka (Kejadian 26:6-11). Pengulangan ini menyebabkan sebagian orang berpendapat bahwa tak satupun dari laporan-laporan itu yang harus diterima sebagai laporan historis. Mereka berpendapat bahwa ketiganya adalah variasi dari suatu tema yang sama bagi sejarah lisan populer tentang para Leluhur. Bahwa perempuan menikah dengan cara ini tidak perlu diragukan. Maksud cerita ini adalah menonjolkan para tokoh pahlawan perempuannya sebagai orang-orang yang paling cantik dan memperlihatkan bahwa para Leluhur berada dalam perlindungan yang khusus dari Allah. Janji Ishak dan penjelasan tentang nama diberikan dua kali. Pertama, Abraham adalah penerima janji itu, dan ia tertawa (Kejadian 27:15-21). Dalam kisah kedua (Kejadian 28), Abraham kembali diberikan janji itu, tetapi Sarah tertawa. Akhirnya nama itu mendapatkan pembenaran yang ketiga dalam seruan kegembiraan Sarah pada saat kelahirannya.

Perhitungan waktu
Selisih usia
Sarah lebih muda dari
Abraham: 9 tahun (Kejadian 21:5)
Sarah lebih tua dari
Ismael: 77 tahun (Kejadian 16, Kejadian 17)
Ishak: 91 tahun (Kejadian 17, Kejadian 21)
Masa hidup
Sarah berusia 66 tahun ketika bersama Abraham (yang saat itu berusia 75 tahun) berangkat dari Haran ke tanah Kanaan (Kejadian 12:4).
Sarah berusia 76 tahun ketika ia memberikan Hagar hambanya kepada Abraham supaya mendapat anak; waktu itu mereka sudah tinggal di Kanaan 10 tahun (Kejadian 16:3).
Sarah berusia 77 tahun dan Abram berusia 86 tahun ketika Hagar melahirkan Ismael bagi Abraham (Kejadian 16:16)
Sarah berusia 90 tahun ketika Abraham, yang saat itu berusia 99 tahun, disunat (Kejadian 17:17 dan 24).
Sarah berusia 91 tahun ketika ia melahirkan Ishak bagi Abraham, yang saat itu berusia 100 tahun (Kejadian 21:5).
Sarah mati pada usia 127 tahun, ketika Ishak berusia 36 tahun dan Abraham 136 tahun (Kejadian 23:1).

Dalam Alkitab disebutkan bahwa saat Abraham sedang duduk-duduk di pintu kemahnya saat panas terik, tiga tamu asing datang dan Abraham bersujud pada mereka sebagai bentuk penghormatan. Abraham kemudian menghidangkan anak lembu, roti, dan susu, dan para tamu tersebut menyantapnya. Setelahnya, mereka mengabarkan bahwa pada tahun depan, Abraham dan Sarah akan memiliki anak laki-laki. Sarah tertawa mendengar kabar tersebut, kemudian Tuhan menanyakan alasan Sarah tertawa, padahal tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Sarah kemudian menyangkal bila tadi tertawa karena takut.

Dalam versi Al-Qur'an disebutkan bahwa Abraham kemudian menyuguhkan daging anak sapi panggang, tetapi para tamu tersebut sama sekali tidak menjamah hidangan tersebut sehingga perbuatan tidak lazim mereka ini membuat Abraham takut. Para tamu tersebut kemudian menenangkan Abraham dan menyatakan bahwa mereka adalah para malaikat yang diutus untuk membinasakan kaum Lot (Sodom). Selain itu, mereka juga datang untuk mengabarkan bahwa Abraham dan Sarah akan dikaruniai anak laki-laki bernama Ishaq. Mendengar hal tersebut, Sarah tercengang sembari menepuk mukanya sendiri lantaran merasa heran karena dia adalah wanita mandul yang sudah tua, begitu juga Abraham yang merasa keheranan. Para malaikat menjawab, "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang yang berputus asa." Abraham menjawab, "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat."

Pindah ke Gerar
Abraham kemudian pindah ke Gerar, dan di sana kembali istrinya diambil oleh raja Gerar untuk dijadikan istrinya, setelah Sarah mengaku sebagai saudara perempuan Abraham. Namun, Abimelekh diperingatkan oleh Allah dalam sebuah mimpi agar tidak menyentuh Sarah. Ketika Abimelekh mengecam Abraham karena penipuan ini, Abraham membenarkan dirinya dengan menjelaskan bahwa Sarah adalah anak perempuan dari ayahnya, tetapi bukan dari ibunya.

Ishak
Segera setelah kejadian ini, Sarah melahirkan seorang anak, Ishak. Allah menyuruh Abraham menamainya sesuai dengan tertawa Abraham ketika ia mendengar nubuat malaikat tentang kelahiran anaknya itu. Menurut Rashi, orang mempertanyakan Abraham yang berusia 100 tahun itu benar-benar merupakan bapak anak itu, karena ia dan Sarah telah hidup bersama-sama selama puluhan tahun tetapi tidak juga mendapatkan anak. Sebaliknya, orang menyebarkan gosip bahwa Abimlekeh adalah ayah biologisnya. Lantaran alasan ini, menurut Rashi, Allah menjadikan ciri-ciri Ishak persis seperti Abraham, sehingga tak seorangpun dapat mengklaim bahwa ia adalah ayah Ishak.

Saat pesta penyapihan Ishak, Sarah melihat Ismael bermain bersama Ishak dan dia tidak menyukai hal tersebut. Sarah mengatakan pada Abraham, "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak." Meski Abraham kesal dengan perkataan Sarah, Tuhan menyuruh Abraham mendengar perkaraan Sarah. Abraham kemudian meminta pergi dan Hagar menggendong perbekalan berikut Ismael di bahunya sampai padang gurun.  Merujuk pada ayat-ayat dalam Kitab Kejadian, diperkirakan Ismael berusia sekitar enam belas tahun saat kejadian tersebut, mengingat dia lebih tua empat belas tahun dari Ishak. Al-Qur'an tidak mengisahkan mengenai pengusiran Hagar dan Ismael, tapi riwayat hadits dan tafsiran ulama biasanya menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung saat Ismael masih dalam usia menyusu.

Wafat
Sarah meninggal di Kiryat-arba (קרית ארבע), atau Hebron, pada usia 127 tahun. Saat itu Ishak masih berusia 36 tahun dan belum menikah. Abraham kemudian membeli sebidang tanah ladang beserta suatu gua yang bernama gua Makhpela di sebelah timur Mamre di Hebron, dari Efron bin Zohar dari Bani Het seharga 400 syikal perak.

Legenda mengaitkan kematian Sarah dengan penyembelihan Ishak dan ada dua versi kisah terkait hal ini. Versi pertama, Samael mendatangi Sarah dan mengatakan bahwa Abraham mengikat Ishak untuk dikorbankan, sementara Ishak hanya dapat menangis tanpa bisa lolos dari ayahnya. Mendengar hal tersebut, Sarah meninggal karena duka.  Versi kedua menyebutkan bahwa setan, menyamar menjadi lelaki tua, memberitahu Sarah bahwa Abraham hendak mengorbankan Ishak. Sarah menangis, tetapi kemudian menenangkan dirinya bahwa pengorbanan tersebut pastinya merupakan perintah Allah. Dia kemudian keluar dan menanyai orang-orang tempat Abraham pergi. Setan, menyamar menjadi manusia, kemudian menjawab bahwa Ishak tidak disembelih dan masih hidup dan akan kembali pulang bersama ayahnya. Mendengar hal tersebut, Sarah meninggal dengan bahagia. Saat di rumah, Abraham dan Ishak tidak menemukan Sarah di rumah dan mereka kemudian mencarinya di Hebron, menemukannya telah wafat di sana.

Sarah tidak disebut-sebut lagi dalam kanon Ibrani, kecuali dalam Yesaya 51:2 saat nabi mengimbau kepada para pendengarnya agar "memandang kepada Abraham, bapa leluhurmu, dan kepada Sarah yang telah melahirkanmu."

Makam Abraham/Ibrahim dan Sarah menjadi bagian dari kekuasaan kekhalifahan pada tahun 637 dan setelahnya dibangun masjid di situs tersebut dengan nama Masjid Ibrahimi.

Kedudukan
Yahudi
Dalam sastra Rabinik, Sarah adalah keponakan Abraham, karena ia adalah anak perempuan Haran, saudara Abraham. Ia juga disebut dengan nama "Yiska" (Kejadian 21:29), karena kecantikannya menarik perhatian dan kekaguman umum. Ia begitu cantiknya sehingga orang-orang lain kelihatan seperti kera bila dibandingkan dengannya.  Bahkan kesulitan yang dialami dalam perjalanannya bersama Abraham tidak memengaruhi kecantikannya. Menurut penjelasan lain, ia disebut Yiska karena mempunyai visi kenabian. Ia adalah "mahkota" suaminya; dan Abraham menaati kata-katanya karena ia mengakui keunggulan Sarah dalam hal ini.  Sarah adalah satu-satunya perempuan yang dianggap Allah layak disapa-Nya secara langsung; semua nabiah (nabi perempuan) lainnya menerima wahyu melalui para malaikat. Dalam perjalanan mereka, Abraham mentobatkan kaum laki-laki, dan Sarah kaum perempuan.  Semula ia dinamai "Sarai" yang berarti "putriku," karena ia adalah putri di keluarganya dan di sukunya; belakangan ia dinamai "Sarah" = "putri" karena ia diakui secara umum sebagi putri.

Kristen
Simon Petrus memuji Sarah atas kepatuhannya pada suaminya.  Sarah juga dipuji atas keimanannya bersama dengan tokoh-tokoh Tanakh/Perjanjian Lama yang lain.

Paulus juga menyebut Sarah dan Yerusalem surgawi sebagai "perempuan yang merdeka".  Sarah dan Hagar juga dipakai sebagai perumpaan untuk menunjukkan perbedaan perjanjian lama dan perjanjian baru. Hagar diumpamaka sebagai perjanjian lama yang ditetapkan di gunung Sinai. Sarah diibaratkan perjanjian baru. Anak-anaknya, yakni istilah yang merujuk pada mereka yang percaya pada Kristus, merupakan anak-anak Allah yang sejati.

Islam
Sarah termasuk tokoh yang dihormati dalam Islam. Meski di antara istri-istri Ibrahim, Hajar kerap dipandang lebih dekat dengan umat Muslim lantaran merupakan moyang Nabi Muhammad, justru Sarah yang kisahnya disebutkan dalam Al-Qur'an walaupun secara sepintas, tidak dengan Hajar. Sarah tidak disebutkan namanya dalam Al-Quran dan hanya disebutkan sebagai istri Ibrahim.

Sebagian ulama menyatakan bahwa Sarah adalah seorang nabiah atau nabi perempuan. Meski demikian, kebanyakan ulama berpandangan bahwa tidak ada perempuan yang sampai pada jenjang kenabian.

Pengulangan dalam cerita
Kisah kehidupan Sarah, meskipun singkat dan tidak lengkap, memberikan pengulangan-pengulangan yang mengusik perhatian, misalnya kejadian dengan Firaun dan kejadian serupa dengan Abimelekh (Kejadian 12:10 dan seterusnya dan 20:1 dan seterusnya). Pernikahan dengan saudara tiri, dalam suatu masyarakat matriarkhi primitif, tidak dianggap sumbang, sampai dengan diberikannya hukum Taurat kepada Musa (lihat Imamat 18). Dari sudut pandangan sejarah kebudayaan cerita-cerita ini penuh dengan pengajaran. Namun sebagian orang menganggap agaknya tidak mungkin bahwa Abraham mengalami risiko ini dua kali. Lebih dari itu, sebuah kejadian serupa juga dilaporkan sehubungan dengan Ishak dan Ribka (Kejadian 26:6-11). Pengulangan ini menyebabkan sebagian orang berpendapat bahwa tak satupun dari laporan-laporan itu yang harus diterima sebagai laporan historis. Mereka berpendapat bahwa ketiganya adalah variasi dari suatu tema yang sama bagi sejarah lisan populer tentang para Leluhur. Bahwa perempuan menikah dengan cara ini tidak perlu diragukan. Maksud cerita ini adalah menonjolkan para tokoh pahlawan perempuannya sebagai orang-orang yang paling cantik dan memperlihatkan bahwa para Leluhur berada dalam perlindungan yang khusus dari Allah. Janji Ishak dan penjelasan tentang nama diberikan dua kali. Pertama, Abraham adalah penerima janji itu, dan ia tertawa (Kejadian 27:15-21). Dalam kisah kedua (Kejadian 28), Abraham kembali diberikan janji itu, tetapi Sarah tertawa. Akhirnya nama itu mendapatkan pembenaran yang ketiga dalam seruan kegembiraan Sarah pada saat kelahirannya.

Perhitungan waktu
Selisih usia
Sarah lebih muda dari
Abraham: 9 tahun (Kejadian 21:5)
Sarah lebih tua dari
Ismael: 77 tahun (Kejadian 16, Kejadian 17)
Ishak: 91 tahun (Kejadian 17, Kejadian 21)
Masa hidup
Sarah berusia 66 tahun ketika bersama Abraham (yang saat itu berusia 75 tahun) berangkat dari Haran ke tanah Kanaan (Kejadian 12:4).
Sarah berusia 76 tahun ketika ia memberikan Hagar hambanya kepada Abraham supaya mendapat anak; waktu itu mereka sudah tinggal di Kanaan 10 tahun (Kejadian 16:3).
Sarah berusia 77 tahun dan Abram berusia 86 tahun ketika Hagar melahirkan Ismael bagi Abraham (Kejadian 16:16)
Sarah berusia 90 tahun ketika Abraham, yang saat itu berusia 99 tahun, disunat (Kejadian 17:17 dan 24).
Sarah berusia 91 tahun ketika ia melahirkan Ishak bagi Abraham, yang saat itu berusia 100 tahun (Kejadian 21:5).
Sarah mati pada usia 127 tahun, ketika Ishak berusia 36 tahun dan Abraham 136 tahun (Kejadian 23:1).

Silsilah
Menurut catatan Alkitab, silsilah Sarah adalah sebagai berikut: