Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Feb 9, 2020

Jatuhnya Kekaisaran Romawi Timur

Jatuhnya Kekaisaran Romawi Timur ke tangan Turki yang dipimpin oleh Mehmed II Sang Penakluk pada tanggal 29 Mei 1453 (Kalender Julian), merupakan peristiwa penting yang merupakan salah satu penanda berakhirnya Abad Pertengahan. Pergantian kekuasaan dari Kekaisaran Romawi Timur kepada Kesultanan Utsmaniyah ini menyebabkan jalur perdagangan antara Eropa dan Asia Barat di Laut Tengah terputus. Persediaan rempah-rempah untuk dunia Kristen yang dulunya bisa didapatkan di Konstantinopel tidak tersedia lagi karena konflik antar agama Kristen dan Islam. Para pedagang terpaksa mencari jalur lain ke sumber rempah-rempah dan hal tersebut membawa bangsa Eropa ke India dan kepulauan Nusantara.

Serangan terakhir

Lukisan oleh pelukis Yunani Theophilos Hatzimihail menggambarkan pertempuran di dalam kota, Konstantinus terlihat menunggangi kuda putih.


Pengepungan Konstantinopel, dibuat 1499.

Persiapan untuk serangan terakhir dimulai pada petang 26 Mei dan berlanjut keesokan harinya. Selama 36 jam setelah dewan perang memutuskan untuk menyerang, Utsmaniyah secara besar-besaran menggerakkan tentara mereka untuk melancarkan serangan umum.[29] Tentara diberi kesempatan untuk berdoa dan beristirahat pada tanggal 28. Di pihak Bizantium, suatu armada kecil Venesia dengan 12 kapal, setelah menyusuri Aigeia, tiba di ibu kota pada 27 Mei dan melaporkan kepada Kaisar bahwa tidak ada armada bantuan Venesia yang besar yang akan datang. Pada 28 Mei, ketika Utsmaniyah bersiap untuk serangan terakhir, prosesi keagamaan berskala besar digelar di dalam kota. Saat petang suatu upacara khidmat digelar di Hagia Sophia, di mana Kaisar dan perwakilan gereja Latin dan Yunani ikut serta, bersama-sama dengan kaum bangsawan dari kedua pihak.

Tidak lama setelah tengah malam pada 29 Mei serangan mati-matian dimulai. Pasukan Kristen Kekaisaran Utsmaniyah menyerang pertama kali, diikuti oleh gelombang serangan berturut-turut oleh azap ireguler, yang miskin pelatihan dan perlengkapan, serta pasukan Anatolia yang berfokus pada bagian dinding Blachernai di barat laut kota, yang telah rusak oleh meriam. Bagian ini dibuat lebih tua, pada abad kesebelas, dan jauh lebih lemah. Pasukan Anatolia berhasil menembus bagian dinding ini dan memasuki kota namun dengan cepat dihalau keluar oleh pasukan bertahan. Akhirnya, seiring pertempuran terus berlanjur, gelombang terakhir, yang terdiri atas Yanisari elit, menyerang dinding kota. Jenderal Genoa yang memimpin serangan darat,   Giovanni Giustiniani, terluka parah selama serangan, dan evakuasinya dari benteng memicu kepanikan di kalangan pasukan bertahan. Giustiniani dibawa ke Khios, di mana dia meninggal akibat lukanya beberapa hari kemudian.

Dengan mundurnya pasukan Genoa yang dipimpin Giustiniani ke dalam kota dan menuju pelabuhan, Konstantinus dan pasukannya, kini tinggal berjuang sendirian, terus bertempur dan mampu menahan Yanisari untuk sementara, tapi akhirnya mereka tidak mampu menghentikan Yanisari memasuki kota. Pasukan bertahan juga kewalahan di beberapa titik di bagian Konstantinus. Ketika bendera Utsmaniyah berkibar di atas sebuah gerbang belakang kecil, Kerkoporta, yang terbuka, kepanikan merebak, dan pertahanan pun runtuh, seiring Yanisari, yang dipimpin oleh Ulubatlı Hasan terus menekan. Tentara Yunani berlarian ke rumah untuk melindungi keluarga, tentara Venesia berlarian ke kapal-kapal mereka, dan beberapa tentara Genoa melarikan diri ke Galata. Sisanya bunuh diri dengan melompat dari dinding kota atau menyerah. Rumah-rumah Yunani yang paling dekat dengan kota adalah yang pertama mengalami penyerangan oleh Utsmaniyah. Disebutkan bahwa Konstantinus, melepaskan regalia ungunya, memimpin serangan terakhir terhadap pasukan Utsmaniyah yang berdatangan, dan meninggal dalam bentrokan yang terjadi di jalanan besama para tentaranya. Di pihak lain, Nicolò Barbaro, seorang saksi mata Venesia selama pengepungan, menulis dalam buku hariannya bahwa dikatakan bahwa Konstantinus gantung diri ketika Utsmaniyah menembus gerbang San Romano, meskipun nasib akhirnya tak diketahui.

Setelah serangan awal, pasukan Utsmaniyah menyebar di sepanjang kalanan kota, Mese, melewatkan forum-forum besar, dan melewatkan Gereja Rasul Suci, yang diinginkan oleh Mehmed II untuk dijadikan tempat kedudukan patriark yang akan ditunjuknya, yang akan membantunya untuk lebih baik dalam mengendalikan rakyat Kristennya. Mehmed II telah mengirim tentara untuk melindungi bangunan-bangunan penting seperti gereja tersebut.

Beberapa penduduk sipil yang beruntung berhasil melarikan diri. Ketika orang Venesia melarikan diri ke kapal-kapal mereka, Utsmaniyah telah merebut dinding Tanduk Emas, namun tentara Ustmaniyah tidak membunuh mereka karena lebih tertarik untuk menjarah rumah-rumah di kota. Akibatnya, Tanduk Emas diabaikan sehingga orang Venesia berhasil selamat. Kapten Venesia memerintahkan anak buahnya untuk mendobrak gerbang Tanduk Emas, lalu mengisi kapal dengan tentara Venesia dan pengungsi dari kota. Segera setelah mereka pergi, beberapa kapal Genoa dan bahkan kapal-kapal kekaisaran mengikuti mereka keluar dari Tanduk Emas. Tak lama setelah itu, Angkatan Laut Utsmaniyah kembali menguasai Tanduk Emas pada tengah hari.

Pasukan Utsmaniyah mendatangi Augusteum, lapangan luas di depan gereja Hagia Sophia yang gerbang perunggunya dihalangi oleh kerumunan penduduk sipil di dalam bangunan yang mengharapkan bantuan dari Tuhan. Setelah pintunya didobrak, tentara Utsmaniyah memisahkan orang-orang berdasarkan kemungkinan harga mereka di pasar budak. Mehmed II mengizinkan pasukannya menjarah kota selama tiga hari sesuai adat. Para tentara memperebutkan sejumlah rampasan perang. Menurut ahli bedah Venesia Nicolò Barbaro "sepanjang hari pasukan Turk membantai banyak sekali orang Kristen di seluruh kota". Menurut Philip Mansel, ribuan penduduk sipil dibunuh dan 30.000 penduduk sipil diperbudak atau diusir. 


Pasca penaklukan

Sultan berdiam di Konstantinopel selama 23 hari lamanya pasca penaklulan, menyelesaikan segala urusan-urusannya, dan mengatur pengelolaan kota yang baru ditakluk itu. Dalam pada tempoh itu, ia membuka satu permulaan daripada dekritnya soal kota itu, bahwa Konstantinopel dijadikannya sebagai ibu kota. Tak hanya sekadar ibu kota negaranya, tapi ibu kota Islam yang akbar. Untuk itu, dirobahlah nama kota Konstantinopel menjadi "Islambul" awalnya pada bahasa Turki, atau kalau di-Indonesiakan bermakna "Takhta Islam" atau "Negeri Islam". Sesudahnya ia mengambil gelar "al-Fātih" (Arab:Penakluk), dan "Abul-Fath" (Arab:Bapak Penakluk), karenanya ia dikenal dengan nama "Muhammad al-Fātih". Dalam bahasa Turki Utsmaniyah: ia ditulis فاتح سُلطان مُحمَّد خان ثانى atau "Fatih Sultan Muhammad Khan Tsani". Di bahasa Turki modern ia ditulis dengan sebutan "Fâtih Sultan Mehmed Han II".

Babilonia

Babilonia (1696 – 1654 SM) atau Babel dinamai sesuai dengan ibu kotanya, Babilon, adalah negara kuno yang terletak di selatan Mesopotamia (sekarang Irak), di wilayah Sumeria dan Akkadia. Babel pertama disebut dalam sebuah tablet dari masa pemerintahan Sargon dari Akkadia, dari abad ke-23 SM.

Babilonia berkembang menjadi sebuah kerajaan besar pada masa Hammurabi (1696 - 1654 sebelum Masehi), yang area kekuasannya meliputi daerah kerajaan Akkadia pada masa sebelumnya.

Setelahnya berdiri Kekaisaran Neo-Babilonia, di bawah kekuasaan dinasti Kasdim atau dinasti ke-11, yang dimulai dari revolusi Nabopolassar pada tahun 626 SM hingga invasi Koresh Agung, dengan penguasa terkenal di antaranya adalah Nebukadnezar II. Babilonia kemudian dikalahkan oleh Koresh Agung, raja Media dan Persia pada tahun 539 SM.

Byzantium

Byzantium (Bahasa Yunani: Βυζάντιον) adalah sebuah kota Yunani kuno, yang menurut legenda, didirikan oleh para warga koloni Yunani dari Megara pada tahun 667 SM dan dinamai menurut nama Raja mereka Byzas atau Byzantas (Bahasa Yunani: Βύζας atau Βύζαντας). Nama "Byzantium" merupakan Latinisasi dari nama asli kota tersebut Byzantion. Kota ini kelak menjadi pusat Kekaisaran Byzantium, (Kekaisaran Romawi penutur Bahasa Yunani menjelang dan pada Abad Pertengahan dengan nama Konstantinopel. Setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Kerajaan Ottoman, kota ini selanjutnya dikenal sebagai Istanbul bagi Bangsa Turki Ottoman, tetapi nama tersebut belum menjadi nama resmi kota ini sampai tahun 1930.

Sejarah

Asal usul Byzantium terselubung legenda. Menurut legenda tradisional, Byzas dari Megara (sebuah kota dekat Athena) mendirikan Byzantium, tatkala dia berlayar ke arah Timur Laut melintasi Laut Aegea. Byzas telah meminta nasihat dari Orakel di Delphi mengenai tempat untuk mendirikan kota barunya. Orakel memberitahukan kepadanya untuk mendirikan kota di "depan si buta." Saat itu, dia belum memahami ramalan orakel itu. Namun setelah sampai ke Bosporus, barulah disadari maknanya: di pesisir Asia berdiri sebuah kota Yunani, Khalsedon. Mesti merekalah yang dimaksud dengan "si buta" karena tidak melihat wilayah yang nyata-nyata superior yang hanya setengah mil jauhnya di seberang Bosporus. Byzas mendirikan kotanya di wilayah "superior" itu dan menamakannya Byzantion menurut namanya sendiri. Kota Byzantium terutama adalah sebuah kota niaga karena lokasinya yang strategis di satu-satunya pintu masuk ke Laut Hitam. Byzantion kelak menaklukkan Khalsedon, yang terletak di seberang Bosporus.

Setelah bersekutu dengan Pescennius Niger melawan sang pemenang, Septimius Severus, kota ini dikepung pasukan Romawi dan menderita kerusakan parah pada tahun 196. Byzantium kemudian dibangun kembali oleh Septimius Severus, yang saat itu telah menjadi kaisar, dan dengan segera memulihkan kemakmurannya. Lokasi Byzantium menarik perhatian Kaisar Romawi Konstantinus I yang, pada tahun 330 Masehi, membangun-ulang kota itu menjadi Nova Roma (The New Rome). Setelah mangkatnya, kota ini disebut Konstantinopel ('kota Konstantinus'). Kota ini selanjutnya menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi Timur, yang kelak disebut kekaisaran Byzantium oleh para sejarawan.

Kombinasi imperialisme dan lokasinya mempengaruhi peran Konstantinopel sebagai titik-penyeberangan antara dua benua: Eropa dan Asia. Kota ini merupakan sebuah magnet komersial, kultural, dan diplomatik. Dengan letak strategisnya itu, Konstantinopel mampu mengendalikan rute antara Asia dan Eropa, serta pelayaran dari dari Laut Mediterania ke Laut Hitam.

Pada tanggal 29 Mei 1453, kota ini jatuh ke tangan Bangsa Turki Ottoman, dan sekali lagi, menjadi ibu kota dari sebuah negara yang kuat, yakni Kerajaan Ottoman. Bangsa Turki menyebut kota ini Istanbul (meskipun tidak secara resmi diganti namanya sampai tahun 1930) dan kemudian menjadi kota terbesar dari Republik Turki, sekalipun yang menjadi ibu kota Turki adalah Ankara.
Emblem

Pada tahun 670 SM, warga kota Byzantium menjadikan bulan sabit sebagai lambang negara mereka, sesudah sebuah kemenangan penting. Akan tetapi, asal usul bulan sabit dan bintang sebagai lambang berasal jauh dari zaman sebelumnya - zaman Babilonia dan Mesir kuno. Sekalipun demikian, Byzantium adalah negara berpemerintahan pertama yang menggunakan bulan sabit sebagai lambang nasionalnya. pada tahun 330 Masehi, Konstantinus I menambahkan bintang Perawan Maria pada bendera bulan sabit tersebut.

Simbol bulan sabit dan bintang tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh dunia Kristen usai jatuhnya Konstantinopel. Sampai sekarang bendera resmi dari Patriark Ortodoks Yerusalem adalah sebuah labarum putih, sebuah gedung gereja dengan dua menara, dan pada bagian atas terlukis sebuah bulan sabit hitam yang menghadap ke tengah dan sebuah bintang bersinar.
Tokoh terkenal

    Philo (sekitar 280 SM - sekitar 220 SM) Insinyur Yunani
    Epigenes (abad ke-2 SM-abad ke-3 SM) Astrologer Yunani
    Leontius (sekitar 485 - sekitar 543) Teolog dan penulis Yunani

Britania Romawi

Britania Romawi adalah bagian dari wilayah Pulau Britania yang dikuasai oleh Kekaisaran Romawi antara tahun 43 Setelah Masehi sampai dengan tahun 410. Orang-orang Romawi menyebut provinsi mereka ini dengan nama Britannia. Sebelum Britania dijajah oleh Roma, pulau ini sudah memiliki hubungan budaya dan ekonomi dengan daratan Eropa. Namun para penjajah ini juga memperkenalkan perkembangan-perkembangan baru dalam bidang pertanian, urbanisasi, industri dan arsitektur. Dengan ini mereka meninggalkan warisan yang sampai sekarang masih bisa dilihat.

Rekaman-rekaman sejarah mengenai provinsi Britannia tidaklah banyak, kecuali rekaman mengenai invasi awal, meskipun banyak sejarawan Romawi yang menyebut-nyebut provinsi ini secara sambil lalu. Kebanyakan besar pengetahuan yang kita ketahui berasal dari penelitian peninggalan arkeologi dan prasasti-prasasti.

Kontak awal

Britania tidak tak dikenal oleh dunia Klasik. Pada awal abad ke-4 SM orang-orang Yunani, Fenisia dan Kartago berdagang timah Cornwall: orang-orang Yunani merujuk pada Cassiterides atau "pulau-pulau timah" dan menggambarkan mereka sebagai yang terletak di suatu tempat di dekat pantai barat Eropa. Pelaut Kartago Himilco dikatakan telah mengunjungi pulau ini pada abad ke-5 SM, dan penjelajah Yunani Pytheas pada abad ke-4 SM. Tetapi kala itu pulau ini dianggap sebagai tempat misterius, bahkan beberapa penulis menolak percaya bahwa pulau ini ada.

Kontak pertama Romawi terjadi ketika seorang jenderal Romawi yang bernama, Julius Caesar dan kelak akan menjadi diktator, melaksanakan dua ekspedisi ke Britania pada tahun 55 dan 54 SM sebagai salah satu cabang daripada kampanye penaklukan Gallia. Ia yakin bahwa orang-orang Britania telah membantu perlawanan Gallia. Ekspedisi pertama lebih merupakan penjelajahan daripada invasi sejati. Kala itu mereka mendarat di pantai Kent tetapi terkena dampak badai sehingga terjadi kerusakan pada kapal dan kekurangan pasukan kuda sehingga mereka tidak dapat maju lebih lanjut. Ekspedisi ini adalah sebuah kegagalan militer, tetapi setidaknya merupakan sebuah keberhasilan politik: Senat Romawi menyatakan 20-hari libur umum di Roma untuk menghormati prestasi yang luar biasa ini.

Dalam invasi kedua Caesar membawa bersamanya kekuatan yang secara substansial lebih besar. Ia berhasil memaksa atau mengundang banyak dari suku-suku asli Keltik untuk membayar upeti dan memberi sandera sebagai imbalan bagi perdamaian. Seorang raja vazal lokal, Mandubracius, diangkat dan musuhnya, Cassivellaunus ditangkap. Sandera itu diambil, tetapi para sejarawan tidak sepakat mengenai apakah upeti disepakati dibayar oleh orang-orang Britania setelah Caesar kembali ke Gallia dengan pasukannya.

Caesar tidak menaklukkan wilayah apa-apa dan tidak meninggalkan pasukan, tetapi beberapa kerajaan vazal telah didirikan di pulau itu dan telah membawa Britania ke lingkup pengaruh politik Romawi. Kaisar Agustus merencanakan invasi pada tahun 34, 27 dan 25 SM, tetapi keadaan tidak pernah menguntungkan. Kala itu hubungan antara Britania dan Roma lebih merupakan hubungan diplomatik dan dagang. Strabo yang menulis pada akhir masa pemerintahan Augustus, menyatakan pajak perdagangan bisa membawa lebih banyak pendapatan tahunan daripada penaklukan. Demikian pula penelitian arkeologi menunjukkan peningkatan impor barang-barang mewah di tenggara Britania. Strabo juga menyebutkan raja-raja Britania yang mengirim duta kepada Agustus, dan Res Gestae Agustus sendiri mengacu kepada dua raja Britania yang ia terima sebagai pengungsi. Ketika beberapa kapal Tiberius dibawa ke Britania di tengah badai selama kampanye di Jerman pada tahun 16, mereka dikirim kembali oleh penguasa daerah dan mereka menceritakan kisah-kisah isapan jempol mengenai monster.

Roma tampaknya lebih memilih keseimbangan kekuasaan di selatan Britania dan mendukung dua kerajaan kuat: Catuvellauni yang diperintah oleh keturunan Tasciovanus, dan Atrebates yang diperintah oleh keturunan Commius. Kebijakan ini diikuti sampai tahun 39 atau 40 Masehi, ketika Caligula menerima anggota dinasti Catuvellaunian yang diasingkan dan melancarkan invasi Britania yang sudah hancur, bahkan sebelum meninggalkan Gallia. Ketika Claudius berhasil menyerang pada tahun 43 Masehi, serangan ini juga merupakan bantuan kepada raja Britania lainnya yang melarikan diri. Kali ini yang bersangkutan adalah Verica dari Atrebates.
Invasi Romawi

Pasukan invasi pada tahun 43 dipimpin oleh Aulus Plautius.  Tidaklah diketahui seberapa banyak legiun Romawi yang dikirim; hanya ada satu legiun yang diketahui secara pasti ikut berinvasi ke Britania. Legiun ini dipimpin oleh Vespasianus yang kelak akan menjadi Kaisar.  Invasi ditunda karena terjadinya pemberontakan tentara (yang dipaksa untuk melawan ketakutan menyeberangi samudra). Mereka berlayar dalam tiga divisi, dan kemungkinan mendarat di Richborough (meskipun terdapat dugaan bahwa sebagian dari mereka mendarat di pantai selatan, di wilayah Fishbourne, West Sussex.

Bangsa Romawi mengalahkan Catuvellauni dan sekutu mereka dalam dua pertempuran. Pertempuran pertama kemungkinan terjadi di sungai Medway, dan yang kedua terjadi di Thames. Salah satu pemimpin Catuvellauni, Togodumnus, tewas. Namun saudaranya, Caratacus, selamat dan meneruskan perlawanan di tempat lain. Plautius tertahan di Thames, dan Claudius tiba dengan bantuan, meliputi artileri dan gajah, untuk serangan terakhir ke ibu kota Catuvellauni, Camulodunum (Colchester). Vespasianus menundukan wilayah barat daya,  dan perjanjian ditandatangani dengan suku di luar wilayah kekuasaan Romawi.

Konsolidasi kekuasaan Romawi

Setelah menaklukkan bagian selatan pulau, Roma mengalihkan perhatian mereka pada daerah yang sekarang disebut Wales. Kaum Silures, Ordovices dan Deceangli tetap gigih dalam penentangan mereka melawan para penyerang dan untuk beberapa dasawarsa pertama menjadi pusat perhatian tentara Romawi, meskipun sesekali ada pemberontakan kecil di antara para sekutu Roma seperti kaum Brigantes dan Iceni. Para Silures itu dipimpin oleh Caratacus, dan ia melakukan kampanye gerilya yang efektif melawan Gubernur Publius Ostorius Scapula. Akhirnya, pada tahun 51 Masehi, Ostorius bisa mengalahkan Caratacus pada suatu pertempuran dengan menjebaknya. Pemimpin Britania ini lalu mencari perlindungan di antara suku Brigantes, tetapi ratu mereka, Cartimandua, membuktikan kesetiaannya dengan menyerahkannya kepada bangsa Romawi. Ia dibawa sebagai tawanan ke Roma, di mana sebuah pidato anggun yang dibuatnya selama kemenangan Claudius membuat sang Kaisar luluh hatinya untuk mengampuni nyawanya. Namun suku Silures tetap saja tidak tenang, dan Venutius, mantan suami Cartimandua, menggantikan Caratacus sebagai pemimpin perlawanan Britania yang paling utama.

Pada tahun 60-61 Masehi, ketika Gubernur Gaius Suetonius Paulinus sedang berkampanye di Wales, Britania bagian tenggara bangkit dalam pemberontakan di bawah Boudica. Boudica adalah seorang janda Prasutagus, raja Iceni yang baru saja meninggal. Alasannya memberontak dipicu oleh penyitaan tanah-tanah adat dan penistaan atas sang ratu dan putri-putrinya. Prasutagus telah mewariskan setengah kerajaannya kepada Nero dengan harapan bahwa sisanya tidak akan dirampas. Dia ternyata salah. Suku Iceni, bergabung dengan suku Trinovantes, menghancurkan koloni Romawi di Camulodunum (Colchester), dan mendesak mundur bagian dari legiun IXth yang dikirimkan untuk menumpas mereka. Suetonius Paulinus berkuda ke London, tujuan berikut para pemberontak, tetapi ia menyimpulkan bahwa kota ini tidak bisa dipertahankan. Maka London ditinggalkannya dan menjadi binasa seperti Verulamium (St Albans). Antara tujuh dan delapan puluh ribu jiwa konon tewas di tiga kota ini. Tapi Suetonius berkumpul kembali dengan dua dari tiga legiun yang masih tersisa dan menuju ke medan pertempuran. Meskipun jumlah tentaranya jauh lebih sedikit, ia mampu mengalahkan para pemberontak dalam Pertempuran Watling Street. Bodicea meninggal tidak lama setelah itu, entah karena bunuh diri minum racun atau karena terkena penyakit. Pemberontakan dahsyat ini hampir saja membuat Nero mengambil keputusan untuk meninggalkan Britania.

Ada kekacauan lebih lanjut pada tahun 69 atau "tahun empat Kaisar". Perang sipil berkobar di Roma, gubernur lemah tidak mampu mengendalikan legiun di Britania, dan Venutius dari Brigantes mengambil kesempatan. Bangsa Romawi sebelumnya membela Cartimandua melawan dia, tetapi kali ini tidak dapat melakukannya. Cartimandua diungsikan, dan Venutius berhasil menaklukkan bagian utara pulau. Setelah Vespasianus berhasil menetapkan posisinya dalam kekaisaran, dua gubernur pertamanya yang diangkat, Quintus Petillius Cerialis dan Sextus Julius Frontinus, masing-masing mengambil tugas menumpas suku Brigantes dan Silures. Frontinus memperluas kekuasaan Romawi dengan menaklukkan seluruh wilayah Wales selatan, dan eksploitasi hasil bumi, seperti emas di Dolaucothi, dimulai.

Pada tahun-tahun berikutnya, orang Romawi menaklukkan lebih banyak daerah lagi di pulau ini, memperluas wilayah Britania Romawi. Gubernur Gnaeus Julius Agricola, ayah-mertua sejarawan Tacitus, menaklukkan suku Ordovices pada tahun 78. Dengan Legio XX Valeria Victrix, Agricola mengalahkan Kaledonia pada tahun 84 di Pertempuran Mons Graupius, di utara Skotlandia. Ini adalah garis perbatasan maksimal wilayah Romawi di Britania: tidak lama setelah kemenangannya, Agricola dipanggil pulang dari Britania kembali ke Roma, dan bangsa Romawi mundur ke posisi di sepanjang tanah genting Forth-Clyde, yang lebih mudah dipertahankan. Dengan ini mereka bisa mendapatkan lebih banyak tentara yang sangat diperlukan di daerah-daerah perbatasan lainnya.

Untuk sebagian besar sejarah Britania Romawi, sejumlah besar tentara ditugaskan di pulau itu. Oleh karena itu sang Kaisar selalu menempatkan seorang senior yang bisa dipercaya untuk menjabat sebagai gubernur di provinsi ini. Akibatnya ialah bahwa banyak calon Kaisar Romawi pernah menjabat sebagai gubernur atau duta (legates) di provinsi ini, termasuk Vespasianus, Pertinax, dan Gordian I.
Akhir dari kekuasaan Romawi

Pandangan tradisional sejarawan seperti ditulis oleh Michael Rostovtzeff mengindikasikan adanya kemerosotan ekonomi luas pada awal abad ke-5. Namun bukti-bukti arkeologis menceritakan kisah lain, dan pandangan umum sedang ditinjau ulang. Ditinggalkannya beberapa situs sekarang diyakini terjadi lebih mutakhir, tidak seperti dahulu. Banyak bangunan berubah fungsi tetapi tidak dirusak. Serangan barbar bertambah, tetapi ini lebih terfokus pada permukiman rentan daerah pedesaan daripada kota. Beberapa villa seperti Great Casterton di Rutland dan Hucclecote di Gloucestershire membuat lantai mosaik baru sekitar waktu ini, perkara ini menyatakan bahwa masalah-masalah ekonomi mungkin terbatas dan tambal sulam, meskipun banyak menderita beberapa pembusukan sebelum ditinggalkan pada abad kelima; kisah Santo Patrick menunjukkan bahwa vila-vila masih ditempati sampai setidaknya tahun 430. Bangunan baru masih tetap dibangun pada masa ini di Verulamium dan Cirencester. Beberapa pusat-pusat perkotaan, misalnya Canterbury, Cirencester, Wroxeter, Winchester dan Gloucester, tetap aktif pada abad ke-5 dan ke-6, sementara kota-kota ini dikelilingi dengan perkebunan pertanian besar.

Kehidupan perkotaan umumnya tumbuh tidak terlalu intensif pada perempat keempat dari abad ke-4, dan koin yang dicetak antara 378 dan 388 sangat jarang. Hal ini kemungkinan menunjukkan kombinasi antara kemerosotan ekonomi, mengurangnya jumlah pasukan, dan masalah dengan pembayaran tentara dan pejabat. Sirkulasi koin meningkat pada dasawarsa 390-an, meskipun tidak pernah mencapai tingkat dasawarsa sebelumnya. Koin tembaga sangat jarang ditemukan setelah 402, walaupun koin perak dan emas yang ditemukan pada harta-harta karun menunjukkan bahwa koin-koin ini masih ada di provinsi meski tidak dipakai untuk pembayaran. Pada tahun 407 tidak ada koin Romawi baru yang masuk ke sirkulasi, dan pada 430 kemungkinan uang tidak digunakan lagi sebagai alat tukar pembayaran. Produksi massal tembikar mungkin berakhir pada satu atau dua dasawarsa sebelumnya; kalangan kaya tetap menggunakan perabot logam dan kaca, sedangkan yang kalangan miskin mungkin menggunakan bahan dari kulit atau kayu.
Ekonomi

Secara ekonomi, orang-orang Romawi terutama tertarik pada timah dan emas dari Britania. Di samping itu, mereka membuat yang baru dan lebih kuat dalam wol domba keturunan dari Asia Kecil di pulau di rumah dan dengan demikian meletakkan dasar yang penting bagi produksi wol Britania. Pusat ekonomi Britania kemudian adalah Londinium. Tentang kekuatan ekonomi pulau ini, dalam penelitian, sebagaimana telah ditunjukkan, tidak ada konsensus, terutama karena beberapa penulis kuno mengeluh bahwa kerajaan Britania membutuhkan lebih banyak biaya daripada menghasilkan dana.
Pemerintahan provinsi

Dalam Kekaisaran Romawi, pemerintahan provinsi-provinsi yang situasinya kondusif, merupakan urusan Senat, sedangkan seperti Britania, yang membutuhkan garnisun tetap, berada di bawah tanggung jawab Kaisar. Pada praktiknya provinsi kekaisaran diperintah oleh seorang gubernur yang merupakan mantan senator dan telah memegang jabatan konsul. Orang-orang ini dipilih dengan saksama dan sering memiliki sejarah militer dan kemampuan memerintah. Di Britania, tugas seorang gubernur terutama terletak dalam bidang militer, tetapi berbagai tugas lainnya juga menjadi tanggung jawabnya seperti mengurusi hubungan diplomatik dengan raja-raja vazal lokal, membangun jalan, memastikan sistem kurir umum berfungsi, mengawasi civitates dan bertindak sebagai hakim dalam kasus-kasus hukum yang penting. Jika tidak berperang, ia akan meninjau seantero provinsi dan mendengarkan keluh penduduk serta merekrut pasukan baru.

Untuk membantunya dalam bidang hukum, ia memiliki penasehat hukum (legatus iuridicus). Para penasehat ini di Britania tampaknya merupakan pengacara-pengacara yang lihai karena adanya tantangan khusus dalam menginkorporasi suku-suku pribumi ke dalam sistem kekaisaran dan membuat sebuah metode yang praktis untuk memajaki mereka. Administrasi keuangan ini ditangani oleh seorang procurator dengan jabatan junior untuk masing-masing kekuasaan dalam menaikkan pajak. Setiap legiun di Britania mempunyai seorang komandan yang bertanggung jawab kepada gubernur dan dalam masa perang mungkin langsung memerintah distrik-distrik yang bermasalah. Masing-masing komanda mendapatkan perintah dinas dua hingga tiga tahun di berbagai provinsi. Di bawah penempatan ini adalah jaringan manajer administratif yang meliputi pengumpulan data intelijen, pengiriman laporan ke Roma, organisasi perlengkapan militer dan penanganan masalah tahanan. Staf yang terdiri atas tentara memberikan layanan administratif.

Colchester mungkin adalah ibu kota awal Britania Romawi, tetapi tidak lama kota ini tersisih di bawah bayangan London berkat hubungan perdagangan London yang kuat.

Agama
Paganisme

Kaum druid, yaitu sebuah kasta pendeta Keltik, yang diyakini berasal dari Britania,  dilarang oleh Claudius, dan pada tahun 61 mereka tidak berhasil mempertahankan tempat-tempat suci mereka dari pembinasaan oleh orang Romawi di pulau Mona (Anglesey). Namun, di bawah pemerintahan Romawi, orang Britania pribumi meneruskan praktik mereka menyembah dewa-dewi Keltik, seperti Ancasta, tetapi seringkali mereka diselubungkan dengan padanan Romawi mereka, seperti Mars Rigonemetos di Nettleham.

Sejauh mana kepercayaan penduduk priibumi bertahan, sulit diukur secara tepat. Ciri-ciri ritus Eropa tertentu seperti makna angka 3, pentingnya kepala dan sumber-sumber air seperti mata air tetap berada di dalam catatan arkeologi, tetapi perbedaan-perbedaan dalam persembahan nazar yang dilaksanakan pada tempat-tempat permandian Romawi, Bath, Somerset sebelum dan setelah penaklukan Romawi menyatakan bahwa kesinambungan ini hanya bersifat sebahagian saja. Penyembahan Kaisar Romawi tercatat secara luas, terutama di situs-situs militer. Pendirian kuil Romawi untuk menyembah Claudius di Camulodunum adalah salah satu pemaksaan yang menyebabkan pemberontakan Boudica. Pada abad ke-3 Kuil Romawi Pagans Hill di Somerset mampu eksis secara damai sampai ke abad ke-5.

Kultus-kultus timur seperti Mithraisme juga semakin populer menjelang masa akhir penjajahan Romawi. Kuil Mithras adalah salah satu contoh popularitasi agama-agama misteri di antara kalangan perkotaan yang kaya dan kuil Mithras juga ada dalam konteks militer di Vindobala pada Tembok Hadrianus (Rudchester Mithraeum) dan di Segontium di Wales Romawi (Caernarfon Mithraeum).
Kekristenan

Tidak jelas kapan atau bagaimana agama Kristen datang ke Britania. Sebuah "kata persegi" dari abad ke-2 telah ditemukan di Mamucium, permukiman Romawi Manchester. Persegi terdiri dari anagram PATER NOSTER yang diukir di atas sebuah amfora. Di antara kalangan akademis ada diskusi mengenai "kata persegi" ini, apakah ia memang benar-benar merupakan sebuah artefak Kristen, jika iya, benda ini adalah salah satu contoh Kekristenan awal di Britania.  Sementara bukti tertulis paling awal agama Kristen di Britania yang bisa dijamin adalah pernyataan oleh Tertullian, kurang lebih dari tahun 200, di mana ia menulis tentang "semua perbatasan Spanyol, dan berbagai negara di Galia, dan hantu orang Britania, tidak dapat dicapai oleh Roma, tetapi semua takluk kepada Kristus"." Bukti arkeologi untuk masyarakat Kristen mulai muncul pada abad ke-3 dan ke-4. Ada dugaan ditemukan gereja-gereja kayu kecil di Lincoln dan Silchester. Sementara itu kolam pembaptisan telah ditemukan di Icklingham dan Saxon Shore Fort di Richborough. Harta karun Water Newton adalah harta karun berupa piring-piring perak Kristen dari awal abad keempat dan vila-vila Romawi di Lullingstone dan di Hinton St Mary memuat banyak lukisan dinding dan mosaik Kristen. Besar abad ke-4 kuburan di Poundbury dengan berorientasi timur-barat penguburan dan kuburan barang kurangnya telah ditafsirkan sebagai pekuburan Kristen awal, meskipun upacara permakaman itu juga semakin sering terjadi pada konteks kafir pada masa itu. Sebuah kuburan besar dari abad ke-4 di Pundbury dengan cara penguburan berorientasi timur-barat dan tidak adanya barang-barang yang ikut dikubur, diinterpretasikan sebagai sebuah kuburan Kristen awal, meski ritus-ritus penguburan secara demikian juga menjadi semakin umum di antara kalangan pagan pada masa tersebut.

Gereja di Britania tampaknya telah mengembangkan sistem keuskupan resmi sebagaimana dibuktikan dari catatan Konsili Galia di Arles pada tahun 314. Pada Konsili ini terwakili uskup-uskup dari tiga puluh lima tahta dari Eropa dan Afrika Utara, termasuk tiga uskup dari Britania: Eborius dari York, Restitutus dari London, dan Adelphius. Agama Kristen diperbolehkan di Kekaisaran Romawi oleh Konstantinus I pada tahun 313. Theodosius I menjadikan Kekristenan sebagai agama negara pada tahun 391, dan pada abad ke-5 agama ini menjadi mapan.

Santo Alban, martir Kristen Britania pertama, diyakini telah meninggal pada awal abad ke-4 (walaupun beberapa pakar mentarikhnya sebagai pertengahan abad ke-3), diikuti oleh Santo Aaron dan Julius dari Isca Augusta. Sebuah ajaran bidah, Pelagianisme, berasal dari seorang biarawan Britania yang mengajar di Roma: Pelagius hidup antara kira-kira tahun 354 sampai 420/440.

Sepucuk surat yang ditemukan pada sebuah tablet timbal di Bath, Somerset, yang dapat ditarikh berasal dari sekitar tahun 363 telah diterbitkan dan diasumsikan sebagai bukti dokumentasi mengenai adanya agama Kristen di Britania pada masa Romawi. Menurut penerjemah pertamanya, surat itu ditulis di Wroxeter oleh seorang pria Kristen bernama Vinisius dan dialamatkan kepada seorang wanita Kristen bernama Nigra. Namun terjemahan surat ini ternyata berdasarkan kesalahan parah paleografis dan teks ini ternyata tidak ada hubungannya dengan Kekristenan dan sejatinya mengenai ritus-ritus pagan.
Perubahan lingkungan hidup

Bangsa Romawi membawa sejumlah spesies ke Britania, kemungkinan termasuk jelatang Romawi (U. pilulifera), yang sekarang sudah langka. Konon tanaman ini dipakai para serdadu untuk menghangatkan tangan dan kaki mereka, dan siput Helix pomatia yang bisa dimakan. Ada juga beberapa bukti bahwa mereka mungkin telah memperkenalkan kelinci, tetapi tipe kelinci yang lebih kecil jenis Mediterania selatan. Kelinci Eropa (Oryctolagus cuniculus) yang sekarang umum didapatkan di Britania diperkirakan baru diperkenalkan dari daratan Eropa setelah Invasi Norman pada tahun 1066.
Warisan
Jalanan Romawi

Selama pendudukan Britania, bangsa Romawi membangun sebuah jaringan jalan Romawi yang luas dan tetap digunakan pada abad-abad selanjutnya serta banyak yang masih dilintasi sampai sekarang.

Bangsa Romawi juga membangun prasarana air, sanitasi dan sistem riol.

Banyak kota-kota besar Britania seperti London (Londinium), Manchester (Mamucium) dan York (Eboracum), didirikan oleh bangsa Romawi.

Britania juga perlu diperhatikan sebagai mantan wilayah Kekaisaran Romawi terbesar di Eropa di mana saat ini tidak dipertuturkan (sebagai bahasa mayoritas):

    Sebuah bahasa Roman. Meskipun bahasa Inggris banyak sekali memiliki kata-kata pinjaman dari bahasa Latin atau Prancis. Namun hal ini karena akibat Invasi Normandia pada tahun 1066.
    Ataupun sebuah bahasa pra-Romawi yang dipertuturkan oleh penduduk pra-Romawi (seperti bahasa Yunani), meski bahasa Welsh eksis sebagai sebuah bahasa minoritas, dengan banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Latin, seperti llaeth ("susu"), ffenestr ("jendela"). Bahasa Kernowek juga bisa hidup sampai ke abad-18 dan sekarang sedang dihidupkan kembali.

Yunani Hellenistik

Dalam konteks budaya, arsitektur, dan seni Yunani kuno, Yunani Hellenistik adalah suatu masa yang berlangsung stelah kematian Aleksander Agung pada tahun 323 SM dan berakhir dengan penaklukan daratan Yunani oleh Republik Romawi pada tahun 146 SM. Selama Periode Hellenistik, peran Yunani di dunia berbahasa Yunani sangat menurun. Pusat kebudayaan Hellenistik adalah di Iskandariyah (ibu kota Kerajaan Ptolemaik) dan Antiokia (ibu kota Kekaisaran Seleukia). Kota-kota seperti Pergamon, Ephesos, Rodos, dan Seleukia juga menjadi penting. Selain itu, ciri dari masa ini adalah meningkatnya urbanisasi Mediterania Timur.

Gallia

Gallia (berasal dari Bahasa Latin), adalah kawasan Eropa Barat yang saat ini adalah negara Italia bagian utara, Prancis, Belgia, Swiss bagian barat, serta bagian wilayah Belanda dan Jerman di barat Sungai Rhein.

Dalam Bahasa Inggris, kata Gaul juga merujuk pada orang Keltik yang menghuni kawasan tersebut dahulu kala. Orang Gallia menyebar di Eropa pada zaman Romawi, mereka menggunakan Bahasa Gallia. Selain itu, terdapat orang Lepontii yang menghuni di lereng Pegunungan Alpen Italia, yakni di Raetia.

Menurut kesaksian dari Julius Caesar, Gaul dibagi menjadi tiga bagian, Gallia Celtica, Belgica dan Aquitania. Secara arkeologis, Galia adalah pembawa budaya La Tène, yang diperluas di seluruh Gaul, ke timur Rhaetia, Noricum, Pannonia dan barat daya Germania dari abad ke-5 sampai abad ke-1 SM. Selama abad 2 dan 1 SM, Gaul jatuh di bawah kekuasaan Romawi yaitu Galia Cisalpina ditaklukkan pada 203 SM dan Galia Narbonensis di 123 SM. Gaul diserbu oleh Cimbri dan Teuton setelah 120 SM, yang pada gilirannya dikalahkan oleh Roma dengan 103 SM. Setelah 120 SM, Gaul diserbu oleh Cimbri dan Teuton, yang pada gilirannya dikalahkan oleh Roma dengan 103 SM. Julius Caesar akhirnya menaklukan dalam Perang Galia dari 58-51 SM.
Dying Gaul, tiruan patung dari marmer, diduga aslinya dibuat dari perunggu antara tahun 230-220 SM atas perintah Attalos I dari Pergamon untuk merayakan kemenangannya atas Orang-orang Galatia
.
Perang Gallia

Perang Gallia terjadi pada 58-51 SM, atas ambisi Julius Caesar memperluas wilayah Romawi ke utara. Bangsa Gallia di bawah Vercingetorix melawan dengan gigih, mereka akhirnya menyerah setelah benteng mereka dikelilingi oleh barikade oleh tentara Caesar untuk mencegah bangsa Gallia mendapat makanan dari luar. Kegigihan bangsa Gallia mengilhami kartunis René Goscinny dan Albert Uderzo menciptakan tokoh kartun Asterix dan Obelix.

Sejarah Siprus

Sejarah Siprus adalah sejarah sebuah pulau yang terletak di persimpangan Eropa, Levant dan Afrika di Laut Tengah.

Pulau Siprus disebut "Alachia" oleh orang Mesir Kuno, "Iatnana" oleh orang Asiria Kuno dan "Enkomi" oleh orang Fenisia. Pada masa kuno, pulau ini sudah menjadi persimpangan penting dalam jalur perdagangan maritim di Laut Tengah dan penduduknya mengasimilasi kebudayaan-kebudayaan yang berbeda, dari budaya Minoa Kreta hingga Mykenai di Yunani. Namanya dalam bahasa Yunani "Kupros " ("Κύπρος") berarti "tembaga"; nama ini mengacu kepada kandungan besar tembaga yang terdapat di pulau ini, yang juga memperkaya pulau ini pada masa kuno.

Setelah lama menjadi wilayah yang merdeka dan otonom di bawah wewenang raja-raja yang yang menjadi kepala sepuluh kerajaan-kota Siprus, pada abad ke-6 SM Siprus diperebutkan oleh bangsa Persia dan Yunani. Pulau ini dikuasai oleh bangsa Persia, dan kemudian ditaklukan oleh Aleksander yang Agung, dan sesudah kematiannya jatuh ke tangan Dinasti Ptolemeus di Mesir. Pada periode ini, pulau ini mengalami helenisasi, dan pulau ini tetap memiliki budaya Yunani pada masa kekuasaan Romawi dari tahun 58 SM, kemudian Romawi Timur, dan lalu Tentara Salib pada tahun 1192, Republik Venesia pada tahun 1489, Utsmaniyah pada tahun 1571 dan Britania pada tahun 1878.

Saat ini pulau Siprus dihuni oleh sekitar 1.200.000 penduduk dengan etnis Yunani sebagai mayoritas dan etnis Turki sebagai minoritas. Sementara itu, Britania masih tetap menguasai beberapa pangkalan militer di pulau ini, yaitu Akrotiri dan Dhekelia. Wilayah utara pulau ini diduduki oleh Turki pada tahun 1974. Kini Siprus terbagi menjadi dua, yaitu Republik Siprus yang mayoritas penduduknya adalah orang Yunani dan Republik Siprus Utara yang dikuasai oleh orang Turki, meskipun negara Siprus Utara tidak diakui oleh dunia internasional. Kedua negara ini dipisahkan oleh Zona Penyangga Perserikatan Bangsa-Bangsa di Siprus yang juga disebut "garis hijau" atau "garis Attila".

Zaman Klasik

Zaman Klasik adalah kurun waktu abad ke-8 Pra-Masehi sampai abad ke-6 Tarikh Masehi dalam sejarah peradaban kawasan Laut Tengah,  teristimewa peradaban Yunani Kuno dan peradaban Romawi Kuno, dua serangkai yang lazim disebut Dunia Yunani-Romawi. Pada kurun waktu inilah masyarakat Yunani-Romawi berkembang dan meluaskan pengaruhnya ke seluruh Eropa, Afrika Utara, dan Asia Barat.

Zaman Klasik sudah jamak dianggap bermula pada masa penulisan naskah tertua yang memuat syair-syair gubahan Homeros dalam bahasa Yunani langgam wiracarita (abad ke-8 sampai abad ke-7 SM), masih berlangsung sewaktu agama Kristen naik marak dan Wilayah Barat Kekaisaran Romawi jatuh terpuruk (abad ke-5 M), lantas berakhir manakala kebudayaan Yunani-Romawi meluntur pada penghujung Akhir Abad Kuno (tahun 300–600 M). Rentang sejarah dan bentang wilayah yang sedemikian luas merangkum banyak sekali peradaban dan kurun waktu yang istimewa tiada bandingnya. Istilah "Zaman Klasik" juga mengacu kepada visi muluk orang-orang zaman kemudian tentang apa yang disebut Edgar Allan Poe sebagai "kegemilangan nan dahulu Gerika, dan kemegahan nan dahulu Roma". Istilah lain untuk Zaman Klasik adalah Era Klasik, Abad Klasik, dan Abad Kuno Klasik.

Kebudayaan bangsa Yunani Kuno serta beberapa unsur kebudayaan masyarakat Timur Dekat Kuno mendasari tolok-tolok ukur kesempurnaan di bidang seni rupa, filsafat, tata kemasyarakatan, dan pendidikan Dunia Yunani-Romawi sampai dengan Zaman Kekaisaran Romawi. Bangsa Romawi melestarikan, meniru, dan menyebarluaskan tolok-tolok ukur kesempurnaan ini ke seluruh Eropa sampai mereka mampu bersaing dengan kebudayaan Yunani, yakni ketika penggunaan bahasa Latin sudah meluas ke mana-mana, dan Dunia Yunani-Romawi sudah terbiasa bertutur dalam bahasa Yunani sekaligus bahasa Latin. Asas kebudayaan Yunani-Romawi ini sangat besar pengaruhnya terhadap bahasa, politik, hukum, sistem pendidikan, filsafat, ilmu pengetahuan, hal ihwal berperang, seni puisi, historiografi, etika, retorika, seni rupa, dan arsitektur Zaman Modern. Semenjak abad ke-14, suatu gerakan kebangunan kembali berangsur tumbuh di atas sisa-sisa warisan peninggalan Zaman Klasik, yakni gerakan yang kelak disebut Renaisans di Eropa. Gerakan ini kembali mencuat ketika gerakan-gerakan neoklasik marak bermunculan pada abad ke-18 dan ke-19.

Zaman Arkais (ca. abad VIII – ca. abad VI SM)

Kurun waktu terawal pada Zaman Klasik adalah kurun waktu sebelum kemunculan kembali sumber-sumber sejarah secara perlahan-lahan selepas kemerosotan Akhir Zaman Perunggu. Sebagian besar dari kurun waktu abad ke-8 dan ke-7 SM masih merupakan Zaman Protosejarah, manakala piagam-piagam beraksara Yunani ragam tertua mulai marak bermunculan pada paruh pertama abad ke-8 SM. Homeros sudah jamak dianggap hidup pada abad ke-8 atau ke-7 SM, dan tarikh masa hidupnya seringkali digunakan sebagai tarikh permulaan Zaman Klasik. Pada kurun waktu ini pula Olimpiade Kuno mulai diselenggarakan, yakni pada tahun 776 SM.

Orang Fenisia, orang Kartago, dan orang Asyur

Orang Fenisia mula-mula menyebar dari bandar-bandar Kanaan, dan pada abad ke-8 SM telah mendominasi kegiatan niaga di kawasan Laut Tengah. Kota Kartago didirikan oleh para perantau Fenisia pada tahun 814 SM. Pada tahun 700 SM, orang Kartago telah berhasil mendirikan pangkalan-pangkalan pertahanan di Sisilia, Semenanjung Italia, dan Sardinia, sehingga menimbulkan konflik kepentingan dengan Etruria. Sebuah prasasti yang ditemukan di Kition, Siprus, mengabadikan warta kemenangan Raja Sargon II atas tujuh orang raja di Pulau Siprus pada tahun 709 SM, yang menandai salah satu langkah penting dalam usaha pembebasan Siprus dari cengkeraman orang Tirus oleh bala tentara Asyur.

Zaman Yunani Arkais

aman Yunani Arkais bermula selepas Abad Kegelapan Yunani. Pada zaman inilah teori politik mengalami kemajuan-kemajuan penting, muncul demokrasi, filsafat, teater, serta puisi, dan terjadi revitalisasi bahasa tulis yang sempat menghilang pada Abad Kegelapan Yunani.

Di bidang pembuatan tembikar, pada zaman ini berkembang langgam Orientalisasi, yang mengisyaratkan peralihan dari langgam Geometris khas Abad Kegelapan Yunani serta akumulasi pengaruh dari Mesir, Fenisia, dan Suriah.

Langgam-langgam dalam seni kriya tembikar yang dikaitkan dengan bagian akhir dari Zaman Yunani Arkais adalah langgam sosok hitam yang mula-mula muncul di Korintus pada abad ke-7 SM, beserta penggantinya, langgam langgam sosok merah yang dipelopori oleh Si Pelukis Andokides sekitar tahun 530 SM.
Koloni-koloni orang Yunani

Zaman Besi Italia

Orang Etruski sudah mengukuhkan cengkeraman politiknya atas Semenanjung Italia pada penghujung abad ke-7 SM, dan menjadi golongan ningrat serta penguasa di kawasan itu. Kekuasaan orang Etruski agaknya meredup pada penghujung abad ke-6 SM. Ketika itulah suku-suku Italik menegakkan kembali kedaulatan mereka dengan mengasaskan sebuah negara republik, yang menghalangi penguasa untuk berlaku sewenang-wenang.

Zaman Kerajaan Romawi

Menurut legenda, kota Roma didirikan pada tanggal 21 April 753 SM oleh Romulus dan Remus, anak kembar keturunan Aeneas, kesatria ningrat asal Troya. Konon kelangkaan perempuan di kota Roma memaksa orang Latini untuk menggunakan tipu daya demi mendapatkan istri. Mereka mengundang orang Sabini ke sebuah perayaan, lalu melarikan anak-anak gadis mereka, sehingga orang Latini dan orang Sabini akhirnya hidup berbaur.

Bukti-bukti arkeologi memang menunjukkan tanda-tanda keberadaan sebuah permukiman perdana di lingkungan Forum Romanum pada pertengahan abad ke-8 SM, kendati permukiman-permukiman di Bukit Palatinus mungkin saja sudah didirikan pada abad ke 10 SM.

Raja Roma yang ke-7 sekaligus yang terakhir adalah Tarquinius Superbus. Selaku anak dari Tarquinius Priscus dan menantu dari Servius Tullius, Tarquinius Superbus adalah orang Etruski. Pada masa pemerintahannyalah kekuasaan orang Etruski mencapai titik zenit.

Tarquinius Superbus menyingkirkan dan menghancurkan semua punden dan mazbah orang Sabini di Cadas Tarpeius sehingga mengobarkan kemarahan warga Roma. Rakyat akhirnya bangkit menentang kekuasaan Tarquinius Superbus ketika ia menutup mata terhadap perbuatan bejat putranya menggagahi Lucretia, seorang bangsawati Romawi. Sanak Lucretia, Lucius Iunius Brutus (leluhur Marcus Brutus), mengumpulkan para anggota Senat dan berjuang mengusir Tarquinius Superbus sekaligus mengenyahkan monarki dari Roma pada tahun 510 SM. Selepas pengusiran Tarquinius Superbus, Senat memutuskan untuk tidak lagi tunduk di bawah pemerintahan seorang raja, dan mengubah bentuk pemerintahan kota Roma dari kerajaan menjadi republik pada tahun 509 SM. Kata "raja" (bahasa Latin: rex) pun menjadi istilah yang keji dan dibenci bangsa Romawi sepanjang zaman republik, bahkan sampai ke zaman kekaisaran.

Zaman Yunani Klasik (abad V – abad IV SM)

Kurun waktu klasik pada Zaman Yunani Kuno berlangsung antara abad ke-5 dan ke-4 SM, khususnya sejak tumbangnya tirani di Athena pada tahun 510 SM sampai dengan mangkatnya Aleksander Agung pada tahun 323 SM. Pada tahun 510 SM, bala tentara Sparta membantu warga Athena menumbangkan Tiran Hipias putra Peisistratos. Kleomenes I, Raja Sparta, mengisi kekosongan pemerintahan dengan membentuk pemerintahan oligarki Athena pro-Sparta yang diketuai oleh Isagoras.

Perang-perang Yunani-Persia (499–449 SM), yang berakhir dengan Perjanjian Damai Kalias, bukan hanya menjadi peluang bagi Yunani, Makedonia, Trakia, dan Ionia untuk lepas dari cengkeraman Persia, melainkan juga melambungkan Athena ke posisi dominan dalam Liga Delos, sehingga menimbulkan konflik dengan Sparta dan Liga Peloponesos. Konflik ini akhirnya bermuara pada Perang Peloponesos (431–404 SM), yang berakhir dengan kemenangan di pihak Sparta.

Memasuki abad ke-4 SM, Yunani berada di bawah hegemoni Sparta. Akan tetapi pada tahun 395 SM, para penguasa Sparta menggulingkan Lisandros dari kedudukannya, dan Sparta pun kehilangan supremasi baharinya. Athena, Argos, Tebai dan Korintus (Tebai dan Korintus adalah mantan sekutu Sparta) menentang dominasi Sparta dalam Perang Korintus, yang usai tanpa hasil pada tahun 387 SM. Kemudian hari, pada tahun 371 SM, Epaminondas dan Pelopidas, panglima-panglima bala tentara Tebai, berjaya dalam Pertempuran Leuktra. Pertempuran ini menumbangkan supremasi Sparta sekaligus menjadi pangkal dari hegemoni Tebai. Tebai pun akhirnya digeser dari posisi puncak oleh Makedonia pada tahun 346 SM.

Di bawah pimpinan Raja Filipos II (359–336 SM), Makedonia mencaplok tanah air orang Paionia, orang Trakia, dan orang Iliria. Aleksander Agung (356–323 SM), putra Raja Filipos II, sempat pula memperluas wilayah kedaulatan Makedonia melampaui batas-batas negeri Yunani sampai ke Persia dan Mesir, bahkan sampai ke India. Kurun waktu klasik sudah lumrah dianggap berakhir ketika Aleksander Agung mangkat pada tahun 323 SM. Pada waktu ini pula wilayah luas yang susah payah ia rampas dari bangsa-bangsa asing akhirnya dipecah belah oleh para diadokoi.

Zaman Helenistik (323–146 SM)

Kurun waktu klasik pada Zaman Yunani Kuno mulai beralih ke kurun waktu helenistik ketika Makedonia berjaya dan Aleksander Agung melancarkan aksi-aksi penaklukannya. Bahasa Yunani tersebar keluar dari batas-batas negeri Yunani dan menjadi lingua franca di negeri-negeri asing, sementara kebudayaan Yunani berinteraksi dengan kebudayaan-kebudayaan yang berkembang di Persia, Kerajaan Israel, Kerajaan Yehuda, Asia Tengah, dan Mesir. Pada kurun waktu ini pula bangsa Yunani, khususnya para pengikut Aristoteles (penganut paham Aristotelianisme), mencapai kemajuan-kemajuan penting di bidang ilmu pengetahuan, yakni di bidang ilmu bumi, ilmu falak, matematika, dan lain-lain. Zaman Helenistik berakhir ketika Republik Romawi bangkit menjadi negara adidaya di kawasan Laut Tengah pada abad ke-2 SM, dan menaklukkan Yunani pada tahun 146 SM.

Zaman Republik Romawi (abad V – abad I SM)

Kurun waktu republik pada Zaman Romawi Kuno bermula sejak pemerintah monarki digulingkan sekitar tahun 509 SM dan berlangsung selama lebih dari 450 tahun sampai pemerintah republik digulingkan melalui serangkaian perang saudara. Manakala kurun waktu republik beralih ke kurun waktu kekaisaran, bentuk pemerintahan pun berubah menjadi principatus (keketuaan) dan kemudian dominatus (ketuanan). Selama setengah milenium kurun waktu republik, status Roma meningkat dari negara jago kandang di daerah Latium menjadi negara adidaya jago tandang di dalam maupun di luar Semenanjung Italia. Proses penyatuan wilayah Semenanjung Italia di bawah hegemoni Romawi berlangsung sedikit demi sedikit sebagai hasil dari serangkaian konflik yang terjadi pada abad ke-4 dan abad ke-3 SM, yakni perang beruntun melawan orang Samniti, perang melawan orang-orang Latini, dan perang melawan Piros. Kemenangan romawi dalam perang beruntun melawan orang Kartago dan perang beruntun melawan orang Makedonia, yang melambungkan Roma menjadi negara adidaya di luar kandang pada abad ke-2 SM, diikuti oleh pencaplokan negeri Yunani dan Asia Kecil. Malangnya, peningkatan kekuasaan yang sedemikian besar terjadi berbarengan dengan peningkatan kerawanan ekonomi dan ketidakpuasan masyarakat, yang berbuntut pada upaya makar Katilina, Perang Sekutu, pembentukan triumviratus yang pertama, dan transformasi menjadi Kekaisaran Romawi pada separuh akhir abad pertama SM.

Zaman Kekaisaran Romawi (abad I SM – abad V M)

Penentuan tarikh pasti berakhirnya kurun waktu republik masih menjadi pokok perdebatan di kalangan sejarawan Zaman Modern. Masyarakat Romawi ketika itu belum sadar kalau negara Republik Romawi sudah tamat riwayatnya. "Kaisar-kaisar" Romawi terdahulu yang berasal dari wangsa Iulia-Claudia masih berusaha mempertahankan keberadaan res publica (pemerintahan demi kemaslahatan rakyat), kendati di bawah perlindungan kewenangan luar biasa mereka, and would eventually kembali ke bentuk republik to its full Republican form. Negara bangsa Romawi tunak menyebut diri negara res publica selama masih menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa resmi negara.

Negara bangsa Romawi mulai bersifat kekaisaran secara de facto semenjak tahun 130 SM, dengan pencaplokan wilayah Galia Cisalpina, Iliria, Yunani, dan Hispania. Sifat kekaisaran negara ini akhirnya paripurna dengan pencaplokan wilayah Yudea, Asia Kecil, dan Galia pada abad pertama SM. Saat keluasan wilayah mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Trayanus (117 M), negara bangsa Romawi menguasai seluruh kawasan sekitar Laut Tengah, Galia, sejumlah daerah di Germania dan Britania, Semenanjung Balkan, Dacia, Asia Kecil, kawasan Pegunungan Kaukasus, serta Mesopotamia.

Dari segi kebudayaan, Kekaisaran Romawi sangat terhelenisasi, tetapi juga terimbas maraknya tradisi-tradisi "timur" yang sinkretis, misalnya penyembahan dewa Mitra, ajaran-ajaran Gnostik, dan teristimewa agama Kristen. Kekaisaran Romawi mulai terpuruk saat terjadi Krisis Abad Ketiga.

Kendati terkadang disama-samakan, hal ihwal rumah tangga dalam masyarakat Romawi Klasik sesungguhnya jauh berbeda dari yang ada dalam masyarakat Yunani Klasik. Dalam masyarakat Romawi Klasik, para ayah berkuasa penuh atas anak-anak mereka, demikian pula para suami atas istri-istri mereka. Kekuasaan ayah atas anak maupun kekuasaan suami atas istri bahkan lazim disama-samakan dengan kekuasaan majikan atas budak belian. Makna asli kata "famiglia" dalam bahasa Italia sesungguhnya sama dengan makna kata "kulawarga", cikal bakal kata "keluarga" dalam bahasa Indonesia. Baik istilah "famiglia" maupun "kulawarga" mengacu kepada orang-orang yang tunduk di bawah kewenangan seorang bapak kepala rumah tangga, termasuk orang-orang yang tidak berkerabat dengannya, misalnya budak-budak belian dan pelayan-pelayan upahan. Dalam ikatan perkawinan, baik suami maupun istri saling bersetia dan saling berbagi harta kekayaan. Perceraian diperbolehkan untuk pertama kalinya pada abad pertama SM, dan dapat dilakukan atas kehendak suami maupun istri.

Akhir Abad Kuno (abad IV – abad VI M)

Pada Akhir Abad Kuno, agama Kristen terangkat derajatnya berkat jasa Kaisar Konstantinus I, dan akhirnya menjadi agama negara menggantikan kultus penuhanan kaisar berdasarkan Maklumat Kaisar Teodosius I tahun 393. Invasi beruntun suku-suku Jermanik akhirnya menuntaskan keterpurukan Wilayah Barat Kekaisaran Romawi pada abad ke-5, sementara Wilayah Timur Kekaisaran Romawi bertahan melewati Abad Pertengahan. Sisa wilayah kedaulatan negara bangsa Romawi ini tetap disebut Kekaisaran Romawi oleh warganya, tetapi kemudian hari diberi nama Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantin oleh para sejarawan. Filsafat Helenistik berganti dengan perkembangan berkesinambungan sistem filsafat Platonisme dan sistem filsafat Epikureanisme. Sistem filsafat Neoplatonisme kemudian hari mempengaruhi ajaran teologi Bapa-Bapa Gereja.

Banyak penulis sudah mencoba menetapkan tarikh pasti dari "akhir" simbolis Abad Kuno. Tarikh-tarikh yang paling mengemuka adalah tarikh pemakzulan Kaisar Romawi untuk Wilayah Barat (tahun 476),  tarikh penutupan Perguruan Plato di Athena oleh Kaisar Yustinianus I (tahun 529),  dan tarikh penaklukan sebagian besar kawasan Laut Tengah oleh bala tentara Muslim (tahun 634–718).  Penaklukan Suriah (tahun 637), Mesir (tahun 639), Siprus (tahun 654), Afrika Utara (tahun 665), Hispania (tahun 718), kawasan selatan Galia (tahun 720), Kreta (tahun 820), Sisilia (tahun 827), dan Malta (tahun 870), maupun aksi-aksi pengepungan ibu kota Wilayah Timur Kekaisaran Romawi (aksi pengepungan Konstantinopel tahun 674–678) dan aksi pengepungan Konstantinopel tahun 717–718) yang dilakukan bala tentara Muslim merusak sendi-sendi ekonomi, kebudayaan, dan politik yang menyatukan kebudayaan-kebudayaan klasik di kawasan sekitar Laut Tengah dari generasi ke generasi, dan menamatkan Abad Kuno (baca artikel Tesis Pirenne).
Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 650, sesudah bangsa Arab menaklukkan provinsi Suriah dan provinsi Mesir, bertepatan dengan waktu bermukimnya masyarakat Slav Perdana di Semenanjung Balkan.

Senat Romawi masih terus menerbitkan maklumat sampai menjelang akhir abad ke-6, dan Kaisar Romawi Timur terakhir yang menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa sidang majelis istana di Konstantinopel adalah Kaisar Maurisius, yang bertakhta sampai tahun 602. Pemakzulan Kaisar Maurisius melalui dahagi yang dilakukan angkatan bersenjata Satuan Donau di bawah pimpinan panglima Fokas memicu invasi orang Slav atas Semenanjung Balkan, memundurkan budaya perkotaan Balkan dan Yunani (yang memaksa masyarakat penutur bahasa Latin di Semenanjung Balkan untuk mengungsi ke daerah pegunungan, baca artikel asal-usul orang Rumania), serta memancing timbulnya Perang Romawi-Sasani 602–628 yang berbuntut pada pencaplokan semua kota besar Wilayah Timur selain Konstantinopel. Kekisruhan yang diakibatkannya baru reda sesudah aksi-aksi penaklukan yang dilancarkan kaum Muslim pada abad ke-7 menuntaskan hilangnya kedaulatan Kekaisaran Romawi Timur atas semua kota besar selain ibu kota. Kaisar Heraklius di Konstantinopel, yang memerintah pada kurun waktu ini, menggunakan bahasa Yunani alih-alih bahasa Latin sebagai bahasa sidang majelis istana, kendati bahasa Yunani memang sudah sejak semula menjadi bahasa ketatausahaan di daerah-daerah Wilayah Timur Kekaisaran Romawi. Sendi-sendi pemersatu Timur-Barat pun melemah dengan berakhirnya Zaman Kepausan Bizantin.

Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Romawi Timur, menjadi satu-satunya kota besar peninggalan Kekaisaran Romawi terdahulu yang masih dikuasai bangsa Romawi, sekaligus menjadi kota terbesar di Eropa. Sepanjang milenium berikutnya, budaya Romawi kota Konstantinopel lambat laun mengalami perubahan, sehingga para sejarawan Zaman Modern merasa perlu mengubah sebutan "Romawi" menjadi "Romawi Timur" atau "Bizantin", kendati banyak buku, arca, dan teknologi Zaman Klasik maupun khazanah boga dan tradisi-tradisi keilmuan Romawi Klasik masih tetap lestari di negara Kekaisaran Romawi Timur sampai "ditemukan kembali" pada Abad Pertengahan oleh Laskar Salib dari Barat. Warga Konstantinopel bahkan masih menyebut diri "orang Romawi", demikian pula pihak yang menaklukkan mereka pada tahun 1453, yakni orang Turki Osmanli (baca artikel Rûm). Budaya dan ilmu pengetahuan Zaman Klasik yang masih lestari di Konstantinopel dibawa serta oleh warganya yang mengungsi ke Barat pada tahun 1453 dan turut berjasa mencetuskan Renaisans (baca artikel Cendekiawan Yunani dalam Renaisans).

Perubahan struktur sosial ekonomi yang berlangsung perlahan, ruwet, dan bertahap dalam perjalanan sejarah Eropalah yang akhirnya bermuara pada peralihan dari Zaman Klasik ke Abad Pertengahan, dan tidak ada tarikh tertentu yang dapat ditetapkan sebagai tarikh terjadinya peralihan tersebut.

Warisan politik

Di bidang politik, gagasan dari penghujung Zaman Romawi Kuno tentang kekaisaran sebagai sebuah negara sejagat, yang dikepalai satu orang pemimpin tertinggi pilihan Tuhan, bergandengan dengan agama Kristen sebagai satu agama sejagat, yang juga dikepalai oleh satu orang batrik tertinggi, terbukti sangat berpengaruh, bahkan sesudah pemerintahan kekaisaran sirna dari Wilayah Barat. Kecenderungan berpola pikir seperti ini memuncak ketika Karel Agung dinobatkan menjadi "Kaisar Romawi" pada tahun 800, yang bermuara pada pembentukan Kekaisaran Romawi Suci. Gagasan bahwa kaisar adalah kepala monarki yang mengatasi raja muncul untuk pertama kalinya pada kurun waktu ini. Menurut gagasan politis ini, akan selalu ada negara semacam Kekaisaran Romawi, yakni negara dengan yurisdiksi seluas dunia beradab.

Pola pemerintahan semacam ini tetap lestari di Konstantinopel sepanjang Abad Pertengahan. Kaisar Romawi Timur dipandang sebagai penguasa tertinggi seluruh Dunia Kristen. Batrik Konstantinopel adalah rohaniwan tertinggi di Kekaisaran Romawi Timur, tetapi ia tetap kawula kaisar, "Wakil Tuhan di muka bumi". Rakyat Kekaisaran Romawi Timur dari generasi ke generasi tetap menyebut diri "orang Romawi" sampai dengan berdirinya negara baru bangsa Yunani pada tahun 1832.

Seudah Konstantinopel jatuh ke tangan bangsa Turki pada tahun 1453, para ksar (gelar yang diambil dari kata Caesar) di Rusia menyatakan diri sebagai pelindung agama Kristen Ortodoks, Moskwa pun disebut-sebut sebagai "Roma Ketiga", dan para ksar memerintah selaku kaisar pilihan Tuhan sampai dengan abad ke-20.

Despite the fact that the Western Roman secular authority disappeared entirely in Europe, it still left traces. Lembaga Kepausan dan Gereja Katolik masih melestarikan bahasa, budaya, dan kepandaian baca-tulis Latin selama berabad-abad. Sampai sekarang pun paus masih digelari Pontifex Maximus (Imam Besar), salah satu gelar kaisar pada Zaman Klasik, dan Dunia Kristen menjadi penerus peradaban Eropa bersatu, bahkan sesudah kesatuan politiknya sirna.

Gagasan politis tentang kaisar di Barat yang sederajat dengan kaisar di Timur masih tersimpan dalam ingatan orang kendati Wilayah Barat Kekaisaran Romawi sudah runtuh. Gagasan ini dihidupkan kembali dengan penobatan Karel Agung pada tahun 800, dan negara yang menyebut dirinya Kekaisaran Romawi Suci pun merajai kawasan tengah Eropa sampai tahun 1806.

Gagasan Renaisans tentang nilai-nilai luhur Romawi Klasik yang hilang dilamun Abad Pertengahan masih kuat mengakar dalam ranah politik Eropa pada abad ke-18 dan abad ke-19. Para pengasas negara Amerika Serikat maupun tokoh-tokoh revolusi Amerika Latin sangat mengagumi tatanan republik ciptaan bangsa Romawi. Alih-alih menggunakan istilah-istilah Inggris yang sudah lazim seperti commonwealth (persemakmuran) dan parliament (parlemen), Amerika Serikat justru menggunakan istilah-istilah Latin. Sistem pemerintahannya diberi nama republik (dari frasa res publica), lembaga legislatifnya diberi nama Senat (dari kata senatus), dan lembaga eksekutifnya diberi nama Presiden (dari kata praesidens).

Semangat yang sama juga melanda Prancis pada Zaman Revolusi dan Zaman Napoleon, manakala tatanan republik dan nilai-nilai kewiraan Romawi dijunjung tinggi oleh negara, tercermin pada arsitektur Panthéon dan Arc de Triomphe maupun lukisan-lukisan Jacques-Louis David. Pada Zaman Revolusi, Prancis mengulangi proses peralihan dari tatanan kerajaan ke tatanan kediktatoran, lantas berlanjut ke tatanan kekaisaran (lengkap dengan pemakaian lambang rajawali kekaisaran), sebagaimana yang pernah terjadi di Roma berabad-abad silam.

Yunani Kuno

Yunani Kuno adalah peradaban dalam sejarah Yunani yang dimulai dari periode Yunani Arkais pada abad ke-8 sampai ke-6 SM, hingga berahirnya Zaman Kuno dan dimulainya Abad Pertengahan Awal. Peradaban ini mencapai puncaknya pada periode Yunani Klasik, yang mulai berkembang pada abad ke-5 sampai ke-4 SM. Pada periode klasik ini Yunani dipimpin oleh negara-kota Athena dan berhasil menghalau serangan Kekaisaran Persia. Masa keemasan Athena berakhir dengan takluknya Athena kepada Sparta dalam Perang Peloponnesos pada tahun 404 SM. Seiring penaklukan oleh Aleksander Agung, kebudayaan Yunani, yang dikenal sebagai peradaban Hellenistik, berkembang mulai dari Asia Tengah sampai ujung barat Laut Tengah.

Istilah "Yunani Kuno" diterapkan pada wilayah yang menggunakan bahasa Yunani pada Zaman Kuno. Wilayahnya tidak hanya terbatas pada semenanjung Yunani modern, tetapi juga termasuk wilayah lain yang didiami orang-orang Yunani, di antaranya Siprus dan Kepulauan Aigea, pesisir Anatolia (saat itu disebut Ionia), Sisilia dan bagian selatan Italia (dikenal sebagai Yunani Besar), serta pemukiman Yunani lain yang tersebar sepanjang pantai Kolkhis, Illyria, Thrakia, Mesir, Kyrenaika, Galia selatan, Semenanjung Iberia timur dan timur laut, Iberia, dan Taurika.

Oleh sebagian besar sejarawan, peradaban ini dianggap merupakan peletak dasar bagi Peradaban Barat. Budaya Yunani memberi pengaruh kuat bagi Kekaisaran Romawi, yang selanjutnya meneruskan versinya ke bagian lain Eropa. Peradaban Yunani Kuno juga sangat berpengaruh pada bahasa, politik, sistem pendidikan, filsafat, ilmu, dan seni, mendorong Renaisans di Eropa Barat, dan bangkit kembali pada masa kebangkitan Neo-Klasik pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan Amerika.

Tidak ada kesepakatan yang tetap dan universal mengenai waktu awal dan akhir masa Antikuitas Klasik. Biasanya dimulai sejak abad ke-8 SM sampai abad ke-6 M, atau sekitar 1300 tahun.

Antikuitas Klasik di Yunani didahului oleh Zaman Kegelapan Yunani (1100 - 750 SM), yang secara arkeologis dicirikan dengan gaya tembikar protogeometris dan geometris, yang dilanjutkan oleh Periode Oriental, yaitu pengaruh yang kuat terhadap Yunani dari budaya Suriah-Hittit, Asiria, Punisia dan Mesir.

Secara tradisional, periode Arkais di Yunani kuno dimulai dari kuatnya pengaruh Oriental pada abad ke-8 SM, yang merupakan salah satu faktor yang menjadikan Yunani memiliki huruf alfabet sendiri. Dengan alfabet, muncullah karya tulis Yunani kuno, yang paling terkenal adalah buatan Homeros dan Hesiodos. Setelah periode Arkais, dimulailah periode Klasik sekitar 500 SM, yang pada gilirannya dilanjutkan oleh periode Hellenistik setelah kematian Aleksander Agung pada 323 SM.

Sejarah Yunani pada Antikuitas Klasik dapat dibagi menjadi beberapa periode berikut:

    Periode Arkais (750 - 500 SM) adalah ketika para seniman membuat patung berdiri dalam pose yang kaku dan keramat dengan 'senyum arkais'. Periode Arkais biasanya disebut berakhir dengan penggulingan kekuasaan tiran Athena yang terakhir pada 510 SM.
    Periode Klasik (500 - 323 SM) dicirikan dengan gaya yang oleh para pengamat berikutnya disebut sebagai contoh, atau klasik, misalnya Parthenon. Dalam politik, periode Klasik didominasi oleh Athena dan Liga Delos pada abad ke-5 SM, yang digantikan oleh Hegemoni Sparta pada awal abad ke-4 SM, sebelum kekuasaan beralih pada Thebes dan Liga Boiotia dan akhirnya pada Liga Korinthos yang dipimpin oleh Makedonia.
    Periode Hellenistik (323-146 SM) adalah ketika budaya dan kekuasaan Yunani menyebar sampai ke Timur Dekat dan Timur Tengah. Periode ini dimulai setelah kematian Aleksander Agung dan berakhir dengan penaklukan Yunani oleh Romawi.
    Yunani Romawi adalah periode yang berlangsung sejak Romawi menaklukan Korinthos dalam Pertempuran Korinthos pada 146 SM sampai didirikannya Bizantium oleh kaisar Konstantinus sebagai ibu kota Kekaisaran Romawi pada 330 SM.
    Fase akhir Antikuitas adalah periode Kristenisasi dari akhir abad ke-4 M sampai abad ke-6 M, biasanya disebut berakhir setelah ditutupnya Akademi Neoplatonik oleh kaisar Yustinianus I pada 529 M.

Historiografi

Periode bersejarah di Yunani kuno adalah unik dalam sejarah dunia karena merupakan periode pertama yang dibuktikan dengan adanya historiografi yang layak, sedangkan protosejarah dan sejarah kuno yang lebih awal lebih banyak diketahui melalui bukti situasional, misalnya annal, atau daftar raja, dan epigrafu pragmatis.

Herodotos dikenal secara luas sebagai "bapak sejarah", judul karyanya, Historia, menjadi asal kata untuk history. Karya Herodotos ditulis antara 450 SM sampai 420 SM dan cakupannya mencapai satu abad ke belakang, membahas tokoh-tokoh bersejarah dari abad ke-6 seperti Darius I dari Persia, Kambises II dan Psamtik III, serta menyinggung beberapa tokoh dari abad ke-8 semisal Kandaules.

Herodotos dilanjutkan oleh para penulis semacam Thukydides, Xenophon, Demosthenes, Plato dan Aristoteles. Sebagian besar dari para penulis ini adalah orang Athena atau pro-Athena, sehingga sejarah dan politik kota Athena lebih banyak diketahui daripada kota-kota lainnya. Cakupan mereka terbatas pada sejarah diplomasi, militer, dan politik, dan mengabaikan sejarah ekonomi dan sosial.

Sejarah

Periode Arkais dimulai pada abad ke-8 SM, ketika Yunani mulai bangkit dari Zaman Kegelapan yang ditandai dengan keruntuhan peradaban Mykenai. Peradaban baca-tulis telah musnah dan aksara Mykenai telah dilupakan, akan tetapi bangsa Yunani mengadopsi alfabet Punisia, memodifikasinya dan menciptakan alfabet Yunani. Sekitar abad ke-9 SM catatan tertulis mulai muncul.  Yunani saat itu terbagi-bagi menjadi banyak komunitas kecil yang berdaulat, terbentuk sesuai pola geografis Yunani, dimana setiap pulau, lembah, dan dataran terpisah satu sama lain oleh laut atau pengunungan.

Perang Lelantin (710–650 SM) adalah konflik yang berlangsung pada masa ini dan merupakan perang tertua yang berhasil terdokumentasikan dari masa Yunani kuno. Konflik ini adalah pertikaian antara Polis (negara kota) Khalkis dan Eretria dalam memperebutkan tanah Lelantina yang subur di Euboia. Kedua kota itu menderita kemunduran akibat lamanya perang, meskipun Khalkis menjadi pemenangnya.

Kaum saudagar berkembang pada paruh pertama abad ke-7 SM, ditunjukkan dengan diperkenalkannya mata uang koin sekitar 680 SM. Hal ini tampaknya menimbulkan ketegangan pada banyak negara kota. Rezim kaum aristokrat yang secara umum memerintah polis kini terancam oleh para saudagar kaya, yang pada gilirannya menginginkan juga kekuasaan politik. Sejak tahun 650 SM, para aristokrat harus berusaha supaya tidak digulingkan dan digantikan oleh tiran populis. Kata ini berasal dari kata Yunani non-peyoratif, τύραννος "("tyrannos"), bermakna 'penguasa tidak sah', meskipun gelar ini berlaku baik untuk pemimpin yang bagus maupun yang buruk.

Populasi yang bertambah dan kurangnya lahan tampaknya telah memicu perselisihan internal antara kaum kaya dan kaum miskin di banyak negara kota. Di Sparta, Perang Messenia terjadi dan akibatnya Messenia ditaklukan dan penduduknya dijadikan budak. Perang ini dimulai pada paruh kedua abad ke-8 SM, dan merupakan suatu tindakan tanpa pendahulu di Yunani kuno. Praktik ini memungkinkan terjadinya revolusi sosial. Penduduk yang diperbudak, yang kemudian disebut helot, dipaksa untuk bertani dan bekerja untuk rakyat Sparta, sementara semua lelaki Sparta menjadi prajurit dan masuk ke dalam Pasukan Sparta. Ini telah menjadikan Sparta sebagai negara yang termiliterisasi secara permanen. Bahkan orang kaya juga harus hidup dan berlatih sebagai prajurit seperti halnya kaum miskin. Penyetaraan ini bertujuan mengurangi potensi terjadinya konflik sosial antara kaum kaya dan kaum miskin. Reformasi ini disebut-sebut dilakukan oleh Lykurgos dari Sparta dan kemungkinan selesai pada 650 SM.

Athena menderita krisis tanah dan pertanian pada akhir abad ke-7 SM dan lagi-lagi mengalami perang saudara. arkhon (hakim kepala) Drako membuat beberapa perubahan terhadap kode hukum pada 621 SM, tetapi tindakan ini gagal meredakan konflik. Pada akhirnya reformasi terjadi berkat Solon (594 SM), yang memperbanyak tanah untuk orang miskin tetapi menempatkan kaum aristokrat sebagai pemegang kekuasaan. Reformasi ini cukup membuat Athena stabil.

Pada abad ke-6 SM beberapa negara kota telah tumbuh menjadi kekuatan dominan Yunani, antara lain Athena, Sparta, Korinthos, dan Thebes. Masing-masing menaklukkan wilayah pedesaan dan kota kecil sekitarnya. Sementara Athena dan Korinthos juga menjadi kekuatan maritim dan perdagangan terkemuka.

Pertumbuhan penduduk yang pesat pada abad ke-8 dan ke-7 SM telah mengakibatkan perpindahan penduduk Yunani ke koloni-koloninya di Yunani Besar (Italia selatan dan Sisilia), Asia Minor dan wilayah lainnya. Emigrasi ini berakhir pada abad ke-6 yang pada saat itu dunia Yunani, secara budaya dan bahasa, mencakup kawasan yang jauh lebih luas dari negara Yunani sekarang. Koloni Yunani ini tidak diperintah oleh kota pembangunnya, meskipun mereka tetap menjalin hubungan keagamaan dan perdagangan.

Pada periode ini, perkembangan yang pesat dalam bidang ekonomi terjadi di Yunani dan juga di daerah-daerah koloninya, yang menikmati kemajuan dalam perdagangan dan manufaktur. Periode ini juga ditandai dengan meningkatnya standar hidup di Yunani dan koloninya. Beberapa studi memperkirakan bahwa rata-rata ukuran rumah tangga Yunani, pada periode 800 SM sampai 300 SM, meningkat sampai lima kali lipat, yang mengindikasikan adanya peningkatan tajam dalam hal pendapatan para penduduknya.

Pada paruh kedua abad ke-6 SM, Athena jatuh dalam cengkeraman tirani Peisistratos dan putranya; Hippias dan Hipparkhos. Akan tetapi pada tahun 510 SM pada pelantikan aristokrat Athena Keisthenes, raja Sparta Kleomenes I membantu rakyat Athena menggulingkan sang tiran. Setelah itu Sparta dan Athena berulang kali saling serang, pada suatu saat Kleomenes I mengangkat Isagoras yang pro-Sparta menjadi arkhon Athena. Untuk mencegah Athena menjadi negara boneka Sparta, Kleisthenes meminta warga Athena untuk melakukan suatu revolusi politik: bahwa semua warga Athena memiliki hak dan kewajiban politik yang sama tanpa memandang status: dengan demikian Athena menjadi "demokrasi". Gagasan ini disambut oleh warga Athena dengan bersemangat sehingga setelah berhasil menggulingkan Isagoras dan menerapkan reformasi Kleisthenes, Athena dengan mudah berhasil menangkal tiga kali serangan Sparta yang berusaha mengembalikan kekuasaan Isagoras. Bangkitnya demokrasi memulihkan kekuatan Athena dan memicu dimulainya 'masa keemasan' Athena.

Yunani Klasik

Athena dan Sparta bersekutu untuk menghadapi ancaman asing yang sangat kuat dan berbahaya, Kekaisaran Persia. Setelah menindas Pemberontakan Ionia, Kaisar Darius I dari Persia, Maharaja Kekaisaran Akhemeniyah memutuskan untuk menaklukan Yunani. Serangan Persia pada tahun 490 SM diakhiri dengan kemenangan Athena dalam Pertempuran Marathon di bawah kepemimpina Miltiades Muda.

Xerxes I, putra dan pewaris Darius I, mencoba kembali menaklukan Yunani 10 tahun kemudian. Akan tetapi pasukan Persia yang berjumlah besar menderita banyak korban dalam Pertempuran Thermopylae, dan persekutuan Yunani menang dalam Pertempuran Slamis dan Pertempuran Plataia. Perang Yunani-Persia berlangsung hingga 449 SM, dipimpin oleh Athena serta Liga Delosnya, pada saat ini Makedonia, Thrakia, dan Kepulauan Aigea serta Ionia semua terbebas dari pengaruh Persia.

Posisi dominan kemaharajaan maritim Athena mengancam posisi Sparta dengan Liga Peloponnesos-nya, yang meliputi kota-kota di daratan Yunani. Konflik tak terhindarkan ini berujung pada Perang Peloponnesos (431-404 SM). Meskipun berulang kali berhasil menghambat perang, Athena berulang kali terpukul mundur. Wabah Wabah penyakit yang menimpa Athena pada 430 SM disusul kegagalan ekspedisi militer ke Sisilia sangat melemahkan Athena. Diduga sepertiga warga Athena tewas, termasuk Perikles, pemimpin mereka.

Sparta berhasil memancing pemberontakan para sekutu Athena, dan akhirnya melumpuhkan kekuatan militer Athena. Peristiwa penting terjadi pada 405 SM ketika Sparta berhasil memotong jalur suplai pangan Athena dari Hellespont. Terpaksa menyerang, armada angkatan laut Athena yang pincang dihancurkan oleh pasukan Sparta di bawah pimpinan Lysandros dalam Pertempuran Aigospotami. Pada 404 SM Athena mengajukan permohonan perdamaian, dan Sparta menentukan persyaratannya; Athena harus kehilangan tembok kotanya (termasuk Tembok Panjang), armada lautnya, dan seluruh koloninya di seberang laut.

Abad ke-4 SM

Yunani memasuki abad ke-4 SM di bawah hegemoni Sparta, akan tetapi jelas dari awal bahwa Sparta memiliki kelemahan. Krisis demografi menyebabkan kekuasaan Sparta terlalu meluas sedangkan kemampuannya terbatas untuk mengelolanya. Pada 395 SM Athena, Argos, Thebes, dan Korinthos merasa mampu menantang dominasi Sparta, yang berujung pada Perang Korinthios (395-387 SM). Perang ini berakhir dengan status quo, dengan diselingi intervensi Persia atas nama Sparta.

Hegemoni Sparta berlangsung trus selama 16 tahun setelah peristiwa itu, hingga Sparta berusaha memaksakan kehendanya kepada warga Thebes, Sparta kalah telak dalam Pertempuran Leuktra pada tahun 371 SM. Jenderal Thebes Epaminondas memimpin pasukan Thebes memasuki semenanjung Peloponesos, sehingga banyak negara-kota memutuskan hubungannya dengan Sparta. Pasukan Thebes berhasil memasuki Messenia dan membebaskan rakyatnya.

Kehilangan tanah dan penduduk jajahan, Sparta jatuh menjadi kekuatan kelas dua. Hegemoni Thebes kemudian berdiri meski berusia singkat. Dalam Pertempuran Mantinea pada tahun 362 SM melawan Sparta dan sekutunya, Thebes kehilangan pemimpin pentingnya, Epamonides, meskipun mereka meraih kemenangan. Akibat kekalahan ini, baik Thebes maupun Sparta sama-sama menderita kerugian besar sehingga tak satupun di antara mereka atau sekutunya yang dapat meraih dominasi di Yunani.

Melemahnya berbagai negara-kota di jantung Yunani terjadi bersamaan dengan bangkitnya Makedonia, yang dipimpin oleh Philippos II. Dalam waktu dua puluh tahun, Philipos berhasil mempersatukan kerajaannya, memperluasnya ke utara dengan memojokkan suku-suku Illyria, dan kemudian menaklukkan Thessalia dan Thrakia. Kesuksesannya terjadi berkat inovasinya, yang mereformasi pasukan Makedonia. Berulang kali Philippos campur tangan dalam urusan politik negara-kota di selatan, yang berujung pada invasinya pada tahun 338 SM.

Setelah mengalahkan gabungan tentara Athena dan Thebes secara telak dalam Pertempuran Khaironeia pada tahun 338 SM, Philippos secara de facto menjadi hegemon seluruh Yunan, kecuali Sparta. Ia memaksa mayoritas negara-kota Yunani untuk bergabung ke dalam Liga Korinthos dan bersekutu dengannya, serta mencegah mereka saling menyerang. Philiposp memulai serangan terhadap Kekaisaran Akhemeniyah, akan tetapi ia dibunuh oleh Pausanias dari Orestis pada awal konflik.

Aleksander Agung, putra dan pewaris Philippos, melanjutkan perang. Aleksander mengalahkan Darius III dari Persia dan menghancurkan Kekaisaran Akhemeniyah sepenuhnya, serta memasukkannya ke dalam Kekaisaran Makedonia. Karena kehebatannya, ia memperoleh gelar 'Agung'. Kerika Aleksander wafat pada 323 SM, kekuasaan dan pengaruh Yunani berada pada puncaknya. Terjadi perubahan politik, sosial dan budaya yang mendasar; semakin menjauh dari polis (negara-kota) dan lebih bekembang menjadi kebudayaan Hellenistik.

Yunani Hellenistik

Periode Hellenistik bermula pada 323 SM, ditandai dengan berakhirnya penaklukan Aleksander Agung, dan diakhiri dengan penaklukan Yunani oleh Republik Romawi pada 146 SM. Meskipun demikian berdirinya kekuasaan Romawi tidak memutuskan kesinambungan sistem sosial kemasyarakatan dan budaya Yunani, yang tetap tidak berubah hingga bangkitnya agama Kristen, yang menandai runtuhnya kemerdekaan politik Yunani.

Teknologi Yunani kuno

Teknologi Yunani kuno berkembang pada abad ke-5 SM, berlanjut dan meliputi periode Romawi, dan setelahnya. Penemuan-penemuan yang dianggap dibuat oleh bangsa Yunani kuno meliputi gir, sekrup, kincir putar, pers sekrum, teknik pemasangan perunggu, jam air, organ air, katapult torsi, penggunaan uap untuk mengoperasikan beberapa mesin dan mainan eksperimental, dan sebuah chart untuk menemukan bilangan prima. Beberapa temuan tersebut terjadi pada akhir periode Yunani, seringkali terinspirasi oleh kebutuhan senjata dan taktik perang. Namun, penggunaan damai ditampilkan oleh pengembangan awal kincir air, sebuah perangkat yang dieksplorasi lebih lanjut pada skala besar oleh bangsa Romawi. Mereka mengembangkan alat ukur dan matematika untuk sebuah kemajuan, dan beberapa kemajuan teknik mereka diterbitkan oleh para filsuf, seperti Archimedes dan Heron.