Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Feb 9, 2020

Jatuhnya Kekaisaran Romawi Timur

Jatuhnya Kekaisaran Romawi Timur ke tangan Turki yang dipimpin oleh Mehmed II Sang Penakluk pada tanggal 29 Mei 1453 (Kalender Julian), merupakan peristiwa penting yang merupakan salah satu penanda berakhirnya Abad Pertengahan. Pergantian kekuasaan dari Kekaisaran Romawi Timur kepada Kesultanan Utsmaniyah ini menyebabkan jalur perdagangan antara Eropa dan Asia Barat di Laut Tengah terputus. Persediaan rempah-rempah untuk dunia Kristen yang dulunya bisa didapatkan di Konstantinopel tidak tersedia lagi karena konflik antar agama Kristen dan Islam. Para pedagang terpaksa mencari jalur lain ke sumber rempah-rempah dan hal tersebut membawa bangsa Eropa ke India dan kepulauan Nusantara.

Serangan terakhir

Lukisan oleh pelukis Yunani Theophilos Hatzimihail menggambarkan pertempuran di dalam kota, Konstantinus terlihat menunggangi kuda putih.


Pengepungan Konstantinopel, dibuat 1499.

Persiapan untuk serangan terakhir dimulai pada petang 26 Mei dan berlanjut keesokan harinya. Selama 36 jam setelah dewan perang memutuskan untuk menyerang, Utsmaniyah secara besar-besaran menggerakkan tentara mereka untuk melancarkan serangan umum.[29] Tentara diberi kesempatan untuk berdoa dan beristirahat pada tanggal 28. Di pihak Bizantium, suatu armada kecil Venesia dengan 12 kapal, setelah menyusuri Aigeia, tiba di ibu kota pada 27 Mei dan melaporkan kepada Kaisar bahwa tidak ada armada bantuan Venesia yang besar yang akan datang. Pada 28 Mei, ketika Utsmaniyah bersiap untuk serangan terakhir, prosesi keagamaan berskala besar digelar di dalam kota. Saat petang suatu upacara khidmat digelar di Hagia Sophia, di mana Kaisar dan perwakilan gereja Latin dan Yunani ikut serta, bersama-sama dengan kaum bangsawan dari kedua pihak.

Tidak lama setelah tengah malam pada 29 Mei serangan mati-matian dimulai. Pasukan Kristen Kekaisaran Utsmaniyah menyerang pertama kali, diikuti oleh gelombang serangan berturut-turut oleh azap ireguler, yang miskin pelatihan dan perlengkapan, serta pasukan Anatolia yang berfokus pada bagian dinding Blachernai di barat laut kota, yang telah rusak oleh meriam. Bagian ini dibuat lebih tua, pada abad kesebelas, dan jauh lebih lemah. Pasukan Anatolia berhasil menembus bagian dinding ini dan memasuki kota namun dengan cepat dihalau keluar oleh pasukan bertahan. Akhirnya, seiring pertempuran terus berlanjur, gelombang terakhir, yang terdiri atas Yanisari elit, menyerang dinding kota. Jenderal Genoa yang memimpin serangan darat,   Giovanni Giustiniani, terluka parah selama serangan, dan evakuasinya dari benteng memicu kepanikan di kalangan pasukan bertahan. Giustiniani dibawa ke Khios, di mana dia meninggal akibat lukanya beberapa hari kemudian.

Dengan mundurnya pasukan Genoa yang dipimpin Giustiniani ke dalam kota dan menuju pelabuhan, Konstantinus dan pasukannya, kini tinggal berjuang sendirian, terus bertempur dan mampu menahan Yanisari untuk sementara, tapi akhirnya mereka tidak mampu menghentikan Yanisari memasuki kota. Pasukan bertahan juga kewalahan di beberapa titik di bagian Konstantinus. Ketika bendera Utsmaniyah berkibar di atas sebuah gerbang belakang kecil, Kerkoporta, yang terbuka, kepanikan merebak, dan pertahanan pun runtuh, seiring Yanisari, yang dipimpin oleh Ulubatlı Hasan terus menekan. Tentara Yunani berlarian ke rumah untuk melindungi keluarga, tentara Venesia berlarian ke kapal-kapal mereka, dan beberapa tentara Genoa melarikan diri ke Galata. Sisanya bunuh diri dengan melompat dari dinding kota atau menyerah. Rumah-rumah Yunani yang paling dekat dengan kota adalah yang pertama mengalami penyerangan oleh Utsmaniyah. Disebutkan bahwa Konstantinus, melepaskan regalia ungunya, memimpin serangan terakhir terhadap pasukan Utsmaniyah yang berdatangan, dan meninggal dalam bentrokan yang terjadi di jalanan besama para tentaranya. Di pihak lain, Nicolò Barbaro, seorang saksi mata Venesia selama pengepungan, menulis dalam buku hariannya bahwa dikatakan bahwa Konstantinus gantung diri ketika Utsmaniyah menembus gerbang San Romano, meskipun nasib akhirnya tak diketahui.

Setelah serangan awal, pasukan Utsmaniyah menyebar di sepanjang kalanan kota, Mese, melewatkan forum-forum besar, dan melewatkan Gereja Rasul Suci, yang diinginkan oleh Mehmed II untuk dijadikan tempat kedudukan patriark yang akan ditunjuknya, yang akan membantunya untuk lebih baik dalam mengendalikan rakyat Kristennya. Mehmed II telah mengirim tentara untuk melindungi bangunan-bangunan penting seperti gereja tersebut.

Beberapa penduduk sipil yang beruntung berhasil melarikan diri. Ketika orang Venesia melarikan diri ke kapal-kapal mereka, Utsmaniyah telah merebut dinding Tanduk Emas, namun tentara Ustmaniyah tidak membunuh mereka karena lebih tertarik untuk menjarah rumah-rumah di kota. Akibatnya, Tanduk Emas diabaikan sehingga orang Venesia berhasil selamat. Kapten Venesia memerintahkan anak buahnya untuk mendobrak gerbang Tanduk Emas, lalu mengisi kapal dengan tentara Venesia dan pengungsi dari kota. Segera setelah mereka pergi, beberapa kapal Genoa dan bahkan kapal-kapal kekaisaran mengikuti mereka keluar dari Tanduk Emas. Tak lama setelah itu, Angkatan Laut Utsmaniyah kembali menguasai Tanduk Emas pada tengah hari.

Pasukan Utsmaniyah mendatangi Augusteum, lapangan luas di depan gereja Hagia Sophia yang gerbang perunggunya dihalangi oleh kerumunan penduduk sipil di dalam bangunan yang mengharapkan bantuan dari Tuhan. Setelah pintunya didobrak, tentara Utsmaniyah memisahkan orang-orang berdasarkan kemungkinan harga mereka di pasar budak. Mehmed II mengizinkan pasukannya menjarah kota selama tiga hari sesuai adat. Para tentara memperebutkan sejumlah rampasan perang. Menurut ahli bedah Venesia Nicolò Barbaro "sepanjang hari pasukan Turk membantai banyak sekali orang Kristen di seluruh kota". Menurut Philip Mansel, ribuan penduduk sipil dibunuh dan 30.000 penduduk sipil diperbudak atau diusir. 


Pasca penaklukan

Sultan berdiam di Konstantinopel selama 23 hari lamanya pasca penaklulan, menyelesaikan segala urusan-urusannya, dan mengatur pengelolaan kota yang baru ditakluk itu. Dalam pada tempoh itu, ia membuka satu permulaan daripada dekritnya soal kota itu, bahwa Konstantinopel dijadikannya sebagai ibu kota. Tak hanya sekadar ibu kota negaranya, tapi ibu kota Islam yang akbar. Untuk itu, dirobahlah nama kota Konstantinopel menjadi "Islambul" awalnya pada bahasa Turki, atau kalau di-Indonesiakan bermakna "Takhta Islam" atau "Negeri Islam". Sesudahnya ia mengambil gelar "al-Fātih" (Arab:Penakluk), dan "Abul-Fath" (Arab:Bapak Penakluk), karenanya ia dikenal dengan nama "Muhammad al-Fātih". Dalam bahasa Turki Utsmaniyah: ia ditulis فاتح سُلطان مُحمَّد خان ثانى atau "Fatih Sultan Muhammad Khan Tsani". Di bahasa Turki modern ia ditulis dengan sebutan "Fâtih Sultan Mehmed Han II".

No comments: