Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Feb 22, 2018

Kerajaan Israel Utara

Jatuhnya Kerajaan Israel Utara terjadi sekitar tahun 722/721 SM. Pembuangan ini tidak terlepas dari ekspansi kerajaan Asyur yang bangkit sebagai kekuatan besar di dunia Timur Dekat Kuno pada awal abad ke-8 SM. Secara teologis, pembuangan ini dimaknai sebagai hukuman Tuhan untuk ketidaktaatan raja-raja Israel. 

Ancaman dari Asyur

Di bawah pemerintahan raja Adad Nirari II (912-890 SM), Asyur bangkit sebagai kekuatan baru di dunia Timur Dekat Kuno. Raja berikutnya, Asshur-nasir-pal II, (883-850) berhasil memperluas wilayah Asyur ke arah Barat hingga ke pantai timur Laut Tengah. Di tempat inilah, posisi Asyur menjadi sangat strategis dan menjadi ancaman serius bagi negara-negara yang ada di Palestina dan sekitarnya. 

Perang Melawan Asyur

Keterangan di Alkitab memperlihatkan bahwa Israel beberapa kali melakukan pertempuran dengan Asyur. Pertempuran pertama (sekitar tahun 853 sM) terjadi di Qarqar, di tepi sungai Orontes. Pada pertempuran ini Ahab, raja Israel, berhasil menahan ekspansi Asyur yang dipimpin oleh raja Shalmanaser III. Setelah peristiwa ini, Israel menghadapi konflik internal yang ditandai dengan pergantian kekuasaan dari dinasti Omri ke Yehu. Di bawah pemerintahan Yehu, konfrontasi Israel utara dengan ayur dihentikan dengan jalan membayar upeti kepada Asyur. 

Pada akhir abad ke-8 SM, tekanan Asyur terhadap Israel Utara melemah. Sebagian besar pasukan ditarik kembali untuk menghadapi serangan Urartu. Situasi ini dimanfaatkan oleh Israel utara untuk bangkit dan mencapai kemakmuran di bawah pemerintahan Yerobeam II. Akan tetapi, Asyur di bawah pimpinan raja Tiglat-Pileser III kembali menyerang wilayah Palestina. Mereka berhasil menguasai beberapa wilayah Israel (2 Raja-raja 15: 2; 16:5-9; Yesaya 7:1-7) dan mewajibkan Israel membayar upeti. 

Orang-orang Israel dibuang

Pada tahun 727, terjadi pergantiaan kekuasaan di Asyur. Salmanaser V naik takhta menggantikan Tiglat-pileser III. Situasi ini dimanfaatkan oleh raja Israel untuk memberontak. Israel menolak membayar upeti dan mencari bantuan kepada raja So dari Mesir. Hal ini membuat Salmaneser V dan pasukannnya mengepung Israel. Dalam pengepungan ini, raja Salmaneser V meninggal dunia dan digantikan oleh raja Sargon II. Di bawah pimpinan Sargon II, Israel akhirnya ditaklukkan setelah dikepung selama 2 tahun. Orang-orang Israel kemudian dibuang ke berbagai wilayah taklukan Asyur, khususnya ke Hala, Gozan, dan kota-kota Madai. Sementara itu, agar Israel tidak kosong, orang-orang dari daerah lain yang ditaklukkan oleh Asyur, seperti dari Babel, Kuta, Awa, Hamat, dan Sewardim ditempatkan di Israel. Taktik pembuangan seperti ini merupakan kebijakan politik Asyur untuk mencegah terjadinya pemberontakan dari bangsa-bangsa yang telah ditaklukkannya. 

Respon Penulis-penulis Israel terhadap Penaklukan Israel

Beberapa tulisan yang muncul dalam kitab-kitab orang Israel menilai pembuangan ini sebagai bentuk hukuman Tuhan untuk ketidaktaatan mereka. 

Kitab Raja-raja: Hal itu terjadi, karena orang Israel telah berdosa kepada TUHAN, Allah mereka, yang telah menuntun mereka dari tanah Mesir dari kekuasaan Firaun, raja Mesir, dan karena mereka telah menyembah allah lain, dan telah hidup menurut adat istiadat bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel, dan menurut ketetapan yang telah dibuat raja-raja Israel…Mereka mendirikan bukit-bukit pengorbanan di manapun mereka diam, baik dekat menara penjagaan maupun di kota yang berkubu; mereka mendirikan tugu-tugu berhala dan tiang-tiang berhala di atas setiap bukit yang tinggi dan di bawah setiap pohon yang rimbun..Mereka menolak ketetapan-Nya dan perjanjian-Nya, yang telah diadakan dengan nenek moyang mereka, juga peraturan-peraturan-Nya yang telah diperingatkan-Nya kepada mereka; mereka mengikuti dewa kesia-siaan, sehingga mereka mengikuti bangsa-bangsa yang di sekeliling mereka, walaupun TUHAN telah memerintahkan kepada mereka: janganlah berbuat seperti mereka itu…Sebab itu TUHAN sangat murka kepada Israel, dan menjauhkan mereka dari hadapan-Nya. (2 Raja-raja 17:7-8, 9b-10, 15, 18a)

Kitab Amos: Beginilah firman TUHAN: "Karena tiga perbuatan jahat Israel, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara; anak dan ayah pergi menjamah seorang perempuan muda, sehingga melanggar kekudusan nama-Ku; mereka merebahkan diri di samping setiap mezbah di atas pakaian gadaian orang, dan minum anggur orang-orang yang kena denda di rumah Allah mereka. (Amos 2:6-8)Dan Aku akan membawa kamu ke dalam pembuangan jauh ke seberang Damsyik, firman TUHAN, yang nama-Nya Allah semesta alam(Amos 5:27).

Kitab Hosea: Perbuatan-perbuatan mereka tidak mengizinkan mereka berbalik kepada Allah mereka, sebab roh perzinahan ada di antara mereka, dan mereka tidak mengenal TUHAN (Hosea 5:4)Tiuplah sangkakala! Serangan laksana rajawali atas rumah TUHAN! Oleh karena mereka telah melangkahi perjanjian-Ku dan telah mendurhaka terhadap pengajaran-Ku. Kepada-Ku mereka berseru-seru: "Ya Allahku, kami, Israel mengenal Engkau!" Israel telah menolak yang baik--biarlah musuh mengejar dia! (Hosea 8: 1-3)

Perkembangan Kemudian

Kekalahan Israel dari Asyur membuat kerajaan ini hilang untuk selamanya. Samaria yang yang menjadi ibukota kerajaan ini memang terus ada, namun kebijakan politik Asyur membuat kota ini tidak lagi identik dengan Israel. Orang-orang yang tinggal di dalamnya adalah bangsa campuran yang masing-masing memiliki ilah. Ini jugalah yang membuat orang Yahudi di kemudian hari tidak pernah mengakui penduduk Samaria sebagai saudara mereka. 

Suku yang Hilang

Sekitar tahun 1900 SM, ada seorang Ibrani yang bernama Yakub yang merupakan leluhur Bangsa Israel. Nama Yakub kemudian diganti menjadi Israel. Israel memiliki 12 orang anak, Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Zebulon, Isakhar, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Benyamin. Keturunan merekalah yang disebut dengan ke-12 Suku Israel. Ke-12 Suku ini disebut sebagai "orang Israel".

Setelah mereka menduduki tanah Kanaan, Suku Lewi tidak mendapatkan daerah warisan karena mereka adalah Suku spesial, yaitu Suku para Imam. Suku Yusuf maka dibagi menjadi dua menurut anak-anak Yusuf, yaitu Manasye dan Efraim (karena Yusuf mendapat berkat ganda dari ayahnya, Israel). Demikianlah tanah Kanaan dibagi menjadi 12 bagian oleh orang Israel.

Kedua belas suku Israel mencapai puncak kejayaannya pada pemerintahan Raja Salomo pada abad ke-10 SM. Namun setelah kematian Salomo, Kerajaan Israel terpecah menjadi dua, menjadi Kerajaan Israel Utara (yang disebut "Kerajaan Israel") dengan 10 suku, dan Kerajaan Israel Selatan (yang disebut "Kerajaan Yehuda") hanya dengan suku Yehuda dan suku Benyamin. Kerajaan Israel beribukota di Samaria dan Kerajaan Yehuda/Yudea beribukota di Yerusalem. Kata "Yahudi" dipakai untuk menyebut keturunan dari Kerajaan selatan ini, yang akhirnya membentuk Negara Israel modern, dengan demikian merujuk pada orang Israel modern.

Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' berasal dari Kerajaan utara, sementara Suku Yehuda dan Benyamin bergabung dengan Kerajaan selatan. Pada abad kedelapan SM Kerajaan utara ditaklukkan oleh Bangsa Asiria dari Kekaisaran Asiria, dan kesepuluh Suku Israel tersebut ditawan dan dipaksa untuk pergi ke Negeri Asiria. Mereka tidak pernah kembali lagi dan tidak ada catatan tentang mereka lagi. Merekalah yang disebut dengan Sepuluh Suku Utara Israel yang ‘Hilang’.

Mengenai Suku Simeon yang tidak banyak disebutkan dan dipercaya telah tercerai-berai sejak kematian Yakub, beberapa sumber menggabungkan Suku ini dengan kesepuluh Suku yang ‘hilang’ dari utara, namun beberapa lainnya menggabungkannya dengan Kerajaan selatan, dan posisinya dalam 'kesepuluh' Suku digantikan oleh 'Manasye barat' dan 'Manasye timur' (Suku Manasye yang besar memiliki dua bagian tanah, satu di tepi barat sungai Yordan, dan satu di sebelah timurnya).

12 Suku Israel
Menurut kitab suci Yahudi dan Kristen, Yakub mempunyai 12 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang tercatat (Dina) dari 2 istri dan 2 gundik, yaitu (dengan urutan kelahiran dalam tanda kurung):

Lea : Ruben(1) , Simeon(2) , Lewi(3) , Yehuda(4) , Isakhar(9), Zebulon(10), Dina(P)
Rahel : Yusuf(11) , Benyamin(12)
Bilha : Dan(5) , Naftali(6)
Zilpa : Gad(7) , Asyer(8)

Kedua belas anak laki-laki ini kelak menjadi bapak leluhur dari "Dua belas suku Israel". Ketika Musa, Eleazar, Yosua dan para kepala suku-suku Israel membagi tanah Israel pada 12 suku ini, Suku Lewi tidak mendapatkan bagiannya karena suku ini dikhususkan untuk menjadi imam. Suku Yusuf, atas wasiat Yakub sebelum meninggal, mendapatkan dua bagian tanah melalui Suku Efraim dan Manasye, yang merupakan keturunan dari dua putra Yusuf dari Asnat, istrinya yang berasal dari Mesir.[1]

Suku Yehuda, dan Suku Benyamin bergabung membentuk Kerajaan Yehuda/Yudea, yang dipercaya merupakan cikal bakal dari bangsa Yahudi yang hidup saat ini. Suku Lewi yang memiliki tugas keagamaan sama sekali tidak memiliki tanah (hanya menguasai area Bait Suci dan 6 kota sisa). Sedangkan suku lainnya (Ruben, Simeon, Isakhar, Zebulon, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Efraim, Manasye Timur, dan Manasye Barat) merupakan bagian dari Kerajaan Israel Utara yang nantinya dinyatakan sebagai "Suku yang Hilang".

Kerajaan Israel Utara
Setelah perang saudara di waktu pemerintahan Rehabeam, anak dari Raja Salomo, 10 Suku melepaskan diri dari Kerajaan utama dan membuat Kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Israel Utara. 10 Suku ini terdiri dari 9 Suku (yang memiliki hak tanah) yaitu Suku Zebulon, Isakhar, Asyer, Naftali, Dan, Manasye, Efraim, Ruben dan Gad, dan beberapa anggota dari Suku Lewi yang tidak memiliki hak tanah. Suku Simeon tidak disebut sama sekali dalam Alkitab dan banyak yang percaya bahwa Suku ini telah tercerai berai sejak kembali dari Mesir.

Kerajaan Israel Selatan atau Yehuda/Yudea, beribukota di Yerusalem dan dipimpin oleh Raja Rehabeam. Kerajaan ini memiliki penduduk dari Suku Yehuda dan Benyamin (dan juga oleh beberapa anggota Lewi dan Simeon yang masih tersisa).

Penaklukan Bangsa Asing
Pada tahun 721 SM [Samaria] sebagai ibuKota Kerajaan Israel Utara diserbu oleh pasukan Asyur (Asiria) yang dipimpin oleh Salmaneser V dan dilanjutkan oleh Sargon II. Dan satu tahun kemudian Samaria takluk dan dihancurkan. Penduduk Kerajaan Israel Utara yang terdiri dari 10 suku Israel (suku Yehuda dan suku Benyamin tidak termasuk di dalamnya) diasingkan dan dibuang ke Khorasan, yang sekarang merupakan bagian dari Iran Timur dan Afganistan Barat. Suku-suku ini dipercaya oleh bangsa Yahudi sekarang telah hilang dari sejarah, karena melebur dengan suku-suku bangsa tempat mereka tinggal.

Perang pun terus berlanjut di Timur Tengah. Bangsa-bangsa kuat saling beradu satu sama lain memperebutkan kawasan Timur Tengah. Pada tahun 603 SM, kekuasaan bangsa Asyur ("Asiria") digantikan oleh bangsa Babel ("Babilonia"). Pada masa kekuasaan Babel, Kerajaan Israel Selatan atau Kerajaan Yehuda jatuh, dan Yerusalem dihancurkan (587/586 SM). Setelah itu berlangsunglah masa pembuangan di Babel. 50 tahun kemudian, 538 SM, Kekaisaran Persia merebut kekuasaan Babel. Sebagian Suku Yehuda dan Benyamin diperkenankan untuk kembali ke Yudea. Namun sepuluh Suku Israel lainnya, penduduk Kerajaan Israel Utara, tidak pernah disebutkan kembali sebagaimana dua suku itu, sehingga mereka dijuluki sebagai "Sepuluh Suku (Utara) Israel yang 'Hilang'".

Tulisan Flavius Yosefus tentang Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang'
Dalam Alkitab Perjanjian Lama 2 Raja-raja 18:11 tertulis
Raja Asyur mengangkut orang Israel ke dalam pembuangan ke Asyur dan menempatkan mereka di Halah, pada sungai Habor, yakni sungai Negeri Gozan, dan di Kota-Kota orang Madai
Tempat-tempat ini sekarang terletak pada bagian utara Irak dan sebelah barat laut Iran yang disebut Kurdistan. Kesepuluh Suku Israel tersebut mulanya diangkut ke sana.

Menurut sejarawan kuno Flavius Yosefus yang hidup pada abad pertama Masehi, di mana ia menulis tentang keberadaan kesepuluh Suku tersebut: "... kesepuluh Suku yang berada di Efrat hingga sekarang, dan yang berjumlah sangat besar, yang jumlahnya tidak dapat diperkirakan." (Antiquitates Iudaicae 11:2)

Yosefus menulis bahwa pada abad pertama Masehi kesepuluh Suku Israel hidup dalam jumlah yang sangat besar di seberang Sungai Efrat. Hal ini mungkin berarti bahwa beberapa dari mereka tersebar ke sebelah timur sungai Efrat.

Pathans (Pasthun) di Afghanistan & Pakistan

Pathans atau Pasthun menganggap diri mereka sebagai anak-anak Israel, meskipun mereka beragama Islam. Bangsa Pasthun memiliki kemiripan dengan kebiasaan Israel kuno. Bangsa Pasthun kini tinggal di perbatasan Afghanistan-Pakistan. Mereka disebut Afghans atau Pishtus menurut bahasanya. Di Afghanistan, jumlah mereka sekitar enam juta jiwa, dan di Pakistan sekitar tujuh hingga delapan juta jiwa dan dua juta jiwa lagi hidup seperti Suku Badui. Bukti-bukti yang menarik adalah beberapa nama Suku-suku yang sama dengan Suku-suku Israel seperti:

"Suku Harabni" yakni Ruben,
Suku Shinwari adalah Simeon,
Suku Levani - Lewi,
Suku Daftani - Naftali,
Suku Jaji - Gad,
Suku Ashuri - Asyer,
Suku Yusuf Su, anak-anak Yusuf,
Suku Afridi - Efraim, dan seterusnya.

Pathans atau Pasthun mengaku mempunyai hubungan dengan Kerajaan Israel kuno dari Suku Benyamin dan keluarga Saul. Menurut tradisi, Saul mempunyai seorang anak, bernama Yeremia yang memiliki anak bernama Afghana.

Menurut Alkitab, terutama Kitab 2 Raja-raja, Kitab 1 Tawarikh dan Kitab 2 Tawarikh, sepuluh suku Israel dibuang ke Halah, Havor, sungai Gozan dan Kota-Kota Madai. Beberapa kemiripan Tradisi Pasthun dengan Israel kuno: memiliki sunat untuk anak laki-laki pada hari kedelapan, Patrilineal (Garis Bapak), menggunakan Talith (Jubah Doa) Tsitsit, pernikahan (Hupah), kebiasaan kaum wanita (pembasuhan di sungai), pernikahan dari pihak keluarga ibu atau bapak (Yibbum), Sangat menghormati bapak, larangan memakan daging kuda dan unta, Shabbat dengan menyiapkan 12 roti Hallah, menghidupkan lilin pada saat Shabbat, hari Yom Kippur, menyembuhkan penyakit dengan bantuan kitab Mazmur (menempatkan kitab Mazmur dibawah kepada pasien, nama-nama Ibrani di desa-desa dan menyebut nama Musa, dan menggunakan simbol bintang Daud. Mereka hidup sebagai Suku-suku yang terpencar dan memiliki hukum tradisi yakni Pashtunwali atau hukum Pasthun yang mirip dengan hukum Taurat. Pasthun bertradisi pernikahan ipar, yang mengharuskan saudara laki-laki menikahi janda saudaranya yang meninggal tanpa keturunan, sama seperti Israel kuno (Ulangan 25:5-6). Pasthun juga bertradisi mengorbankan kambing-domba penebusan, sama seperti masa Israel kuno yang membebankan dosa seluruh Bangsa pada domba yang diusir ke gurun dan disembelih (Imamat 16).

Kashmir di India bagian utara

Di India bagian utara yakni Kashmir terdapat sekitar 5-7 juta jiwa. Terdapat nama Ibrani di lembah dan di desa-desa di Kashmir seperti Har Nevo, Beit Peor, Pisga, Heshubon. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa Bangsa Kashmir keturunan Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' pada pembuangan tahun 722 SM. Penampilan fisik mereka berbeda dengan umumnya orang India. Tradisi mereka memang mengindikasikan perbedaan asal-usul. Orang Kashmir memiliki hari raya Paskah pada musim semi, saat dilakukan penyesuaian perbedaan penanggalan candra dan surya, dengan cara seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi. Mereka memang menyebut diri sebagai Bene Israel, Anak-anak Israel. Orang Kashmiri menghormati Sabbath (beristirahat dari semua jenis kerja); menyunat bayi pada usia delapan bulan (di Alkitab, Kejadian 17:12: 8 hari); tidak makan ikan yang tak bersisik dan bersirip (Imamat 11), dan merayakan beberapa Hari Raya Yahudi lainnya, tetapi tidak yang berasal dari setelah kehancuran Bait Allah pertama (seperti Hannukah).

Shin-lung (Bnei Manasye) di sekitar perbatasan India-Myanmar
Di kawasan pegunungan di kedua sisi perbatasan India-Myanmar, bermukim sekitar 2 juta orang Shin-lung. Mereka memiliki tradisi penyembelihan binatang korban seperti suku-suku Israel kuno pada umumnya, dan menyebut diri "Anak Manasye" atau "Bnei Manasye". Kata Manasye banyak bermunculan dalam puisi dan doa (mereka menyeru “Oh God of Manasseh”). Mereka memiliki tradisi cerita yang mengatakan bahwa mereka dibuang ke suatu tempat yang berada di sebelah barat tempat asal mereka, lalu bermigrasi ke timur dan mulai menjadi penggembala dan penyembah dewa. Migrasi mereka berlanjut ke timur, mencapai perbatasan Tibet-China, lalu mengikuti aliran Sungai Wei, hingga masuk dan bermukim di China Tengah sekitar tahun 230 SM. Orang China menjadikan mereka sebagai budak, sehingga beberapa di antara mereka melarikan diri dan tinggal di gua-gua kawasan pegunungan Shin-lung, dan hidup miskin selama dua generasi. Mereka juga disebut orang gua atau orang gunung dan tetap menyimpan kitab suci mereka. Akhirnya mereka mulai berasimilasi dengan orang China dan terpengaruh budaya China, hingga akhirnya mereka meninggalkan gua-gua pegunungan dan pergi ke barat, melalui Thailand, menuju Myanmar. Setelah itu mereka berkelana tanpa kitab suci, dan membangun tradisi lisan, hingga sampai di Sungai Mandaley, dan menuju Pegunungan Chin. Pada abad-18 sebagian dari mereka bermigrasi ke Manipur dan Mizoram, India Timur Laut.

Mereka sadar bahwa mereka bukan orang China meskipun menggunakan bahasa China dialek lokal, dan menyebut diri Lusi yang berarti Sepuluh Suku (”Lu” berarti Suku, dan “si” berarti sepuluh). Tradisi Manasye antara lain adalah sunat (kini sudah ditinggalkan), upacara pemberkatan anak pada usia 8 hari, hari raya keagamaan yang mirip dengan hari raya keagamaan Yahudi, praktik pernikahan ipar demi kelangsungan nama marga, menyebut nama Tuhan sebagai “Yahwe”, dan memelihara puisi yang mirip dengan kisah penyeberangan Kitab Keluaran ketika Bangsa Israel menyeberang Laut Merah. Di setiap kampung ada Pendeta atau Imam yang selalu bernama Harun (Aaron, saudara Musa dan Imam Pertama Yahudi) dengan pewarisan turun-temurun. Salah satu tugas mereka adalah mengawasi kampung, berdoa dan mempersembahkan korban, dengan jubah ber-‘breastplate’, ikat pinggang dan mahkota, dan selalu membuka doa dengan menyebut nama Manasye. Dalam kasus terdapat orang jatuh sakit, para Imam dipanggil untuk memberkati pesakit dan mempersembahkan korban. Imam akan menyembelih domba atau kambing dan mengoleskan darahnya di telinga, punggung dan kaki pesakit sambil mengucapkan mantra yang mirip dengan Imamat 14:14. Pada kasus penyakit khusus, diselenggarakan upacara khusus. Semacam upacara penebusan yang dilakukan dengan memotong sayap burung dan menebar bulunya ke udara. Pada kasus penyakit lepra, para Imam menyembelih burung di lapangan terbuka. Untuk penebusan dosa, dilakukan pengorbanan domba di altar seperti dilakukan di Bait Allah (seperti disaksikan seorang penulis di hutan Myanmar sekitar tahun 1963-1964). Darah sembelihan ditorehkan di ujung altar, dagingnya dimakan. Yom Kippur dirayakan sebagai hari penebusan, sekali setahun seperti tradisi Yahudi. Kendaraan Imam tidak boleh dibuat dari logam, namun dari tanah liat, kain, atau kayu. Melakukan praktik pemujaan berhala dan mempercayai klenik sehubungan dengan roh dan setan. Percaya reinkarnasi tapi percaya Tuhan di sorga akan membantu dalam kesusahan.

Qiang (Ch’iang-min) di China bagian barat

Orang-orang Qiang atau Ch’iang-min (sekitar 250 ribu orang, 1920) bermukim di Provinsi Sechuan, China bagian barat, di daerah pegunungan sebelah barat Sungai Min, dekat perbatasan Tibet [Thomas Torrance “The History, Customs and Religion of the Ch’iang People of West China” (1920) dan “China’s First Missionaries: Ancient Israelites” (1937)]. Mereka menganggap diri sebagai imigran dari barat yang datang ke tempat tersebut setelah berjalan selama tiga tahun tiga bulan. Orang China menganggap mereka sebagai barbar, dan mereka menilai orang China sebagai penyembah berhala (Ch’iang-min percaya hanya pada satu Tuhan dan menyebutnya ‘Yawei’ ketika berada dalam kesulitan). Ch’iang-min mempraktikkan persembahan korban yang dilakukan Imam, jabatan yang hanya bisa dijabat oleh pria yang sudah menikah (Imamat 21:7,13) dan diwariskan turun-temurun. Para Imam mengenakan jubah putih bersih dan bersurban khusus. Mezbah dibuat dari batu yang tidak dipotong dengan alat logam (Keluaran 20:25), dan tidak boleh didekati oleh orang asing dan “cacat” (Imamat 21:17-23). Para Imam Ch’iang-min menggunakan tali pengikat jubah, dan sebatang tongkat berbentuk seperti ular (kisah Musa di gurun). Setelah berdoa, para Imam membakar bagian dalam dan daging korban sembelihan, dan mengambil bagian pundak, dada, kaki dan kulit, sementara dagingnya dibagikan kepada pemberi persembahan. Saat persembahan, mereka mengibarkan 12 bendera di sekitar altar untuk menjaga tradisi bahwa mereka berasal dari satu bapak yang memiliki 12 anak. (Mereka bertradisi sebagai keturunan Abraham dan berleluhur seorang bapak dengan 12 anak). Di antara orang Ch’iang-min, terdapat tradisi mengoleskan darah pada ambang pintu demi keselamatan dan keamanan rumah, pernikahan ipar, tudung kepala bagi wanita, memberi nama anak pada usia 7 hari hingga menjelang malam ke-40.

Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' dalam pandangan Kristen

Siapa sebenarnya Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang'? Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 15:24). Ini berarti dalam pengertian rohani orang-orang Kristen adalah Sepuluh Suku Utara Israel yang 'Hilang' dari umat Israel pada semua Suku/Bangsa, tidak hanya terbatas pada mereka yang mempunyai gen/darah Israel.

Feb 20, 2018

Kitab Samuel

Kitab 1 Samuel merupakan bagian dari Alkitab Ibrani (Tanakh) atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Kitab ini merupakan bagian daripada kitab yang bernama "Kitab Raja-Raja" dalam Tanakh, dalam versi aslinya dalam bahasa Ibrani. Tetapi karena keputusan redaksional, kitab ini di kemudian hari dibagi menjadi dua:
* Kitab Samuel (memuat 1 Samuel dan 2 Samuel)
* Kitab Raja-raja (memuat 1 Raja-Raja dan 2 Raja-Raja)
Selanjutnya, sampai sekarang dibagi menjadi empat:
* 1 Samuel
* 2 Samuel
* 1 Raja-Raja
* 2 Raja-Raja
Kitab Samuel,  1 Samuel dan 2 Samuel, merupakan bagian sejarah naratif Israel kuno yang termasuk ke dalam kumpulan Nevi'im atau "Kitab Nabi-nabi" dalam Alkitab Ibrani/Perjanjian Lama. Sejumlah para sarjana modern menggolongkannya ke dalam sejarah Deuteronomistik, serangkaian dengan Kitab Yosua, Kitab Hakim-hakim, dan setelah Kitab Samuel, termasuk pula Kitab Raja-raja, yang merupakan susunan sejarah teologis bangsa Israel dan dimaksudkan untuk menjelaskan hukum Allah untuk Israel di bawah bimbingan para nabi. Menurut tradisi Yahudi, kitab Samuel ini ditulis oleh nabi Samuel, dengan tambahan-tambahan dari nabi Gad dan Natan. Ada pemikiran modern yang berpendapat bahwa seluruh sejarah Deuteronomistik ditulis dalam periode sekitar 630–540 SM dengan menggabungkan sejumlah teks-teks terpisah yang berasal dari berbagai zaman. 

Kitab 1 Samuel berisi sejarah Israel dalam masa peralihan dari zaman Hakim-Hakim kepada zaman Raja-Raja. Perubahan dalam kehidupan nasional di Israel itu khususnya berkisar pada tiga orang: Nabi Samuel, Raja Saul, dan Raja Daud. Pengalaman-pengalaman Daud pada masa mudanya sebelum ia menjabat raja, terjalin erat dengan kisah Samuel dan Saul. Kitab ini dimulai dengan kelahiran nabi Samuel dan panggilan Allah kepadanya ketika masih kecil. Kisah Tabut Perjanjian kemudian memuat sejarah penindasan orang Israel oleh orang Filistin, yang menyebabkan Samuel mengurapi Saul sebagai raja pertama Kerajaan Israel. Namun, Saul terbukti tidak layak sebagai raja dan Allah beralih memilih Daud, yang mengalahkan musuh-musuh Israel, serta akhirnya membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem dalam Kitab 2 Samuel, di mana Allah kemudian menjanjikan Daud dan penerusnya suatu dinasti yang tidak berkesudahan. 

Amanat kitab 1 Samuel, sama seperti kisah-kisah lainnya dalam Perjanjian Lama, ialah bahwa orang akan berhasil kalau setia kepada Allah, dan celaka kalau mendurhaka. Hal itu dinyatakan dengan jelas dalam pasal 2:30 ketika Tuhan berkata kepada Imam Eli, "Yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi yang menghina Aku akan Kuhina."

Dalam kitab ini terlihat perasaan yang berbeda-beda mengenai pembentukan kerajaan Israel. Memang Tuhan sendiri sudah dianggap raja di Israel, tetapi untuk menanggapi permohonan rakyat, Ia memilih seorang raja bagi mereka. Hal yang penting ialah bahwa baik raja maupun rakyat Israel hidup di bawah kedaulatan Allah, Hakim mereka (1 Samuel 2:7-10). Di bawah hukum-hukum Allah, haruslah dijamin hak seluruh rakyat, kaya maupun miskin.

Hana yang mandul mengucapkan janji kepada Allah semesta alam bahwa jika ia dikarunia seorang anak laki-laki, anak itu akan diserahkannya sebagai pelayan Allah. Janji itu disampaikan di depan Tabut Perjanjian yang saat itu berada di Silo. Eli, imam di tempat itu, memberkati Hana dan ketika putra Hana, Samuel sudah lahir dan disapih, anak itu dipercayakan kepada Eli sebagai seorang "Nazir Allah" – satu dari dua orang Nazir Allah, selain Simson, yang dinyatakan dalam Alkitab. Kedua putra Eli, Hofni dan Pinehas, ternyata tidak layak menjadi imam dan kemudian terbunuh dalam Pertempuran Afek, tetapi Samuel kecil tumbuh besar "di hadapan Tuhan."

Orang Filistin merebut Tabut Perjanjian dalam pertempuran di Afek dan membawanya ke kuil Dagon, dewa mereka, yang kemudian harus mengakui kebesaran Yahweh (Tuhan). Tuhan menimpahkan tulah kepada orang Filistin, yang menyebabkan mereka mengembalikan Tabut itu ke wilayah Israel, tetapi tabut itu tidak dituntun oleh Tuhan kembali ke Silo, melainkan ke wilayah Yehuda-Benyamin. Ketika orang Filistin menyerang orang Israel yang berkumpul di Mizpa di daerah Benyamin, Samuel meminta pertolongan Yahweh, sehingga orang Filistin dikalahkan telak di Eben-Haezer, dan orang Israel mendapatkan wilayah mereka kembali.

Ketika Samuel berusia tua, ia mengangkat putra-putranya, Yoel dan Abia sebagai hakim-hakim, tetapi mereka tidak becus, sehingga umat meminta seorang raja atas mereka. Allah mengarahkan Samuel untuk memenuhi permintaan umat meskipun umat diberitahu hal-hal buruk yang akan menyertai pemilihan tersebut, dan mengurapi Saul dari suku Benyamin menjadi raja. Saul mengalahkan musuh-musuh Israel, tetapi berbuat dosa terhadap Yahweh.

Yahweh menyuruh Samuel untuk mengurapi Daud dari suku Yehuda di Bethlehem sebagai raja pengganti, dan Daud masuk ke dalam istana Saul sebagai pembawa senjata dan pemain kecapi. Putra, sekaligus ahli waris, Saul, Yonatan bersahabat erat dengan Daud dan mengakuinya sebagai raja yang sah. Saul berniat membunuh Daud, tetapi Daud melarikan diri ke padang gurun, di mana ia menjadi pahlawan orang Ibrani, sampai saat Saul dan Yonatan dibunuh dalam Pertempuran di Gunung Gilboa.

Apa yang sekarang dikenal sebagai Kitab 1 Samuel dan 2 Samuel dalam Vulgata, yang meniru Septuaginta, disebut sebagai Kitab 1 Raja-raja dan 2 Raja-raja, sedangkan yang sekarang dikenal sebagai Kitab 1 Raja-raja and 2 Raja-raja disebut sebagai Kitab 3 Raja-raja dan 4 Raja-raja, terutama dalam edisi-edisi Alkitab kuno sebelum tahun 1516. Baru pada tahun 1517 digunakan pembagian yang dikenal sampai sekarang, yang dimulai dari versi Alkitab Protestan, dan kemudian diterima oleh versi Alkitab Katolik. Sejumlah Alkitab masih memelihara pembagian lama, misalnya, Alkitab Douay Rheims. 

Kitab 1 dan 2 Samuel asalnya (dan, dalam sejumlah versi Alkitab Yahudi sampai sekarang[butuh rujukan]) merupakan satu kitab yang bernama "Kitab Samuel", tetapi terjemahan bahasa Yunani pertama, yang diproduksi sekitar abad ke-2 SM membaginya menjadi dua (dinamai 1 dan 2 Raja-raja sebagaimana Vulgata); hal ini diteruskan oleh terjemahan-terjemahan bahasa Latin, dan gereja-gereja Kristen Ritus Barat perdana, dan kemudian dipakai oleh edisi-edisi bahasa Ibrani sekitar awal abad ke-16. Teks Ibrani modern, yang disebut Teks Masoret, memiliki perbedaan dengan versi bahasa Yunani, dan pemecahannya masih dipelajari sampai sekarang. 

Pengarang dan waktu komposisi
Menurut perikop 14b dan 15a dalam traktat Bava Basra dari Talmud, kitab ini ditulis oleh Samuel sampai dengan 1 Samuel 25, yang mencatat kematian Samuel, dan sisanya ditulis oleh nabi Gad dan Natan. Para sarjana kritikal dari abad ke-19 mendebatkan ide ini. Martin Noth pada tahun 1943 mengemukakan teori bahwa Kitab Samuel disusun oleh seorang pengarang sebagai bagian dari catatan sejarah Israel, yaitu sejarah Deuteronomistik yang terdiri dari Kitab Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, Kitab Samuel dan Raja-raja). Meskipun ide Noth bahwa seluruh catatan sejarah ditulis oleh satu orang telah banyak ditinggalkan, garis besar teorinya diterima oleh banyak sarjana. 

Pandangan paling populer sekarang adalah bahwa versi awal catatan sejarah ini ditulis pada zaman raja Hizkia (abad ke-8 SM); sebagian besar edisi awal berasal dari zaman cucunya, Yosia pada akhir abad ke-7 SM, dan bagian-bagian selanjutnya ditambahkan selama periode Pembuangan ke Babilonia (abad ke-6) dan karya ini kemudian diselesaikan pada sekitar tahun 550 SM. Diduga masih ada penyuntingan setelahnya, misalnya "seperempat syikal perak" yang ditawarkan oleh hamba Saul kepada Samuel pada 1 Samuel 9 dianggap merujuk kepada zaman Persia atau Hellenistik (abad ke-4 SM). 

Para pengarang dan penyunting pada abad ke-6 diduga mengambil bahan-bahan dari sumber-sumber yang lebih kuno, termasuk (tapi tidak terbatas pada) "naratif Tabut Perjanjian" (1 Samuel 4:1–7:1 dan mungkin sebagian 2 Samuel 6), "riwayat Saul" (bagian-bagian 1 Samuel 9–11 dan 13–14), "riwayat naiknya Daud" (1 Samuel 16:14-2 Samuel 5:10), dan "kisah penggantian tahta" (2 Samuel 9–20 dan 1 Kings 1–2). Kisah yang paling tua, mengenai Tabut Perjanjian, malah lebih tua dari zaman Daud. 

Sumber
Sumber-sumber yang digunakan untuk menyusun 1 Samuel (juga 2 Samuel) diduga meliputi: 
Pemanggilan Samuel atau Masa muda Samuel (1 Samuel 1–7): Dari kelahiran Samuel sampai kariernya sebagai Hakim dan nabi atas seluruh Israel. Sumber ini mencakup naratif Eli dan bagian naratif Tabut Perjanjian. Naratif Tabut Perjanjian (1 Samuel 4:1b–7:1 dan 2 Samuel 6:1–20): tabut direbut oleh orang Filistin pada zaman Eli dan pemindahannya ke Yerusalem oleh Daud – ada perbedaan pendapat apakah bagian ini sesungguhnya terpisah. Sumber Yerusalem: sumber singkat yang meliput direbutnya Yerusalem oleh Daud dari orang-orang Yebus.Sumber Republik: sumber dengan bias anti-monarki. Sumber ini pertama menggambarkan Samuel dengan tegas memimpin orang Israel mengalahkan orang Filistin, dengan enggan mengurapi seorang raja pilihan Allah bagi umat, yaitu Saul. Daud digambarkan sebagai seorang pemain kecapi yang capak, dan kemudian dipanggil ke istana Saul untuk menenangkan emosinya. Putra Saul, Yonatan, menjadi sahabat karib Daud, malah melindungi Daud ketika hendak dibunuh oleh Saul. Pada bagian berikutnya, ketika ditinggalkan oleh Allah sebelum berperang, Saul menemui seorang pemanggil roh di Endor, tapi ditegur oleh "roh Samuel" dan diramalkan mati beserta putra-putranya dalam perang itu. Daud sangat berduka atas kematian Yonatan.Sumber Monarki: sumber dengan bias pro-monarki dan meliput banyak detail yang sama dengan sumber republik. Sumber ini memulai dengan kisah kelahiran Samuel yang dituntun secara ilahi. Kemudian menggambarkan Saul memimpin peperangan melawan orang Amon, dipilih oleh umat sebagai raja, dan memimpin tentara melawan orang Filistin. Daud digambarkan sebagai seorang gembala muda yang datang ke medan perang mengunjungi abang-abangnya dan kedengaran oleh Saul bahwa ia berniat menantang Goliat dan kemudian mengalahkan orang Filistin. Kepahlawanan Daud menyebabkan banyak wanita jatuh cinta kepadanya, termasuk Mikhal, putri Saul, yang kemudian melindungi Daud untuk melarikan diri dari ancaman pembunuhan Saul. Daud kemudian menikahi dua istri lain dalam pelariannya dan Mikhal dinikahkan dengan suami lain. Selanjutnya, Daud mencari perlindungan di antara orang Filistin, menghadapi orang Israel sebagai musuhnya. Daud marah kalau ada orang berniat membunuh Saul, sekalipun karena belas kasihan, karena Saul telah diurapi oleh Samuel, dan kemudian menyuruh menghukum mati orang Amalek yang mengaku menolong Saul membunuh diri.Redaksi: tambahan oleh penyunting atau redaktor untuk menyelaraskan berbagai sumber; banyak perikop yang tidak jelas berasal dari suntingan ini.Beragam: beberaa sumber pendek, tanpa kaitan satu sama lain, dan terpisah dari teks lainnya. Kebanyakan adalah puisi atau daftar.
Kitab Samuel merupakan evalusi teologis terhadap jabatan raja secara umum dan keturunan raja, terutama Daud, secara khusus. Tema utama kitab ini diperkenalkan dalam puisi pembukaan ("Nyanyian Hana"): (1), kekuasaan mutlak Yahweh, Allah Israel; (2), pergantian keberuntungan manusia; dan (3), jabatan raja. Tema-tema ini dinyatakan dalam riwayat tiga tokoh utama: Samuel, Saul dan Daud.

Samuel memenuhi pemerian "nabi seperti Moses" yang dinubuatkan dalam Ulangan 18:15–22: seperti Musa, ia mempunyai kontak langsung dengan Yahweh, bertindak selaku Hakim, dan seorang pemimpin ideal yang tidak pernah berbuat kesalahan. Pembelaan Samuel bagi bangsa Israel terhadap musuh-musuh mereka menunjukkan bahwa mereka tidak membutuhkan raja (yang akan menyebabkan ketimpangan sosial), tetapi bagaimanapun juga umat menuntut seorang raja. Samuel menekankan bahwa raja mereka adalah pemberian Yahweh dan menjelaskan bahwa adanya raja dapat menjadi berkat bukan kutuk jika umat tetap setia kepada Allah mereka. Sebaliknya, kehancuran total kerajaan dan umat akan terjadi jika mereka berpaling kepada kejahatan. 

Saul adalah orang pilihan, tinggi, tampan dan "tampak baik", seorang raja yang ditunjuk oleh Yahweh, dan diurapi oleh Samuel, nabi Yahweh, tetapi akhirnya ia ditolak sebagai raja. Saul berbuat dua kesalahan yang membuatnya tidak layak menjadi raja: ia menjalankan persembahan korban menggantikan posisi Samuel (1 Samuel 13:8–14), dan ia gagal melaksanakan pembasmian total orang Amalek sebagaimana diperintahkan oleh Allah (1 Samuel 15). 

Salah satu unit utama dalam Kitab Samuel adalah "Riwayat naiknya Daud", dengan tujuan menunjukkan bahwa Daud adalah pengganti Saul yang sah. Naratifnya menekankan bahwa Daud naik tahta secara sah, selalu menghormati "orang yang diurapi Tuhan" (yaitu Saul) dan tidak pernah melaksanakan perebutan tahta dengan kekerasan sekalipun mempunyai beberapa kesempatan. 

Sanherib

Sanherib (dalam bahasa Akkadia Śïn-ahhe-eriba "(Dewa Bulan) Śïn telah menggantikan saudara-saudara (yang hilang) untukku") adalah anak laki-laki Sargon II, yang digantikannya di takhta Asyur (705 SM–681 SM).

Naik takhta
Sebagai putra mahkota, Sanherib sudah diberikan kepercayaan di kerajaan Asyur sementara ayahnya, Sargon II sedang pergi berperang. Berbeda dengan para pendahulunya, pemerintahan Sanherib tidak ditandai oleh banyak peperangan, melainkan lebih oleh proyek-proyek pembangunan. Setelah tewasnya Sargon dengan cara yang menyedihkan, Sanherib menghadapi sejumlah masalah dalam menegakkan kekuasaannya. Namun ia masih mampu melaksanakan sejumlah proyek pembangunan. Ia memindahkan ibukota negara dari ibukota ayahnya yang baru Dur-Sharrukin ke ke kota lama Niniwe. Bukan hanya itu, Sanherib juga tidak meninggalkan nama ayahnya dalam prasasti resmi manapun.

Perang dengan Babilonia
Pada masa pemerintahannya Sanherib banyak mengalami masalah dengan Babilonia. Peperangannya yang pertama terjadi pada 703 SM melawan Merodakh-Baladan orang Kasdim yang merebut takhta Babilonia dan mengumpulkan sekutu yang didukung oleh orang-orang Khaldea, Aram, dan Elam. Kunjungan utusan-utusan Babilonia ke Hizkia dari Yehuda terjadi pada masa ini. Para sekutunya itu ingin menggunakan pergolakan yang terjadi karena naik takhtanya Sanherib. Sanherib membagi dua pasukannya dan membiarkan satu kelompok menyerang musuh yang ditempatkan di Kish sementara ia bersama sisa pasukannya pergi untuk merebut kota Kutha. Setelah itu, raja kembali dengan segera untuk membantu sisa pasukannya. Pemberontakan dikalahkan dan Merodakh-Baladan melarikan diri. Babilonia direbut, dan istananya dijarah, namun warga negeri itu tidak diapa-apakan. Orang-orang Asyur mencari Merodakh-Baladan, khususnya di rawa-rawa di selatan, tetapi ia tidak ditemukan. Pasukan-pasukan pemberontak di kota-kota Babilonia dibasmi dan di takhta negeri itu ditempatkan seorang Babilonia yang dibesarkan di istana Asyur yang bernama Bel-Ibni. 

Ketika orang-orang Asyur pergi, Merodakh-Baladan bersiap-siap untuk melakukan pemberontakan lagi. Pada 700 SM pasukan Asyur kembali memerangi para pemberontak di rawa-rawa lagi. Tidak mengherankan, Merodakh-Baladan melarikan diri lagi ke Elam dan meninggal di sana. Bel-Ibni ternyata adalah seorang pengkhianat dan dibawa kembali ke Asyur sebagai tahanan. Sanherib mencoba memecahkan masalah para pemberontak Babilonia dengan menempatkan seseorang yang setia kepadanya di takhta Babilonia, yakni anaknya sendiri, yaitu Ashur-Nadin-Shumi. Namun hal itu tidak menolong.

Enam tahun kemudian, pada 694 SM, Sanherib melakukan peperangan lagi, untuk menghancurkan basis orang-orang Elam di pesisir Teluk Persia. Untuk maksud ini, Sanherib mengambil kapal-kapal Fenisia dan Suriah yang berlayar dengan sisa pasukannya di Tigris menuju ke laut. Bangsa Fenisia tidak terbiasa dengan gelombang di Teluk Persia, sehingga perjalanan ini terhambat. Pasukan Asyur memerangi orang-orang Khaldea di sungai Ulaya dan menang. Ketika pasukan-pasukan Asyur sibuk di Teluk Persia, bangsa Elam menyerang Babilonia utara dalam suatu serangan yang sangat mengejutkan. Anak Sanherib tertangkap dan dibawa ke Elam. Takhtanya direbut oleh Nergal-Ushezib. Pasukan Asyur berperang dalam perjalanan mereka kembali ke utara dan merebut sejumlah kota.

Sementara itu, setahun telah berlalu, dan kini tahun 693 SM. Suatu pertempuran hebat terjadi melawan para pemberontak Babilonia di Nippur, raja mereka ditawan dan kini gilirannya dibawa ke Niniwe.

Atas kehilangan anaknya, Sanherib mengadakan peperangan ke Elam. Pasukan-pasukannya mulai menjarahi kota-kota. Raja Elam melarikan diri ke gunung-gunung dan Sanherib terpaksa pulang ke rumahnya karena datangnya musim dingin. Seorang pemimpin pemberontak lainnya yang bernama Mushezib-Marduk mengklaim takhta Babilonia dan didukung oleh orang-orang Elam. Pertempuran besar terakhir terjadi pada 691 SM dengan hasil yang tidak jelas yang memungkinkan Mushezib-Marduk tetap bertahan di takhtanya selama 2 tahun lagi. Ini hanyalah masa antara yang singkat, karena tak lama setelah itu Babel dikepung dan mengakibatkan jatuhnya pada 689 SM. Sanherib mengklaim telah menghancurkan kota dan memang kota itu tidak dihuni selama beberapa tahun.

Perang dengan Yehuda

Pada 701 SM, terjadi sebuah pemberontakan yang didukung oleh Mesir dan Babilonia di Yehuda yang dipimpin oleh Hizkia. Sanherib berhasil menjarah banyak kota di Yehuda. Ia mengepung Yerusalem, tetapi segera kembali ke Niniwe, sementara Yerusalem selamat. Kejadian terkenal ini dicatat oleh Sanherib sendiri, oleh Herodotus, dan oleh sejumlah penulis Alkitab.

Menurut Alkitab, pengepungan ini gagal, karena Malaikat TUHAN datang ke perkemahan orang Asyur, dan membunuh 185.000 orang prajurit. Keesokan harinya pagi-pagi mayat-mayat mereka bertebaran. (Kitab 2 Raja-raja 19:35). Beberapa catatan sejarah Asyur, seperti batu berukir prisma Taylor yang kini disimpan di British Museum, berasal pada waktu yang sangat dekat dengan waktu ini.

Laporan-laporan Asyur tidak menganggap hal ini sebagai bencana, melainkan sebagai suatu kemenangan besar, namun mereka tidak menceritakan hasil akhirnya. Mereka hanya menyatakan bahwa pengepungan itu begitu berhasil sehingga Hizkia terpaksa memberikan upeti, dan dengan demikian Asyur memperoleh kemenangan, tanpa sedikitpun menyebutkan tentang tewasnya ribuan orang. Bagian ini dikukuhkan oleh laporan di dalam Alkitab, namun masih diperdebatkan oleh banyak sejarahwan. Dalam Prisma Taylor, Sanherib menyatakan bahwa ia harus mengunci Hizkia orang Yehuda di dalam kota Yerusalem, di kota kerajaannya sendiri, seperti seekor burung dalam sangkar, meskipun tidak seperti kota-kota lainnya yang dikalahkan, tidak ditulis bahwa Yerusalem berhasil direbut.

Sanherib pertama-tama mengisahkan sejumlah kemenangannya sebelumnya, dan bagaimana lawan-lawannya telah ketakutan melihat kehadirannya. Ia dapat melakukan hal ini kepada Sidon Besar, Sidon Kecil, Bit-Zitti, Zaribtu, Mahalliba, Ushu, Akzib dan Akko. Setelah merebut masing-masing kota ini, Sanherib menempatkan seorang pemimpin boneka yang bernama Ethbaal sebagai penguasa dari seluruh wilayah. Sanherib kemudian mengalihkan perhatiannya kepada Beth-Dagon, Yope, Banai-Barqa, dan Azjuru, kota-koat yang dipimpin oleh Sidqia dan juga jatuh ke tangan Sanherib.

Mesir dan Nubia kemudian datang membantu kota-kota yang diserang. Sanherib mengalahkan Mesir dan, menurut laporannya sendiri, dengan sendirian ia menangkap pasukan-pasukan berkereta perang dari Mesir dan Nubia. Sanherib merebut dan menjarah beberapa kota lainnya, termasuk Lakhis. Ia menghukum warga negara yang "kriminal" dari kota-kota itu, dan menempatkan Padi, pemimpin mereka, yang telah ditawan sebagai sandera di Yerusalem.

Setelah ini, Sanherib berpaling kepada Raja Hizkia dari Yehuda, yang bersikeras menolak untuk takluk kepadanya. Empat puluh enam kota Hizkia (kota-kota menurut kategori pada milenium pertama SM merentang dari kota-kota sekarang hingga ke desa-desa) ditaklukkan oleh Sanherib, tetapi Yerusalem tidak jatuh. Laporannya sendiri tentang invasi ini, seperti yang diberikan dalam Prisma Taylor, adalah sebagai berikut:
"Karena Hizkia, raja Yehuda, tidak mau takluk kepada bebanku, aku datang memeranginya dan dengan kekuatan senjata dan dengan keperkasaan kekuatanku, aku merebut 46 dari kota-kotanya yang dilindungi dengan kuat, dan dari kota-kota yang lebih kecil yang tersebar di mana-mana, aku merebut dan menjarah tidak terhitung banyaknya. Dari tempat-tempat ini aku membawa 200.156 orang tahanan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, bersama-sama dengan kuda dan bagalnya, keledai dan unta, sapi dan domba, yang jumlahnya tidak terhitung, dan Hizkia sendiri kutawan di Yerusalem, ibukotanya, bagaikana burung dalam sangkar, membangun menara-menara di sekeliling kota untuk menjepitnya, dan meninggikan tanah di sekeliling pintu-pintu gerbang untuk mencegahnya melarikan diri… Kemudian terbitlah rasa takut pada diri Hizkia terhadap kekuatan persenjataanku, dan ia mengutus kepadaku para kepala dan tua-tua Yerusalem, dengan 30 talenta emas dan 800 talenta perak, dan sejumlah besar harta kekayaan, jarahan yang kaya dan tidak terhitung banyaknya Semuanya ini dibawa kepadaku di Niniwe, pusat pemerintahanku."
Laporan Alkitab tentang pengepungan Sanherib atas Yerusalem dicatat dengan terinci. Namun laporan ini dimulai dengan penghancuran Kerajaan Utara yaitu Israel dan Samaria, ibukotanya. Beginilah asal usul Sepuluh Suku yang Hilang, karena seperti yang dicatat dalam Kitab 2 Raja-raja 17, mereka diboyong dan dicampurkan dengan bangsa-bangsa lain seperti yang menjadi kebiasaan Asyur. Kitab 2 Raja-raja 18-19 (dan bagian yang sejajar 2 Tawarikh 32:1-23) menulis secara rinci serangan Sanherib terhadap Yehuda dan ibukotanya Yerusalem. Hizkia telah memberontak melawan orang-orang Asyur, sehingga mereka kemudian merebut semua kota di Yehuda. Hizkia menyadari kekeliruannya dan mengirimkan upeti yang besar kepada Sanherib, jelas sekali upeti ini disebutkan dalam Prisma Taylor. Tetapi orang-orang Asyur tetap pergi menuju Yerusalem. Sanherib mengutus panglima tertingginya dengan suatu pasukan untuk mengepung Yerusalem sementara ia sendiri pergi memerangi Mesir. Sang panglima tertinggi menemui para perwira Hizkia dan mengancam mereka agar menyerah, sementara menyerukan hinaan-hinaan dengan keras sehingga rakyat yang ada di dalam kota dapat mendengarnya. Mereka menghujat Yehuda dan khususnya Allah mereka. Ketika Raja Hizkia mendengarnya, ia merobekkan jubahnya (sebagaimana kebiasaan waktu itu untuk memperlihatkan kesedihan yang dalam) dan berdoa kepada Allah di Bait Suci. Nabi Yesaya mengatakan kepada raja bahwa Allah akan menangani seluruh masalahnya, dan bahwa ia akan kembali ke negerinya. Malam itu, malaikat Tuhan membunuh seluruh pasukan Asyur yang ada di perkemahkan mereka yang jumlahnya 185.000 orang. Sanherib segera kembali ke Niniwe dalam keadaan malu. Di kemudian hari, ketika Sanherib sedang berdoa di kuil dewanya Nisrokh, dua orang anak lelakinya membunuhnya dan kemudian melarikan diri. Dengan demikian Allah melindungi umat-Nya dan menjatuhkan hukuman kepada Sanherib yang sebelumnya telah menghujat Allah.

Perang dengan Yehuda, bagian 4: Bencana Mesir menurut Herodotus
Sejarawan Yunani Herodotus, yang menulis Sejarah-nya sekitar 450 SM, juga berbicara tentang suatu bencana yang diberikan oleh Tuhan atas pasukan Sanherib dalam peperangan yang sama, sementara pangilma tertingginya dikalahkan di Yerusalem (2:141):
ketika Sanakharib, raja orang-orang Arab dan Asyur, mengirim sejumlah pasukannya yang besar ke Mesir, dan para pahlawannya semua tidak satupun yang datang untuk menolongnya [yakni, Firaun Sethos'] . Oleh karena itu, firaun merasa sangat resah; ia masuk ke tempat ibadahnya dan di hadapan patung dewa, ia meratapi nasib malang yang akan segera menimpanya. Sementara menangis ia jatuh tertidur dan bermimpi bahwa dewa datang dan berdiri di sisinya, menyuruhnya agar tidak khawatir, dan sebaliknya pergi dengan berani untuk menemui pasukan-pasukan Arab, yang tidak akan melukainya, karena dewa sendiri akan mengirim orang-orang yang akan menolongnya. Lalu, sambil mengandalkan mimpinya itu, Sethos mengumpulkan orang-orang Mesir yang mau mengikutnya. Tak satupun dari mereka itu adalah para pahlawannya, melainkan para pedagang, tukang, dan orang-orang di pasar, dan bersama-sama mereka berangkat ke Pelusium, yang merupakan pintu masuk ke Mesir, dan di sana mereka mendirikan tendanya. Sementara kedua pasukan saling berhadapan, datanglah pada malam hari sejumlah besar tikus lading, yang memakan semua tempat anak panah dan busurnya, dan mengganyang bahan yang digunakan sebagai perisai mereka. Esok paginya mereka berperang, dan banyak sekali di antara musuh yang gugur, karena mereka tidak mempunyai senjata untuk mempertahankan diri. Hingga hari ini berdirilah di kuil Vulkan, sebuah patung Sethos dari batu, dengan tikus di tangannya, dan sebuah tulisan yang berbunyi demikian "Lihatlah aku, dan belajarnya untuk menghormati para dewa.
Sanherib sewaktu menjadi putra mahkota membangun istana kecil yang disebut bit reduti (rumah penerus; bahasa Inggris: "House of Succession"), di kuadran utara kota Niniwe. Setelah pada tahun 694 SM, Sanherib menyelesaikan pembangunan "Istana Tanpa Tanding" ("Palace Without Rival") di sudut barat daya kota utama (acropolis), bit reduti menjadi istana Esarhadon, sang putra mahkota. Di rumah inilah, di dalam kuil dewanya, Sanherib dibunuh pada tahun 681 SM oleh putra-putranya, Adramelekh dan Sarezer, yang kemudian melarikan diri ke wilayah Ararat, menurut catatan Alkitab. Catatan ini didukung oleh dokumen-dokumen kuno dari Asyur maupun Babel, serta kitab sejarah karya Berossus. 

Pada masa pemerintahan Sanherib, Niniwe berkembang menjadi sebuah metropolis terkemuka di seluruh kerajaan. Proyek-proyek pembangunannya dimulai hampir bersamaan dengan diangkatnya ia menjadi raja. Pada 703 SM ia sudah membangun sebuah istana lengkap dengan taman dan irigasi buatan yang disebutnya rumahnya yang baru. ‘Istana ini tidak ada tandingnya’. Untuk proyeknya yang ambisius ini, istana yang lama dihancurkan untuk menambahkan ruangan. Selain taman-tamannya sendiri yang besar, sejumlah taman kecil dibuat untuk warga kota Niniwe. Ia juga membangun saluran air pertama, di Jerwan pada 690 SME, yang memasok sejumlah besar kebutuhan air di Niniwe. Lorong-lorong yang sempit dan taman-taman Niniwe dibersihkan dan dibuat lebih besar, dan jalan kerajaan serta jalan raya dibangun, melintasi sebuah jembatan di dekat pintu gerbang taman dan yang kedua sisinay dihiasi dengan batu-batu berukir. Kuil-kuil diperbaiki dan dibangun pada masa pemerintahannya, karena itu adalah tugas raja. Yang paling menonjol adalah pekerjaannya di kuil Assur (dewa) dan kuil tahun baru (Akitu). Ia juga memperluas pertahanan kota dengan membangun selokan-selokan yang dalam di sekeliling tembok-tembok kota. Beberapa dari tembok kotanya ini telah direstorasi dan masih dapat dilihat sekarang. Pekerjaan untuk proyek pembangunan raksasanya ini dilakukan oleh orang-orang dari Que, Kilikia, Filistia, Tirus, dan orang-orang Khaldea, Aram, dan Manea yang dibawa ke sana dengan paksa.

Tabut Perjanjian direbut orang Filistin

Tabut Perjanjian direbut orang Filistin adalah sebuah episode yang dicatat dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, yang merupakan bagian sejarah bangsa Israel, di mana Tabut Perjanjian berada dalam kepemilikan orang Filistin, yang telah merebutnya setelah mengalahkan tentara Israel dalam pertempuran Afek di lokasi antara Eben-ezer, tempat orang Israel berkemah, dan Afek (mungkin Antipatris), di mana orang Filistin berkemah.

Narasi Tabut Perjanjian tidak menyebutkan Samuel; Bill Arnold berpendapat bahwa itu adalah "dalam rangka untuk menyatakan kekuatan Tabut Perjanjian Yahweh." Banyak sarjana menempatkan 1 Samuel 4 - 6 bersama-sama dengan 2 Samuel 6 dan percaya bahwa catatan itu mencerminkan sebuah sumber lama yang akhirnya dimasukkan ke dalam riwayat naiknya Daud atau kemudian ke dalam sejarah Deuteronomistik. 

Menurut 1 Samuel 4, sebelum pertempuran Tabut Perjanjian berada di kota kudus kuno, Silo, tapi dibawa keluar oleh orang-orang Israel dengan harapan membawa kemenangan dalam perang. Israel menderita kekalahan yang signifikan; Hofni dan Pinehas, anak-anak Imam besar Eli, tewas, dan tabut dirampas. Berita perampasan tabut itu menjadi kejutan untuk Eli sampai ia terjatuh dari kursinya dan meninggal, sedangkan istri Pinehas yang sedang bersalin ketika dia mendengar berita itu, sebelum meninggal melahirkan Ikabod, dan menamai demikian yang berarti "di mana kemuliaan?" Robert Alter berpendapat bahwa 1 Samuel 4:22 harus diterjemahkan sebagai "Kemuliaan telah diasingkan dari Israel," dan bahwa kisah direbutnya tabut itu oleh orang Filistin adalah salah satu bentuk pengasingan. Petrus Leithart menunjukkan bahwa Israel pantas untuk pergi ke pengasingan, tetapi tabut melakukannya sebagai gantinya: "Yahweh pergi ke pengasingan, mengambil kutukan karena perjanjian dengan umat-Nya, dan sementara di pengasingan Ia berjuang untuk mereka dan mengalahkan para dewa orang Filistin." 

1 Samuel 5 dan 6 menggambarkan orang Filistin terpaksa memindahkan Tabut itu ke beberapa bagian dari wilayah mereka, karena munculnya tumor atau wasir ("benjolan") yang menyebabkan penderitaan penduduk di tiap kota yang ditempatinya: Ashdod, kemudian Gat, lalu Ekron. Dalam Septuaginta ditambahkan bahwa "tikus bermunculan di tengah-tengah negeri mereka". Stirrup menunjukkan bahwa "tingkat keparahan hukuman tambah lama tambah meningkat": tumor di Ashdod (ayat 6-8), meluasnya tumor dan kepanikan di Gat, yang telah mengajukan diri untuk mengambil Tabut Perjanjian (ayat 9,10), dan tumor pada orang-orang yang tidak mati dan kepanikan besar di Ekron, yang 'secara sukarela' untuk mengambil Tabut Perjanjian (ayat 10b-12). Teks itu secara eksplisit menganggap tulah itu adalah perbuatan "tangan Yahweh" (1 Samuel 5:6).

Di Ashdod, ketika tabut itu ditempatkan dalam kuil Dagon, patung Dagon ditemukan dalam keadaan bersujud di depan Tabut pada pagi berikutnya. Setelah patung Dagon itu dikembalikan ke tempatnya, lagi-lagi ditemukan bersujud pagi berikutnya, dan kali ini kepala dan tangannya juga patah.

Leithart menunjukkan sejumlah persamaan antara Tulah terhadap orang Filistin akibat tabut itu dan Tulah Mesir dalam Kitab Keluaran. Tabut itu membawa malapetaka, merendahkan dewa-dewa orang Filistin dan dikembalikan penuh dengan harta karun. Pada kenyataannya, para peramal Filistin merujuk pada peristiwa Keluaran dalam 1 Samuel 6:6. Atas saran para peramal bagaimana untuk mengakhiri malapetaka yang menimpa, orang Filistin membuat persembahan rasa bersalah berupa lima tumor emas dan lima tikus emas (mewakili lima penguasa kota orang Filistin). Mereka kemudian menempatkan emas bersama dengan tabut pada suatu kereta gerobak yang ditarik oleh dua ekor sapi, yang langsung menuju Israel dengan tidak ragu-ragu. Tabut itu berhenti di Beth Shemesh (wilayah Israel) sebelum dipindahkan ke rumah yang lebih permanen di Kiryat-Jearim.

Tuhan/dewa nasional

Tuhan/dewa nasional adalah sebuah kelas ilahi atau deitas penjaga yang mengkhususkan perhatian dalam perlindungan dan kebagian sebuah kelompok etnis (bangsa), dan para pemimpin kelompok tersebut. Ini ditahbiskan dengan figur penjaga lainnya seperti dewa keluarga yang bertanggung jawab untuk kebaikan klan atau profesi individual, atau dewa personal yang bertanggung jawab untuk kebaikan para individual. Peran-peran penjaga tersebut menjalankan fungsi yang sebuah keilahian lain miliki (kebijaksanaan, kesehatan, perang, dan lain-lain).

Tuhan/dewa nasional
Pada zaman kuno (dan beberapa masih berlanjut sampai sekarang), agama menjadi karakteristik budaya regional, bersama dengan bahasa, adat istiadat, tradisi, dll. Beberapa agama etnis tersebut meliputi tuhan/dewa dalam panteon mereka, seperti
Amaterasu untuk bangsa Jepang;Amun dan Horus untuk bangsa Mesir;Apollo untuk bangsa Troy;Asyur untuk bangsa Asiria;Asyerah untuk bangsa Sidonia;Athena-Mykene untuk bangsa Athena dan Mycenaea;Baal untuk bangsa Tyria;Chemosh untuk bangsa Moabit;Dagon untuk bangsa Philistia;Huitzilopochtli untuk bangsa Aztek Tenochtitla;Indra untuk bangsa India Weda;Itzamna untuk bangsa Maya;Marduk untuk bangsa Babilonia;Mars and eponymous Romulus-Quirinus untuk bangsa Romawi;Ninsusinak untuk bangsa Elamit;Qos untuk bangsa Edomit;Tengri untuk bangsa Turki;Teshub untuk bangsa Hittit; Yahweh untuk bangsa Yehuda dan Samaria;Zalmoxis untuk bangsa Dacia.
Masa modern
Para misionaris Kristen berulang kali menafsirkan ulang Tuhan-Tuhan nasional dalam hal Allah Kristen. Kenyataan ini terefleksi dalam nama Tuhan pada berbagai bahasa dari suku bangsa yang di-Kristenisasi, seperti Shangdi atau Shen pada umat Kristen Tionghoa, Ngai pada sejumlah suku Kenya, Bathalang Maykapal untuk orang Tagalog di Filipina, dll.

Pada konteks modern, istilah "Tuhan nasional" ditujukan pada gereja-gereja nasional dalam Kekristenan. Tendensi ini "menasionalisasikan" Allah Kristen, khususnya dalam konteks gereja-gereja nasional yang sedang berperang melawan negara Kristen lainnya saat Perang Dunia II, yang dianggap bidah oleh Karl Barth. 

Agama Kanaan

Agama Kanaan merujuk kepada sekelompok dari Agama Semit kuno yang dianut bangsa Kanaan yang menghuni kawasan Levant sejak awal zaman perunggu sampai abad pertama Masehi.

Agama Kanaan bersifat politeistik, dan dalam beberapa kasus bersifat monolatristik.

Kepercayaan

Sejumlah dewa dan dewi dipuja oleh para penganut agama Kanaan; berikut adalah daftar dewa-dewi Kanaan:
Anat, dewi perawan yang menjadi dewi perang dan perjuangan, saudari dan diduga menjadi pasangan dewa Ba'al HadadAthirat, "yang berjalan di atas laut", Dewi Ibu, istri El (juga dikenal sebagai Elat dan setelah zaman perunggu disebut sebagai Asherah)Athtart, lebih dikenal dengan sebutan Yunaninya "Astarte", membantu Anat dalam mitologi Ba'alAttar, dewa bintang fajar ("putra fajar") yang mencoba menggantikan posisi Baal setelah Baal mati, tetapi gagal. Wujud laki-laki dari Athtart.Baalat atau Baalit, istri atau wujud perempuan dari Baal (juga disebut Belili)Ba'al Hadad (harfiah: penguasa guntur), dewa badai.Baal Hammon, dewa kesuburan dan pembaru semua energi, dari koloni Fenisia di Mediterania BaratDagon, dewa kesuburan tanaman dan gandum, bapak dari Ba'al HadadEl Elyon (harfiah: Dewa Tertinggi) dan El; juga disebut sebagai IluEshmun, dewa, atau sebagai Baalat Asclepius, dewi penyembuhan dan pengobatanIshat, dewi api. Dia dibunuh oleh Anat. Kotharat, dewi perkawinan dan kehamilanKothar-wa-Khasis, dia yang terampil, dewa pengrajin dan keterampilanLotan, yang melilit, ular berkepala tujuh yang membantu YamMarqod, dewa tarianMelqart, raja penguasa kota, penguasa dunia bawah, dan siklus tanaman di TirusMolech atau Moloch, diduga sebagai dewa api Mot atau Mawat, dewa kematian (tidak dipuja atau diberi persembahan/sesaji)Nikkal-wa-Ib, dewi kebun dan buah-buahanQadeshtu, harfiah "Yang Suci", diduga sebagai dewi cintaResheph, dewa wabah dan penyembuhanShahar dan Shalim, dewa kembar fajar dan senja. Shalim dikaitkan dengan dunia bawah (alam baka) melalui bintang malam dan dikaitkan dengan kedamaian Shamayim, (harfiah: langit) dewa langit dan surgaShapash, juga disebut Shapshu, dewi matahari; terkadang dikaitkan dengan dewa matahari Mesopotamia Shemesh yang jenis kelaminnya masih diperdebatkan. Yam (harfiah: laut-sungai) dewa laut dan sungai, juga disebut sebagai Hakim Nahar (hakim sungai). Sydyk, dewa kebenaran dan keadilan, kadang dipasangkan dengan Misor, dan dikaitkan dengan planet Jupiter Yahweh, dewa perang dan badai, kerap ditemukan sebagai akhiran nama laki-laki kaum Amorit, meskipun satu-satunya sumber Kanaan yang menyebut Yahweh, muncul di tugu Mesha, menyebutnya sebagai dewa Israel dikontraskan dengan Chemosh. Yarikh, dewa bulan dan suami Nikkal

Simson

Simson (Ibrani: שִׁמְשׁוֹן Šimšon, Tiberias Šimšôn, Arab: شمشون Syamsyun/Sam'un; bahasa Inggris: Samson) adalah hakim ketiga dari terakhir dalam zaman Anak-anak Israel kuno, diceritakan dalam kitab suci Yahudi, Tanakh (Alkitab Ibrani), Perjanjian Lama di Alkitab Kristen dan Talmud. Ia digambarkan dalam Kitab Hakim-Hakimpasal 13hingga 16. Makamnya dipercayai ada di Tel Tzora di Israel menatap Ngarai Sorek. Di sana terdapat dua batu pualam besar untuk Samson dan ayahnya Manoah. Di dekatnya terletak altar untuk Manoah (seperti yang ditulis dalam Hakim-hakim 13:19-24). Tempat ini berada antara kota Zorah dan Eshtaol.

Simson adalah seorang tokoh seperti Herkules, yang menggunakan kekuatan fisiknya yang luar biasa untuk bertempur melawan musuh-musuhnya dan melakukan beberapa aksi kepahlawanan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa: bergulat melawan singa, menghancurkan pasukan musuh dengan hanya menggunakan tulang rahang keledai, dan merobohkan sebuah bangunan raksasa.

Joan Comay, salah seorang penulis buku "Who's Who in the Bible:The Old Testament and the Apocrypha, The New Testament" menyatakan bahwa cerita Simson yang sedemikian akuratnya mengenai waktu dan tempat membuktikan bahwa Simson adalah figur yang nyata yang menggunakan kekuatan fisiknya untuk melawan bangsa-bangsa yang menjajah Israel dan bukan cerita legenda saja.

Kejatuhan Simson
Simson terpikat dengan perempuan dari lembah Sorek bernama Delila, Delila membujuk Simson untuk memberitahukan apa kelemahan Simson, karena dengan diikat tali pun dengan sekali sentakan tali akan terputus dan Simson dapat menghajar orang-orang Filistin. Sampai akhirnya Delila berhasil mengetahui kelemahan Simson karena Simson memberitahunya, Simson akan hilang kekuatannya jika rambutnya dipotong.

Diam-diam Delila mencukur rambut Simson saat dia tertidur lelap, dan mengikatnya. Saat dibangunkan, Simson sudah dikepung orang Filistin, saat dia berusaha meronta, kekuatannya sudah tidak ada, Simson hilang kekuatannya. Orang Filistin dengan mudah menangkap Simson, dan menahannya, Simson dicongkel matanya sehingga menjadi buta, dan dipaksa menjadi tontonan seperti badut pertunjukan, selain itu Simson juga harus menggiling di kilangan gandum.

Lama berselang rambut Simson mulai tumbuh, Simson berdoa pada Allah agar diberi kekuatan sekali lagi, untuk menghancurkan orang Filistin. Saat perayaan dewa Dagon, Simson diikat dan dibawa sebagai tontonan di kuil Dagon. Karena Simson buta, saat itulah Simson menyuruh anak kecil yang menuntunnya , untuk mengarahkan Simson ke tiang penyangga kuil Dagon.

Segenap kekuatan Simson dikembalikan oleh Allah, dan dengan kedua tangannya Simson memeluk tiang penyangga, dan merubuhkan kuil Dewa Dagon. Simson ikut mati bersama orang Filistin setelah dia menghancurkan kuil Dagon di saat terakhir hidupnya. Itulah kematian Simson, mati bersama musuh bangsanya yaitu bangsa Filistin. 

Dalam cerita Simson diceritakan bahwa menjelang kematiannya dia merubuhkan sebuah kuil orang Filistin. Titik balik yang sangat berarti dalam peperangan Israel melawan Filistin adalah kematian Simson. Dia ditangkap melalui pengkhianatan Delila. Orang-orang Filistin mencungkil matanya dan membawanya ke Gaza, salah satu kota besar mereka. Di sana mereka menyuruhnya menggiling biji-bijian di penjara. Diketahui dari penemuan arkeologi bahwa penjara seperti itu pada dasarnya adalah rumah penggilingan. Di rumah-rumah biasa, pekerjaan ini biasa dilakukan oleh para wanita. Para bangsawan birokrasi membangun rumah penggilingan untuk menghasilkan biji-bijian bagi para kaum elit. Di tempat inilah para budak dan narapidana diperkerjakan. Peralatannya adalah batu penggiling yang sederhana. Simson melewatkan hari-harinya duduk di atas tanah menggiling biji-bijian dengan alu yang digosok-gosokkan maju mundur dalam lesung di atas pangkuannya.

Pada suatu hari para pemimpin Filistin mengadakan upacara keagamaan untuk merayakan kemenangan mereka atas para musuhnya. Mereka membawa Simson ke kuil tempat mereka berkumpul, sehingga ia dapat menghibur mereka. Begitu tiba di dalam kuil, Simson meminta anak yang menuntunnya untuk menunjukkan kepadanya di mana letak tiang-tiang penyangga, sehingga dia dapat bersandar. "Kemudian Simson merangkul kedua tiang yang paling tengah, penyangga rumah itu, lalu bertopang kepada tiang yang satu dengan tangan kanannya dan kepada tiang yang lain dengan tangan kirinya. Berkatalah Simson: "Biarlah kiranya aku mati bersama-sama orang Filistin ini." Lalu membungkuklah ia sekuat-kuatnya, maka rubuhlah rumah itu menimpa raja-raja kota itu dan seluruh orang banyak yang ada di dalamnya. Yang mati dibunuhnya pada waktu matinya itu lebih banyak daripada yang dibunuhnya pada waktu hidupnya." 

Dalam satu ketika, Simson menghilangkan seluruh kepemimpinan Filistin. Ini merupakan kemunduran besar dalam konflik mereka dengan Israel. Hal itu merupakan suatu titik balik. Sejak saat itu, orang Israel mulai memperoleh kemenangan. Tetapi apakah peristiwa itu benar terjadi? Dapatkah satu orang merubuhkan seluruh kuil sendirian? Arkeologi telah memberi kita jawaban yang menakjubkan.

Dua kuil Filistin telah ditemukan oleh para ahli arkeologi. Satu di Tel Qasile yang terletak di utara Tel Aviv, dan satu di Tel Miqne, yaitu kota Ekron kuno, 21 mil di selatan Tel Aviv. Kedua kuil mempunyai desain yang unik: atapnya disangga oleh dua tiang penyangga tengah! Tiang penyangganya terbuat dari kayu dan berdiri di atas alas batu. Dengan tiang-tiang yang berjarak enam kaki, seorang yang kuat dapat melepaskan tiang tersebut dari alas batunya dan menyebabkan seluruh atap runtuh. Penemuan arkeologi ini sangat cocok dengan cerita Kitab Suci.

Walaupun Simson mempunyai kelemahan, dia adalah orang pilihan Tuhan dan terdaftar dalam Perjanjian Baru sebagai seorang "yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, … telah beroleh kekuatan dalam kelemahan." 

Simson dalam Islam
Kisah Simson ini ada pada kitab Qashash al-Anbiya dan Muqasyafat al-Qulub. Dalam kitab itu dikatakan bahwa Muhammad tesenyum sendiri, lalu ditanya oleh sahabatnya "Apa yang membuatmu tersenyum wahai rasulullah?" Muhammad menjawab "Diperlihatkan kepadaku hari akhir ketika seluruh manusia dikumpulkan di mahsyar, ada seorang nabi dengan membawa pedang yang tidak mempunyai pengikut satu pun, masuk ke dalam surga dia adalah Sam'un". Ia dikisahkan memiliki mukjizat yaitu dapat melunakkan besi dan merobohkan istana.

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas: Malaikat Jibril menceritakan kapada nabi Muhammad bahwa pada zaman dulu ada seorang hamba Allah yang bernama Sam'un untuk Bani Israil. Ia senantiasa berjuang melawan orang–orang kafir, hingga pada suatu saat istrinya bersama orang–orang kafir berencana membunuh suaminya. Pada suatu malam istrinya mengikat tubuh Sam'un yang sedang tidur lelap dengan rambut milik Sam'un.

Setelah Sam'un tidak dapat melawan, maka orang–orang kafir bersama–sama mengarak dan menyiksa Sam'un dengan keji. Namun ketika itu pula Sam'un mendapatkan pertolongan dari Allah. Sam'un berhasil merobohkan istana kaisar bersama seluruh masyarakatnya hancur beserta istri dan para kerabat yang mengkhianatinya.

Setelah itu Sam'un menghabiskan waktunya untuk beribadah. Siang hari digunakan untuk berpuasa dan malamnya ia gunakan untuk salat. Rutinitas tersebut dilakukan Sam'un hingga seribu bulan.

Dagon

Dagon adalah nama dewa utama sembahan bangsa Filistin. Secara umum, Dagon lebih dikenal dengan nama Dagan. Kuilnya di Ashdod dan Gaza (1 Samuel 5:1, Hakim-hakim 16:23). Di kuil itulah diletakkan patung Dagon. Dalam kitab 1 Samuel, diceritakan bahwa dalam kuil tersebut Tabut Perjanjian yang dicuri oleh orang Filistin diletakkan bersama dengan patung Dagon. Dagon merupakan salah satu dewa besar di bagian barat daerah semitik dan mesopotamia. Dagon menjadi salah satu dewa orang Filistin ketika mereka memasuki Kanaan. Ia juga merupakan dewa pertama dari daerah Siria dan Mesopotamia. 

Dagon mempunyai beberapa nama yang dikenal secara luas di kalangan bangsa-bangsa semit. Namun, arti-arti dalam nama ini masih belum bisa dibuktikan dengan tepat karena belum ada bukti dari Tanakh dan sumber-sumber dari Mesopotamia. Nama Dagon bisa berarti dewa ikan karena kata Dag dalam bahasa Ibrani berarti ikan. Nama ini juga diasumsikan sebagai nama semit yang berarti ikan yang bersedih yang berasal dari analisis kata Dag dan on. Menurut tradisi Yahudi, nama ini muncul dari seorang bernama Yerome dan Rashi serta Kimhi. Nama ini didasarkan pada dongeng rakyat. Nama ini membutuhkan sebuah penjelasan dan penjelasan tersebut mungkin juga bersumber dari Alkitab. Nama Dagon juga bisa berarti dewa padi yang berasal dari kata Dagan yang berarti padi. Nama ini diidentikan dengan Siton sebagai dewa yang menemukan padi. Hal ini juga berkaitan dengan pemahaman kata padi yang berasal dari daerah barat semit. Kata padi dalam daerah barat semit berkaitan dengan abjaddgn yang terdapat dalam nama Dagon. Dagon juga dikaitkan dengan aspek kesuburan karena peran utama Dagon sebagai dewa angin. Hal ini juga masih berkaitan dengan arti nama Dagon dalam bahasa Arab yaitu Dagana atau Dajana yang berarti menjadi murung atau mendung. 

Asal mula tentang nama ilahi ini kurang dapat dipastikan. Gagasan umum mengenai Dagon sebagai berhala yang berbentuk ikan kurang berdasar. Hal ini dikarenakan masih kurangnya bukti yang cukup kuat mengenai hal tersebut. Gagasan umum mengenai bentuk ikan tersebut muncul dari seorang yang bernama Yerome dan kemudian diungkapkan pertama kali oleh seorang bernama Kimhi. Gambaran mengenai berhala ikan ini juga terdapat dalam mata uang dari Arpad dan Asdod. Namun, berhala dalam mata uang tersebut adalah Atargitis, bukan Dagon. Namun, Dagon merupakan dewa yang paling lama dibandingkan dengan dewa-dewa lain yang ada di dunia semit. Pada tahun 2100-2000 sebelum Masehi, selama periode neo-Sumeria ditemukan nama Dagon dalam sebuah segel bersama dengan nama isrinya yaitu Shalash. Shalash merupakan dewa yang berasal dari suku Hurian. Namun, nama Shalash ini juga bisa dikaitkan dengan salah satu dewa Babilonia yang bernama Shala. Ia merupakan istri dari Adad yang adalah dewa cuaca di Babilonia. Pada Tahun 2000-1900 Sebelum Masehi yaitu dalam periode Isin-Larsa, terdapat dua raja dari Isin yang mempunyai nama berkaitan dengan nama Dagon. Raja itu bernama Idinagan yang berarti Dagon telah memberi dan yang lain bernama Ishmedagan yang berarti Dagon telah mendengar. Pada tahun 2300 Sebelum Masehi, beberapa kuil Dagon yang penting terdapat di daerah Tuttul, Mari, Terqa. Semua kuil itu ada pada masa kerajaan Akkad di bawah pemerintahan Sargon sedang berkembang. Pada masa itu, Dagon diadopsi oleh kerajaan Akkad sebagai dewa nasional. Dalam penaklukannya di daerah barat Mesopotamia, ia beribadah kepada Dagan di Tuttul. Beberapa sumber yang berbentuk tulisan kuno juga mengindikasikan bahwa Sargon beberapa kali mengunjungi kuil Dagon yang terdapat di Tuttul. Pada tahun 2500 Sebelum Masehi, Dagon disembah diseluruh Mesopotamia terutama di daerah Efrat tengah dan di salah satu kotanya yang bernama Mari. 

Pada abad ke 14 Sebelum Masehi, terdapat salah satu kuil Dagon di daerah Fenisia Utara yaitu di Ugarit. Kuil ini terdiri dari dua tiang batu. Di dalam kuil ini terdapat gambar Dagon serta tulisan. Kuil ini mempunyai pelataran depan, bilik atau ruang depan, serta menara. Dalam naskah Ugarit, Dagon adalah bapak dari Baal. Hal ini bermakna ambigu karena pada sisi lain Baal juga disebut sebagai anak dari El yang merupakan dewa dari orang Kanaan. Namun, kemiripan karakter antara Baal dan Dagon yang menyebabkan Dagon disebut sebagai bapak dari Baal. Hal ini kemudian berkembang menjadi permasalahan yang rumit ketika Dagon diidentikkan dengan El yang juga diduga sebagai bapak dar i Baal. Namun, asumsi ini sangat sulit diterima karena ibadah yang dipakai Dagon dan kepada El terpisah dan berbeda. Ibadah mula-mula kepada Dagon oleh bangsa Kanaan merupakan warisan dari orang Filistin. Orang Filistin sendiri mengadopsi Dagon sebagai dewa mereka dalam bentuk sinkretisme. Pada abad ke 7 sebelum masehi, di kota Mari dan kota Amori terdapat lebih dari 50 nama yang berbeda yang ditemukan dan merupakan penggabungan dengan nama Dagon. Selain itu, nama Dagon juga digunakan sebagai nama julukan untuk menunjuk pada kodrat dari Dewa. 

Beberapa ahli mempunyai pendapat mengenai peran Dagon dalam dunia dewa maupun manusia, salah satunya adalah Robert. Robert mengatakan bahwa mempunyai Dagon peranan penting di dunia bagian bawah. Argumen Robert ini didasarkan pada teks dari Mari. Dalam teks tersebut, Dagon dikatakan sebagai sebuah dewa dari Enlil. Hal ini berkaitan erat dengan pemahaman mengenai dunia bagian bawah di Enlil. Dalam teks Mari, Dagon disebut bel pagre yang berarti dewa dari korban atau dewa orang mati. 

Baʿal

Baal  dieja Baʿal (bahasa Ibrani: בעל) adalah gelar kehormatan serta makna yang merujuk "Tuhan" dalam bahasa Semit Barat Laut yang digunakan di wilayah Levant selama zaman kuno. "Baʿal" dapat merujuk ke dewa dan bahkan pejabat manusia. Dalam beberapa teks itu digunakan untuk Hadad, dewa hujan, petir, kesuburan dan pertanian, dan penguasa Surga. Karena imam hanya diizinkan untuk mengucapkan nama ilahi-Nya, Hadad, Ba'al sudah umum digunakan. Namun, jika ada beberapa penggunaan Alkitab "Ba al ʿ" mengacu Hadad, tuan atas perakitan dewa di gunung suci surga, melainkan merujuk ke sejumlah dewa roh-lokal yang disembah sebagai gambar kultus, setiap ba disebut ʿal dan dianggap dalam Alkitab Ibrani dalam konteks sebagai "dewa palsu". Ibadah kepada Baal ini ditentang oleh para nabi Israel dalam Perjanjian Lama. Ciri-ciri khasnya ialah menjamin kesuburan. Karena itu Baal sering kali turut disembah oleh orang Israel sendiri.

Baʿal (bet-ayin-lamedh) adalah kata Semitik menandakan "Tuhan, tuan, pemilik (laki-laki), pemelihara, suami". Sanak termasuk Standard Ibrani (Bet-ayin-vovnik); בַּעַל / בָּעַל, BAʿal, Akkadia BEL dan Arab بعل. Dalam bahasa Ibrani, kata Ba'al berarti "suami" atau "pemilik", dan berhubungan dengan kata kerja yang berarti untuk mengambil kepemilikan, untuk pria, pernikahan yang sempurna. Kata "Ba'al" juga digunakan dalam frase bahasa Ibrani banyak, yang menunjukkan baik kepemilikan secara konkret serta memiliki kualitas yang berbeda dalam kepribadian seseorang. Bentuk feminin adalah Baʿalah (Ibrani בַּעֲלָה Baʕalah, Arab بعلة baʿalah) menandakan "wanita, nyonya, pemilik (wanita), istri".

Kata-kata itu sendiri tidak punya konotasi agama eksklusif, mereka adalah gelar kehormatan untuk kepala rumah tangga atau pengrajin ahli, tetapi tidak untuk gelar kebangsawanan. Yang dimaksud dengan "tuan" sebagai anggota keluarga kerajaan atau bangsawan lebih tepat diterjemahkan sebagai Adon dalam Semit.

Dalam bahasa Ibrani istilah dasar untuk pemilik rumah adalah "Ba'al ha-bayith", dengan konotasi warga kota kelas menengah, borjuis dalam teks-teks Yahudi tradisional dan dalam bahasa Yiddish (diucapkan "baalabus" dalam bahasa Yiddish, pl "baalei. -batim "). Sebuah versi feminin dari istilah dalam bahasa Ibrani, berarti "ba'alat ha-bayith", "perempuan dari rumah", dan secara tradisional memiliki konotasi seorang wanita, kuat bahkan dominan,, yang mempertahankan rumah tangga secara efektif dan hasil -berorientasi cara, versi Yiddish dari istilah yang "baalabusta".

Baʿal ul bayt di modern Levantine Arab secara luas digunakan untuk berarti kepala rumah tangga, 'Tuan rumah' harfiah dan memiliki, konotasi agak lucu yang semi-mengejek. Dalam bahasa Arab Levantine modern, kata Baʿal berfungsi sebagai kata sifat menggambarkan pertanian yang hanya bergantung pada air hujan sebagai sumber irigasi. Mungkin itu adalah sisa-sisa terakhir dari rasa Baal dewa dalam pikiran orang-orang di wilayah tersebut. Dalam bahasa Amharik, kata Semit untuk "pemilik" atau "suami, pasangan" bertahan dengan ejaan "bal", sedangkan untuk dewa disebut "Baʿal" dan "Ba​ʿAlath"

Karena lebih dari satu tuhan yang bergelar "Baʿal" serta lebih dari satu dewi yang juga bergelar "BaʿAlat" atau "Ba`alah", maka hanya konteks teks yang dapat menunjukkan siapa dan dari manakah Baʿal ('tuan') atau BaʿAlath ('nyonya') yang dibicarakan dalam prasasti atau teks tersebut.

Pada Zaman Perunggu, Hadad (atau Haddad atau Adad) terutama mungkin disebut Baʿal, namun, Hadad jauh dari dewa-satunya untuk memiliki gelar itu. Dalam panteon (kumpulan dewa-dewa) Kanaan seperti yang dibuktikan dalam sumber-sumber Ugarit, Hadad adalah anak dari El, yang pernah menjadi dewa utama panteon Kanaan. El dan Ba​​ʿal sering dikaitkan dengan banteng dalam teks Ugarit, sebagai simbol baik kekuatan dan kesuburan.

Baʿal Tirus
Melqart adalah putra dari El dalam trias Fenisia ibadah. Dia adalah dewa Tirus dan sering disebut Baʿal Tirus. Dalam bagian Alkitab 1 Raja-raja 16:31 tertulis bahwa Ahab, raja Israel, menikah Izebel, putri Ethba'al, raja orang Sidon, dan kemudian menjabat habba'al ('Baʿal'.) Kultus dewa ini adalah menonjol di Israel sampai masa pemerintahan Yehu, yang mengakhiri ibadah itu.

"Dan mereka membawa keluar pilar (massebahs) dari rumah Baʿal dan membakarnya. Dan mereka ditarik pilar (massebah) dari Baʿal dan ditarik ke bawah rumah Baʿal dan mengubahnya menjadi jamban sampai saat ini hari. " 
Beberapa pakar meragukan apakah "Baʿal" di Kitab 2 Raja-raja 10:26 mengacu kepada Melqart. Mereka menunjukkan bahwa Hadad juga disembah di Tirus. Sudut pandang ini mengabaikan kemungkinan bahwa Hadad dan Melqart adalah tuhan yang sama dengan nama yang berbeda karena bahasa dan budaya yang berbeda, yakni Hadad menjadi Kanaan dan Melqart menjadi Fenisia. Dalam mendukung interpretasi yang terakhir, baik Hadad dan Melqart digambarkan sebagai putra El, baik membawa posisi sekunder yang sama dalam Pantheons budaya masing-masing.

Flavius Yosefus (Antiquities 8.13.1) menyatakan dengan jelas bahwa Izebel "membangun sebuah kuil untuk dewa Tyrians, yang mereka sebut Belus" yang tentunya mengacu pada Baal dari Tirus, atau Melqart.

Ahab bin Omri melakukan lebih jahat di mata TUHAN dari yang pernah ada sebelumnya. Dia tidak hanya menganggap remeh untuk melakukan dosa Yerobeam bin Nebat, tetapi ia juga menikah dengan putri raja Izebel Ethbaal orang Sidon, dan mulai melayani Baal dan menyembahnya. Dia mendirikan sebuah mezbah untuk Baal itu di kuil Baal yang didirikannya di Samaria. Ahab juga membuat Asyera (tiang) dan melakukan lebih banyak untuk memprovokasi Tuhan, Allah Israel, marah daripada semua raja Israel hadapannya.

Dalam kasus apapun, Raja Ahab, meskipun mendukung kultus ini Baʿal, memiliki kemiripan ibadah kepada YHWH atau "Yahweh" (1 Raja-raja 16-22). Ahab masih berkonsultasi dengan nabi Yahweh dan perlindungan Yahweh dihargai ketika ia bernama putranya Ahazia ("Yahweh memegang") dan Yoram ("Yahweh tinggi.")

Baʿal dari Carthage
Penyembahan Ba​​ʿal Hammon berkembang di koloni Fenisia dari Carthage. Baʿal Hammon adalah dewa tertinggi Carthaginians, dan diyakini bahwa supremasi ini tanggal kembali ke Abad ke 5 SM, ternyata setelah putus dari hubungan antara Carthage dan Tirus pada saat kekalahan Punisia di Himera. Dia umumnya diidentifikasi oleh para sarjana modern baik dengan Northwest dewa Semit El atau dengan Dagon, dan umumnya diidentifikasi oleh orang Yunani, oleh interpretatio Graeca dengan Cronus Yunani dan sama oleh Roma dengan Saturnus.

Makna Hammon atau Hamon tidak jelas. Pada abad ke-19 ketika Ernest Renan menggali reruntuhan Hammon (Hammon), Umm al-modern yang 'Awamid antara Tirus dan Acre, ia menemukan dua prasasti Fenisia didedikasikan untuk El-Hammon. Sejak El itu biasanya diidentifikasi dengan Cronus dan Ba'al Hammon juga diidentifikasi dengan Cronus, tampaknya mungkin mereka bisa disamakan. Lebih sering koneksi dengan bahasa Ibrani / Fenisia 'anglo' Hamman telah diusulkan, dalam arti "Baal (lord) dari anglo". Dia telah diidentifikasi karena dengan dewa matahari. Frank Moore Palang berpendapat untuk koneksi ke Khamōn, nama Ugarit dan Akkadia untuk Mount Amanus, gunung besar yang memisahkan Suriah dari Cilicia berdasarkan terjadinya deskripsi Ugaritic El sebagai. salah satu dari Haman gunung.

Sumber klasik menceritakan bagaimana Carthaginians membakar anak-anak mereka sebagai persembahan kepada Baʿal Hammon (lihat Molokh untuk tradisi dan pemikiran yang bertentangan tentang hal tersebut). Dari atribut bentuk Romawi, Afrika Saturnus, adalah mungkin untuk menyimpulkan bahwa Hammon adalah dewa kesuburan.

Sarjana Cenderung melihat Baʿal Hammon sebagai lebih atau kurang identik dengan El dewa, yang juga umumnya diidentifikasi dengan Cronus dan Saturnus. Namun, Yigael Yadin menganggapnya sebagai dewa bulan. Edward Lipinski mengidentifikasi dirinya dengan Dagon dewa di de nya peradaban Dictionnaire La Phenicienne et punique (1992: ISBN 2-503-50033-1). Prasasti tentang dewa Punic cenderung agak tidak informatif.

Dalam Carthage dan Afrika Utara Baʿal Hammon terutama terkait dengan ram dan disembah juga sebagai Baʿal Qarnaim ("Lord of Dua Tanduk") di sebuah tempat perlindungan terbuka di Jebel Bu Kornein ("dua-bertanduk hill") di seberang Teluk dari Carthage.

Mitra kultus perempuan Ba​​ʿal Hammon adalah Tanit. Dia mungkin tidak pernah diidentifikasi dengan Ba​​ʿal Melqart, meskipun satu menemukan persamaan ini dalam beasiswa tua.

Ba `Alat Gebal (" Lady of Byblos ") tampaknya telah umum diidentikkan dengan 'Ashtart, meskipun Sanchuniathon membedakan keduanya.

Imam Baal
Para imam dari Baal disebutkan dalam zaman Alkitab Ibrani banyak, termasuk konfrontasi dengan Elia Nabi (1 Raja-raja 18:21-40), pembakaran dupa simbolis doa (2 Raja-raja 23:5), dan ritual yang diikuti oleh para imam dihiasi dalam jubah khusus (2 Raja-raja 10:22) menawarkan pengorbanan sama dengan yang diberikan untuk menghormati Allah Ibrani. Konfrontasi dengan Elia Nabi juga disebutkan dalam Al-Qur'an (37:123-125)

Baal sebagai nama ilahi di Israel dan Yehuda
Pada awalnya nama Baal digunakan oleh orang-orang Yahudi untuk Tuhan mereka tanpa diskriminasi, tetapi sebagai perjuangan antara kedua agama dikembangkan, nama Baʿal diberikan dalam Yudaisme sebagai hal yang memalukan, dan bahkan nama-nama seperti Yerubaal diubah menjadi Yerubosyet: (dari kata Ibrani bosyet atau bosheth berarti "malu").

Rasa persaingan antara pasukan imam Yahweh dan Ba ​​al ʿ pada abad ke-9 SM tampak lebih jelas dengan bukti dari 1 Raja-raja 18, di mana nabi Elia mempersembahkan korban kepada TUHAN, pengikut Baal melakukan hal yang sama. Baal dalam teks Ibrani tidak menyalakan api atas pengorbanan para pengikutnya, tetapi TUHAN mengirimkan api surgawi untuk membakar korban Elia menjadi abu, bahkan setelah korban itu telah direndam dengan air.

Sejak Baal berarti 'master', tidak ada alasan yang jelas untuk yang tidak bisa diterapkan bagi TUHAN serta dewa-dewa lainnya. Bahkan, Ibrani umumnya disebut TUHAN sebagai Adonai ('tuanku') dalam doa. Hakim Gideon juga disebut "Yerubaal", nama yang tampaknya berarti 'Baal berusaha', meskipun penjelasan Yahwists 'dalam Hakim-hakim 6:32 adalah bahwa nama theophoric diberikan untuk mengejek dewa Baal, yang kuilnya dihancurkan oleh Gideon, niat yang menyiratkan: "Silakan Baal berusaha sekuat kemampuannya ... itu akan sia-sia."

Setelah kematian Gideon, menurut Hakim 8:33, orang Israel sesat dan mulai menyembah BaʿAlim (Baʿals) terutama Baʿal Berith ("Lord of Kovenan.") Beberapa ayat kemudian (Hakim 9:4) cerita berubah untuk semua warga Sikhem - sebenarnya kol-ba'alê šəkem kasus lain penggunaan normal Ba'al tidak diterapkan pada dewa. Ini upaya warga Sikhem dukungan Abimelekh untuk menjadi raja dengan memberinya 70 shekel dari House of Ba'al Berith. Sulit untuk memisahkan ini Tuhan Kovenan yang disembah di Sikhem dari perjanjian di Sikhem dijelaskan sebelumnya dalam Yosua 24:25, di mana orang-orang setuju untuk menyembah Yahweh. Hal ini terutama sulit untuk melakukannya ketika Hakim 09:46 menceritakan bahwa semua "pemegang menara Sikhem" (kol-ba'alê midgal-šəkem) memasuki Gedung Bet 'el bərît' El 'Berith, yaitu, 'Rumah Tuhan dari Kovenan'. Entah "Baʿal" di sini judul untuk El, atau perjanjian Sikhem mungkin awalnya tidak melibatkan El sama sekali, tetapi beberapa dewa lain yang membawa panggilan Baʿal. Apakah ada sudut pandang yang berbeda tentang Yahweh, beberapa melihatnya sebagai aspek Hadad, sebagian sebagai satu aspek dari El, beberapa dengan persepsi lain tidak dapat dijawab jelas.  

Baʿal muncul dalam nama theophoric. Satu juga menemukan Eshbaʿal (salah satu putra Saul) dan Be ʿ Elyada (putra Daud). Nama terakhir ini juga muncul sebagai Elyada. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa pada beberapa periode Baʿal dan El yang digunakan secara bergantian, bahkan dalam nama yang sama diterapkan pada orang yang sama. Lebih mungkin tangan kemudian telah dibersihkan teks. Editor tidak bermain-main dengan beberapa nama, kadang-kadang menggantikan 'kekejian' bentuk bosheth untuk Ba'al dalam nama, dari mana para Isyboset bentuk bukan Eshbaʿal dan Mefiboset yang diberikan Meribaʿal dalam 1 Tawarikh 09:40. 1 Tawarikh 12:05 menyebutkan nama Be ʿ Aliah (lebih akurat be'alyâ) yang berarti "Yahweh adalah Baʿal."

Sulit untuk menentukan sejauh mana 'ibadah palsu' yang para nabi menstigmatisasi adalah pemujaan Yahweh bawah konsepsi dan dengan ritus, yang memperlakukannya sebagai alam dewa lokal, atau apakah fitur tertentu dewa lebih sering diberi judul Ba 'al secara sadar diakui menjadi berbeda dari Yahwism dari yang pertama. Tentu saja beberapa teks Ugarit dan Sanchuniathon permusuhan laporan antara El dan Hadad, mungkin mewakili perbedaan kultus dan agama tercermin dalam tradisi Ibrani juga, di mana Yahweh di Tanach dengan tegas diidentifikasi dengan El dan mungkin diharapkan untuk menjadi agak memusuhi Baʿal/Hadad dan para dewa dari lingkaran. Tapi untuk Yeremia dan Kitab Ulangan itu juga tampaknya monoteisme melawan politeisme (Yeremia 11:12):

Kemudian penduduk kota-kota Yehuda dan Yerusalem pergi dan menangis kepada para dewa kepada siapa mereka menawarkan dupa, tetapi mereka tidak akan menyelamatkan mereka sama sekali dalam waktu kesusahan mereka. Sebab menurut jumlah kota Anda Allahmu, hai Yehuda, dan sesuai dengan jumlah jalan-jalan Yerusalem yang Anda telah menyiapkan altar untuk abominination tersebut, altar untuk membakar dupa untuk Baal tersebut.

Baal dan Ashtarts
Satu menemukan dalam Tanakh bentuk jamak membentuk bə'ālîm 'Baʿals' atau 'Lords' dan Ashtarts aštārôt, meskipun bentuk jamak tersebut tidak muncul dalam sumber bahasa Aram Fenisia atau Kanaan atau independen.

Satu teori adalah bahwa orang-orang dari wilayah masing-masing atau dalam setiap klan mengembara menyembah mereka sendiri Baʿal, sebagai dewa utama masing-masing, sumber dari semua pemberian alam, dewa misterius ayah mereka. Sebagai dewa kesuburan semua hasil dari tanah akan menjadi miliknya, dan pengikutnya akan membawa upeti kepadanya mereka pertama-buah. Dia akan menjadi pelindung dari semua pertumbuhan dan kesuburan, dan, dengan menggunakan analogi karakteristik pemikiran awal, ini Baʿal akan menjadi dewa elemen produktif dalam arti luas. Berasal mungkin dalam pengamatan efek pemupukan dari hujan dan sungai atas tanah reseptif dan reproduksi, Ba ʿ ibadah al menjadi identik dengan alam-ibadah. Bergabung dengan Ba​​ʿals ada secara alami akan sosok perempuan yang sesuai yang mungkin disebut ʿ Ashtarts, perwujudan 'Ashtart. Baʿal Hadad dikaitkan dengan dewi "Virgin" Anat, adiknya dan kekasih.

Melalui analogi dan melalui keyakinan bahwa seseorang dapat mengendalikan atau membantu kekuatan alam oleh praktik sihir, sihir sangat simpatik, seksualitas mungkin mencirikan bagian dari kultus Baʿals dan Ashtarts ʿ. Pasca-pembuangan sindiran kepada kultus Baʿal Pe'or menunjukkan bahwa pesta pora berlaku. Di puncak-puncak bukit dan gunung berkembang pemujaan pemberi meningkat, dan "di bawah setiap pohon yang rimbun" dipraktikkan kebejatan yang diadakan untuk mengamankan kelimpahan tanaman. Pengorbanan manusia, pembakaran dupa, latihan kekerasan dan gembira, kegiatan seremonial membungkuk dan mencium, yang mempersiapkan kue suci (lihat juga Asyera), muncul di antara pelanggaran mengecam oleh pasca-pembuangan nabi, dan menunjukkan bahwa kultus Baʿal (dan ʿ Ashtart) termasuk fitur karakteristik ibadah yang kambuh di berbagai belahan dunia (dan non-Semit) Semit, meskipun melekat pada nama-nama lain. Tetapi juga mungkin bahwa ritual tersebut dilakukan untuk ʿ Ba lokal al Tuhan dan ʿ lokal Ashtart tanpa banyak perhatian, apakah mereka adalah sama dengan komunitas terdekat atau bagaimana mereka dipasang ke dalam teologi nasional Yahweh yang telah menjadi putusan tinggi dewa langit, semakin memisahkan diri dari hal-hal seperti, setidaknya di benak sebagian jamaah.

Teori lain adalah bahwa referensi untuk Baʿals dan ʿ Ashtarts (dan Asherahs) adalah untuk gambar atau simbol standar lainnya dari para dewa, patung, dan ikon dari Baʿal Hadad, ʿ Ashtart, dan Asyera set-up di tempat-tempat yang tinggi berbagai serta orang-orang lain yang dewa, penulis daftar yang paling menonjol sebagai jenis untuk semua.

Sebuah kenang-kenangan dari Baʿal sebagai judul dewa kesuburan lokal (atau mengacu pada dewa tertentu air di bawah tanah) dapat terjadi di bidang frase Talmud Ibrani dari ʿ Ba al dan tempat Baʿal dan Arab ba'l digunakan tanah dibuahi oleh di bawah tanah perairan bukan oleh hujan.

Identifikasi Baʿal sebagai dewa matahari dalam keilmuan sejarah datang ditinggalkan pada akhir abad ke-19 karena menjadi jelas bahwa Baʿal adalah judul dewa lokal banyak dan belum tentu dewa tunggal dalam asal. Juga menjadi jelas bahwa "astralizing" (asosiasi atau identifikasi dengan benda-benda langit) dari Dekat Kuno dewa Timur adalah pembangunan (Zaman Besi) akhir tidak terhubung dengan asal agama sebagai berteori oleh beberapa abad ke-19 sekolah pemikiran.

Sampai penggalian arkeologi di Ras Shamra dan Ebla menemukan teks menjelaskan panteon Suriah, iblis Ba'al Zebûb itu sering bingung dengan roh Semit berbagai dewa bernama Baal, sedangkan di beberapa tulisan Kristen, mungkin merujuk pada setan tingkat tinggi atau Setan sendiri.

Demonologists awal menyadari Hadad atau bahwa "Baʿal" dalam Alkitab disebut sejumlah roh lokal, mulai menganggap istilah sebagai mengacu tetapi satu tokoh. Baal menduduki peringkat sebagai raja pertama dan utama dalam neraka, memerintah Timur. Menurut beberapa penulis  Baal adalah duke, dengan 66 legiun setan di bawah komandonya.

Selama periode Puritan Inggris, Baal adalah baik dibandingkan dengan setan atau dianggap letnan utamanya. Menurut Francis Barrett, dia memiliki kekuatan untuk membuat orang-orang yang memanggil dia tak terlihat.

John Milton in Paradise puisi epik Kehilangan 1667 menggambarkan setan "Legions, Bentuk Angel" segera setelah jatuh dari langit mengumpulkan diri dan berkumpul di sekitar mereka "Sultan Besar" (setan). Nama Milton dan menjelaskan yang paling menonjol dari yang namanya di surga telah "dihapuskan dan ras'd", tetapi siapa yang akan memperoleh nama baru "wandring bijih Bumi", yang disembah oleh manusia ("Devils untuk memuja Dewa untuk") . Dalam bagian berikut, Milton mengacu pada bentuk jamak dari Baʿal dan Astarte  

Dalam tradisi Grimoire, yang Bael iblis dikatakan muncul dalam bentuk seorang pria, kucing, katak, atau kombinasinya. Sebuah ilustrasi pada tahun 1818 buku Collin de Plancy ini Dictionnaire Infernal agak aneh menempatkan kepala tiga makhluk ke satu set kaki laba-laba.

Tradisi Islam
Kata Baʿal muncul dalam Quran, disebutkan bahwa Elias (Ilyas) seorang nabi Allah diutus kepada umat-Nya untuk memberitahu mereka untuk tidak menyembah Baʿal dan ibadah satu Allah yang benar.
dan Ilyas adalah sesungguhnya para utusan, ia bertanya kaumnya: 'Apakah kamu tidak takut (kepada Allah), akan kamu memanggil Baʿal dan meninggalkan yang terbaik dari pencipta, Allah adalah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, para leluhur tetapi mereka. menolak dia, dan mereka pasti akan dipanggil (untuk hukuman), kecuali hamba-hamba yang tulus dan setia Allah (di antara mereka), dan kami meninggalkan (berkat ini) baginya di antara generasi (untuk datang) di kemudian hari, damai Ilyas." - (As-Shaffat 37, Ayat 123-130).
Baʿal Zebûb

"Ba'al Zəbûb" (Beelzebub) dipahami berarti "tuan lalat", atau "penguasa hunian (surgawi)" Awalnya nama dari dewa Filistin, Beelzebub juga diidentifikasi dalam Perjanjian Baru sebagai Setan, "pangeran dari setan". Dalam bahasa Arab nama ini dipertahankan sebagai Ba'al dhubaab / zubaab (بعل الذباب) , secara harafiah "Tuan para lalat" ("Lord of the Flies"). Pakar Alkitab Thomas Kelly Cheyne menyarankan bahwa kata ini mungkin diubah untuk menghina "Zəbûl Baal", ("Tuan Tempat Tinggi", yaitu surga atau "Tuhan Tinggi"). Kata Beelzebub dalam teks rabinik adalah ejekan dari agama Ba'al, yang dalam buaya Ibrani kuno dianggap sebagai berhala (atau ilah palsu). Nama "Ba'al", yang berarti "Tuhan" dalam bahasa Ugarit, digunakan dalam hubungannya dengan nama deskriptif Allah yang spesifik. Sarjana Yahudi telah menafsirkan judul "Tuhan Lalat" sebagai cara Ibrani memanggil Baal tumpukan kotoran, dan membandingkan pengikut Ba'al dengan lalat. Septuaginta menerjemahkan nama ini sebagai "Baalzebub" (βααλζεβούβ) dan sebagai "Baal muian" (βααλ μυιαν, "Baal lalat"), tetapi Symmachus Ebionite mungkin telah mencerminkan tradisi penghinaan nama kuno ketika ia disebut sebagai Beelzeboub.