Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Jan 12, 2013

Di Padang Belantara

Selama kurang lebih empat puluh tahun lamanya bangsa Israel telah hilang dari pandangan di dalam keadaan yang terpencil di padang belantara. Musa berkata, "Lamanya kita berjalan sejak dari Kadesy-Barnea sampai kita ada di seberang sungai Zered, ada tiga puluh delapan tahun, sampai seluruh angkatan itu, yakni prajurit, habis binasa dari perkemahan, seperti yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada mereka; dan tangan Tuhan juga melawan mereka untuk menghamburkan mereka dari perkemahan, sampai mereka habis binasa." Ulangan 2:14, 15.

Selama tahun‑tahun ini orang banyak terus‑menerus diingatkan bahwa mereka berada di bawah tempelakan Ilahi. Di dalam pemberontakan di Kades mereka telah menolak Allah, dan untuk sementara waktu Allah telah menolak mereka. Oleh karena mereka telah terbukti tidak setia kepada perjanjian‑Nya, mereka tidak dapat menerima tanda dari perjanjian itu, yaitu upacara sunat. Keinginan mereka untuk kembali ke negeri perbudakan itu telah menunjukkan bahwa mereka tidak layak memperoleh kemerdekaan, dan upacara Paskah, yang telah ditetapkan untuk memperingati kelepasan dari perbudakan, tidak boleh dirayakan.

Tetapi diteruskannya upacara baitsuci menjadi kesaksian bahwa Allah tidaklah sama sekali meninggalkan mereka. Dan pimpinan‑Nya masih mencukupkan kebutuhan mereka. "Tuhan Allahmu telah memberkati kamu di dalam segala pekerjaan tanganmu," kata Musa, dalam mengulangi kembali sejarah pengembaraan mereka. "Ia mengetahui perjalananmu melalui padang belantara yang luas ini; selama empat puluh tahun Tuhan telah menyertai kamu; engkau tidak kekurangan apa pun." Dan nyanyian orang Lewi yang dicatat oleh Nehemia, dengan jelas menggambarkan penjagaan Allah bagi Israel, sekalipun pada tahun‑tahun penolakan dan pembuangan mereka: "Engkau tidak meninggalkan mereka di padang gurun karena kasih sayang-Mu yang besar. Tiang awan tidak berpindah dari atas mereka pada siang hari untuk memimpin mereka pada perjalanan, begitu juga tiang api pada malam hari untuk menerangi jalan yang mereka lalui. Dan Engkau memberikan kepada mereka Roh-Mu yang baik untuk mengajar mereka. Juga manna-Mu tidak Kautahan dari mulut mereka dan Engkau memberikan air kepada mereka untuk melepaskan dahaga. Empat puluh tahun lamanya Engkau memberikan mereka makan di padang gurun. Mereka tidak rusak, dan kaki mereka tidak bengkak." Nehemia 9:19‑21.

Pengembaraan di padang belantara bukan hanya ditetapkan sebagai satu hukuman terhadap pemberontak‑pemberontak dan orang‑orang yang bersungut itu, tetapi itu juga merupakan satu disiplin bagi generasi yang sedang timbul, sebagai persiapan untuk memasuki Tanah Perjanjian. Musa menyatakan kepada mereka, "Maka haruslah engkau insaf, bahwa Tuhan, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya," "dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak. Jadi Ia . . . membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan." Ulangan 8:5, 2, 3.

"Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." "Ia menjadi Juruselamat mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala." Ulangan 32:10; Yesaya 63:9.

Namun demikian catatan satu‑satunya tentang kehidupan mereka di padang belantara itu adalah peristiwa‑peristiwa pemberontakan terhadap Tuhan. Pemberontakan Korah telah mengakibatkan binasanya empat belas ribu orang Israel. Dan ada juga peristiwa‑peristiwa yang tersembunyi yang menunjukkan roh mengolok‑olok yang sama terhadap wewenang Allah.

Pada suatu peristiwa anak laki‑laki dari seorang perempuan Israel yang kawin dengan seorang Mesir, salah seorang dari bangsa campuran yang ikut keluar bersama‑sama dengan bangsa Israel dari Mesir, telah meninggalkan kemahnya lalu memasuki tempat perkemahan Israel, dan mengaku bahwa dia juga berhak mendirikan kemahnya di antara orang Israel. Hal ini dilarang oleh hukum Ilahi, orang‑orang Mesir harus dipisahkan dari perhimpunan orang Israel sampai kepada generasi yang ketiga. Satu percekcokan telah terjadi antara dia dengan seorang Israel dan bilamana perkara ini dihadapkan kepada hakim‑hakim, maka orang ini dinyatakan bersalah.

Marah oleh karena keputusan itu, ia telah mengutuk hakim, dan dalam kemarahannya yang berkobar‑kobar itu ia telah menghujat nama Allah. Segera ia dihadapkan kepada Musa. Perintah telah diberikan bahwa, "Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati." (Keluaran 21:17); tetapi tidak ada satu perintah yang berhubungan dengan soal ini. Begitu hebatnya kejahatan orang ini maka dirasa perlu untuk memohon satu petunjuk khusus dari Allah. Orang itu dimasukkan ke dalam satu ruangan sampai kehendak Allah dinyatakan. Allah sendiri yang mengucapkan hukumannya; oleh perintah Ilahi orang yang menghujat itu dibawa keluar dari perkemahan dan dilempari dengan batu sampai mati. Mereka yang menjadi saksi terhadap dosanya itu menaruh tangan mereka di atas kepalanya, dengan demikian secara khidmat menyaksikan akan kebenaran tuduhan yang dilemparkan kepada dirinya. Kemudian mereka ini melemparkan batu‑batu yang pertama, dan orang banyak yang berdiri di tempat itu kemudian ikut serta melaksanakan hukuman itu.

Kejadian ini diikuti dengan diumumkannya satu hukum untuk menghadapi pelanggaran yang sama seperti itu, "Engkau harus mengatakan kepada orang Israel, begini: Setiap orang yang mengutuki Allah harus menanggung kesalahannya sendiri. Siapa yang menghujat nama Tuhan, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama Tuhan, haruslah dihukum mati." Imamat 24:15, 16.

Ada orang‑orang yang akan meragukan kasih Allah dan keadilan‑Nya dalam menjatuhkan hukuman yang begitu berat terhadap kata‑kata yang diucapkan dalam keadaan marah yang meluap‑luap. Tetapi baik kasih dan juga keadilan menuntut agar ditunjukkan bahwa ucapan‑ucapan yang didorong oleh kebencian terhadap Allah adalah satu dosa yang besar. Pembalasan yang dijatuhkan kepada orang yang pertama melanggar itu akan menjadi satu amaran kepada orang lain agar nama Allah tetap dihormati. Tetapi kalau dosa orang ini dibiarkan begitu saja tanpa mendapat hukuman, orang‑orang lain akan menjadi rusak moralnya; dan sebagai akibatnya banyak orang akhirnya harus dikorbankan.

Bangsa campuran yang telah ke luar bersama‑sama dengan orang Israel dari Mesir adalah satu sumber daripada pencobaan dan kesulitan yang terus‑menerus. Mereka mengaku telah meninggalkan penyembahan berhala dan berbakti kepada Allah yang benar; tetapi pendidikan dan latihan yang diterima pada masa kecil telah membentuk kebiasaan dan tabiat mereka, dan sedikit banyaknya mereka telah dinodai oleh penyembahan berhala dan oleh sikap tidak hormat kepada Allah. Merekalah yang paling sering menimbulkan pertengkaran dan yang pertama bersungut‑sungut, dan mereka telah mempengaruhi perhimpunan itu dengan kebiasaan‑kebiasaan penyembahan berhala mereka dan persungutan mereka kepada Allah.

Segera setelah kembali ke padang belantara, satu peristiwa pelanggaran terhadap hari Sabat telah terjadi, dalam satu keadaan yang telah menjadikan hal itu merupakan satu kesalahan yang berbeda. Pengumuman Tuhan bahwa Ia akan menolak Israel telah membangkitkan satu roh pemberontakan. Salah seorang dari antara orang banyak itu, merasa marah oleh karena mereka tidak diizinkan masuk ke Kanaan dan bertekad untuk menunjukkan perlawanannya terhadap hukum Allah, telah nekad untuk mengadakan pelanggaran yang terang‑terangan terhadap hukum yang keempat dengan pergi keluar mengumpulkan ranting‑ranting kayu pada hari Sabat. Selama pengembaraan di padang belantara menyalakan api pada hari yang Ketujuh dilarang sama sekali. Larangan ini tidak akan berlaku sampai ke Tanah Kanaan, dimana iklim yang sangat dingin sering menjadikan api itu sebagai satu keperluan; tetapi di padang belantara, api tidaklah diperlukan untuk pemanasan. Tindakan orang ini merupakan satu pelanggaran yang sengaja dan sewenang‑wenang terhadap hukum keempat--satu dosa, bukan oleh kealpaan atau kelalaian, tetapi tindakan yang disengaja.

Ia tertangkap basah dan dibawa menghadap Musa. Sudah dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap hari Sabat harus dihukum mati, tetapi belum pernah diterangkan bagaimana hukuman itu harus dijalankan. Hal ini dihadapkan oleh Musa kepada Tuhan dan satu petunjuk telah diberikan. "Orang itu pasti dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan." Bilangan 15:35. Dosa‑dosa menghujat dan melanggar Sabat dengan sengaja menerima hukuman yang sama, karena kedua‑duanya merupakan satu pernyataan mengolok‑olok wewenang Allah.

Pada zaman kita ini banyak orang yang menolak hari Sabat dengan menyatakan bahwa itu adalah satu lembaga bangsa Yahudi, dan mengatakan bahwa jikalau itu harus ditaati maka hukuman mati harus dijalankan terhadap pelanggarannya; tetapi kita melihat bahwa menghujat juga menerima hukuman yang sama seperti pelanggaran terhadap Sabat. Akankah juga kita berkesimpulan bahwa hukum yang ketiga itu berlaku hanya kepada bangsa Yahudi saja? Tetapi alasan yang diadakan sehubungan dengan hukuman mati itu berlaku kepada hukum yang ketiga, yang kelima dan hampir kepada seluruhnya dari sepuluh hukum itu, sama seperti hukum yang keempat. Sekali pun sekarang ini Allah tidak menghukum pelanggaran terhadap hukum‑Nya dengan hukuman yang sementara, tetapi Ia menyatakan bahwa upah dosa itulah maut; dan di dalam pelaksanaan hukuman yang terakhir akan didapati bahwa kematian adalah bahagian daripada mereka yang melanggar peraturan‑peraturan‑Nya yang suci.

Selama empat puluh tahun di padang belantara, bangsa itu setiap minggu diingatkan tentang kewajiban‑kewajiban yang suci sehubungan dengan Sabat, melalui mukjizat manna. Tetapi sekalipun adanya hal seperti ini tidaklah menuntun mereka kepada penurutan. Sekali pun mereka tidak berani melakukan pelanggaran yang terbuka oleh karena terjadinya hukuman yang, nyata itu, tetapi ada kelalaian di dalam hal penurutan kepada hukum yang keempat itu. Allah menyatakan melalui nabinya, "Melanggar kekudusan hari-hari Sabat-Ku." Yehezkiel 20 :13‑24. Dan hal ini termasuk di antara sebab‑sebab tidak bisa masuknya generasi yang pertama itu ke Tanah Perjanjian. Tetapi anak‑anak mereka itu tidak mau mengambil pelajaran. Demikianlah kelalaian mereka terhadap Sabat selama empat puluh tahun pengembaraan mereka itu, dimana sekali pun Allah tidak menghalangi mereka untuk memasuki Kanaan, Ia menyatakan bahwa mereka harus dicerai‑beraikan di antara bangsa kafir setelah menduduki Tanah Perjanjian itu.

Dari Kades bangsa Israel telah kembali ke padang belantara; dan setelah masa pengembaraan mereka di padang belantara itu berakhir, maka sampailah mereka itu, "yakni segenap umat itu, ke padang gurun Zin, dalam bulan pertama, lalu tinggallah bangsa itu di Kadesy." Bilangan 20:1.

Di tempat ini Miryam mati dan dikuburkan. Dari saat‑saat yang penuh kesukaan di tepi Laut Merah, pada waktu bangsa Israel berjalan sambil menyanyi dan menari untuk merayakan kemenangan Tuhan, sampai ke kuburan di padang belantara yang mengakhiri pengembaraan selama umur hidup mereka itu--demikianlah nasib jutaan manusia yang dengan harapan yang muluk‑muluk telah ke luar dari negeri Mesir. Dosa telah merebut dari bibir mereka itu cawan berkat Allah. Akankah generasi yang berikutnya itu mengambil pelajaran dari pengalaman ini?

"Sekalipun demikian mereka masih saja berbuat dosa dan tidak percaya kepada perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib. Apabila Ia membunuh mereka, maka mereka mencari Dia, mereka berbalik dan mengingini Allah; mereka teringat bahwa Allah adalah gunung batu mereka, dan bahwa Allah Yang Mahatinggi adalah Penebus mereka." Mazmur 78:32, 34, 35. Tetapi mereka tidak berpaling kepada Allah dengan suatu maksud yang sungguh‑sungguh. Sekalipun pada waktu dianiaya oleh musuh‑musuh mereka, mereka mencari pertolongan dari Dia yang satu‑satunya dapat melepaskan mereka, tetapi "hati mereka tidak tetap pada Dia, dan mereka tidak setia pada perjanjian-Nya. Tetapi Ia bersifat penyayang, Ia mengampuni kesalahan mereka dan tidak memusnahkan mereka; banyak kali Ia menahan murka-Nya dan tidak membangkitkan segenap amarah-Nya. Ia ingat bahwa mereka itu daging, angin yang berlalu, yang tidak akan kembali." Mazmur 78:37‑39.

No comments: