Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Apr 30, 2013

Penganiayaan oleh Paus

Penganiayaan oleh Paus & Inkuisisi (1208-1834)

Sampai sekitar abad ke-12, sebagian besar penganiayaan terhadap orang-orangyang percaya kepada Kristus yang sejati datang dari dunia kafir, tetapi sekarang gereja di Roma membuang kebenaran Alkitab, perintah untuk mengasihi, dan mengambil pedang untuk melawan semua orang yang menentang doktrin dan tradisi palsu yang makin menjadi bagian darinya sejak zaman Konstantinus. Selama masa itu Gereja Roma menyimpangjauh dari kepercayaan ortodoks yang menyebabkan banyak orang menjadi martir. Gereja mulai menyingkirkan kekudusan, kesalehan, kerendahhatian, kemurahan, dan belas kasihan; mengambil tradisi dan doktrin yang secara material, fisik, serta sosial menguntungkan bagi para imam dan memberi mereka dominasi total dalam semua masalah gereja. Orang yang tidak setuju dengan mereka atau doktrin mereka dicap bidat yang harus dibawa masuk pada kesepakatan dengan Gereja Roma dengan kekuatan apa pun yang dibutuhkan; dan jika bidat itu tidak bertobat serta bersumpah setia kepada paus dan wakil gereja, mereka harus dihukum mati. Mereka membenarkan tindakan horor yang mereka lakukan dengan mengutip secara paksa ayat-ayat Perjanjian Lama dan dengan mengacu pada Augustinus, yang telah menafsirkan Lukas 14:23 sebagai ayat pendukung penggunaan kekuatan terhadap bidat. "Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk karena rumahku harus penuh. "

Selama beberapa abad Gereja Roma mengamuk di seluruh dunia seperti binatang buas yang kelaparan dan membunuh ribuan orang yang percaya kepada Kristus yang sejati, menyiksa, dan memotong tangan atau kaki ribuan orang lagi. Ini merupakan "Zaman Kegelapan" gereja. Kelompok Waldenses di Prancis merupakan korban pertama amukan penganiayaan Paus.

Sekitar tahun 1000 M, ketika cahaya Injil yang sejati hampir padam oleh kegelapan dan takhayul, beberapa orang yang melihat dengan jelas bahaya besar yang sedang mengancam gereja, mengambil keputusan untuk menunjukkan cahaya Injil dalam kemurniannya yang nyata dan untuk menghalau awan-awan yang ditimbulkan oleh imam-imam yang penuh tipu daya untuk membutakan orang-orang dan menyembunyikan terangnya yang sejati. Usaha ini dimulai dengan seorang yang bernama Berengarius, yang dengan berani memberitakan Injil yang kudus, sejelas yang ditunjukkan dalam Alkitab. Sepanjang bertahun-tahun berikutnya orang-orang lain membawa obor kebenaran dan membawa terang kepada ribuan orang sampai pada tahun 1140 M, ada begitu banyak orang percaya yang mengalami reformasi sehingga Paus merasa khawatir dan menulis kepada banyak pangeran bahwa mereka harus menyingkirkan orang-orang itu dari kerajaan mereka. Ia juga menyuruh banyak pejabatnya yang berpendidikan paling tinggi untuk menulis surat menentang mereka.

Kelompok Waldenses

Sekitar tahun 1173, Peter Waldo, atau Valdes, seorang pedagang Lyon yang kaya, yang terkenal karena kesalehan dan pengetahuannya, memberikan hartanya kepada orang-orang miskin dan menjadi pengkhotbah keliling. Ia adalah penentang yang kuat terhadap kemakmuran dan penindasan paus. Tak berapa lama sejumlah besar orang yang telah mengalami pembaruan di Prancis bergabung dengannya - mereka kemudian dikenal sebagai kelompok Waldenses. Pertama -tama, Waldo berusaha menyadarkan paus karena ia berpikir bahwa paus bisa memengaruhi gereja di Roma, tetapi ia justru dikucilkan karena dianggap bidat pada 1184.

Waldo dan para pengikutnya kemudian mengembangkan gereja yang terpisah dengan imamnya sendiri. Mereka mengkhotbahkan disiplin keagamaan dan kemurnian moral, berbicara keras menentang imam yang tidak pantas dan penyelewengan di gereja, dan menolak pengambilan nyawa manusia dalam kondisi apa pun. Namun, Gereja Roma tidak mengizinkan bidat semacam itu untuk diajarkan maka pemisahan dari Roma tidak bisa dicegah lagi. Jadi pada 1208 M, Paus mengesahkan perang terhadap ke1ompok Waldenses dan kelompok reformed lainnya, terutama Albigenses.

Pada tahun 1211, delapan puluh pengikut Waldo ditangkap di kota Strasbourg, diperiksa oleh penyidik yang ditunjuk oleh Paus dan dibakar di tiang. Tidak lama sesudahnya, sebagian besar ke1ompok Waldenses menarik diri ke lembah Alpine di Italia utara dan tinggal di sana. Waldo meninggal tahun 1218; masih mengkhotbahkan Injil Kristus yang sejati.

Penganiayaan Kelompok Albigenses

Ke1ompok Albigenses adalah orang-orang yang menganut ajaran dualistis, yang tinggal di Prancis bagian se1atan pada abad ke-12 dan ke-13. Mereka mendapatkan nama itu dari kota Prancis, Albi, yang merupakan pusat gerakan mereka. Mereka tinggal dengan peraturan etika yang ketat dan banyak tokoh menonjol di an tara anggota mereka, seperti The Count of Toulouse, The Count of Foix, The Count of Beziers, dan yang lain yang memiliki pendidikan serta tingkat yang setara. Untuk menekan mereka, Roma pertama-tama mengirim biarawan Cistercian dan Dominikan ke wilayah mereka untuk meneguhkan kembali ajaran paus, tetapi tidak berguna karena ke1ompok Albigenses tetap setia dengan doktrin reformed.

Bahkan an cam an Konsili Lateran yang kedua, ketiga, dan keempat (1139,1179, 1215) - yang memutuskan pemenjaraan dan penyitaan harta benda sebagai hukuman atas bidat dan untuk mengucilkan para pangeran yang gagal menghukum penganut bidat - tidak menyebabkan ke1ompok Albigenses kembali ke pangkuan Roma. Dalam Konsili Lateran III, pada 1179, mereka dikutuk sebagai bidat oleh perintah Paus Alexander III. Ini adalah paus yang sama yang mengucilkan Frederick I, Kaisar Romawi yang Kudus, RajaJerman dan Italia, pada 1165. Kaisar se1anjutnya gagal menaklukkan otoritas paus di Italia dan dengan demikian mengakui supremasi paus pada tahun 1177.

Pada tahun 1209, Paus Innocentius III menggunakan pembunuhan biarawan di wilayah Pangeran Raymond dari Toulouse sebagai pembenaran untuk memulai pengobaran penganiayaan terhadap pangeran dan ke1ompok Albigenses. Pada Konsili Lateran IV, tahun 1215, kutukan terhadap ke1ompok ini disertai dengan tindakan keras. Untuk melaksanakannya, ia mengirim agen di seluruh Eropa untuk membangkitkan pasukan untuk bertindak bersama-sama melawan Albigenses dan menjanjikan surga kepada semua yang mau bergabung serta berperang se1ama 40 hari dalam hal yang ia sebut Perang Kudus.

Selama perang yang paling tidak kudus ini, yang berlangsung antara 1209 sampai 1229, Pangeran Raymond membela kota Toulouse serta tempat-tempat lainnya di wilayahnya dengan keberanian yang besar dan kesuksesan melawan tentara Simon de Montfort, Panger an Monfort dan bangsawan Gereja Roma yang fanatik. Ketika pasukan paus tidak mampu mengalahkan Pangeran Raymond seeara terbuka, raja dan ratu Praneis serta tiga Uskup Agung mengerahkan tentara yang lebih besar, dan dengan kekuatan militer mereka, mereka membujuk pangeran itu untuk datang ke konferensi perdamaian serta menjanjikan jaminan keamanan kepadanya. Namun ketika ia tiba, secara ia ditangkap, dan dipenjara, dan dipaksa untuk muncul dengan kepala telanjang dan kaki telanjang di depan musuh-musuhnya untuk menghinanya, dan dengan berbagai siksaan yang dilakukan untuk menangkal sikap oposisinya terhadap doktrin Paus.

Pada awal penganiayaan tahun 1209, Simon de Montfort membantai penduduk Beziers. Ini merupakan contoh kecil kekejaman yang ditimbulkan tentara paus terhadap Albigenses selama 20 tahun. Selama pembantaian itu, seorang prajurit bertanya bagaimana ia bisa membedakan antara orang Kristen dengan bidat. Pemimpinnya dikatakan menjawab, "Bunuh mereka semua. Allah tahu siapa milik-Nya."

Setelah penangkapan Pangeran Raymond, Paus menyatakan bahwa kaum awam tidak diperbolehkan untuk membaea Kitab Suci dan selama sisa abad ke-13 berikutnya, kelompok Albigenses bersama dengan Waldenses dan kelompok reformed lainnya, merupakan target utama Inkuisisi di seluruh Eropa.

Inkuisisi

Inkuisisi adalah pengadilan Gereja abad pertengahan yang ditunjuk untuk mengusut bidat, yang disebut demikian karena menentang kesalahan dan tradisi Gereja Roma. Nama yang tidak terkenal ini digunakan dalam arti lembaga itu sendiri, yang adalah episkopal (diperintah oleh Uskup atau uskup-uskup) atau Paus, secara regional atau lokal; anggota pengadilan; dan cara kerja pengadilan.

Dalam perang melawan Albigenses, Paus Innocentius III menunjuk penyidik khusus seperti biarawan Dominikan, yang selama perang mendirikan ordo Dominikan, pada tahun 1215. Namun, masih belum ada kantor khusus untuklnkuisisi itu. Pada tahun 1231, Paus Gregorius IX seeara resmi mendirikan Inkuisisi Roma. Meniru hukum yang diberlakukan Kaisar Romawi yang Kudus Frederick II terhadap Lombardy, Italia, pada tahun 1224, dan diperluas mencakup seluruh kerajaannya pada 1232, Gregorius memerintahkan agar bidat yang sudah diputuskan bersalah ditangkap oleh penguasa sekuler, dan dibakar. Ia juga memerintahkan agar para bidat dikejar-kejar dan diperiksa di depan sidang gereja.

Paus Gregorius IX memercayakan tugas yang keji itu kepada ordo biarawan Dominikan dan Fransiskan; memberi mereka hak eksklusif untuk memimpin berbagai sidang pengadilan Inkuisisi, yang memiliki kekuasaan yang tak terbatas sebagai hakim di tempatnya dan kuasa untuk mengucilkan, menyiksa atau mengeksekusi banyak orang yang dituduh melakukan kebidatan atau oposisi terhadap pemerintahan paus yang terkecil sekalipun. Ia lebih jauh memberi mereka otoritas untuk menyatakan perang terhadap orang yang diputuskan sebagai bidat dan melakukan kesepakatan dengan pangeran yang berkuasa serta menggabung tentara mereka dengan pasukan pangeran. Mereka juga diberi kuasa untuk bertindak terlepas dari petugas gereja lokal apa pun dan untuk melibatkan mereka dalam pemeriksaan Inkuisisi mereka jika mereka terlibat dengan pekerjaan mereka dalam cara apa pun. Secara alamiah, kekuasaan Inkuisisi yang independen ini sering kali menjadi penyebab perpecahan dengan imam dan uskup lokal.

Dikatakan bahwa semangat mereka untuk mengeksekusi musuh-musuh Gereja Roma diilhami oleh isu yang beredar di seluruh Eropa bahwa Gregorius bermaksud untuk menyangkal kekristenan. Untuk menangkal isu itu, Gregorius memulai perang yang kejam terhadap musuh-musuh Roma, yang mencakup orang-orang Protestan, Yahudi, dan Muslim.

Setiap Inkuisisi terdiri dari sekitar 20 petugas: penyidik agung; tiga penyidik atau hakim utama; pengawas keuangan; petugas sipil; petugas untuk menerima dan mempertanggungjawabkan uang denda; petugas yang serupa untuk harta benda yang disita; beberapa orang penilai untuk menilai harta benda; sipir penjara; konselor untuk mewawancarai dan menasihati tertuduh; pelaksana hukuman untuk melakukan penyiksaan, penahanan, dan pembakaran; dokter untuk mengawasi siksaan; ahli bedah untuk memperbaiki kerusakan tubuh yang disebabkan oleh penyiksaan; petugas untuk mencatat pelaksanaan dan pengakuan dalam bahasa Latin; penjaga pintu; dan kenalan yang menyelinap masuk untuk mendapatkan kepercayaan orang-orang yang dicurigai bidat kemudian memberi kesaksian untuk menentang mereka. Setiap pengadilan juga memiliki saksi atau pemberi informasi yang menentang tertuduh, dan pengunjung istimewa, yang disumpah untuk menjaga rahasia prosedur serta pelaksanaan hukuman yang mereka saksikan.

Pertama Inkuisisi itu hanya menangani tuduhan tentang bidat, tetapi kekuasaannya segera meluas hingga mencakup tuduhan seperti tenung, alkimia, penghujatan, penyimpangan seksual, pembunuhan anak, pembacaan Alkitab dalam bahasa umum, atau pembacaan Talmud oleh bangsa Yahudi atau Alquran oleh orang-orang Muslim. [Pada saat tuduhan ten tang bidat menjadi kurang popular pada akhir abad ke-15, jumlah penyihir dan ahli tenung yang dibakar makin meningkat; hal ini membenarkan dan memperpanjang keberadaan Inkuisisi. ]

Tidak peduli apa pun tuduhannya, pelaksana Inkuisisi melakukan pemeriksaan mereka dengan kekejaman yang luar biasa, tanpa memiliki belas kasihan kepada siapa pun tidak peduli berapa usia, apa jenis kelamin, suku bangsa, keturunan bangsawan, posisi atau tingkat sosial yang istimewa, atau bagaimana kondisi fisik atau mental mereka. Dan mereka terutama bersikap kejam terhadap orang-orang yang menentang doktrin dan otoritas paus, terutama orang-orang yang sebelumnya adalah penganut Gereja Roma dan sekarang menjadi Protestan.

Ada sebagian tokoh Gereja yang berusaha melakukan pembelaan (apologetic). Tentang upaya apologetik dalam soal Inquisisi itu, Peter de Rosa, dalam bukunya, Vicars of Christ: The dark Side of the Papacy, mencatat, bahwa sikap itu hanya menambah kemunafikan menjadi kejahatan. (it merely added hypocricy to wickedness). Yang sangat mengherankan dalam soal ini adalah penggunaan cara siksaan dan pembakaran terhadap korban. Dan itu bukan dilakukan oleh musuh-musuh Gereja, tetapi dilakukan sendiri oleh orang-orang tersuci yang bertindak atas perintah "wakil Kristus" (Vicar of Christ).

Peter de Rosa mencatat: How ever, the Inquisition was not only evil compared with the twentieth century, it was evil compared with the tenth and elevent when torture was outlawed andmen and women were guaranteed a fair trial. It was evil compared with the age of Diocletian, for no one was thentortured and killed in the name of Jesus crucified. (Betapa pun, inquisisi tersebut bukan hanya jahat saat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-20, tetapi ini juga jahat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-10 dan ke-11,saat dimana penyiksaan tidak disahkan dan laki-laki serta wanita dijamin dengan pengadilan yang fair. Ini juga jahat dibandingkan dengan zaman Diocletian, dimana tidak seorang pun disiksa dan dibunuh atas nama Jesus yang tersalib). [1]

Pembelaan di depan Inkuisisi hampir tidak ada gunanya karena tuduhan yang dikenakan pada mereka sudah menjadi bukti yang cukup untuk menyatakan kesalahan, dan makin besar kekayaan tertuduh, makin besar bahaya yang ia tanggung. Sering kali seseorang dieksekusi bukan karena ia bidat, melainkan karena ia memiliki harta benda yang banyak. Sering kali tanah dan rumah yang luas atau bahkan provinsi atau wilayah kekuasaan dirampas oleh Gereja Roma atau oleh penguasa yang bekerja sarna dengan Inkuisisi dalam pekerjaan mereka.

Orang-orang yang dituduh oleh Inkuisisi tidak pernah diizinkan untuk mengetahui nama penuduh mereka dan dua orang pemberi informasi biasanya sudah cukup untuk memberikan tuduhan. Setiap metode pembujukan digunakan oleh pelaku Inkuisisi untuk membuat tertuduh mengakui tuduhan itu dan karena itu membuktikan tuduhan terhadap mereka, dan meyakinkan diri mereka sendiri. Untuk melakukannya, setiap cara penyiksaan fisik yang dikenal atau yang bisa dibayangkan digunakan - seperti merentangkan kaki tangan mereka pada alat perentang; membakar mereka dengan arang panas atau logam yang dipanaskan; mematahkan jari-jari tangan dan kaki; meremukkan kaki dan tangan; mencabut gigi; meremas daging dengan penjepit; menusukkan pengait ke bagian tubuh yang lunak dan menarik pengait itu menembus dagingnya; menyayat daging mereka menjadi potongan kecil-kecil; menancapkan jarum ke dalam daging; menancapkan jarum di bawah kuku jari tangan atau kaki; mengencangkan tali pengikat di sekeliling daging sampai menembus tulang; memukuli dengan tongkat dan pentung; memelintir kaki dan tangan serta melepaskan sendi mereka. Cara yang digunakan oleh para pelaksana Inkuisisi yang kejam terlalu banyak jumlahnya, dan terlalu mengerikan untuk dicatat.

Pada awal penyidikan, yang dicatat dalam bahasa Latin oleh petugas, orang yang dicurigai dan saksi harus bersumpah bahwa mereka akan menyingkapkan segala sesuatu. jika mereka tidak mau bersumpah, hal itu ditafsirkan sebagai tanda persetujuan dengan tuduhan. Jika mereka menyangkal tuduhan tanpa bukti bahwa mereka tidak bersalah, atau jika mereka dengan bandel menyangkal untuk mengakui, atau bertahan dalam kebidatan mereka; mereka akan diberi hukuman yang paling kejam, harta benda mereka disita dan, hampir tanpa perkecualian, mereka dihukum mati dengan cara dibakar. Sayang, beberapa oknum yang terlibat di dalamnya sangat licik. Oleh karena Gereja Roma berkata bahwa kita tidak diperbolehkan mencurahkan darah, jadi bidat yang bersalah diserahkan kepada penguasa sekuler yang menjalin kerja sama dengan mereka untuk dihukum dan dieksekusi.

Setelah Inkuisisi selesai menghakimi, upacara yang khidmat diadakan di tempat eksekusi; yang dikenal sebagai sermo generalis ("khotbah umum") atau, di Spanyol, sebagai auto-de-fe (tindakan iman), Acara itu dihadiri oleh pejabat lokal, para imam, dan semua, entah musuh atau ternan bidat itu, yang ingin melihat hukuman atau eksekusi. Jika bidat yang dikutuk mengakui tindakan.

bidat mereka, dan menyangkalnya, mereka akan diberi hukuman, yang berkisar dari hukuman cambuk yang berat atau dibuang ke kapal dagang. Dalam kasus mana pun, semua harta benda dan barang-barang mereka disita untuk digunakan oleh Gereja Roma atau oleh penguasa lokal.

Jika tertuduh terus-menerus berpaut pada kebidatan mereka, dengan sikap khidmat, mereka dikutuk dan diserahkan kepada pe1aksana hukuman untuk dibakar segera agar dilihat semua orang. Dengan pertunjukan kepada umum ini, para pejabat gereja berharap agar ketakutan terhadap Inkuisisi akan membara dalam pikiran dan hati orang-orang yang melihat nyala api membakar bidat yang menentang Gereja Roma. Namun, orang-orang yang memiliki iman yang sejati kepada Kristus sesungguhnya justru semakin teguh imannya ketika melihat keberanian para martir, dan kasih karunia Allah yang memelihara mereka melalui siksaan, dan nyala api.

Dari semua petugas Inkuisisi di seluruh dunia, Inkuisisi di Spanyol adalah yang paling aktif dan sadis; itu merupakan contoh dari bahaya yang luar biasa dari pemberian kekuasaan yang tak terbatas atas tubuh dan kehidupan orang-orang yang tidak kudus yang menyatakan diri kudus.

Meskipun hampir tidak ada catatan tentang jumlah orang yang terbunuh atau disiksa di seluruh dunia oleh Inkuisisi, beberapa catatan tentang Inkuisisi di Spanyol telah sampai kepada kami.

Ada tujuh belas pengadilan di Spanyol dan masing-masing membakar rata-rata 10 bidat setahun serta menyiksa dan memotong kaki atau tangan ribuan orang lain yang hampir tidak bisa pulih dari luka-lukanya. Selama masa Inkuisisi di Spanyol diperkirakan ada sekitar 32.000 orang, yang kesalahannya tidak lebih dari tidak sepaham dengan doktrin paus, atau yang te1ah dituduh melakukan kejahatan takhayul, yang disiksa di luar imajinasi kemudian dibakar hidup-hidup.

Sebagai tambahan, jumlah orang yang gambarnya dibakar atau dihukum untuk menebus dosa, yang biasanya berarti pengasingan, penyitaan seluruh harta benda, hukuman fisik sampai pencucuran darah dan perusakan total segala sesuatu dalam hidup mereka, berjumlah total 339.000. Namun, tidak ada catatan tentang berapa banyak orang yang mati di tahanan bawah tanah karena disiksa; karena dikurung di lubang yang kotor, penuh penyakit, yang penuh tikus, dan kutu; karena tubuh yang hancur atau hati yang hancur; atau jutaan orang yang tergantung hidupnya pada mereka untuk kelangsungan hidup mereka atau yang tergesa-gesa ke liang kubur karena kematian korbannya. Itu adalah catatan yang hanya diketahui di surga pada Hari Penghakiman.

Pada tahun 1479 karena desakan penguasa Gereja Roma di Spanyol, Ferdinand II dari Aragon, dan Isabella I dari Castile, Paus Sixtus IV membentuk Inkuisisi Spanyol yang independen yang dipimpin oleh dewan tinggi dan pelaksana Inkuisisi Agung.

Pad a 1487 Paus Innocentius VIII menunjuk rahib Dominikan Spanyol, Tomas de Torquemada, sebagai pelaksana Inkuisisi Agung. Di bawah kekuasaannya, ribuan orang Kristen, Yahudi, Muslim, penyihir yang dicurigai, dan orang-orang lainnya terbunuh dan disiksa. Orang-orang yang berada dalam bahaya terbesar karena Inkuisisi adalah kaum Protestan dan Alumbrados (penganut mistik di Spanyol).

Nama Torquemada menjadi sinonim dengan kekejaman, kefanatikan, sikap tidak toleran, dan kebencian. Ia adalah orang yang paling ditakuti di Spanyol; dan selama pemerintahan terornya dari 1487 sampai 1498l ia secara pribadi memerintahkan lebih dari 2.000 orang untuk dibakar di tiang. Ini berarti 181 orang setahun, sementara pengadilan Spanyol rata -rata hanya membakar 10 orang setahun.

Dengan dukungan penguasa Gereja Roma, pelaksana awal Inkuisisi Spanyol begitu sadis dalam cara penyiksaan dan teror mereka sehingga Paus Sixtus IV merasa ngeri mendengar laporan mereka, tetapi tidak mampu mengurangi kengerian yang telah dilepaskan di Spanyol. Ketika Torquemada dijadikan pe1aksana Inkuisisi Agung, akibatnya lebih parah dan ia melakukan Inkuisisi seolah-olah ia adalah dewa di Spanyol. Apa pun yang bisa ia kelompokkan sebagai pe1anggaran rohani diberi perhatian oleh pe1aksana Inkuisisi. Inkuisisi yang kejam di Spanyol belum mengenal kekejaman yang sebenarnya sampai Torquemada menjadi pemimpinnya.

Pada 1492 Inkuisisi digunakan untuk mengusir semua orang Yahudi dan bangsa Moors dari Spanyol atau untuk memaksakan pertobatan mereka kepada kekristenan Roma. Dengan desakan Torquemada, Ferdinand dan Isabella mengusir lebih dari 160.000 orang Yahudi yang tidak mau bertobat pada Gereja Roma.

Dari tujuan politis, pelaksana Inkuisisi juga melakukan penyelidikan yang kejam di antara penduduk baru dan orang-orang Indian yang bertobat di koloni Spanyol di Amerika.

Meskipun akhirnya ada penurunan dalam kekejamannya, Inkuisisi masih tetap bekerja dalam satu bentuk atau bentuk lainnya sampai awal abad ke-19 - 1834 di Spanyol, dan 1821 di Portugal - yaitu saat kelompok ini diganti namanya, tetapi tidak dihapuskan. Pada 1908, Inkuisisi direorganisir di bawah nama Congregation if the Holy Office dan didefinisikan ulang selama Konsili Vatikan II oleh Paus Paulus VI sebagai Congregation of the Doctrine if the Faith. Pada saat ini dikatakan, kelompok ini memiliki tugas yang lebih positif, yaitu memajukan doktrin yang benar daripada sekadar "menyensor" bidat.

Ketika pasukan Napoleon menaklukkan Spanyol tahun 1808, seorang komandan pasukannya, Kolonel Lemanouski, melaporkan bahwa pastor-pastor Dominikan mengurung diri dalam biara mereka di Madrid. Ketika pasukan Lemanouski memaksa masuk, para inquisitors itu tidak mengakui adanya ruang-ruang penyiksaan dalam biara mereka. Tetapi, setelah digeledah, pasukan Lemanouski menemukan tempat-tempat penyiksaan di ruang bawah tanah. Tempat-tempatitu penuh dengan tawanan, semuanya dalam keadaan telanjang, dan beberapa diantaranya gila.

Pasukan Perancis yang sudah terbiasa dengan kekejaman dan darah, sampai-sampai merasa muak dengan pemandangan seperti itu. Mereka lalu mengosongkan ruang-ruang penyiksaan itu, dan selanjutnya meledakkan biara tersebut. [2]

Henry Charles Lea,seorang sejarawan Amerika, menulis kejahatan Inquisisi di Spanyol dalam empat volume bukunya: A History of theInquisition of Spain, (New York: AMS Press Inc., 1988). Dalam bukunya ini, Lea membantah bahwa Gereja tidak dapat dipersalahkan dalam kasus Inquisisi, sebagaimana misalnya dikatakan oleh seorang tokoh Kristen, Father Gam, yang menyatakan: "The inquisition is an institution for which the Church has no responsibility." (Inquisisi adalahsatu institusi dimana Gereja tidak memiliki tanggung jawab untuk itu). Ini adalah salah satu bentuk apologi di kalangan pemimpin Kristen Katolik Roma.

Lea menunjuk bukti sebagai contoh bahwa dalam kasus bentuk hukuman terhadap korban inquisisi, otoritas gereja mengabaikan pendapat bahwa menghukum kaum "heretics" (kaum yang dicap menyimpang dari doktrin resmi gereja) dengan membakar hidup-hidup adalah bertentangan dengan semangat Kristus.Tapi, sikap gereja ketika itu menyatakan, bahwa membakar hidup-hidup kaum heretics adalah suatu tindakan yang mulia.

No comments: