Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Aug 9, 2011

Kain Kafan Turin Tidak Berasal Dari Zaman Yesus

Para ahli Israel mengatakan bahwa kain kafan yang selama ini diasumsikan sebagai kain pembungkus mayat Yesus atau yang populer dengan sebutan kain kafan Turin, ternyata tidak berasal dari Yerusalem pada zaman Yesus.

Penemuan ini didasarkan atas ditemukannya mayat pria yang terbungkus kain kafan yang berasal dari abad pertama masehi. Mayat pria tersebut ditemukan dalam sebuah makam di pinggir Kota Tua Yerusalem. Penemuan ini sekaligus menjadi bukti paling tua terhadap kasus penyakit kusta pada zaman itu.

Hasil uji DNA memperkuat temuan bahwa mayat pria itu berasal dari zaman Yesus. Mayat pria itu terbungkus dengan kain kafan yang tenunannya tidak serumit jalinan kain kafan Turin. Menurut sejarahwan tekstil, Dr. Orit Shamir, kain kafan yang ditemukan pada mayat pria itu terdiri dari tenunan dua arah sederhana.

"Hasil penemuan ini sekaligus mengisi kesenjangan vital dalam pengetahuan kita mengenai penyakit kusta," kata Prof. Mark Spigelman, dari Pusat Studi Penyakit Infeksi dan Tropis Sanford F. Kuvin di Hebrew University, Yerusalem.

Shamir dan Spigelman sama-sama terlibat dalam tim ahli yang menangani penyelidikan molekular terhadap mayat pria yang terbungkus kain kafan tersebut. Mayat itu ditemukan di Makam Kain Kafan yang terletak di dataran rendah Lembah Hinnom, yang merupakan bagian dari pemakaman abad pertama masehi. Lokasi pemakaman ini juga dikenal dengan nama Hakal-Dama atau "Tanah Darah" (Matius 27:3-8; Kisah Para Rasul 1:19), bersebelahan dengan tempat dimana Yudas Iskhariot menggantungkan diri.

Makam pria yang dibungkus kain kafan itu terletak di sebelah makam Imam Besar Hanas (6-15 M), yang adalah ayah tiri Kayafas, imam besar yang meminta agar Romawi menghukum mati Yesus. Fakta ini menggiring para ahli untuk berasumsi bahwa pria tersebut adalah seorang imam atau anggota aristokrasi.

Dengan menggunakan metode radiokarbon, para ahli menemukan bahwa pria tersebut meninggal antara tahun 1-20 M, dan tidak mengalami pemakaman kedua kali, sebagaimana yang lazim bagi mereka yang dikuburkan di dalam makam sejenisnya.

Pemakaman kedua kali adalah hal yang umum pada masa itu, dimana tulang-tulang dipindahkan setelah setahun dan ditempatkan di dalam sebuah ossuary, peti batu tempat orang-orang meletakkan tulang-tulang mayat.

Pintu masuk ke dalam makam ini juga disegel dengan plester.

Menurut Spigelman, hal ini disebabkan karena fakta bahwa pria tersebut meninggal karena penyakit kusta dan TBC, sebagaimana hasil uji DNA dari tulang-tulangnya.

Selain menemukan mayat pria itu, para ahli juga menemukan kain kafan berisi potongan rambut pria itu. Artinya, pria itu telah menjalani ritual pemotongan rambut sebelum dimakamkan.

Kedua penemuan ini dianggap sangat unik sebab sisa-sisa organik sulit disimpan di wilayah Yerusalem yang memiliki tingkat kelembaban tanah yang tinggi.

Spigelman dan rekannya, Prof. Charles Greenblatt, mengatakan bahwa asal-usul dan perkembangan kusta masih sedang diselidiki. Kusta dalam Perjanjian Lama lebih merujuk pada ruam kulit seperti psoriasis.

Kusta yang kita kenal sekarang diperkirakan berasal dari India dan dibawa ke Timur Dekat dari negara-negara Mediterania pada zaman Hellenistik (Yunani).

Ko-infeksi dari kusta dan TBC yang ditemukan di sini serta pada 30 persen sisa-sisa DNA di Israel dan Eropa dari masa lampau dan modern memberikan bukti bahwa wabah kusta abad pertengahan telah hilang seiring dengan meningkatnya TBC di Eropa, ketika daerah ini menjadi sasaran urbanisasi.

No comments: