Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Apr 1, 2015

Suku Mistik Semenanjung Arab Yang Hilang

Suku Al Sulaba, merupakan salah satu suku nomaden di Semenanjung Arab (Arab Peninsula) yang dianggap suku aneh yang hidup di gurun, oasis, wadi, bukit, dan gunung-gunung. Suku ini mampu melintasi dataran kering, beberapa sumber menyebut mereka Al Sulban yang diartikan sebagai salib atau Al-Khlawiyah, sebuah nama yang diambil dari Khala yang berarti padang gurun, nama yang menyiratkan sebutan anjing pariah. Mereka memiliki kemampuan luar biasa, suku yang rendah hati, jumlahnya kecil, kekuatan (militer) lemah, status rendah dan sederhana, bahkan asal-usulnya tidak diketahui di kalangan orang Arab.

Suku Al Sulaba tidak memiliki wilayah kesukuan atau deereh atau negara di padang pasir. Mereka tersebar dari gurun Suriah di utara (sekitar Palmyra) hingga ke Mossul dan gurun selatan-timur di Irak, bahkan sampaui ke Najd dan wilayah ekstrim Hijaz barat selatan Arab Saudi dan Dahna diluar Kuwait. Al Sulaba mengklaim nama mereka berasal dari kata Salb, yang berarti kaku atau sulit, mereka mengindikasikan diri bahwa mereka adalah yang pertama dari kalangan orang-orang Arab. Mereka mengaku sebagai umat pilihan Allah, meskipun semua orang Arab lainnya menolak dan menghina.

Misteri Suku Al Sulaba

Kebiasaan aneh Al Sulaba terlihat dalam pernikahan dan khitanan untuk mendirikan sebuah salib kayu yang ditutupi dengan kain merah dan dihiasi dengan bulu, melambangkan undangan yang merayakan. Kaum pria dan wanita muda membentuk dua baris berlawanan satu sama lain, mereka menari di sekitar salib, dekat satu sama lain sampai mereka hampir menyentuh. Dan laki-laki diperbolehkan untuk mencium bahu perempuan dalam tarian tersebut. Al Sulaba menikahi pasangan diantara kelompok mereka sendiri dengan kesepakatan antara kedua mempelai dan setelah mendapat persetujuan dari orang tua. Tidak ada Badui lain diperbolehkan menikahi seorang wanita dari suku Al Sulaba, meskipun banyak yang mengakui bahwa perempuan Al-Sulaba termasuk yang tercantik diwilayah padang pasir.

Dalam upacara pemakaman dan berdoa, suku Al Sulaba memiliki kebiasaan yang berbeda dari Badui lainnya. Mereka tidak berziarah ke Mekah, tetapi ke Harran di Irak. Beberapa orang pria diduga menjaga kitab suci mirip dengan Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Kasdim atau Asyur. Mereka menghormati bintang utara yang disebut Jah karena merupakan titik tetap yang memandu penjelajah, juga menghormati bintang lainnya di Capricorn. Untuk menunjukkan rasa hormat, mereka berdiri tegak menghadap bintang dengan tangan terentang, sehingga tubuh menyerupai salib.


Suku Al Sulaba hidup dengan cara berburu, terutama memburu rusa untuk mendapatkan makanan dan kulit yang akan dikenakan sebagai pakaian. Mereka juga memakan hewan lainnya termasuk belalang, dan hampir apapun yang mereka temukan, bahkan suku Al-Sulaba memakan bangkai, darah, dan daging anjing. Suku ini memiliki metode khas berburu rusa, menutupi diri dengan kulit rusa dan mengikuti mangsa sampai mencapai jangkauan senjata. Terkadang menyamar hingga cukup dekat untuk menangkap hewan hidup-hidup.

Asal Usul Suku Al Sulaba Semenanjung Arab

Salah satu sumber sastra pertama yang menceritakan tentang suku Al Sulaba adalah Suleiman Al-Bustani, sebuah tulisan yang diterbitkan Al-Muqtataf dimana suku nomaden ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu Badui, semi Badui, dan orang Badui dari suku Badui. Al Sulaba dimasukkan ke dalam kategori ketiga dan dijelaskan dalam teori yang menyatakan bahwa mereka berasal dari Tentara Salib, Al-Salibiyeen (bahasa Arab) setelah Mameluks mengalahkan dan membubarkan pasukan itu. Kemudian Al-Bustani menjelaskan lebih luas tentang Al-Sulaba dalam tulisannya Da'erat Al Ma'aref, sebuah ensiklopedia yang diterbitkan oleh Butrus Al-Bustani pada tahun 1911. Karya ini membenarkan teori bahwa suku Al Sulaba berasal dari Tentara Salib.

Studi antropolog yang dilakukan Henry Filed mengacu pada berbagai suku dan bangsa-bangsa Timur tengah, dia mempelajari lebih dari seratus orang Al Sulaba yang tinggal disekitar Kuwait dan mengatakan bahwa mereka merupakan kelompok terpisah. Sebagian besar karena penghinaan orang Arab yang menahan mereka, mencegah dari pembauran dan pencampuran dengan orang lain. Mereka memiliki ciri-ciri kepala panjang dan sempit dengan mata hitam.


Salah satu deskripsi paling menarik tentang suku Al-Sulaba diungkapkan oleh Lady Anne Blunt. Dia menggambarkan dua pemuda dari suku itu sebagai keindahan seni dengan wajah sempurna, mata berbentuk almond, gigi putih, dan kulit seperti gading. Dia juga menggambarkan seorang wanita setinggi empat kaki dan seorang gadis kecil sebagai makhluk yang paling menyenangkan yang pernah dilihatnya. Dia menggambarkan suku Al Sulaba sangat singkat tapi sangat proporsional, dengan tangan dan kaki yang sangat kecil disertai senyum aneh seperti orang yang takut. Reaksi terkejut digambarkan melalui mata yang membuat mereka terlihat seperti makhluk liar daripada manusia. Lady Anne menyimpulkan bahwa Al-Sulaba yang bukan Gipsi atau Arab, tetapi mereka berasal dari India seperti Gipsi.

Al Sulaba diyakini telah tersebar di padang gurun untuk menghindari serangan Tamerlane di Baghdad. Pendapat ini berdasarkan beberapa ekspresi Al-Sulaba yang mirip dengan dialek India, beberapa mitos Al Sulaba mirip dengan orang-orang yang ada dalam buku Seribu Satu Malam, dan banyak kelompok Al Sulaba hidup berdekatan dengan Teluk.

Penulis lainnya juga menjelaskan tentang suku Al Sulaba, salah satunya W Pierre, dia mengklaim bahwa mereka adalah orang-orang Arab yang masuk Islam pada periode akhir, kebiasaan suku Al Sulaba dan status rendah hati menunjukkan bahwa mereka adalah korban bencana terdahulu. Sementara Antropolog Perancis selama berada di Suriah dan Lebanon mengembangkan teori bahwa suku Al-Sulaba berasal dari asal-usul ras non-Arab, mungkin saja dari India yang dibawa ke Baghdad sebagai musisi yang melayani masa pemerintahan khalifah Abbasiyah.

Tetapi salah satu penjelajah pertama seperti Karsten Neibuhr, yang saat itu mengunjungi Al Hijaz dan Yamen, dia menjelaskan bahwa Al-Sulaba tidak ada sebelum era ini. John Burkehardt, dia juga menggambarkan Al Sulaba sebagai suku dari utara yang tidak menggunakan kuda atau unta, yang ada hanya tenda tipis dan hidup dengan cara berburu. Suku Al Sulaba mengandalkan beg diantara suku-suku lain untuk mendapatkan mesiu atau sarana untuk membeli. John tidak menyinggung keberadaan Al Sulaba berasal dari India.

Perjalanan Sir Richard Burton pada tahun 1853, dia menyebut suku Al Sulaba dengan nama Khlawiyah, tetapi tidak mengacu pada keberadaan asal mereka terlibat Perang Salib ataupun menyebut orang-orang Kristen terlibat didalamnya. Dia mengatakan bahwa suku Al Sulaba membenci suku Haytam yang berdiam di sekitar Yanbu', mereka bekerja sebagai tukang pateri, peternak anjing Saluqi, dan keledai digunakan sebagai mahar untuk perempuan.

Sementara itu, orang pertama yang menjelaskan keberadaan Al Sulaba kemungkinan berasal dari Kristen adalah William Belgrave dari Inggris. Belgrave berangkat ke Semenanjung pada tahun 1862 dan yang menerbitkan buku perjalanannya pada tahun 1866. Dia menyebut suku Al Sulaba sebagai penyembuh yang paling terampil di kalangan Badui. Belgrave mengatakan bahwa mereka bukan dari keturunan Arab dan mereka mengaku sebagai orang utara yang terlihat dari fitur kulit dan wajah umumnya tampan. Spontanitas suku Al Sulaba pada lawan umumnya bersifat curiga antar sesama penghuni padang pasir. Dia menyatakan bahwa nama dan kebiasaan mereka berasal dari Kristen, tapi tidak menyebutkan asalnya dari pasukan Perang Salib.

Pendapat lain meyakini bahwa mereka Gipsi dan dibuktikan dalam migrasi tahunan Al Sulaba pada akhir musim dingin di Efrat untuk berburu keledai liar untuk mengembangkan populasi diantara kelompoknya sendiri. Tidak seperti pendapat Belgrave, pendapat lain mejelaskan bahwa suku Al-Sulaba berpenampilan jelek, hidup sebagai parasit yang mengklaim kemiskinan meskipun mereka kaya, namun mereka mengubur uang mereka untuk mempertahankannya, dan mencari nafkah secukupnya dengan cara mengemis, bermain-main, dan berburu.

William Writ mulai mencari asal-usul suku Al Sulaba di Semenanjung Arab, dia meneruskan teori bahwa suku ini melarikan diri dari pengepungan Karbala, meninggalkan kelompok mereka sehingga yang tertinggal habis dibantai. Sejak saat itu, Al Sulaba dianggap terkutuk dan memalukan setara dengan wanita. Akibatnya, mereka dianggap tidak layak menaiki atau memiliki kuda, tunggangan Al Sulaba terbatas pada keledai. Menurut teori ini, mereka meyakini Ismailiyah dan tidak seperti penghuni gurun lainnya, mereka tidak dendam kepada siapa pun dan tidak berbahaya.

No comments: