Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Dec 5, 2013

Rajamu Datang

"Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda." Zakh. 9:9.

Lima ratus tahun sebelum kelahiran Kristus, nabi Zakharia menubuatkan kedatangan Raja Israel dalam keadaan seperti itu. Nubuatan ini kini harus digenapi. Ia yang sejauh itu telah menolak kehormatan raja kini datang ke Yerusalem sebagai ahli waris yang dijanjikan pada takhta Daud.

Pada hari pertamalah dalam minggu itu Kristus memasuki kota Yerusalem dengan kemenangan. Orang banyak yang datang berduyun‑duyun hendak melihat Dia di Baitani sekarang menemani Dia, ingin menyaksikan perihal Ia diterima. Banyak orang sedang dalam perjalanan ke kota hendak merayakan Paskah, dan orang‑orang ini pun menggabungkan diri dengan orang banyak yang menemani Yesus. Segenap alam tampaknya bergembira. Pohon‑pohon diliputi warna hijau, dan bunganya menyebarkan bau harum di udara. Suatu hidup dan kegembiraan yang baru membangkitkan semangat orang banyak. Harapan akan kerajaan yang baru sudah mulai timbul lagi.
 
Karena bertujuan hendak masuk ke Yerusalem dengan mengendarai keledai, Yesus mengirim dua muridNya mencari untuk‑Nya seekor keledai yang masih muda. Pada saat kelahiranNya Juruselamat bergantung pada kedermawanan orang asing. Palungan, tempat Ia berbaring, adalah suatu tempat beristirahat pinjaman. Sekarang, meski pun ternak di bukit‑bukit yang beribu‑ribu itu adalah milik‑Nya, Ia bergantung pada kebaikan orang asing untuk mendapat seekor binatang yang akan ditunggangiNya untuk memasuki Yerusalem sebagai Rajanya. Tetapi sekali lagi keilahian‑Nya dinyatakan, malah dalam petunjuk yang paling kecil sekali pun yang diberikan kepada murid‑muridNya, untuk melaksanakan pesan ini. Sebagaimana yang dinubuatkan‑Nya, permohonan "bahwa Tuhan berkehendak akan dia," diperkenankan dengan segera. Yesus memilih anak keledai untuk digunakan‑Nya, yakni yang belum pernah ditunggangi oleh manusia. Dengan penuh semangat gembira, murid‑murid menghamparkan jubah mereka pada binatang itu dan mendudukkan Tuhan mereka di atasnya. Sampai pada saat itu Yesus selalu mengadakan perjalanan dengan berjalan kaki, dan murid‑murid berpikir‑pikir pada mulanya, mengapa sekarang Ia lebih suka menunggang keledai. Tetapi pengharapan menggembirakan hati mereka dengan pikiran yang menyenangkan bahwa Ia hampir akan memasuki ibu kota, mengumumkan diriNya sebagai Raja, dan menyatakan kuasa kerajaanNya. Sementara dalam perjalanan untuk melaksanakan pesan Yesus, mereka menyampaikan harapan mereka yang gemilang kepada sahabat‑sahabat Yesus, dan kegembiraan itu tersebar‑luas jauh dan dekat, menambah harapan orang banyak sampai memuncak.

Kristus masuk sebagai raja menurut adat‑istiadat Yahudi. Binatang yang ditunggangi‑Nya ialah binatang yang ditunggangi oleh raja‑raja Israel, dan Alkitab telah menubuatkan bahwa demikianlah Mesias harus datang kepada kerajaan‑Nya. Segera setelah Ia duduk di atas anak keledai itu kedengaranlah sorak‑sorai kemenangan yang gemuruh bunyinya. Orang banyak menyambut Dia sebagai Mesias, Raja mereka. Kini Yesus menerima penghormatan yang belum pernah diperkenankan‑Nya sebelumnya, dan murid‑murid menerimanya sebagai suatu bukti bahwa harapan mereka yang menggembirakan itu harus diwujudkan dengan jalan melihat Dia didudukkan di atas takhta. Orang banyak diyakinkan bahwa saat pembebasan mereka sudah dekat. Dalam khayalan mereka melihat tentara Roma diusir dari Yerusalem, dan orang Israel sekali lagi menjadi suatu bangsa yang merdeka. Semua orang bergembira dan penuh kegairahan, orang banyak berlumba‑lumba menghormati Dia. Mereka tidak dapat menunjukkan kebesaran dan keindahan secara lahir, tetapi mereka menyembah Dia dengan hati yang gembira. Mereka tidak sanggup mempersembahkan kepada‑Nya pemberian yang mahal, tetapi mereka menghamparkan jubah mereka sebagai permadani di atas jalan‑Nya, dan mereka juga menyebarkan cabang‑cabang zaitun dan pohon korma yang penuh daun di jalan. Mereka dapat memimpin pawai kemenangan tanpa ukuran kerajaan, tetapi mereka menebang dahan‑dahan pohon korma yang terentang, yakni lambang kemenangan Alam, dan melambai‑lambaikannya tinggi‑tinggi dengan sorak hosanna yang nyaring.

Sementara mereka meneruskan perjalanan itu, orang banyak terus‑menerus bertambah banyak oleh mereka yang telah mendengar kedatangan Yesus dan cepat‑cepat menggabungkan diri dalam pawai itu. Para penonton tak putus‑putusnya masuk di antara orang banyak itu, dan menanyakan, Siapakah ini? Apakah makna segala kegaduhan ini? Mereka semuanya sudah mendengar tentang Yesus, dan mengharapkan Dia pergi ke Yerusalem; tetapi mereka pun mengetahui bahwa sampai saat itu Ia telah mengecewakan segala usaha untuk menaikkan Dia ke atas takhta, dan mereka sangat heran ketika mengetahui bahwa inilah Dia. Mereka berpikir‑pikir apakah gerangan yang telah mengadakan perubahan ini dalam Dia yang telah menyatakan bahwa kerajaanNya bukannya dari dunia. Pertanyaan mereka didiamkan oleh sorak kemenangan. Berkali‑kali sorak kemenangan itu diulangi oleh orang banyak yang penuh kerinduan, sorak itu disambut oleh orang banyak dari jauh, dan digemakan dari bukit‑bukit dan lembah‑lembah di sekelilingnya. Dan sekarang orang banyak dari Yerusalem menggabungkan diri dalam pawai itu. Dari orang banyak yang berkumpul untuk mengunjungi Paskah, beribu‑ribu orang pergi menyambut Yesus. Mereka menghormati Dia dengan melambaikan cabang‑cabang pohon korma dan menyaringkan nyanyian suci. Imam‑imam di kaabah membunyikan nafiri untuk upacara malam, tetapi hanya sedikit yang menyambutnya, dan penghulu‑penghulu berbicara satu dengan yang lain dalam ketakutan. "Tengok, seisi dunia sudah pergi mengikut Dia."

Belum pernah sebelumnya dalam hidup‑Nya di dunia ini Yesus mengijinkan arak‑arakan seperti itu. Dengan jelas la melihat lebih dulu apa akibat‑Nya. Hal itu akan membawa Dia ke salib. Tetapi Ia bermaksud untuk menunjukkan diri‑Nya kepada khalayak ramai sebagai Penebus. Ia ingin menarik perhatian kepada korban yang akan menyempurnakan tugas‑Nya bagi dunia yang sudah jatuh. Sementara orang banyak berhimpun di Yerusalem untuk merayakan Paskah, Ia sebagai Anak Domba yang dilambangkan dalam korban bayang‑bayang dengan sukarela mengasingkan diriNya sebagai persembahan kepada Allah. Perlu bagi sidang‑Nya sepanjang zaman menjadikan kematian‑Nya bagi dosa‑dosa dunia suatu pokok pelajaran yang dipikirkan dan dipelajari dengan mendalam. Setiap fakta yang dihubungkan dengan itu hendaknya dibenarkan tanpa keragu‑raguan. Itulah sebabnya sangatlah perlu mata semua orang ditujukan kepada‑Nya sekarang; peristiwa‑peristiwa yang mendahului pengorbanan‑Nya yang besar itu harus sedemikian rupa agar menarik perhatian orang pada korban itu sendiri. Sesudah pertunjukan seperti itu, sebagaimana yang terjadi ketika Ia memasuki Yerusalem, semua mata mengikuti perkembangan‑Nya yang cepat akan peristiwa yang akhir itu. Peristiwa‑peristiwa yang dihubungkan dengan pawai kemenangan ini akan menjadi buah mulut setiap orang, dan akan mengingatkan Yesus pada pikiran setiap orang. Sesudah Ia disalibkan, banyak orang akan mengingat kembali peristiwa‑peristiwa ini dalam hubungannya dengan ujian dan kematian‑Nya. Mereka akan dituntun untuk menyelidiki nubuatan, dan akan diyakinkan bahwa Yesuslah Mesias itu; dan di segenap negeri orang‑orang yang bertobat berlipat‑ganda.

Dalam satu peristiwa kemenangan dari kehidupanNya di dunia ini, Juruselamat sebenarnya dapat muncul di bawah pengawalan malaikat‑malaikat surga, dan dimasyhurkan dengan nafiri Allah; tetapi pertunjukan seperti itu akan bertentangan dengan maksud tugas‑Nya, bertentangan dengan hukum yang telah mengatur kehidupan‑Nya. Ia tetap setia terhadap nasib yang hina yang telah diterimaNya. Beban kemanusiaan harus ditanggung‑Nya sampai hidup‑Nya diberikan untuk hidup dunia ini. Hari ini, yang bagi murid‑murid kelihatan seperti hari yang paling mulia dalam hidup mereka, akan dinaungi dengan awan gelap sekiranya mereka telah mengetahui bahwa peristiwa kesukaan ini hanya merupakan pendahuluan sengsara dan kematian Tuhan. Meski pun sudah berulang‑ulang Ia menceritakan kepada mereka tentang pengorbanan‑Nya yang sudah pasti, namun dalam kemenangan yang menggembirakan sekarang ini mereka lupa akan perkataanNya yang menyedihkan itu, serta memandang ke depan pada pemerintahan‑Nya yang makmur di takhta Daud. Rombongan pawai itu terus‑menerus bertambah banyak, dan dengan sedikit pengecualian semua orang yang menggabungkan diri dengan itu mendapat inspirasi tentang saat itu, dan turut menyaringkan sorak hosanna yang bergema dan bergema kembali dari bukit ke bukit dan dari lembah ke lembah. Sorak‑sorai naiklah terus‑menerus, "Hosanna bagi Anak Daud, mubaraklah Ia yang datang dengan Nama Tuhan, Hosanna di tempat yang Maha Tinggi."

Belum pernah sebelumnya dunia melihat pawai kemenangan seperti itu. Pawai itu bukannya seperti yang diadakan untuk para pemenang dunia yang kenamaan. Tidak ada iring‑iringan tawanan yang meratap, sebagai tanda kemenangan karena keberanian raja, menandai peristiwa itu. Tetapi di sekeliling Juruselamat terdapatlah tanda kemenangan‑Nya yang mulia tentang pekerjaan kasih‑Nya bagi manusia yang berdosa. Di situlah terdapat tawanan yang telah diluputkanNya dari kuasa Setan, sedang memuji‑muji Allah karena kelepasan mereka. Orang buta yang matanya sudah dicelikkan‑Nya sedang berjalan di depan. Orang bisu yang telah disembuhkan‑Nya menyaringkan sorak hosanna. Orang timpang yang telah disembuhkanNya melompat‑lompat dengan kegirangan, dan tergolong di antara orang yang paling giat mematahkan cabang‑cabang pohon korma serta melambai‑lambaikannya di hadapan Juruselamat. Perempuan janda dan anak piatu sedang memuliakan nama Yesus karena perbuatan kemurahan‑Nya bagi mereka. Orang‑orang kusta yang telah disembuhkan‑Nya menghamparkan jubah yang tidak bernoda pada jalan‑Nya, dan menyambut‑Nya sebagai Raja Kemuliaan. Mereka yang sudah dibangkitkan dari kematian oleh suara‑Nya terdapat di antara orang banyak itu. Lazarus, yang tubuhnya tidak mengalami kebusukan di dalam kubur, tetapi yang kini bergembira dalam kekuatan masa dewasa yang mulia, menuntun binatang yang ditunggangi oleh Juruselamat.
Banyak orang Farisi menyaksikan peristiwa itu, dan dalam keadaan menyala‑nyala oleh dengki dan kebencian, berusahalah mereka membalikkan aliran perasaan khalayak ramai. Dengan segala kekuasaan mereka berusahalah mereka hendak mendiamkan orang banyak, tetapi seruan dan ancaman mereka hanya menambah semangat yang meluap‑luap. Mereka takut jangan‑jangan orang banyak ini, yang karena banyaknya, akan menjadikan Yesus raja. Sebagai ikhtiar terakhir mereka mendesak menerusi orang banyak ke tempat Juruselamat berada, dan menyapa Dia dengan perkataan yang menempelak dan mengancam, "Ya Guru, tegurkan murid‑murid‑Mu itu." Mereka menyatakan bahwa arak‑arakan yang seribut itu melanggar undang‑undang, dan tidak akan diperkenankan oleh penguasa. Tetapi mereka didiamkan oleh jawab Yesus, "Aku berkata kepadamu, jikalau mereka itu diam, niscaya batu akan bersorak." Peristiwa kemenangan itu ditentukan oleh Allah sendiri. Hal itu sudah dinubuatkan oleh nabi, dan manusia tidak berkuasa mengesampingkan maksud Allah. Seandainya manusia telah gagal melaksanakan rencana‑Nya, sudah tentu Ia akan memberikan suara pada batu‑batu yang tidak bernyawa, dan batu‑batu itu akan menyambut Anak‑Nya dengan sorak puji‑pujian. Ketika orang Farisi yang bungkam itu mundur, perkataan Zakharia diucapkan oleh beratus‑ratus suara, "bersuka‑citalah engkau, hai puteri Zion! Bersorak‑soraklah, hai puteri Yerusalem! Bahwa sesungguhnya Rajamu datang kepadamu dengan adil, dan Ialah penolong selamat, hati‑Nya pun lembut dan Ia mengendarai seekor keledai, seekor anak keledai betina." Ketika pawai itu sampai di puncak bukit, dan sudah hampir turun ke kota, Yesus pun berhentilah, dan segenap orang banyak dengan Dia. Di hadapan mereka terletaklah Yerusalem dalam kemuliaannya, sekarang disinari matahari yang sedang condong ke barat. Kaabah itu menarik semua mata. Dalam kebesaran yang mulia kaabah itu menjulang lebih tinggi dari bangunan‑bangunan lainnya, dan kelihatan menunjuk ke surga seakan‑akan mengalihkan perhatian orang banyak kepada satu‑satunya Allah yang benar dan hidup. Kaabah itu sudah sejak lama menjadi kebanggaan dan kemuliaan bangsa Yahudi. Orang Roma pun membanggakan kemuliaan‑Nya. Seorang raja yang ditentukan oleh bangsa Roma telah bersatu dengan orang Yahudi untuk mendirikan kembali dan memperindahnya, dan kaisar Roma telah mempermewahnya dengan pemberiannya. Kekuatannya, kemewahannya dan keindahannya telah menjadikannya salah satu keajaiban dunia.

Sementara matahari yang sudah condong ke barat mewarnai dan menyepuh langit, kemuliaannya yang gilang gemilang itu menerangi batu pualam putih bersih pada dinding kaabah, dan berkelip‑kelip pada tiang‑tiangnya yang berujungkan emas. Dari puncak bukit di tempat Yesus dan para pengikut‑Nya berdiri, pemandangan itu kelihatan bagaikan bangunan salju raksasa, yang bermenarakan emas. Pada pintu masuk ke kaabah terdapatlah sebuah pokok anggur dari emas dan perak, dengan daun hijau dan tandan buah anggur yang besar yang dikerjakan oleh para seniman yang paling ahli. Gambaran ini melambangkan Israel sebagai sebuah pokok anggur yang subur. Emas, perak, dan warna hijau yang hidup disatupadukan dengan keahlian seni yang tiada taranya; sementara tanaman itu membelit dengan indahnya pada tiang‑tiang yang putih dan berkilau‑kilauan, bergantung dengan sulur yang bercahaya‑cahaya pada perhiasan emas, didapatnyalah keindahan dari matahari yang sedang terbenam, bercahaya‑cahaya seolah‑olah dengan kemuliaan yang dipinjam dari surga. Yesus menatap pada pemandangan itu, dan orang banyak itu mendiamkan sorak‑sorai mereka, terpesona oleh memandang keindahan yang tiba‑tiba itu. Semua mata tertuju pada Juruselamat, mengharapkan hendak melihat pada wajah‑Nya kekaguman yang mereka sendiri rasakan. Tetapi gantinya melihat hal ini, mereka memandang suatu awan kesusahan. Mereka heran dan kecewa melihat air mataNya berlinang‑linang, dan tubuh‑Nya bergoyang bagaikan sebuah pohon yang ditiup angin topan, sementara ratapan sedih keluar dari bibir‑Nya yang gemetar, seakan akan dari kedalaman hati yang hancur. Alangkah sedihnya malaikat‑malaikat melihat pemandangan ini! Panglima mereka yang tercinta sedang mengucurkan air mata sedih. Alangkah sedihnya pemandangan ini bagi orang banyak yang bergembira yang dengan sorak‑sorai kemenangan dan dengan melambai‑lambaikan pelepah korma sedang mengiringi Dia ke kota yang mulia, di mana mereka sangat mengharapkan bahwa tidak lama lagi Ia akan memerintah! Yesus telah menangis di kubur Lazarus, tetapi dalam kesedihan Ilahi dalam simpati terhadap kemalangan manusia. Tetapi kesusahan yang tiba‑tiba ini adalah bagaikan nada ratapan dalam nyanyian kemenangan yang agung. Di tengah‑tengah peristiwa suka‑ria, di mana semua orang sedang memberikan penghormatan kepadaNya, Raja Israel sedang berlinang‑linang air mataNya; bukannya air mata kegirangan yang diam, melainkan air rnata dan rintihan kesedihan yang tak dapat ditahan. Orang banyak terharu melihat kemurungan yang tiba‑tiba itu. Sorak‑sorai mereka didiamkan. Banyak orang menangis karena menaruh simpati terhadap kesedihan yang tidak dapat mereka pahami.

Air mata Yesus bukannya karena menantikan penderitaanNya sendiri. Di hadapan mataNya terhamparlah Getsemani, di mana tidak lama lagi kengerian kegelapan yang besar akan menudungiNya. Pintu domba juga kelihatan, yang berabad‑abad lamanya dilalui oleh binatang‑binatang untuk dikorbankan. Pintu ini pun tidak lama lagi akan terbuka bagi‑Nya, yang dilambangkan dengan upacara kaabah, yang dituju oleh persembahan dan pengorbanan bagi dosa‑dosa dunia. Tidak jauh dari tempat itu terdapatlah Golgotha, pemandangan tentang kesengsaraan‑Nya yang sudah dekat. Meski pun demikian bukannya hal‑hal yang mengingatkan kematianNya yang bengis ini yang menyebabkan Penebus menangis dan mengerang dalam keadaan sedih. Ia tidak pernah bersusah karena sifat mementingkan diri. Pikiran mengenai kesengsaraanNya sendiri tidak menakutkan jiwa yang mulia dan bersifat mengorbankan diri. Pemandangan akan kota Yerusalem itulah yang menusuk hati Yesus Yerusalem yang telah menolak Anak Allah dan menghinakan kasihNya, yang enggan diyakinkan oleh mukjizat‑mukjizat‑Nya yang besar, dan hampir akan merenggut nyawaNya. Ia melihat bagaimana keadaan kota itu dalam kesalahannya karena menolak Penebusnya, dan bagaimana keadaannya yang sebenarnya sekiranya ia telah menerima Dia, yang hanya Dia satu‑satunya dapat menyembuhkan lukanya. Ia telah datang hendak menyelamatkannya, bagaimanakah dapat Ia meninggalkannya?

Israel telah menjadi suatu umat yang disenangi, Allah telah menjadikan kaabah mereka tempat kediamanNya, "GunungNya yang kudus, yang menjulang permai, adalah kegirangan bagi seluruh bumi." Mzm. 48:3. Di situ terdapat catatan tentang penjagaan dan kasih Kristus yang lemah lembut selama lebih dari seribu tahun, seperti yang diberikan oleh seorang bapa kepada anaknya yang tunggal. Dalam kaabah itu nabi‑nabi telah mengucapkan amaran‑amaran mereka yang sungguh‑sungguh. Di sanalah pedupaan yang penuh bara api ditimang‑timang, sementara dupa, yang disertai doa orang‑orang yang berbakti, naik kepada Allah. Di sana darah binatang telah mengalir, yang melambangkan darah Kristus. Di sanalah Tuhan Hua telah menunjukkan kemuliaanNya di atas tutupan grafirat. Di sanalah imam‑imam telah mengadakan upacara, dan kebesaran lambang dan upacara telah berlangsung berabad‑abad lamanya. Tetapi segala perkara ini harus berakhir.

Yesus mengangkat tanganNya yang sudah sering memberkati orang sakit dan yang menderita dan sambil melambai‑lambaikannya ke arah kota yang bernasib buruk itu, dalam ucapan kesedihan yang terputus‑putus berseru, "Jikalau kiranya pada hari ini sahaja engkau sudah mengetahui akan barang yang dapat membawa sejahtera kepadamu!" Di sini Juruselamat berhenti, dan tidak mengucapkan bagaimana sebenarnya keadaan Yerusalem sekiranya ia telah menerima pertolongan yang hendak diberikan Allah kepadanya pemberian AnakNya yang kekasih. Sekiranya Yerusalem telah mengetahui kesempatan yang diberikan kepadanya untuk mengetahuinya, dan telah menghiraukan terang yang dikirim oleh surga kepadanya, maka ia sebenarnya dapat berdiri dalam kemakmuran yang dibanggakan, permaisuri kerajaan, bebas dalam besarnya kekuasaan yang dikaruniakan Allah kepadanya. Tidak akan ada tentara bersenjata lengkap berdiri di pintu gerbangnya, tidak ada panji Roma berkibar dari temboknya. Nasib yang mulia yang sebenarnya dapat mendatangkan berkat kepada Yerusalem sekiranya ia telah menerima Penebusnya terbayang di hadapan Anak Allah. Ia melihat bahwa dengan perantaraan Dia, kota itu dapat disembuhkan dari penyakitnya yang menyedihkan, dibebaskan dari perhambaan, dan didirikan sebagai ibu kota yang kuat di dunia. Dari temboknya burung dara perdamaian sebenarnya akan terbang ke segenap bangsa. Sebenarnya ia dapat menjadi mahkota kemuliaan bagi dunia.

Tetapi gambaran yang cerah yang sebenarnya dapat dialami oleh Yerusalem lenyaplah dari pandangan Juruselamat. Ia menyadari bagaimana keadaannya sekarang di bawah kuk Roma, menanggung murka Allah, dikutuki dengan hukuman pembalasanNya. Ia menyambung ratapanNya, "Tetapi sekarang ini semuanya itu terlindung daripada matamu. Karena harinya akan datang atasmu, yang segala musuhmu berkubu sekeliling engkau, serta mengepung engkau dan mengimpit daripada segala pihak, dan engkau diempaskannya sehingga rata dengan tanah beserta dengan anak‑anakmu yang ada padamu, dan tiada ditinggalkannya tersusun sebuah batu pun di atas yang lain di dalam negerimu, oleh sebab engkau tiada sadar akan masa yang engkau dilawat."

Kristus datang hendak menyelamatkan Yerusalem dengan anak‑anaknya, tetapi kesombongan Farisi, kepura‑puraan, kecemburuan, dan kebencian telah menghalanginya sehingga Ia tidak dapat melaksanakan maksudNya. Yesus mengetahui pembalasan yang mengerikan yang akan menimpa kota yang bernasib buruk itu. Ia melihat Yerusalem dikelilingi oleh tentara, dan penduduknya yang terkepung mati kelaparan, ibu‑ibu makan tubuh anak‑anak mereka sendiri yang sudah mati, kedua orang tua dan anak‑anak saling memperebutkan sisa‑sisa makanan, kasih‑sayang sejati dirusakkan oleh siksaan perasaan lapar yang tidak terperikan. Ia melihat bahwa kedegilan orang Yahudi, sebagaimana yang ditunjukkan dalam penolakan mereka akan keselamatan‑Nya, akan membawa mereka juga kepada penolakan untuk menyerah pada tentara yang menyerang. Ia melihat Golgotha, tempat di mana Ia  akan ditinggikan, penuh berpancangkan salib‑salib selebat pepohonan di hutan. Ia melihat penduduk yang malang menderita siksaan luar biasa dan oleh penyaliban, istana‑istana yang indah dibinasakan, kaabah menjadi timbunan puing, dan temboknya yang besar tidak ada satu batu tersusun di atas batu yang lain, sedangkan kota itu akan dibajak seperti suatu ladang. Pada tempatnya Juruselamat menangis sedih ketika memandang peristiwa yang menakutkan itu.

Yerusalem sudah berada dalam penjagaan‑Nya, dan sebagaimana seorang bapa yang lemah‑lembut hatinya meratapi anak yang tidak suka‑menurut, demikian juga Yesus meratapi kota yang dicintai itu. Bagaimanakah dapat saya meninggalkan dikau? Bagaimanakah dapat saya melihat engkau diserahkan kepada kebinasaan? Haruskah saya membiarkan engkau pergi untuk mengisi cawan kejahatanmu? Satu jiwa sangatlah berharga, sehingga jika dibandingkan dengan itu, dunia tidak ada artinya, tetapi di sinilah terdapat segenap bangsa manusia yang akan binasa. Bilamana matahari petang lenyap dari pemandangan, masa kemurahan bagi Yerusalem akan berakhir. Sementara arak‑arakan berhenti di puncak bukit Zaitun belum terlalu terlambat bagi Yerusalem untuk bertobat. Kemudian malaikat kemurahan sedang menutup sayapnya hendak turun dari takhta emas untuk memberi tempat bagi keadilan dan pehukuman yang segera akan datang. Tetapi hati Kristus yang penuh kasih masih memohon untuk Yerusalem, yang telah menghinakan kemurahanNya, meremehkan amaranNya, dan hampir akan melumuri tangannya dalam darahNya. Kalau saja Yerusalem mau bertobat, belum terlalu terlambat baginya. Sementara cahaya dari matahari yang sedang terbenam menyinari kaabah, menara, dan bubungan kaabah,tidakkah seorang malaikat yang baik memimpin dia kepada kasih Juruselamat, dan mengelakkan nasibnya? Kota yang indah dan tidak suci, yang telah melontari nabi‑nabi dengan batu, yang telah menolak Anak Allah, yang sedang membelenggu dirinya sendiri dalam belenggu perhambaan karena sifatnya yang tidak mau bertobat hari kemurahannya hampir akan berakhir!
Meskipun demikian sekali lagi Roh Allah berbicara kepada Yerusalem. Sebelum hari itu berakhir, kesaksian lain diberikan bagi Kristus. Suara kesaksian itu dinyaringkan, menyambut panggilan dari nubuatan masa lampau. Sekiranya Yerusalem mau mendengar panggilan itu, sekiranya ia mau menerima Juruselamat yang sedang memasuki gerbangnya, ia masih boleh diselamatkan.

Laporan sudah disampaikan kepada penghulu‑penghulu di Yerusalem bahwa Yesus sedang mendekati kota itu dengan rombongan orang banyak. Tetapi mereka tidak mau mengucapkan selamat datang kepada Anak Allah. Dalam ketakutan mereka keluar hendak menjumpai Dia, dengan mengharapkan hendak membubarkan orang banyak itu. Ketika arak‑arakan itu sudah hampir menuruni Bukit Zaitun, datanglah penghulu‑penghulu menghalang‑halanginya. Mereka menanyakan sebab‑musabab sorak‑sorai yang ramai itu. Ketika mereka bertanya, "Siapakah ini?" murid‑murid, yang dipenuhi oleh roh ilham, menjawab pertanyaan ini. Dalam perkataan yang tegas mereka mengulangi nubuatan mengenai Kristus:
Adam akan mengatakan kepadamu, Itulah benih perempuan yang akan meremukkan kepala ular.
Tanyakanlah kepada lbrahim dan ia akan mengatakan kepadamu, Itulah "Melkisedek, Raja Salem," Raja Damai. Kej. 14:18.
Yakub akan mengatakan kepadamu, Ialah Singa dari suku Yudah.
Yesaya akan mengatakan kepadamu, "Imanuel", "Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Yes. 7:14; 9: 5.
Yermia akan mengatakan kepadamu, Tunas Daud, "Tuhan keadilan kita." Yer. 23:5, 6.
Daniel akan mengatakan kepadamu, "Ialah Mesias."
Hosea akan mengatakan kepadamu, "Tuhan, Allah semesta alam, Tuhan nama-Nya." Hos. 12:5.
Yohanes pembaptis akan mengatakan kepadamu, Ialah "Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia." Yoh. 1:29.
Tuhan Hua yang besar itu telah mengumumkan dari takhta‑Nya, "Inilah Anak‑Ku yang Kukasihi." Mat. 3:17.
Kita, murid‑murid‑Nya, menyatakan, Inilah Yesus, Mesias, Putera kehidupan, Penebus dunia.
Dan putera kuasa kegelapan mengakui dia, dengan mengatakan, "Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Markus 1:24.
 

No comments: