Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Oct 28, 2013

Kapernaum

Ketika kembali ke Kapernaum, Yesus tidak pergi ke tempat peristirahatan yang terkenal di mana Ia telah mengajar orang banyak, melainkan bersama murid-murid-Nya dengan diam-diam mencari rumah yang akan menjadi tempat tinggal-Nya untuk sementara. Selama sisa waktu Ia tinggal di Galilea Ia bermaksud memberikan petunjuk kepada murid-murid lebih daripada bekerja bagi orang banyak.

Dalam perjalanan di Galilea sekali lagi Kristus berusaha mempersiapkan pikiran murid-murid-Nya untuk peristiwa yang dihadapi-Nya. Ia mengatakan kepada mereka bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem akan dibunuh dan bangkit lagi. Dan Ia menambahkan pengumuman yang aneh dan sungguh-sungguh bahwa Ia akan diserahkan ke tangan musuh-musuh-Nya. Sampai saat itu murid-murid tidak mengerti akan perkataan-Nya. Meski pun mereka ditimpa dengan bayang-bayang kesusahan yang besar, namun roh persaingan mendapat tempat dalam hati mereka. Mereka bertengkar sama sendirinya mengenai siapa yang harus dianggap paling besar dalam kerajaan itu. Mat. 17:22-27; 18:1-20; Mrk. 9:30-50; Luk. 9:46-48.

Menurut anggapan mereka pertikaian ini dapat mereka sembunyikan dari Yesus, dan mereka tidak datang dekat ke samping-Nya sebagaimana biasanya, melainkan berlambat-lambat di belakang, sehingga Ia mendahului mereka ketika mereka memasuki Kapernaum. Yesus membaca pikiran mereka, dan Dia ingin menasihati dan memberi petunjuk kepada mereka. Tetapi untuk maksud ini Ia menantikan suatu saat yang tenang, bila hati mereka harus terbuka untuk menerima perkataan-Nya. Segera sesudah mereka sampai ke kota, pemungut pajak kaabah datang kepada Petrus dengan pertanyaan, "Tiadakah Guru kamu membayar uang yang dua dirham itu?" Upeti ini bukannya suatu pajak sipil, melainkan suatu iuran kaabah yang diharuskan bagi setiap orang Yahudi untuk membayarnya setiap tahun untuk menyokong kaabah. Enggan membayar upeti akan dianggap sebagai ketidaksetiaan kepada kaabah dalam penilaian rabbi-rabbi merupakan suatu dosa yang paling menyedihkan. Sikap Juruselamat terhadap hukum rabbi-rabbi, serta teguran-Nya yang jelas kepada orang-orang yang mempertahankan tradisi, memberikan suatu alasan untuk tuduhan bahwa Ia sedang berusaha merusakkan pelayanan kaabah. Sekarang musuh-musuh-Nya melihat suatu kesempatan untuk bersikap tidak percaya lagi kepada-Nya. Mereka sedia bersekutu dengan
pemungut upeti.

Petrus melihat dalam pertanyaan pemungut upeti itu suatu sindiran yang menyinggung kesetiaan Kristus kepada kaabah. Karena bersemangat demi kehormatan Gurunya, dengan terburuburu ia menjawab, tanpa meminta nasihat daripada-Nya, bahwa Yesus mau membayar upeti. Tetapi Petrus hanya mengerti sebagian mengenai maksud orang yang bertanya itu. Ada beberapa golongan yang dibebaskan dari pembayaran upeti. Pada zaman Musa, ketika orang Lewi diasingkan untuk pelayanan kaabah, mereka tidak diberi warisan di antara orang banyak. Tuhan berkata, "Sebab itu suku Lewi tidak mempunyai bagian milik pusaka bersama-sama dengan saudara-saudaranya; Tuhanlah milik pusakanya, seperti yang difirmankan kepadanya oleh Tuhan, Allahmu." U1. 10:9. Pada zaman Kristus imam-imam dan orang Lewi masih dianggap sebagai orang-orang yang diabdikan khusus untuk kaabah, dan tidak dituntut membayar iuran tahunan untuk menyokongnya. Nabi-nabi juga dibebaskan dari pembayaran ini. Dalam menuntut upeti dari Yesus, rabbi-rabbi sedang mengesampingkan tuntutan-Nya sebagai seorang nabi atau guru, dan sedang memperlakukan Dia sebagaimana mereka memperlakukan orang kebanyakan. Penolakan di pihak-Nya untuk membayar upeti akan dinyatakan sebagai ketidaksetiaan kepada kaabah, sedangkan sebaliknya pembayarannya akan diambil sebagai dalih untuk membenarkan penolakan mereka akan Dia sebagai seorang nabi.

Hanya beberapa saat sebelumnya, Petrus telah mengakui Yesus sebagai Anak Allah, tetapi sekarang ia kehilangan suatu kesempatan untuk menyatakan tabiat Gurunya. Oleh jawabnya kepada pemungut upeti, bahwa  Yesus mau membayar upeti, sebenarnya ia telah menguatkan pengertian yang keliru tentang Dia yang sedang diusahakan untuk disebar-luaskan oleh imam-imam dan penghulu-penghulu.
 
Ketika Petrus memasuki rumah, Juruselamat tidak menyinggung mengenai  apa yang telah terjadi, melainkan bertanya, "Hai Simon, apakah sangkamu? raja-raja di dunia ini memungut cukai atau hasil dari siapakah? daripada segala-segala anaknyakah, atau daripada orang keluarankah?" Petrus menjawab, "Daripada orang keluaranlah." Lalu Yesus berkata, "Jikalau demikian, bebaslah segala anak itu." Sementara rakyat suatu negara diwajibkan membayar pajak untuk pemeliharaan raja mereka, anak-anak raja sendiri dibebaskan. Demikian juga halnya dengan Israel, yang mengaku umat Allah, dituntut untuk memelihara pekerjaan-Nya; tetapi Yesus, Anak Allah, tidak diwajibkan seperti itu. Jika imam-imam dan orang Lewi dibebaskan karena hubungan mereka dengan kaabah, apa lagi Dia yang bagi-Nya kaabah adalah rumah Bapa-Nya.

Seandainya Yesus telah membayar cukai tanpa protes, sudah tentu Ia telah mengakui keadilan tuntutan itu, dan dengan demikian mengingkari keilahian-Nya. Tetapi meski pun Ia melihat ada baiknya memenuhinya, Ia menyangkal tuntutan itu yang atasnya hal itu didasarkan. Dalam menyediakan pembayaran cukai Ia memberikan bukti tentang tabiat Ilahi-Nya. Sudah dinyatakan bahwa Ia satu dengan Allah, dan itulah sebabnya tidak diwajibkan membayar cukai sebagaimana seseorang yang hanya rakyat kerajaan itu. "Pergilah engkau ke tasik mengail," Ia memerintahkan Petrus, "dan ambillah ikan yang mula-mula timbul; dan apabila engkau membuka mulutnya, engkau akan mendapat sekeping uang empat dirham; ambillah uang itu lalu berikan kepada mereka itu bagi Aku dan bagi engkau pun." Meskipun Ia telah menutupi keilahian-Nya dengan kemanusiaan, namun dalam mujizat ini Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Sudah jelas bahwa Dialah yang menyatakan dengan perantaraan Daud, "Sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku. Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya." Mzm. 50:10-12.

Meskipun Yesus menjelaskan bahwa Ia tidak diwajibkan membayar cukai, namun Ia tidak melibatkan diri dalam pertentangan dengan orang Yahudi mengenai persoalan itu; karena mereka akan menyalah-tafsirkan perkataan-Nya, dan membalikkannya untuk melawan Dia. Supaya Ia tidak menyakiti hati oleh menahan cukai itu, Ia melakukan apa yang sebenarnya tidak boleh dituntut daripada-Nya. Pelajaran ini membawa manfaat yang besar bagi murid-murid-Nya. Perubahan yang nyata harus terjadi dengan segera dalam hubungan mereka dengan upacara kaabah, dan Kristus mengajarkan kepada mereka bahwa kalau tidak perlu jangan hendaknya mereka menempatkan diri dalam permusuhan terhadap peraturan yang sudah ditetapkan. Sedapat-dapatnya mereka harus menjauhkan kemungkinan terjadinya kesempatan untuk menyalahtafsirkan iman mereka. Meski pun orang Kristen tidak boleh mengorbankan satu prinsip kebenaran, namun mereka harus menjauhkan pertentangan bila mungkin melakukannya.

Ketika Kristus dan murid-murid sudah terasing di dalam rumah, sementara Petrus pergi ke tasik, Yesus memanggil murid-murid lain kepada-Nya, dan bertanya, "Apakah perkara yang kamu bicarakan di tengah jalan?" Hadirnya Yesus, dan pertanyaan-Nya, menempatkan persoalan itu dalam terang yang sangat berbeda dengan bagaimana mereka memandang persoalan itu ketika mereka bertengkar di tengah jalan. Perasaan malu dan mempersalahkan diri menyebabkan mereka tinggal diam. Yesus telah mengatakan kepada mereka bahwa Ia harus mati demi kepentingan mereka; dan cita-cita mereka yang mementingkan diri sangat menyolok perbedaannya dengan kasih-Nya yang tidak mementingkan diri. Ketika Yesus mengatakan kepada mereka bahwa Ia akan dibunuh dan bangkit lagi, Ia sedang berusaha menarik perhatian mereka ke dalam percakapan mengenai ujian besar bagi iman mereka. Sekiranya mereka sudah bersedia menerima apa yang hendak diberitahukan-Nya kepada mereka, sudah tentu mereka terhindar dari kesedihan dan putus asa yang pahit. Perkataan-Nya dapat membawa penghiburan pada saat kematian Yesus dan kekecewaan. Tetapi meski pun Ia telah mengatakan dengan jelas sekali tentang apa yang akan dialami-Nya, namun ucapan-Nya tentang kenyataan bahwa Ia harus pergi dengan segera ke Yerusalem sekali lagi menyalakan harapan mereka bahwa kerajaan itu hampir akan didirikan. Hal ini telah menyebabkan mereka bertanya mengenai siapa akan mengisi kedudukan tertinggi. Ketika Petrus kembali dari tasik, murid-murid itu menceritakan pertanyaan Juruselamat kepadanya, dan akhirnya seorang memberanikan diri untuk bertanya kepada Yesus, "Siapakah yang terlebih besar di dalam kerajaan surga?"

Juruselamat mengumpulkan murid-murid-Nya di sekeliling-Nya, dan mengatakan kepada mereka, "Jikalau seorang hendak menjadi yang pertama, haruslah ia menjadi yang akhir daripada sekalian, dan pelayan  orang sekalian." Dalam perkataan ini terdapatlah kesungguh-sungguhan dan kesan yang masih sukar dipahami oleh murid-murid. Apa yang dilihat oleh Kristus tidak dapat mereka lihat. Mereka tidak mengerti sifat kerajaan Kristus, dan kurang pengetahuan ini tampaknya menyebabkan pertengkaran mereka. Tetapi sebab yang sebenarnya terletak lebih dalam lagi. Dengan menjelaskan sifat kerajaan itu, Kristus dapat memadamkan perselisihan mereka pada saat itu; tetapi hal ini tidak akan mempengaruhi sebab utamanya. Meski pun sesudah mereka menerima pengetahuan sepenuhnya, suatu pertanyaan tentang siapa yang patut didahulukan dapat membaharui kesulitan itu. Dengan demikian malapetaka dapat dibawa kepada sidang sesudah Kristus naik ke surga. Perselisihan untuk mendapat tempat tertinggi adalah pekerjaan roh yang sama yang menjadi permulaan pertentangan besar di dunia-dunia di atas, dan yang telah membawa Kristus dari surga untuk mati. Timbullah di hadapan-Nya pandangan tentang Bintang Kejora, "putera fajar," dalam kemuliaan yang melebihi segala malaikat yang mengelilingi takhta, dan bersatu dalam ikatan yang paling erat dengan Anak Allah. Bintang Kejora, telah berkata, "Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!" Yes.14:12,14, dan keinginan untuk meninggikan diri telah membawa perselisihan ke dalam istana surga, dan telah membuangkan sejumlah besar bala tentara Allah. Seandainya Bintang Kejora sungguh-sungguh mengingini untuk menjadi seperti Yang Maha Tinggi, sekali-kali ia tidak akan meninggalkan tempat yang ditentukan baginya di surga; karena roh Yang Maha Tinggi dinyatakan dalam pelayanan yang tidak mementingkan diri. Bintang Kejora mengingini kuasa Allah, tetapi bukannya tabiat-Nya. Ia mencari bagi dirinya tempat tertinggi, dan setiap makhluk yang digerakkan oleh rohnya akan berbuat seperti itu. Dengan demikian, permusuhan, kurang persesuaian dan perselisihan tidak akan dapat dielakkan. Kekuasaan jatuh ke tangan orang yang paling kuat. Kerajaan Setan ialah kerajaan kekerasan, setiap orang menganggap setiap orang lain sebagai penghalang di jalan kemajuannya sendiri, atau suatu batu loncatan yang di atasnya ia sendiri dapat naik ke tempat yang lebih tinggi.

Sementara Bintang Kejora menganggapnya suatu hal yang sangat penting menjadi setara dengan Allah, Kristus Yang Ditinggikan "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." Flp. 2:6- 8. Sekarang salib sudah ada di hadapan-Nya; dan murid-murid-Nya sendiri sangat dipenuhi dengan sifat mementingkan diri prinsip yang sama dengan kerajaan Setan sehingga mereka tidak dapat menaruh simpati kepada Tuhannya, atau pun mengerti akan Dia ketika Ia berbicara perihal Ia direndahkan bagi mereka. Dengan sangat lemah-lembut, tetapi dengan memberi tekanan yang sungguh-sungguh Yesus berusaha membetulkan keburukan itu. Ia menunjukkan prinsip apa akan berkuasa dalam kerajaan surga, dan pada apa kebesaran sejati bergantung, sebagaimana yang dinilai dengan ukuran istana yang di surga. Mereka yang digerakkan oleh kesombongan dan cinta akan kehormatan sedang memikirkan diri mereka sendiri, serta pahala yang akan mereka peroleh, gantinya bagaimana hendaknya mereka mengembalikan kepada Allah pemberian yang telah mereka terima. Mereka tidak akan mendapat tempat dalam kerajaan surga, karena mereka disamakan dengan kedudukan Setan.

Sebelum kehormatan adalah kerendahan. Untuk mengisi suatu tempat yang tinggi di hadapan manusia, Surga memilih pekerja yang seperti halnya dengan Yohanes Pembaptis, mengambil tempat yang rendah di hadapan Allah. Murid yang paling sederhana adalah yang paling mantap dalam pekerjaan bagi Allah. Makhluk-makhluk yang cerdas di surga dapat bekerja sama dengan dia yang sedang berusaha, bukannya untuk meninggikan dirinya melainkan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Ia yang paling merasai keperluannya akan bantuan Ilahi akan memohonkannya; dan Roh Kudus akan memberikan kepadanya penglihatan selayang pandang tentang Yesus yang akan menguatkan dan mengangkat jiwa. Dari hubungan dengan Kristus ia akan keluar untuk bekerja bagi mereka yang sedang binasa dalam dosa. Ia diurapi untuk tugas ini, dan Ia berhasil di tempat-banyak orang terpelajar dan cerdik cendekiawan gagal. Tetapi bila manusia meninggikan dirinya sendiri, sambil merasa bahwa mereka diperlukan untuk kemajuan rencana Allah yang besar itu, maka Tuhan akan mengesampingkan mereka. Sudah dinyatakan bahwa Tuhan tidak bergantung pada mereka. Pekerjaan tidak berhenti karena mereka dikeluarkan daripadanya, melainkan maju terus dengan kuasa yang lebih besar.

Tidaklah cukup bagi murid-murid Yesus diberi petunjuk tentang sifat kerajaan-Nya. Apa yang mereka perlukan ialah suatu perubahan hati yang akan membawa mereka kepada keserasian dengan prinsip-prinsipnya. Setelah memanggil seorang anak kecil kepada-Nya, Yesus menempatkannya di tengah mereka; dan sambil merangkul anak itu dengan lemah-lembut Ia berkata, "Jikalau tiada kamu berbalik menjadi seperti kanak-kanak, sekali-kali tiada kamu masuk ke dalam kerajaan surga." Kesederhanaan, sifat melupakan diri sendiri, serta kasih seorang anak kecil yang penuh kepercayaan adalah sifat-sifat yang dihargai oleh surga. Inilah ciri-ciri kebesaran sejati. Sekali lagi Yesus menjelaskan kepada murid-murid bahwa kerajaan-Nya bukannya ditandai dengan kebesaran dan pertunjukan duniawi. Di kaki Yesus segala kehormatan ini dilupakan. Yang kaya dan yang miskin, yang terpelajar dan yang tidak terpelajar, bertemu bersama-sama, tanpa memikirkan tentang kasta atau keunggulan duniawi. Semuanya bertemu sebagai jiwa-jiwa yang dibeli dengan darah, sama-sama bergantung pada Seorang yang telah menebus mereka bagi Allah.

Jiwa yang sungguh-sungguh dan penuh penyesalan berharga pada pemandangan Allah. Ia menaruh tanda-Nya sendiri pada manusia, bukannya oleh kedudukan mereka, bukannya oleh kekayaan mereka, bukannya oleh kebesaran intelek mereka, melainkan oleh kesatuan mereka dengan Kristus. Tuhan kemuliaan merasa puas dengan mereka yang sabar dan rendah hati."Kauberikan kepadaku," kata Daud, "perisai keselamatan-Mu dan kemurahan-Mu" sebagai suatu unsur dalam tabiat manusia "membuat aku besar." Mzm. 18:36.

"Barang siapa yang menyambut seorang kanak-kanak seperti yang demikian ini atas nama-Ku," kata Yesus, "maka ialah menyambut Aku; dan barang siapa juga yang menyambut Aku ini, sebenarnya bukan ia menyambut Aku, melainkan Dia, yang sudah menyuruhkan Aku." "Beginilah firman Tuhan: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; Tetapi kepada orang inilah Aku memandang; kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku.'' Yes. 66:1, 2. Perkataan Juruselamat menggugah perasaan tidak percaya pada diri sendiri dalarn hati murid-murid. Tidak seorang pun telah ditunjuk khusus dalam jawab itu, tetapi Yohanes dituntun untuk menanyakan apakah dalarn satu hal tindakannya sudah betul. Dengan roh seorang anak ia menyerahkan persoalan itu di hadapan Yesus. "Ya Guru," katanya, "kami sudah melihat seorang, yang tiada mengikut kita, membuangkan Setan dengan nama Guru; lalu kami larangkan dia, sebab tiada ia mengikut kita." Yakub dan Yohanes telah memikirkan bahwa dalam menahan orang ini mereka memikirkan kehormatan Tuhan mereka; mereka mulai melihat bahwa mereka cemburu untuk diri sendiri. Mereka mengakui kekeliruan mereka, dan menerima teguran Yesus, "Jangan dilarangkan dia, karena tiada seorang pun mengadakan mukjizat dengan nama-Ku, dan boleh dengan segeranya menjahatkan Aku." Tidak seorang pun yang dalam suatu hal menunjukkan diri ramah-tamah kepada Kristus harus ditolak. Banyak orang yang sudah sangat tergerak oleh tabiat dan pekerjaan Kristus, dan yang hatinya sedang terbuka kepada-Nya dalam iman; dan murid-murid yang tidak dapat membaca motif, harus berhati-hati jangan sampai mengecewakan jiwa-jiwa ini. Ketika Yesus tidak lagi di antara mereka secara pribadi, dan pekerjaan itu diserahkan kepada mereka, hendaknya mereka jangan menurutkan roh yang sempit dan bersifat pemilih, melainkan menunjukkan sirnpati yang sama yang luas pengaruhnya yang sudah mereka lihat pada Guru mereka.

Kenyataan bahwa seseorang bukannya dalam segala perkara menyesuaikan dengan pikiran atau pendapat kita secara pribadi tidaklah akan membenarkan kita dalam melarang dia bekerja bagi Allah. Kristus ialah Guru yang Besar; jangan hendaknya kita menghakimi atau pun memerintahkan, melainkan dalam kerendahan masing-masing harus duduk di kaki Yesus, dan belajar daripada-Nya. Setiap jiwa yang telah direlakan oleh Allah adalah suatu saluran yang dengan perantaraannya Kristus akan menyatakan kasih-Nya yang memaafkan. Hendaknya kita sangat berhati-hati agar jangan kita mengecewakan salah seorang pembawa terang Allah, dan dengan demikian menghalangi sinar yang seharusnya bercahaya kepada dunia. Kekasaran atau sikap dingin yang ditunjukkan oleh murid-murid terhadap seseorang yang sedang ditarik oleh Kristus seperti tindakan Yohanes dalam melarang seseorang untuk mengadakan mukjizat dalam nama Kristus mungkin mengakibatkan seseorang mengarahkan kaki ke jalan musuh, dan menyebabkan hilangnya satu jiwa. Gantinya seorang berbuat demikian, Yesus berkata, "lebih baik padanya, jikalau pada lehernya dikenakan sebuah batu kisaran, lalu ia dicampakkan ke dalam laut." Dan Ia menambahkan, "Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; di tempat ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam. Dan jika kakimu
menyesatkan engkau, penggallah." Mark. 9:43-45.

Mengapa digunakan bahasa sekeras ini, yang tidak ada lagi yang lebih keras? Sebab "Anak manusia datang untuk menyelamatkan yang hilang." Apakah murid-murid akan menunjukkan penghargaan terhadap jiwa-jiwa Raja surga? Setiap jiwa telah dibeli dengan harga yang tidak terbatas, dan alangkah ngerinya dosa membalikkan jiwa dari Kristus, sehingga baginya kasih dan kehinaan dan kesengsaraan Juruselamat akan sia-sia saja. "Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya." Mat. 18:7. Dunia yang diilhami oleh Setan, sudah tentu akan menentang para pengikut Kristus, dan berusaha membinasakan iman mereka; tetapi baginya yang telah mengambil nama Kristus, tetapi kedapatan melakukan perbuatan ini. Tuhan kita dipermilukan oleh mereka yang mengaku bekerja bagi-Nya, tetapi yang memberikan gambaran yang salah tentang tabiat-Nya; dan orang banyak tertipu, dan dituntun ke jalan yang salah.

Suatu kebiasaan yang menuntun ke dalam dosa, dan membawa kecelaan bagi Kristus, lebih baik ditinggalkan, bagaimana pun pengorbanan itu: Sesuatu yang tidak menghormati Allah tidak dapat menguntungkan jiwa. Berkat surga tidak dapat diperoleh oleh seseorang dalam pelanggaran prinsip-prinsip kebenaran yang kekal itu. Dan satu dosa yang dipelihara dalam hati sudah cukup untuk mengadakan kemerosotan tabiat, dan menyesatkan orang lain. Jika kaki atau tangan dikerat, atau pun mata dikeluarkan untuk menyelamatkan tubuh dari kematian, betapa sungguh-sungguh pula kita harus meninggalkan dosa yang membawa kematian kepada jiwa. Dalam upacara kaabah, garam ditambahkan pada setiap korban. Sebagaimana halnya dengan persembahan dupa, ini berarti bahwa hanyalah kebenaran Kristus dapat menjadikan pelayanan itu berkenan kepada Allah. Menyinggung kebiasaan inu, Yesus berkata, "Tiap-tiap korban pun akan digarami dengan garam." "Hendaklah kamu menaruh garam di dalam dirimu, dan berdamailah seorang dengan seorang." Semua orang yang mau mempersembahkan diri sebagai "persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah" (Roma 12:1), harus menerima garam yang menyelamatkan, kebenaran Juruselamat kita. Dengan demikian mereka menjadi "garam dunia," menahan kejahatan di antara manusia, sebagaimana garam melindungi dari kebusukan. Mat. 5:13. Tetapi jika garam sudah menjadi tawar, jika hanya mengaku beribadat, tanpa kasih Kristus, maka tidak ada kuasa bagi kebaikan. Kehidupan dapat memberikan pengaruh yang menyelamatkan kepada dunia. Tenaga dan kemantapan dalam membina kerajaan-Ku, kata Yesus, bergantung pada penerimaanmu akan Roh-Ku. Engkau harus mengambil bagian dari anugerah-Ku, agar menjadi bau hayat menuju hidup. Dengan demikian tidak akan ada persaingan, tidak ada sifat mementingkan diri sendiri, tidak ada keinginan untuk tempat tertinggi. Engkau akan memiliki kasih yang tidak mencari keuntungan sendiri, melainkan keuntungan orang lain.

Biarlah orang berdosa yang mau bertobat memandang kepada "Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia" (Yoh. 1:29); dan oleh memandang kita diubahkan. Ketakutannya diubahkan menjadi kesukaan, kebimbangannya menjadi harapan. Perasaan terima kasih timbullah. Hati batu dipecahkan. Pasang kasih meliputi jiwa. Kristus terdapat di dalamnya bagaikan mata air yang memancar sampai kepada hidup kekal. Bila kita melihat Yesus, Manusia Duka yang biasa dalam kesukaran, yang bekerja untuk menyelamatkan yang hilang, yang diremehkan, yang diejek, yang ditertawakan, yang diusir dari kota ke kota sampai tugas-Nya dilaksanakan; bila kita memandang Dia di Getsemani, berpeluh butir-butir darah, dan mati di salib dalam kesengsaraan bila kita melihat hal ini, diri sendiri tidak lagi menuntut untuk diakui. Bila kita memandang kepada Yesus, kita akan merasa malu akan sikap dingin, kelengahan, dan sikap memikirkan diri sendiri. Kita akan rela menjadi apa saja atau pun tidak sesuatu sehingga kita dapat melakukan pelayanan. sepenuh hati bagi Tuhan. Kita akan bergembira memikul salib seperti Yesus, menanggung ujian, malu, atau aniaya karena nama-Nya
yang kekasih. "Maka wajiblah kita yang kuat ini menanggung kelemahan orang yang lemah, dan jangan kita menyukakan diri kita sendiri." Rom 15:1. Jiwa yang percaya akan Kristus, meski pun imannya mungkin lemah, dan langkahnya tidak tetap sebagaimana halnya dengan seorang anak kecil, sekali-kali tidak akan kurang dihargai. Oleh segala sesuatu yang telah memberi kita keuntungan atas yang lain baik berupa pendidikan dan kehalusan budi pekerti, keluhuran tabiat, asuhan Kristen, pengalaman keagamaan kita berhutang kepada mereka yang kurang disenangi; dan selama ada dalam kuasa kita, haruslah kita melayani mereka. Jika kita kuat, kita harus menopang tangan orang yang lemah. Malaikat-malaikat kemuliaan, yang senantiasa memandang wajah Bapa di surga, bergembira dalam melayani anak-anak-Nya. Jiwa-jiwa yang gemetar, yang mempunyai banyak sifat tabiat yang tidak disukai, menjadi tanggung jawab mereka yang utama. Malaikat-malaikat senantiasa hadir di tempat mereka yang paling diperlukan, dengan orang-orang yang mempunyai pergumulan yang paling keras terhadap diri sendiri, dan yang keadaan sekitarnya paling mengecewakan. Dan dalam pelayanan ini, para pengikut Kristus yang sejati mau bekerja sama.

Jika salah seorang dari anak-anak-Nya ini dikalahkan, dan berbuat kesalahan terhadap engkau, maka engkau harus berusaha memperbaikinya, Jangan tunggu dia mengadakan usaha mula-mula untuk mendamaikan. "Bagaimanakah sangkamu?" kata Yesus, "jikalau pada seorang ada domba seratus ekor, lalu sesat seekor daripadanya itu, bukankah yang sembilan puluh sembilan ekor itu  ditinggalkannya di atas gunung, lalu pergi sambil mencari seekor yang sesat itu? Dan kalau-kalau kiranya didapatinya, sesungguhnya Aku berkata kepadamu, bersukacitalah ia atas seekor itu lebih daripada sukacitanya atas sembilan puluh sembilan yang tiada sesat itu. Demikian juga Bapa-Ku yang di surga bukan kehendak-Nya supaya binasa satu orang daripada yang kecil ini."

Dalam roh kerendahan, "menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan" (Gal. 6:1), pergilah kepada yang bersalah, dan "nasihatkanlah dia di antara engkau dengan dia sendiri." Jangan permalukan dia dengan memaparkan kesalahannya kepada orang lain, atau pun membawa kecelaan pada Kristus oleh mengumumkan dosa atau kekeliruan seseorang yang memakai nama-Nya. Sering kebenaran harus diucapkan dengan jelas kepada yang bersalah, ia harus dituntun untuk melihat kekeliruannya, agar ia dapat mengadakan pembaharuan. Tetapi jangan hendaknya engkau menghakimi atau mempersalahkannya. Jangan berusaha membenarkan diri. Biarlah segala usahamu diadakan untuk memulihkannya. Dalam merawat luka-luka jiwa itu, diperlukan jamahan yang paling lemah-lembut, kepekaan yang paling halus. Hanyalah kasih yang mengalir dari Yang Menderita di Golgota dapat berguna dalam hal ini. Dengan kelemah-lembutan yang penuh belas kasihan, biarlah saudara memperlakukan saudara, dengan mengetahui bahwa jika engkau berhasil, engkau akan "menyelamatkan jiwa orang itu dari maut," dan "menutupi banyak dosa." Yak. 5:20. Tetapi usaha ini sekali pun mungkin tidak berhasil. Sebab itu Yesus berkata, "Bawalah sertamu seorang atau dua orang lagi." Boleh jadi pengaruh mereka yang disatu-padukan akan berhasil di tempat usaha yang mula-mula tidak berhasil. Karena tidak terlihat secara pribadi dalam persoalan itu, maka lebih besar kecenderungan bagi mereka untuk bertindak dengan tidak memihak, dan kenyataan ini akan memberi nasihat ini pengaruh yang lebih besar terhadap orang yang bersalah.

Jika ia tidak mau mendengar mereka, maka bukannya sampai pada saat itu, perkara itu harus dibawa di hadapan segenap jemaat orang percaya. Biarlah anggota-anggota sidang, sebagai wakil-wakil Kristus bersatu dalam doa dan permohonan yang penuh kasih-sayang, supaya orang yang bersalah itu dapat dipulihkan. Roh Kudus akan berbicara dengan perantaraan hamba-hamba-Nya, memohon orang yang tersesat itu kembali kepada Allah. Rasul Paulus yang berbicara oleh ilham, berkata, "Seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah." 2 Kor. 5:20. Ia yang menolak tawaran yang disatukan-padu ini telah memutuskan ikatan yang mengikat dia kepada Kristus, dan dengan demikian telah memisahkan dirinya dari persekutuan sidang. Sejak saat itu, kata Yesus, "biarlah ia menjadi padamu seperti orang kafir dan seperti orang pemungut cukai." Tetapi jangan hendaknya ia dianggap sudah dipisahkan dari kemurahan Allah. Jangan hendaknya ia dipandang hina atau dilalaikan oleh saudara-saudaranya yang lama, melainkan diperlakukan dengan kelemah-lembutan dan belas-kasihan, sebagai salah satu domba yang hilang yang masih sedang dicari oleh Kristus untuk dibawa ke kandang-Nya. Petunjuk Kristus mengenai perlakuan terhadap orang yang berbuat kesalahan mengulangi dalam bentuk yang lebih terperinci ajaran yang diberikan kepada Israel dengan perantaraan Musa: "Janganlah engkaumembenci saudararamu di dalam hatimu, tetapi
engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia." Im. 19:17. Maksudnya, kalau seseorang melalaikan kewajiban yang diperintahkan oleh Kristus, tentang berusaha memulihkan mereka yang dalam kesalahan dan dosa, maka ia mengambil bagian dalam dosa itu. Terhadap kejahatan yang sebenarnya dapat kita bendung, kita bertanggung jawab seolah-olah kita sendiri bersalah dalam perbuatan itu.

Tetapi hanyalah kepada orang yang berbuat kesalahan kita harus menunjukkan kesalahan itu. Jangan hendaknya kita menjadikannya suatu buah mulut atau kritik di antara kita sendiri; meskipun sesudah mengatakannya kepada sidang, kita tidak boleh mengulanginya kepada orang-orang lain dengan leluasa. Suatu pengetahuan tentang kesalahan orang Kristen hanyalah menjadi penyebab sandungan bagi dunia yang tidak beriman; dan oleh merenungkan perkara-perkara ini, kita sendiri dapat memperoleh kerugian saja; karena oleh memandang kita berubah. Sementara kita berusaha memperbaiki kesalahan seorang saudara, Roh Kristus akan menuntun kita untuk melindunginya sedapat dapatnya dari kritik di pihak saudaranya sendiri sekali pun, dan tambahan pula dari celaan dunia yang tidak beriman. Kita sendiri bersalah, dan memerlukan belas-kasihan dan pengampunan Kristus, dan sebagaimana kita ingin diperlakukan-Nya, demikian juga Ia memerintahkan kita untuk memperlakukan satu dengan yang lain. "Barang apa yang kamu ikat di atas bumi, itulah terikat kelak di surga, dan barang apa yang kamu orak di atas bumi, itu pun terorak kelak di surga." Engkau bertindak seperti utusan atau duta besar surga, dan persoalan pekerjaanmu adalah untuk masa kekekalan.

Tetapi jangan hendaknya kita menanggung tanggung jawab ini sendirian. Di mana saja sabda-Nya ditaati dengan sungguh-sungguh hati, di situlah Kristus tinggal. Ia hadir bukan saja dalam perhimpunan sidang, tetapi juga di mana murid-murid bertemu dalam nama-Nya, biar pun hanya sedikit jumlahnya, di sana juga Ia akan ada. Dan Ia berkata, "Jikalau dua orang daripadamu sehati di atas bumi ini di dalam barang sesuatu hal yang akan dipintanya, ia itu akan diadakan baginya oleh Bapa-Ku yang di surga." Yesus berkata, "Ya Bapa kami yang di surga," untuk mengingatkan kepada murid-murid-Nya bahwa meski pun dalam kemanusiaan-Nya, Ia dihubungkan dengan mereka, turut mengambil bagian dalam ujian mereka, dan menaruh simpati dengan mereka dalam penderitaan mereka, namun oleh keilahian-Nya Ia dihubungkan dengan takhta Allah. Alangkah ajaibnya jaminan ini! Makhluk-makhluk yang cerdas di surga bersatu dengan manusia dalam simpati dan pekerjaan menyelamatkan yang hilang. Dan segenap kuasa surga dibawa untuk berpadu dengan kesanggupan manusia dalam menarik jiwa-jiwa kepada Kristus.

No comments: