Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Oct 10, 2020

Agama Jahudi

Agama Yahudi atau Yudaisme (dari kata Ibrani יהודה, Yehudah ) adalah agama asli bangsa Yahudi, yang merangkum seluruh tradisi dan peradaban religi, budaya, maupun hukum bangsa Yahudi.  Bagi umat Yahudi yang taat, agama Yahudi adalah ungkapan nyata dari perjanjian antara Tuhan dan Bani Israel. Agama ini menyimpan khazanah susastra, amalan, wawasan teologi, dan tatanan organisasi yang kaya. Kitab Taurat adalah bagian dari khazanah susastra yang terdiri atas kumpulan Tanak atau Alkitab Ibrani, dan kumpulan tradisi tutur yang baru dibukukan kemudian hari, semisal Midras dan Talmud. Dengan jumlah pemeluk sekitar 14,5 sampai 17,4 juta jiwa, Agama Yahudi menempati peringkat ke-10 dalam daftar agama besar dunia.

 

Ada bermacam-macam mazhab dalam agama Yahudi, kebanyakan berpangkal dari mazhab Yahudi Rabani, yang yakin bahwa Tuhan mewahyukan syariat dan titah-titah-Nya kepada Musa di Tur Sina dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dari masa ke masa, ada saja golongan yang menyanggah seluruh atau sebagian dari keyakinan semacam ini, misalnya kaum Saduki dan kaum Yahudi Yunani pada zaman Haikal ke-2, kaum Yahudi Karayi dan kaum Yahudi Sabatayi pada awal dan akhir Abad Pertengahan, serta mazhab-mazhab Yahudi non-Ortodoks pada Zaman Modern. Ada pula mazhab-mazhab modern, semisal mazhab Yahudi Humanis, yang tidak mementingkan keimanan kepada Tuhan. Mazhab-mazhab terbesar saat ini adalah Yahudi Ortodoks (Yahudi Haredi dan Yahudi Ortodoks Modern), Yahudi Konservatif, dan Yahudi Pembaharuan. Satu mazhab berbeda dengan mazhab lain dalam pendekatan terhadap syariat Yahudi, tradisi Rabani, dan arti penting negara Israel. Mazhab Yahudi Ortodoks berkeyakinan bahwa Taurat maupun syariat Yahudi berasal dari Tuhan, bersifat kekal dan ajek, serta wajib dipatuhi. Mazhab Yahudi Konservatif dan Yahudi Pembaharuan berpandangan lebih liberal. Dibanding mazhab Yahudi Pembaharuan, mazhab Yahudi Konservatif pada umumnya mengusung tafsir yang lebih tradisional atas syariat Yahudi. Mazhab Yahudi Pembaharuan lazimnya berpendirian bahwa syariat Yahudi harus dipandang sebagai seperangkat pedoman umum alih-alih sebagai seperangkat larangan dan perintah yang wajib dipatuhi segenap umat Yahudi. Di masa lampau ada mahkamah khusus bagi penegakan syariat Yahudi. Sekarang ini pun masih ada mahkamah-mahkamah syariat Yahudi, tetapi pengamalan syariat Yahudi kini lebih banyak bergantung pada kerelaan umat.  Wibawa keilmuan di bidang teologi dan syariat tidak ditumpukan pada seorang tokoh atau suatu lembaga tertentu, melainkan pada Kitab Suci dan para mufasir Kitab Suci, yakni para rabi dan alim-ulama.

 

Agama Yahudi terlembagakan di Timur Tengah pada Zaman Perunggu. Agama ini adalah pengembangan dari kepercayaan Bani Israel sekitar tahun 500 SM, dan dipandang sebagai salah satu kepercayaan paling tua kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebutan "orang Ibrani" maupun "Bani Israel" sudah tergantikan dengan istilah "orang Yahudi" dalam kitab-kitab Tanak terkemudian, misalnya Kitab Ester. Di dalam kitab ini, istilah "orang Yahudi" digunakan sebagai ganti istilah "Bani Israel". Susastra, tradisi, dan nilai-nilai agama Yahudi berpengaruh besar terhadap agama-agama Abrahamik terkemudian, yakni agama Kristen, agama Islam, dan agama Baha'i. Ada banyak unsur agama Yahudi yang turut mempengaruhi etika dan hukum sipil di luar ranah agama di Dunia Barat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana Yunanisme, Ibranisme juga merupakan salah satu faktor penting pembentuk peradaban Barat pada Abad Kuno, dan sebagai lingkungan yang melatarbelakangi kemunculan agama Kristen, agama Yahudi cukup banyak berjasa membentuk cita-cita luhur dan etika Dunia Barat sedari zaman Gereja Perdana.

 

Umat Yahudi adalah kelompok etnoreligius yang beranggotakan orang-orang Yahudi sejak lahir maupun orang-orang yang baru memeluk agama Yahudi. Pada tahun 2015, jumlah umat Yahudi sedunia diperkirakan mencapai 14,3 juta jiwa, atau kurang lebih 0,2% dari populasi dunia.  Dari jumlah keseluruhan ini, kira-kira 43% menetap di Israel, 43% lagi menetap di Amerika Serikat dan Kanada, sebagian besar dari sisanya menetap di Eropa, sementara selebihnya terserak di Amerika Latin, Asia, Afrika, dan Australia.

 

Berbeda dari ilah-ilah yang dahulu kala disembah masyarakat Timur Dekat, Tuhan orang Ibrani dikatakan maha esa dan tiada duanya, sehingga mustahil menjalin hubungan dengan ilah lain, melainkan dengan makhluk-Nya sendiri, teristimewa manusia. Dengan demikian agama Yahudi bermula dengan monoteisme etis, yakni mengimani bahwa Tuhan itu esa dan peduli pada tindak-tanduk manusia. Menurut Tanak (Alkitab Ibrani), Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya akan Ia jadikan bangsa yang besar. Setelah anak cucu Abraham beranak pinak menjadi bangsa Israel, Tuhan menurunkan perintah kepada mereka untuk mengasihi dan menyembah-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan perintah bagi umat Yahudi untuk menanggapi kepedulian Tuhan terhadap makhluk-Nya. Tuhan juga menurunkan perintah kepada bangsa Israel untuk saling mengasihi satu sama lain, yang merupakan perintah bagi umat Yahudi untuk meneladani kecintaan Tuhan terhadap umat manusia. Perintah-perintah ini hanyalah dua di antara sekian banyak titah dan syariat yang menjadi isi dari perjanjian antara Tuhan dan Abraham beserta keturunannya. Perjanjian istimewa inilah yang menjadi inti sari agama Yahudi.

 

Oleh karena itu, kendati di dalam agama Yahudi terdapat tradisi suluk (kabalah), pakar susastra Rabani, Max Kadushin, menyifatkan agama Yahudi normatif sebagai "laku kebatinan normal", karena melibatkan penghayatan pribadi akan keberadaan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang lumrah bagi semua umat Yahudi, yakni menjalankan syariat (bahasa Ibrani: הֲלָכָה, halakah) dan melisankan doa syukur setiap kali menggenapi satu perintah Tuhan (bahasa Ibrani: ברכת המצוות, birkat ha mitswot).

 

Hal-hal dan kejadian-kejadian yang lumrah dan akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, merupakan kesempatan-kesempatan untuk menghayati keberadaan Tuhan. Hal-hal semisal rezeki sehari-hari, yang dinikmati pada hari itu juga, dirasakan sebagai wujud nyata kasih sayang Tuhan, sehingga menggugah orang untuk melisankan Berakot. Kedusyah, kekudusan, yang tidak lain dari tindakan meneladani Tuhan, erat kaitannya dengan perilaku sehari-hari, dengan sikap santun dan welas asih, dengan tindakan menghindari kenajisan akibat penyembahan berhala, zina, dan pertumpahan darah. Birkat Ha Mitswot menggugah kesadaran akan kekudusan dalam upacara ibadat Rabani, tetapi benda-benda yang digunakan dalam kebanyakan upacara ibadat ini tidaklah kudus dan sangat biasa, sementara beberapa benda kudus justru bukan sarana ibadat. Malah bukan hanya hal-hal dan kejadian-kejadian lumrah yang mampu menggugah penghayatan akan keberadaan Tuhan, melainkan juga segala sesuatu yang dialami seseorang, baik maupun buruk, karena ada juga Berakah yang dilisankan saat menerima kabar buruk. Oleh karena itu, sekalipun menghayati keberadaan Tuhan adalah pengalaman yang lain daripada yang lain, ada banyak sekali kesempatan untuk menyadari keberadaan-Nya, kendati kita hanya memperhitungkan hal-hal yang menggugah kita untuk melisankan Berakot.

Sekalipun filsuf-filsuf Yahudi kerap berbantah soal Tuhan itu tasybih ataukah tanzih, dan soal manusia itu punya kehendak bebas ataukah sudah disuratkan takdirnya sejak semula, halakah tetap merupakan tatanan yang memungkinkan setiap orang Yahudi bertindak menghadirkan Tuhan ke dalam dunia.

 

Monoteisme etis menjiwai seluruh susastra suci maupun susastra syariat agama Yahudi. Kendati demikian, monoteisme tidaklah senantiasa diamalkan. Tanak memuat riwayat-riwayat serta kecaman-kecaman yang berulang kali dilontarkan terhadap maraknya penyembahan ilah lain oleh bangsa Israel pada masa lampau.  Pada zaman Gerika-Romawi, muncul berbagai macam tafsir atas keesaan Tuhan dalam agama Yahudi, termasuk tafsir-tafsir yang menjadi cikal bakal agama Kristen.

 

Selain itu, ada pula pihak-pihak yang berpandangan bahwa agama Yahudi adalah agama tak bersyahadat, yang tidak mewajibkan pemeluknya untuk mengimani keberadaan Tuhan. Bagi sebagian pihak, menjalankan syariat jauh lebih penting daripada mengimani keberadaan Tuhan itu sendiri. Pada Zaman Modern, sejumlah mazhab agama Yahudi yang berhaluan liberal menolak gagasan tentang adanya ilah berpribadi yang aktif campur tangan dalam sejarah umat manusia. Perihal ada tidaknya agama Yahudi yang asli atau yang normatif bukan hanya menjadi pokok perbantahan di kalangan umat Yahudi yang taat beragama, melainkan juga di kalangan sejarawan.

 

Rukun iman

 

Sepanjang sejarah, alim-ulama Yahudi sudah menghasilkan berbagai rumusan pokok-pokok keimanan Yahudi, tak satu pun rumusan yang lolos dari kritik.  Rumusan terpopuler adalah 13 rukun iman yang disusun Rabi Musa bin Maimun (bahasa Ibrani: רבי משה בן מימון, Rabi Mosye ben Maimon) pada abad ke-12. Menurut Rabi Musa bin Maimun, orang Yahudi yang mengingkari salah satu dari rukun-rukun iman ini dapat dianggap sudah murtad dan menyimpang dari iman yang lurus. Alim-ulama Yahudi menganut pandangan-pandangan lain yang sedikit banyak menyimpang dari rukun-rukun iman Rabi Musa bin Maimun.

 

Saat Rabi Musa bin Maimun masih hidup pun daftar rukun iman yang disusunnya sudah mendapat kecaman dari Rabi Hasdai Kreskes dan Rabi Yosef Albo. Menurut Rabi Yosef Albo dan Rabi Abraham bin Daud, rukun-rukun iman yang disusun Rabi Musa bin Maimun mengandung terlalu banyak unsur yang tidak bersifat asasi dalam agama Yahudi, kendati benar.

 

Sejalan dengan pendapat ini, sejarawan Yahudi pada Abad Kuno, Flavius Yosefus, juga lebih mementingkan pengamalan serta kepatuhan pada syariat daripada keimanan. Ia memaknai murtad sebagai kegagalan mematuhi syariat, dan menegaskan bahwa syarat-syarat masuk agama Yahudi harus mencakup khitan dan ketaatan pada adat-istiadat Yahudi. Rukun-rukun iman yang disusun Rabi Musa bin Maimun lebih sering diabaikan selama beberapa abad.  Kemudian hari, dua saduran puitis dari rukun-rukun iman ini (Ani Ma'amin dan Yigdal) dimasukkan ke dalam tata ibadat Yahudi, sehingga akhirnya diterima oleh hampir semua umat Yahudi sedunia.

 

Pada Zaman Modern, agama Yahudi tidak memiliki lembaga keulamaan terpusat yang berwenang mengeluarkan fatwa mengenai rukun iman, sehingga muncul beragam variasi rumusan rukun iman Yahudi. Sekalipun demikian, semua mazhab agama Yahudi sedikit banyak didasarkan atas asas-asas keimanan yang termaktub dalam Alkitab Ibrani dan kitab-kitab ulasannya, semisal Talmud dan Midras. Semua mazhab agama Yahudi juga mengakui wujudnya perjanjian antara Tuhan dan Abraham Sang Pitarah, sebagaimana yang diriwayatkan dalam Kitab Suci, serta aspek-aspek dari perjanjian tersebut yang diwariskan turun-temurun, sebagaimana yang diwahyukan kepada Musa, nabi terbesar dalam agama Yahudi. Di dalam Misnah, salah satu pustaka utama Yahudi Rabani, pengakuan bahwa perjanjian ini bersumber dari Tuhan dianggap sebagai aspek hakiki agama Yahudi, dan orang-orang yang mengingkari perjanjian ini dianggap telah menyia-nyiakan peluang mereka untuk selamat di akhirat.

 

Menetapkan rukun-rukun iman Yahudi pada Zaman Modern justru lebih sulit lagi, mengingat sudah sedemikian banyak dan beragamnya mazhab agama Yahudi sekarang ini. Sekalipun ruang lingkupnya dibatasi pada kecenderungan-kecenderungan intelektual yang paling berpengaruh pada abad ke-19 dan ke-20, urusan ini tetap saja ruwet. Sebagai gambaran, tanggapan Rabi Joseph Soloveitchik (dianggap sebagai tokoh mazhab Yahudi Ortodoks Modern) terhadap modernitas didasarkan atas pengidentikan agama Yahudi dengan pelaksanaan syariat, yang tujuan akhirnya adalah menghadirkan kekudusan ke dalam dunia. Rabi Mordecai Kaplan, pendiri mazhab Yahudi Rekonstruksionistis, meninggalkan gagasan agama Yahudi sebagai suatu kepercayaan kepada Tuhan demi mengidentikkannya dengan peradaban, dan melalui pandangan bahwa agama Yahudi adalah suatu peradaban serta melalui penerjemahan gagasan-gagasan pokok agama Yahudi menjadi gagasan-gagasan yang tidak berkaitan dengan agama, ia berusaha merangkul sebanyak mungkin mazhab agama Yahudi. Sebaliknya, mazhab Yahudi Konservatif Rabi Solomon Schechter identik dengan tradisi yang dipahami sebagai tafsir atas Taurat, yang pada hakikatnya merupakan sejarah pemutakhiran dan penyesuaian secara terus-menerus atas hukum Musa melalui tafsir kreatif. Yang terakhir, Rabi David Philipson menetapkan garis-garis besar mazhab Yahudi Pembaharuan dengan mempertentangkan mazhab ini dengan pendekatan mazhab Yahudi Rabani yang tradisional dan ketat, sehingga sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang serupa dengan kesimpulan-kesimpulan mazhab Yahudi Konservatif.

 

Susastra syariat

 

Landasan hukum dan adat-istiadat Yahudi (halakah) adalah Taurat (Pancasastra). Menurut tradisi Rabani, Taurat mengandung 613 butir titah. Ada titah-titah yang hanya berlaku bagi kaum lelaki atau kaum perempuan, ada yang hanya berlaku bagi puak-puak imam, yakni Kohanim dan Lewiyim (warga suku Lewi), dan ada pula yang hanya berlaku bagi kaum tani di Tanah Israel. Ada banyak titah yang hanya berlaku selama Haikal Yerusalem masih berdiri, dan hanya 369 butir titah yang masih dapat diberlakukan sekarang ini.

 

Kendati ada golongan yang hanya berpedoman kepada ayat-ayat tersurat dalam Taurat (misalnya kaum Saduki dan kaum Karayi), sebagian besar umat Yahudi juga berpedoman kepada hukum lisan, yang dilestarikan dalam bentuk tutur dari generasi ke generasi oleh kaum Farisi, dan kelak dibukukan sekaligus dijabarkan lebih lanjut oleh para rabi.

 

Menurut tradisi Rabani, Tuhan menurunkan hukum-hukum-Nya kepada Musa di Tur Sina dalam bentuk tulisan (Taurat) maupun lisan (hukum lisan). Hukum lisan adalah tradisi tutur yang diturunkan Tuhan kepada Musa, dan dari Musa diturunkan serta diajarkan kepada alim-ulama besar (tokoh-tokoh Yahudi Rabani) dari generasi ke generasi.

 

Selama berabad-abad, Taurat hanya dipandang sebagai suratan ayat-ayat yang diwariskan turun-temurun bersama-sama tradisi tutur. Lantaran khawatir ajaran-ajaran dalam bentuk tutur akan lekang dari ingatan orang, Rabi Yehudah Ha Nasi pun berusaha menghimpun berbagai macam pendapat ulama dalam satu kitab hukum yang kelak dikenal dengan sebutan Misnah.

 

Misnah terdiri atas 63 risalah hukum Yahudi, yang merupakan dasar dari kitab Talmud. Menurut Rabi Abraham bin Daud, Misnah dihimpun oleh Rabi Yehudah Ha Nasi sesudah Yerusalem diluluhlantakkan pada tahun 3949 berdasarkan perhitungan tarikh Dunia, atau pada tahun 189 berdasarkan perhitungan tarikh Masehi.

 

Selama empat abad berikutnya, Misnah dibahas dan diperdebatkan oleh komunitas-komunitas utama umat Yahudi, yakni di Israel dan di Babel. Ulasan-ulasan dari masing-masing komunitas pada akhirnya dibukukan menjadi dua kitab Talmud, yakni Talmud Yerusalem (Talmud Yerusyalmi) dan Talmud Babel (Talmud Babli). Isi kedua kitab Talmud ini selanjutnya dijabarkan lagi dengan ulasan-ulasan alim-ulama Taurat dari abad ke abad.

 

Ayat-ayat Taurat mengandung banyak kata yang dibiarkan tak terpahami artinya, dan banyak prosedur yang tidak disertai penjelasan maupun petunjuk. Fenomena semacam ini adakalanya digunakan untuk membenarkan pandangan yang mengatakan bahwa hukum tertulis sejak semula diwariskan berbarengan dengan tradisi tutur yang berkaitan dengannya. Menurut pandangan ini, pembaca Taurat mampu memahami ayat-ayat yang dibaca karena sudah mengetahui penjabarannya dari sumber lain, yakni sumber-sumber lisan.

 

Dengan demikian, Halakah, syariat warisan para rabi, berlandaskan perpaduan pembacaan Taurat dan tradisi tutur, yakni Misnah, Midras Halakah, dan Talmud beserta ulasan-ulasannya. Halakah berkembang perlahan-lahan, melalui suatu sistem berbasis preseden. Susastra yang memuat pertanyaan-pertanyaan kepada para rabi berikut jawaban-jawabannya disebut Soal Jawab (bahasa Ibrani: שאלות ותשובות, sye'elot u'tesyubot). Seiring perjalanan waktu dan perkembangan amalan ini, hukum-hukum agama Yahudi pun dirumuskan dan dibukukan dengan berpedoman kepada Soal Jawab. Kitab hukum yang paling utama, yakni Syulhan Aruk, sangat mempengaruhi amalan Yahudi Ortodoks sekarang ini.

 

Filsafat Yahudi

 

Filsafat Yahudi mengacu pada pertembungan ilmu filsafat dengan ilmu teologi Yahudi. Filsuf-filsuf besar Yahudi antara lain adalah Sulaiman bin Jabirul, Said bin Yusuf Al Fayumi, Yahuda Al Lawi, Musa bin Maimun, dan Lewi bin Jarsun. Perubahan-perubahan besar yang muncul sebagai tanggapan terhadap gerakan Pencerahan (akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-19) melahirkan filsuf-filsuf Yahudi pasca-Pencerahan. Filsafat Yahudi modern terdiri atas filfasat-filsafat yang berhaluan Ortodoks maupun non-Ortodoks. Filsuf-filsuf Yahudi Ortodoks terkemuka antara lain adalah Eliyahu Eliezer Dessler, Joseph B. Soloveitchik, dan Yitzchok Hutner. Filsuf-filsuf Yahudi non-Ortodoks terkemuka antara lain adalah Martin Buber, Franz Rosenzweig, Mordecai Kaplan, Abraham Joshua Heschel, Will Herberg, dan Emmanuel Lévinas.

 

Ilmu tafsir Rabani

 

Umat Yahudi Ortodoks dan sejumlah besar umat Yahudi dari berbagai mazhab lain percaya bahwa wahyu Taurat tidaklah semata-mata terdiri atas huruf-huruf tersurat, melainkan terdiri pula atas tafsir-tafsirnya. Dalam agama Yahudi, mengkaji Taurat (dalam makna yang paling luas, mencakup puisi, narasi, dan hukum, serta Alkitab Ibrani dan Talmud) adalah seni suci yang mahapenting. Oleh karena itu, bagi para ulama besar Misnah dan Talmud, serta para penerus mereka sekarang ini, mengkaji Taurat bukanlah semata-mata suatu sarana untuk memahami wahyu Tuhan, melainkan justru suatu tujuan akhir yang hendak dicapai. Menurut Talmud,

 

Perkara-perkara yang mendatangkan bunga pahala untuk dinikmati di dunia dan pokok pahala untuk dinikmati di akhirat adalah menghormati kedua orang tua, mencintai perbuatan-perbuatan baik, dan mendamaikan satu orang dengan orang lain. Akan tetapi mengkaji Taurat setara dengan ketiga-tiganya. (Talmud Sabat 127a).

Dalam agama Yahudi, "mengkaji Taurat dapat menjadi sarana untuk menghayati keberadaan Tuhan". Sehubungan dengan sumbangsih para Amoraim dan Tanaim (alim-ulama terdahulu) bagi agama Yahudi masa kini, Profesor Jacob Neusner mengemukakan bahwa:

 

Telaah logis dan rasional rabi bukanlah pemubaziran logika belaka, melainkan usaha yang teramat bersungguh-sungguh dan substantif untuk mengubek-ubek hal-hal kurang penting demi menemukan asas-asas hakiki dari kehendak Tuhan yang terwahyukan guna mengarahkan dan menguduskan tindakan-tindakan yang paling tertentu dan konkret dalam kehidupan sehari-hari di duniawi ini .... Berikut ini adalah misteri ajaran Yahudi Talmud, yaitu keyakinan teguh yang asing dan jauh bahwa nalar bukanlah perkakas ketidakyakinan dan penghilangan kesakralan, melainkan perkakas pengudusan."

Dengan demikian, mengkaji Taurat Tersurat dengan bantuan Taurat Tutur serta mengkaji Taurat Tutur dengan bantuan Taurat Tersurat adalah juga mengkaji cara mengkaji firman Tuhan.

 

Dalam mengkaji Taurat, alim-ulama besar merumuskan dan mengikuti berbagai asas logika dan ilmu tafsir. Menurut David Stern, seluruh ilmu tafsir Rabani dilandaskan pada dua aksioma asasi, yakni:

 

Yang pertama, kepercayaan akan kemahapentingan Kitab Suci, akan kebermaknaan tiap-tiap kata, aksara, bahkan juga (menurut salah satu laporan terkenal) tanda-tanda tambahan yang dibubuhkan juru tulis; yang kedua, klaim tentang kesatuan hakiki Kitab Suci sebagai wujud nyata kehendak ilahi yang tunggal.

Dua asas ini memungkinkan munculnya beraneka ragam tafsir. Menurut Talmud,

 

Satu ayat mengandung beberapa makna, tetapi tidak ada dua ayat yang bermakna sama. Di perguruan Rabi Ismael diajarkan bahwa, 'bukankah firman-Ku laksana api, demikian firman Tuhan, dan laksana godam yang meremukkan cadas?' (Yeremia 23:29). Sebagaimana godam mencetuskan sekaligus beberapa percik bunga api tatkala menghantam cadas, demikian pula satu ayat mengandung beberapa makna sekaligus." (Talmud Sanhedrin 34a).

Oleh karena itu umat Yahudi yang taat beragama menganggap Taurat bersifat dinamis, karena mengandung begitu banyak tafsiran di dalamnya.

 

Menurut tradisi Rabani, semua tafsiran Taurat Tersurat telah diwahyukan kepada Musa di Tur Sina dalam bentuk lisan, dan diwariskan turun-temurun dari guru kepada murid, oleh karena itu wahyu lisan sama tuanya dengan Talmud itu sendiri. Bilamana mewariskan tafsir yang bertentangan dengan tafsir rabi lain, para rabi adakalanya merujuk kepada asas-asas ilmu tafsir guna melegitimasi dalil-dalil mereka; sejumlah rabi mengklaim bahwa asas-asas ini pun diwahyukan Tuhan kepada Musa di Tur Sina.

 

Oleh karena itu, Rabi Hillel mengemukakan tujuh asas ilmu tafsir yang lazim digunakan dalam penafsiran hukum-hukum (baraita pada permulaan Sifra), dan Rabi Ismael mengemukakan tiga belas asas (baraita pada permulaan Sifra, asas-asas Rabi Ismael sebagian besar merupakan pengayaan asas-asas Rabi Hilel), sementara Rabi Eliezer ben Yose Ha Gelili mengemukakan 32 asas, yang lebih banyak dipakai dalam tafsir penjabaran unsur-unsur naratif dari Taurat. Semua aturan ilmu tafsir yang tersebar di berbagai bagian Talmud-Talmud dan Midras-midras telah dihimpun oleh Rabi Malbim dalam Ayelet Ha Syahar (Bintang Kejora), pengantar kepada ulasannya atas Sifra. Bagaimanapun juga, 13 asas Rabi Ismael mungkin merupakan asas-asas yang paling terkenal. Asas-asas Rabi Ismael merupakan sumbangsih penting sekaligus salah satu sumbangsih terawal dari agama Yahudi bagi ilmu logika, ilmu tafsir, dan ilmu teori hukum. Yehudah Hadasi memasukkan asas-asas Rabi Ismael ke dalam ajaran mazhab Yahudi Karayi pada abad ke-12. Ketiga belas asas Rabi Ismael kini dimasukkan ke dalam buku sembahyang Yahudi agar dapat dibaca setiap hari oleh umat Yahudi yang taat beragama.

 

Asal usul istilah "agama Yahudi"

 

Istilah "Yahudi" dalam bahasa Indonesia diturunkan dari kata Arab اليهودي, Al Yahudi, yang juga berasal dari kata Ibrani יְהוּדִי, Yehudi, artinya "orang Yehuda". Frasa "agama Yahudi" adalah padanan untuk kata Iudaismus, bentuk Latin dari kata Yunani Ἰουδαϊσμός, Ioudaismos (dibentuk dari kata kerja ἰουδαΐζειν, ioudaizein, yang berarti "memihak atau menyerupai orang Yudea"). Cikal bakal kata ini adalah kata Ibrani יהודה, Yehudah,  yang juga adalah cikal bakal dari kata Ibrani untuk agama Yahudi, yakni יַהֲדוּת, Yahadut. Istilah Ioudaismos pertama kali muncul dalam Kitab 2 Makabe, yang ditulis pada abad ke-2 SM. Sesuai dengan konteks zamannya, istilah ini menyiratkan usaha "mencari atau membentuk jati diri budaya" bangsa, sebagaimana kebalikannya, Helenismos (Ἑλληνισμός), menyiratkan ketertundukan bangsa kepada adat-istiadat Yunani. Konflik antara Iudaismos dan Helenismos melatarbelakangi Pemberontakan Makabe, dan oleh karena itu juga melatarbelakangi kemunculan istilah Iudaismos.

 

Dalam bukunya yang berjudul The Beginnings of Jewishness, Shaye J. D. Cohen mengemukakan bahwa:

 

Tentu saja kita tergoda untuk menerjemahkan Ioudaïsmós menjadi "agama Yahudi," tetapi terjemahan ini terlalu dangkal, karena ketika pertama kali muncul, istilah Ioudaïsmós belum digunakan sebagai sebutan bagi suatu agama. Istilah ini justru berarti "himpunan seluruh karakteristik yang membuat orang-orang Yudea layak disebut orang Yudea (atau membuat orang-orang Yahudi layak disebut orang Yahudi)." Himpunan karakteristik ini tentu saja mencakup pula amalan-amalan dan keyakinan-keyakinan yang sekarang ini kita sebut "agama," tetapi amalan-amalan dan keyakinan-keyakinan bukanlah satu-satunya cakupan istilah ini. Jadi, Ioudaïsmós seharusnya bukan diterjemahkan menjadi "Agama Yahudi" melainkan Keyudeaan.

 

Beda antara Yahudi selaku bangsa dan Yahudi selaku agama

Menurut Daniel Boyarin, perbedaan hakiki antara kebangsaan dan agama tidaklah dikenal dalam agama Yahudi, malah merupakan salah satu wujud nyata paham dualisme jasmani-rohani dari ajaran filsafat Plato yang berhasil menyusup masuk ke dalam ajaran-ajaran Yahudi Yunani. Oleh karena itu, ia berpandangan bahwa agama Yahudi tidak bisa begitu saja dimasukkan ke dalam kategori-kategori yang sudah lumrah di Dunia Barat, semisal agama, suku bangsa, maupun kebudayaan. Menurut Daniel Boyarin, hal ini antara lain mencerminkan kenyataan bahwa sebagian besar dari sejarah agama Yahudi, yang sudah berumur lebih dari 3000 tahun itu, terjadi sebelum kebangkitan budaya Barat, dan berlangsung di luar Dunia Barat (Eropa, khususnya Eropa pada Abad Pertengahan dan Zaman Modern). Sepanjang perjalanan sejarahnya, bangsa Yahudi mengalami sendiri bagaimana rasanya diperbudak, membentuk pemerintahan sendiri yang bersifat anarkis dan teokratis, melancarkan aksi penaklukan, dijajah, dan menjadi orang buangan. Di luar tanah leluhur, mereka mengenal dan terpapar budaya Mesir, Babel, Persia, serta Yunani, maupun gerakan-gerakan Zaman Modern semisal gerakan Pencerahan (baca artikel Haskalah) dan gerakan Kebangkitan Nasional, yang kelak membuahkan pendirian negara bangsa Yahudi di tanah leluhur mereka, Tanah Israel. Bangsa Yahudi juga menyaksikan bagaimana agama mereka diterima dan dipeluk oleh suatu bangsa yang besar dan terkemuka (bangsa Kazar), tetapi kemudian sirna begitu saja setelah negeri bangsa besar ini jatuh ke tangan bangsa Rus, kemudian ke tangan bangsa Mongol. Oleh karena itu, Daniel Boyarin berpandangan bahwa "keyahudian mendobrak batasan kategori-kategori jati diri, karena Yahudi bukan sekadar bangsa, bukan sekadar nasab, dan bukan sekadar agama, melainkan semua-muanya, dalam ketegangan dialektis."

 

Bertolak belakang dengan pandangan ini, mazhab-mazhab semisal Yahudi Humanis justru menolak aspek religi dari keyahudian, dan hanya mempertahankan tradisi-tradisi budaya tertentu.

 

Siapa itu orang Yahudi

 

Menurut pandangan Yahudi Rabani, orang Yahudi adalah siapa saja yang beribu kandung seorang Yahudi, dan siapa saja yang masuk Yahudi seturut syariat agama Yahudi. Menurut pandangan Yahudi Rekonstruksionistis dan Yahudi Pembaharuan, orang Yahudi adalah siapa saja yang beribu atau berayah kandung seorang Yahudi, dan dibesarkan sebagai orang Yahudi oleh orang tuanya. Semua mazhab utama agama Yahudi kini membuka pintunya bagi siapa saja yang berniat memeluk agama Yahudi, kendati umat Yahudi sudah turun-temurun diimbau sejak zaman Talmud untuk tidak menerima pemeluk baru. Proses yang dilakoni seseorang untuk berpindah keyakinan ke agama Yahudi dengan cermat ditelaah oleh pihak yang berwenang, demikian pula ketulusan niat serta pengetahuan yang bersangkutan tentang agama Yahudi.  Seorang Yahudi pemula disebut ben Abraham (Abrahamputra) atau bat Abraham (Abrahamputri). Adakalanya perpindahan agama malah dimentahkan kembali oleh pihak berwenang. Pada tahun 2008, pengadilan tinggi agama di Israel membatalkan perpindahan 40.000 orang ke dalam agama Yahudi, sekalipun sudah dinyatakan sahih oleh seorang rabi Yahudi Ortodoks. Sebagian besar dari mereka adalah keluarga-keluarga imigran dari Rusia.

 

Menurut pandangan Yahudi Rabani, begitu seseorang menjadi Yahudi, baik karena terlahir Yahudi maupun karena masuk Yahudi, sampai mati ia tetap Yahudi. Dengan demikian, orang Yahudi yang mengaku ateis atau sudah berganti agama tetap saja diakui sebagai orang Yahudi menurut pandangan tradisional dalam agama Yahudi. Menurut beberapa sumber, mazhab Yahudi Pembaharuan berpendirian bahwa orang Yahudi yang pindah ke agama lain sudah bukan lagi orang Yahudi. Pendirian yang sama juga dijadikan pedoman oleh pemerintah Israel dalam penuntasan perkara dan statuta di Mahkamah Agung.  Sekalipun demikian, mazhab Yahudi Pembaharuan menjelaskan bahwa pendirian semacam ini tidak boleh diamalkan secara kaku, karena situasi-situasi yang berbeda memerlukan penanganan yang berbeda pula. Sebagai contoh, orang-orang Yahudi yang murtad di bawah paksaan dapat diizinkan kembali memeluk agama Yahudi "tanpa syarat selain niat yang tulus untuk bersatu kembali dengan komunitas Yahudi", dan "orang yang pernah masuk Yahudi lalu murtad tetap saja terhitung Yahudi".

 

Umat Yahudi Karayi percaya bahwa jati diri keyahudian hanya dapat diwarisi seseorang dari ayah kandungnya, kendati sekarang ini banyak yang percaya bahwa jati diri keyahudian diwarisi seseorang dari kedua orang tua kandungnya, bukan ayah saja. Menurut umat Yahudi Karayi, jati diri keyahudian hanya dapat diwariskan dari ayah kepada putra kandung karena semua alur silsilah yang dijabarkan di dalam kitab Taurat adalah alur silsilah laki-laki.

 

Persoalan tentang hal-hal yang menentukan Yahudi tidaknya seseorang di Negara Israel kembali ramai dibahas tatkala David Ben-Gurion meminta fatwa perihal mihu Yehudi ("siapa itu orang Yahudi") dari para pemuka agama dan alim-ulama Yahudi sedunia pada era 1950-an dalam rangka menuntaskan masalah-masalah kewarganegaraan. Persoalan ini tak kunjung tuntas, dan sesekali mencuat kembali di tengah pusaran politik Israel.

 

Pemahaman tentang identitas Yahudi secara turun-temurun berpedoman kepada ketentuan syariat bahwa orang Yahudi adalah setiap orang yang beribu kandung seorang Yahudi atau menjadi pemeluk agama Yahudi menurut aturan syariat. Definisi-definisi terkait "siapa itu orang Yahudi" sudah dirumuskan semenjak Taurat Tutur dituangkan secara tertulis ke dalam Talmud Babel sekitar tahun 200 tarikh Masehi. Tafsir-tarsif atas bagian-bagian tertentu dari Tanak, semisal Keluaran 7:1–5, oleh alim-ulama Yahudi terkemuka, digunakan sebagai peringatan kepada umat Yahudi untuk menghindari amalan kawin campur dengan orang Kanaan, karena suami non-Yahudi "akan membuat anak-anakmu berpaling dari Aku dan memuja ilah bangsa-bangsa lain." Imamat 24:10 menetapkan bahwa anak laki-laki yang lahir dari perkawinan seorang perempuan Ibrani dengan seorang laki-laki Mesir "terhitung sebagai orang Israel." Dalil ini dikuatkan oleh ayat-ayat Ezra 10:2–3, yang meriwayatkan ikrar orang Israel untuk meninggalkan istri-istri dari bangsa lain berikut anak-anak yang mereka lahirkan.  Ada teori populer bahwa pemerkosaan terhadap kaum perempuan Yahudi semasa hidup di tanah pembuangan adalah cikal bakal dari ketentuan bahwa orang Yahudi adalah orang yang beribu kandung seorang Yahudi, tetapi teori ini ditentang oleh para ulama dengan dalil bahwa hukum ini sudah ditetapkan di dalam Talmud sebelum zaman pembuangan.  Tafsir-tafsir identitas keyahudian berdasarkan syariat mulai disanggah semenjak munculnya gerakan Haskalah yang bersifat antiagama pada akhir abad ke-18 dan abad ke-19.

 

Demografi Yahudi

 

Jumlah umat Yahudi sedunia sukar untuk dipastikan lantaran adanya kesimpangsiuran dalam penentuan "siapa itu orang Yahudi". Tidak semua orang Yahudi mengaku Yahudi, dan sebagian pihak yang mengaku Yahudi justru tidak dianggap Yahudi oleh sesama orang Yahudi. Menurut Buku Tahunan Yahudi edisi 1901, populasi umat Yahudi sedunia pada tahun 1900 mencapai sekitar 11 juta jiwa. Data termutakhir disajikan oleh Survei Populasi Yahudi Sedunia tahun 2002 dan Kalender Yahudi tahun 2005. Menurut Survei Populasi Yahudi Sedunia, jumlah keseluruhan umat Yahudi pada tahun 2002 mencapai 13,3 juta Jiwa. Menurut Kalender Yahudi, jumlah umat Yahudi sedunia pada tahun 2005 mencapai 14,6 juta jiwa. Angka pertumbuhan populasi Yahudi sekarang ini hampir mendekati nol persen, yakni 0,3% dari tahun 2000 sampai 2001.

 

Yahudi Rabani

 

Yahudi Rabani (bahasa Ibrani: יהדות רבנית, Yahadut Rabanit) adalah mazhab utama agama Yahudi semenjak abad ke-6 tarikh masehi, sesudah penyusunan kitab Talmud. Ciri khas mazhab ini adalah keyakinan bahwa Taurat Tersurat (hukum tertulis) tidak dapat ditafsirkan dengan benar tanpa merujuk kepada Taurat Tutur dan berjilid-jilid tebal susastra agama yang memerinci segala macam perilaku yang benar menurut hukum syariat.

 

Munculnya gerakan Pencerahan Yahudi pada akhir abad ke-18 mengakibatkan umat Yahudi Askenasi (umat Yahudi Dunia Barat) terpecah belah menjadi sejumlah mazhab, khususnya di Amerika Utara dan negara-negara penutur bahasa Inggris. Mazhab-mazhab besar di luar Israel sekarang ini adalah Yahudi Ortodoks, Yahudi Konservatif, dan Yahudi Pembaharuan.

 

Mazhab Yahudi Ortodoks berpendirian bahwa baik Taurat Tersurat maupun Taurat Tutur adalah wahyu Tuhan kepada Musa, dan segala hukum yang terkandung di dalamnya bersifat mengikat serta ajek. Jemaat-jemaat Yahudi Ortodoks pada umumnya menganggap ulasan-ulasan yang termaktub di dalam Syulhan Aruk (kitab rangkuman syariat yang menjadi pegangan umat Yahudi Sefardi) sebagai kitab hukum agama Yahudi yang bersifat definitif. Mazhab Yahudi Ortodoks menjunjung tinggi ke-13 rukun iman Rabi Musa bin Maimun sebagai definisi iman Yahudi.

Mazhab Yahudi Ortodoks lazimnya dibedakan menjadi mazhab Yahudi Ortodoks Modern dan mazhab Yahudi Haredi. Mazhab Yahudi Haredi kurang terbuka terhadap kemajuan zaman dan kurang meminati hal-hal non-Yahudi. Mazhab ini dapat dibedakan dari mazhab Yahudi Ortodoks Modern dengan menilik gaya berbusana jemaatnya serta amalan-amalannya yang lebih saksama. Cabang-cabang mazhab Yahudi Haredi adalah mazhab Yahudi Hasidi, yang berakar di dalam kabalah serta sangat bergantung pada seorang rebe (ulama besar), dan mazhab Yahudi Haredi Sefardi, yang tumbuh di kalangan umat Yahudi Sefardi (umat Yahudi Asia dan Afrika Utara) di Israel.

 

Mazhab Yahudi Konservatif terbedakan dari mazhab-mazhab lain oleh kesungguhan mereka menjalankan syariat, yang meliputi hukum hari Sabat dan hukum kasrut, mengusung ajaran tentang rukun iman yang sengaja dibuat tidak bersifat asasi, bersikap positif terhadap budaya modern, dan menerima pandangan-pandangan Rabani maupun ulama modern sehubungan dengan khazanah susastra agama Yahudi. Mazhab Yahudi Konservatif mengajarkan bahwa syariat tidak bersifat ajek, melainkan senantiasa tumbuh dan berkembang seturut perubahan zaman. Mazhab ini meyakini bahwa kitab Taurat adalah susastra suci yang ditulis para nabi berdasarkan ilham dari Tuhan serta mencerminkan kehendak Tuhan, tetapi menolak pendirian Yahudi Orthodoks bahwasanya ayat-ayat Taurat didiktekan Tuhan kepada Musa. Mazhab Yahudi Konservatif percaya bahwa Hukum Lisan itu suci dan normatif, tetapi percaya pula bahwa Hukum Tertulis maupun Hukum Lisan boleh saja ditafsir para rabi sedemikian rupa sehingga mencerminkan kepekaan terhadap kemajuan zaman serta cocok dengan kondisi-kondisi Zaman Modern.

Mazhab Yahudi Pembaharuan, yang disebut pula mazhab Yahudi Liberal atau Yahudi Progresif di banyak negara, menonjolkan unsur-unsur yang bersifat universal dari agama Yahudi, menolak sebagian besar tata upacara dan hukum seremonial Taurat sembari menaati hukum-hukum etika

, dan mengutamakan seruan nabi-nabi untuk menegakkan akhlakul karimah. Mazhab Yahudi Pembaharuan mengembangkan ragam ibadat berjemaah yang dijiwai semangat kesetaraan antarsesama insan dalam bahasa tutur masyarakat di sekitarnya (sering kali bersama-sama dengan bahasa Ibrani), dan mementingkan hubungan yang bersifat pribadi dengan tradisi Yahudi.

 

Mazhab Yahudi Rekonstruksionistis, sebagaimana mazhab Yahudi Pembaharuan, tidak menganggap syariat sebagai himpunan perintah dan larangan yang wajib ditaati, tetapi berbeda dari mazhab Yahudi Pembaharuan, mazhab ini menonjolkan peran komunitas dalam pengambilan keputusan mengenai perintah dan larangan mana yang patut dituruti.

Mazhab Yahudi Pemulihan adalah mazhab baru di Amerika Utara yang berfokus pada kerohanian dan keadilan sosial, tetapi tidak masuk ke ranah syariat. Laki-laki maupun perempuan dilibatkan dalam sembahyang berjemaah selaku insan-insan yang sederajat.

Mazhab Yahudi Humanis adalah mazhab nonteisme yang berpusat di Amerika Utara dan Israel. Mazhab ini menonjolkan kebudayaan dan sejarah bangsa Yahudi sebagai sumber jati diri keyahudian.

 

Sefardi dan Mizrahi

 

Kendati adat-istiadat memang berbeda-beda dari satu komunitas Yahudi ke komunitas Yahudi lainnya, umat Yahudi Sefardi dan umat Yahudi Mizrahi pada umumnya boleh dikata tidak mengikuti tatanan mazhab sebagaimana umat Yahudi Askenasi. Umat Sefardi dan Mizrahi mengesampingkan mazhab-mazhab karena lebih suka menerapkan pendekatan "kemah besar" yang mengayomi semua orang.  Kebijakan inilah yang kini berlaku di Israel, tempat tinggal komunitas umat Sefardi dan Mizrahi yang terbesar di dunia. Meskipun demikian, seorang Yahudi Sefardi atau Mizrahi dapat saja menjadi warga jemaat atau mengikuti sembahyang berjemaah di sinagoga milik jemaat salah satu mazhab.

 

Amalan-amalan umat Sefardi dan Mizrahi cenderung konservatif, tercermin pada teks upacara-upacara sembahyang mereka yang nyaris tidak berubah sejak pertama kali tersurat. Umat Sefardi yang taat boleh saja menganut ajaran mazhab tertentu atau ulama tertentu, misalnya Ketua Rabi Israel dari kalangan Sefardi.

 

Mazhab-mazhab di Israel

 

Kebanyakan warga Yahudi Israel menyebut diri dengan istilah "sekuler" (hiloni), jika bukan "tradisional" (masorti), "agamawi" (dati), atau haredi. Istilah "sekuler" lebih banyak digunakan oleh keluarga-keluarga Israel asal Eropa Barat, yang mungkin saja sangat bangga menjadi orang Yahudi, tetapi tidak menganggap keyahudian dirinya bergantung penuh pada iman dan amalan warisan leluhur. Warga Yahudi "sekuler" nyaris tidak mempedulikan tata kehidupan beragama, baik dari jawatan resmi alim-ulama Israel (Yahudi Ortodoks) maupun dari mazhab-mazhab berhaluan liberal yang lazim dianut di luar Israel (mazhab Yahudi Pembaharuan, dan mazhab Yahudi Konservatif).

 

Istilah "tradisional" (masorti) lebih lumrah digunakan oleh keluarga-keluarga Israel asal Dunia Timur (Timur Tengah, Asia Tengah, dan Afrika Utara). Istilah ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan mazhab Yahudi Konservatif, yang juga menyebut diri "masorti" di luar Amerika Utara. Makna istilah "sekuler" dan "tradisional" di Israel sangatlah taksa, sering kali saling tumpang tindih, dan sangat luas cakupannya sehubungan dengan wawasan dunia dan pengamalan agama. Istilah "ortodoks" tidak populer digunakan dalam wacara di Israel, sekalipun persentase umat Yahudi yang berhaluan ortodoks jauh lebih besar di Israel daripada di luar Israel. Apa yang disebut "ortodoks" di luar Israel bisanya disebut dati (agamawi) atau haredi (ultra-Ortodoks) di Israel. Sebutan dati mencakup kalangan yang disebut komunitas "Sionisme Religius" atau "Nasional Religius", maupun kalangan yang kurang lebih sedasawarsa lalu disebut haredi-leumi (haredi nasionalis) atau "Hardal", yang memadukan cara hidup ala haredi dengan ideologi kebangsaan. Dalam bahasa Yidi, umat Yahudi Ortodoks yang taat beragama disebut frum, kebalikan dari frei, yakni umat Yahudi yang lebih liberal.

 

Istilah haredi digunakan untuk menyebut populasi umat Yahudi yang kurang lebih dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan suku bangsa dan ideologi. Ketiga golongan tersebut adalah "umat Lituania" alias umat Haredim Askenasi non-Hasidi, umat Haredim Askenasi Hasidi, dan umat Haredim Sefardi.

 

Karayi dan Samiri

 

Umat Yahudi Karayi mengaku sebagai sisa-sisa dari jemaat-jemaat Yahudi non-Rabani pada zaman Haikal ke-2, semisal kaum Saduki. Umat Karayi, alias umat Qari'un atau umat Kitabi, hanya berpegang pada Alkitab Ibrani dan apa yang mereka anggap sebagai pesyat (makna yang "bersahaja" dari ayat-ayat Kitab Suci). Mereka tidak memedomani susastra selain Kitab Suci. Sejumlah umat Karayi Eropa malah menganggap diri mereka bukan bagian dari umat Yahudi, kendati sebagian besar umat Karayi tidak berpandangan demikian.

 

Umat Yahudi Samiri adalah komunitas kecil umat Yahudi yang seluruh anggotanya bermukim di sekitar Gunung Gerizim di Tepi Barat, dan di Holon, kota tetangga Tel Aviv, di Israel. Umat Samiri mengaku sebagai keturunan rakyat Kerajaan Israel. Amalan-amalan mereka didasarkan pada makna harfiah dari ayat-ayat Taurat (Pancasastra Musa), yang mereka pedomani sebagai satu-satunya Kitab Suci.

 

Haymanot

 

Haymanot (artinya "keimanan" atau "agama" dalam bahasa Ge'ez dan bahasa Amara) adalah sebutan bagi ragam agama Yahudi yang dipeluk bangsa Etiopia. Ragam Yahudi Etiopia ini pada hakikatnya berbeda dari ragam Yahudi Rabani, Karayi, maupun Samiri. Umat Yahudi Etiopia sudah sejak semula menempuh jalan yang berbeda dari rekan-rekan mereka sesama umat Yahudi. Kitab Suci mereka, Orit (Astasastra), ditulis dalam bahasa dan aksara Ge'ez, alih-alih dalam bahasa dan aksara Ibrani, sementara hukum kasrut mereka semata-mata didasarkan atas ayat-ayat Orit, tanpa dibantu ulasan-ulasan penjelas. Hari-hari raya mereka pun berbeda. Sejumlah hari raya khas Yahudi Rabani tidak dirayakan oleh umat Yahudi Etiopia, dan sebaliknya ada hari-hari raya Yahudi Etiopia yang tidak dirayakan oleh umat Yahudi selebihnya, semisal hari raya Sigid (sujud).

 

Amalan

 

Etika Yahudi berpedoman kepada syariat, asas-asas kesusilaan, maupun kebajikan-kebajikan utama menurut agama Yahudi. Amalan-amalan etika Yahudi lazimnya dipahami sebagai amalan-amalan yang mengandung nilai-nilai luhur seperti keadilan, kebenaran, kerukunan, kasih sayang (hesed), welas asih, kerendahan hati, dan harga diri. Amalan-amalan etika Yahudi yang bersifat khusus mencakup tindakan bederma (ber-tsedakah) dan memelihara tutur kata (pantang ber-lasyon hara). Amalan-amalan etika seputar urusan syahwat dan berbagai macam urusan lain merupakan pokok perbantahan di kalangan umat Yahudi.

 

Sembahyang

 

Menurut tradisi, umat Yahudi bersembahyang tiga kali sehari, yakni menunaikan Syaharit (sembahyang pagi), Minha (sembahyang siang), dan Ma'rib (sembahyang malam), ditambah lagi dengan Musaf (sembahyang tambahan) setiap hari Sabat dan hari-hari raya. Inti dari setiap sembahyang Yahudi adalah Amidah (doa sambil berdiri) atau Syemoneh Esreh (delapan belas doa). Doa penting lain dalam sembahyang Yahudi adalah pemakluman iman, yakni Syema Yisrael (dengarlah ya Israel) atau Syema (dengarlah). Syema adalah pelantunan ayat Ulangan 6:4 dalam kitab Taurat, yang berbunyi syema Yisrael, Adonai Eloheinu, Adonai Ehad (dengarlah ya Israel, Sang Rabb itu Tuhan kita, Sang Rabb itu esa).

 

Sebagian besar doa Yahudi tradisional dapat didaraskan dalam sembahyang pribadi, kendati orang lebih suka bersembahyang secara berjemaah. Sembahyang berjemaah hanya mungkin terlaksana jika jumlah hadirin mencukupi kuorum sepuluh orang Yahudi akil balig, yang disebut minyan. Sehubungan dengan penentuan tercapai tidaknya minyan ini, hampir semua jemaat Yahudi Ortodoks dan segelintir jemaat Yahudi Konservatif hanya memperhitungkan jumlah hadirin laki-laki, sementara sebagian besar jemaat Yahudi Konservatif dan jemaat-jemaat Yahudi dari mazhab-mazhab lain memperhitungkan pula jumlah hadirin perempuan.

 

Selain bersembahyang, umat Yahudi yang masih berpegang teguh pada amalan warisan leluhur juga mendaraskan doa dan restu setiap kali mengerjakan sesuatu. Umat Yahudi mendaraskan doa setiap kali bangun pagi, sebelum menyantap berbagai jenis hidangan, seusai bersantap, dan seterusnya.

 

Pendekatan terhadap urusan sembahyang berbeda-beda dari satu mazhab ke mazhab lain. Perbedaan-perbedaan antarmazhab dalam urusan sembahyang mencakup perbedaan kalimat-kalimat doa, kekerapan bersembahyang, banyaknya doa yang didaraskan dalam berbagai acara keagamaan, pemanfaatan alat musik dan paduan suara, serta bahasa yang dipakai saat mendaraskan doa. Pada umumnya jemaat-jemaat Yahudi Ortodoks dan Yahudi Konservatif lebih taat mengikuti amalan warisan leluhur, sementara jemaat-jemaat Yahudi Pembaharuan dan Yahudi Rekonstruksionistis lebih suka menggunakan terjemahan dan karya-karya tulis mutakhir dalam persembahyangan. Dalam kebanyakan jemaat Yahudi Konservatif, seluruh jemaat Yahudi Pembaharuan, dan seluruh jemaat Yahudi Rekonstruksionistis, kaum perempuan ikut terlibat dalam persembahyangan selaku insan yang setara dengan kaum lelaki, termasuk dalam pelaksanaan tugas-tugas yang menurut tradisi hanya dilaksanakan kaum lelaki, misalnya melantunkan ayat-ayat Taurat. Selain itu, banyak rumah ibadat Yahudi Pembaharuan juga menggunakan musik pengiring persembahyangan, seperti iringan organ dan paduan suara campuran.

 

Pakaian khusus

 

Kipah (bahasa Ibrani: כִּפָּה, jamak: kipot; bahasa Yidi: יאַרמלקע, yarmulke) adalah kopiah bundar yang dikenakan banyak orang Yahudi saat berdoa, bersantap, mendaraskan restu, serta mengkaji susastra agama, dan dikenakan sepanjang waktu oleh sebagian kaum lelaki Yahudi. Di lingkungan Yahudi Ortodoks, hanya kaum lelaki yang mengenakan kipah, sementara di kalangan Yahudi non-Ortodoks, ada juga kaum perempuan yang mengenakannya. Ada bermacam-macam ukuran kipah, mulai dari kopiah bundar setelapak tangan yang hanya menyungkupi puncak batok kepala, sampai sebesar kupluk yang menyelubungi seluruh batok kepala.

 

Tsitsit (bahasa Ibrani: צִיציִת, jamak: tsitsiyot) adalah jumbai atau jurai bersimpul khusus pada keempat ujung talit (bahasa Ibrani: טַלִּית, jamak: talitot) alias tudung sembahyang. Talit dikenakan oleh kaum lelaki dan segelintir kaum perempuan Yahudi saat bersembahyang. Komunitas-komunitas umat Yahudi memelihara amalan yang berbeda-beda perihal kapan seorang Yahudi boleh mulai mengenakan talit. Dalam komunitas Yahudi Sefardi, kaum lelaki mulai mengenakan talit sejak usia bar mitswah. Di sejumlah komunitas Yahudi Askenasi, kaum lelaki baru mulai bertalit sesudah kawin. Talit katan (talit kecil) adalah baju berjurai yang dikenakan sepanjang hari sebagai baju dalam. Di sejumlah komunitas Yahudi Ortodoks, jurainya sengaja dibiarkan terjulur bebas dari tepi bawah baju luar.

 

Tefilin (bahasa Ibrani: תְפִלִּין) atau tali sembahyang, adalah dua kotak kecil dari kulit, diisi secarik kertas bertuliskan ayat-ayat Alkitab, dan dipasang pada sabuk kulit. Tefilin dililitkan ke sekeliling dahi dan lengan kanan selama menunaikan sembahyang pagi pada hari-hari biasa oleh kaum lelaki dan segelintir kaum perempuan Yahudi yang taat beragama.

 

Kitel (bahasa Yidi: קיטל) adalah jubah luar putih selutut yang dikenakan oleh pemimpin persembahyangan dan oleh sejumlah orang Yahudi yang masih memegang teguh adat lama pada hari-hari dahsyat. Di sejumlah komunitas Yahudi, sudah diadatkan bagi keluarga untuk mengenakan kitel selama berlangsungnya Seder Paskah, dan adakalanya dikenakan pula oleh mempelai pria saat berdiri di bawah naungan teratak pengantin. Sebelum dikubur, jenazah laki-laki diselubungi talit, dan kadang-kadang juga dipakaikan kitel, sebagai bagian dari takrikim (kafan).

 

Hari raya

 

Hari-hari raya Yahudi adalah hari-hari istimewa dalam penanggalan Ibrani. Hari-hari besar ini merupakan kesempatan khusus untuk memperingati peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah bangsa Yahudi dan tema-tema utama dalam hubungan antara Tuhan dengan makhluk-Nya, semisal penciptaan, pewahyuan, dan penyelamatan.

 

Hari Sabat

 

Sabat adalah hari istirahat mingguan, terhitung sejak terbenamnya matahari pada hari Jumat sampai dengan terbenamnya matahari pada hari Sabtu. Sabat dirayakan untuk memperingati hari istirahat Tuhan selepas enam hari penciptaan.  Sabat berperan penting dalam pengamalan agama Yahudi, dan diatur dengan banyak hukum agama. Selagi matahari terbenam pada hari Jumat, ibu-ibu rumah tangga menyambut datangnya Sabat dengan menyalakan dua atau lebih pelita seraya melisankan restu. Santap malam diawali dengan Kidus, restu yang dilisankan atas secawan anggur, dan Mohtsi, restu yang dilisankan atas roti. Lazimnya orang menyajikan halah, dua ketul roti kepang, di atas meja. Selama hari Sabat, umat Yahudi tidak dibenarkan melakukan kegiatan-kegiatan yang tergolong dalam 39 kategori melakah, yang secara harfiah berarti "kerja". Kegiatan-kegiatan yang dilarang pada hari Sabat sesungguhnya bukanlah "kerja" dalam arti sehari-hari, melainkan tindakan-tindakan tertentu seperti menyalakan api, menulis, membelanjakan uang, dan mengangkut barang di ruang publik. Pada Zaman Modern, pantangan menyalakan api diperluas sehingga mencakup pula tindakan mengemudi mobil, yang berkaitan dengan pembakaran bahan bakar, dan pemanfaatan tenaga listrik.

 

Hari-hari ziarah

 

Hari-hari raya (hagim) Yahudi merupakan peringatan peristiwa-peristiwa yang menjadi tonggak sejarah Yahudi, semisal peristiwa hijrah besar-besaran dari Mesir atau peristiwa nuzulut Taurat, dan adakalanya merupakan peringatan peralihan musim dan masa pancaroba yang erat kaitannya dengan daur bercocok tanam. Tiga hari raya utama Yahudi, yakni Sukot, Paskah, dan Syabuot, disebut "regalim" (dari kata Ibrani "regel", yang berarti "kaki"). Pada ketiga regalim ini, lazimnya bangsa Israel berziarah ke Yerusalem untuk mempersembahkan kurban di Haikal.

 

Pesah (Paskah) adalah perayaan sepekan penuh mulai dari petang hari tanggal 14 bulan Nisan (bulan pertama menurut penanggalan Ibrani). Pesah diselenggarakan untuk memperingati peristiwa hijrah besar-besaran dari Mesir. Di luar negara Israel, Pesah dirayakan selama delapan hari. Pada masa lampau, Pesah bertepatan dengan masa panen jelai. Pesah adalah satu-satunya perayaan yang dilaksanakan dengan upacara khusus di rumah tinggal masing-masing. Upacara khusus di rumah ini disebut Seder (tatanan). Menjelang perayaan Pesah, bahan-bahan pangan beragi (hamets) disingkirkan dari dalam rumah, dan tidak dikonsumsi seminggu penuh. Rumah dibersihkan secara menyeluruh guna memastikan tidak ada lagi roti maupun olahan sampingan dari roti yang masih tertinggal di dalamnya, dan sisa-sisa hamets dibakar secara simbolis pada pagi hari menjelang Seder. Sebagai ganti roti, orang menyantap matsah (roti tidak beragi).

Syabuot (Pentakosta) adalah peringatan nuzulut Taurat di Tur Sina kepada Bani Israel, yang juga dikenal sebagai hari raya Bikurim (tuaian perdana). Pada masa lampau, Syabuot bertepatan dengan masa panen gandum. Syabuot dirayakan dengan amalan tikun leil syabuot (tadarus semalam suntuk), menyantap penganan berbahan dasar susu (kue bolu keju dan kue dadar isi keju sangat digemari orang), membaca Kitab Rut, menghias rumah dan sinagoga dengan dedaunan hijau, dan berpakaian putih, lambang kemurnian.

Sukot (Pondok Daun) adalah peringatan pengembaraan empat puluh tahun Bani Israel di padang gurun dalam perjalanan menuju Tanah Terjanji. Sukot dirayakan dengan membangun pondok-pondok sementara yang disebut sukah (jamak: sukot), lambang dari kemah-kemah tempat bernaung Bani Israel selama mengembara di padang gurun. Sukot bertepatan dengan masa panen buah, dan menandai berakhirnya satu daur bercocok tanam. Umat Yahudi sedunia bersantap di dalam sukah selama tujuh hari tujuh malam. Sukot ditutup dengan Syemini Atseret (sembahyang minta hujan) dan Simhat Torah (bersukacita atas Taurat), yakni perayaan yang menandai berakhirnya satu daur pembacaan Taurat dan bermulanya daur baru. Simhat Torah dirayakan dengan menyanyi dan menari sambil membawa Sifrut Taurat. Syemini Atseret dan Simhat Torah secara teknis dianggap sebagai satu hari raya tersendiri, bukan bagian dari Sukot.

 

Hari-hari dahsyat.

 

Hari-hari dahsyat (Yamim Noraim) adalah hari-hari peringatan akan hisab dan ampunan Tuhan.

 

Ros Ha Syanah (Tahun Baru), yang juga disebut Yom Ha Zikaron (Hari Zikir) dan Yom Teruah (Hari Peniupan Sangkakala), adalah perayaan Tahun Baru Yahudi, kendati jatuh pada tanggal 1 bulan Tisri, bulan ketujuh menurut penanggalan Ibrani. Perayaan Ros Ha Syanah menandai awal jangka waktu penebusan dosa selama 10 hari menjelang perayaan Yom Kipur. Selama jangka waktu 10 hari tersebut, umat Yahudi diperintahkan untuk mewawas diri dan menebus dosa-dosa yang sudah diperbuat selama setahun, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Ros Ha Syanah dirayakan dengan meniup syofar (sangkakala dari tanduk domba jantan) di dalam sinagoga, menyantap apel dan madu, serta mendaraskan restu atas sejumlah makanan simbolis, semisal buah delima.

Yom Kipur (Hari Kifarah) adalah hari tersuci dalam penanggalan Yahudi. Pada hari ini, umat Yahudi berpuasa dan memohon ampunan Tuhan atas dosa-dosa mereka. Umat Yahudi yang taat beragama akan tinggal di sinagoga sepanjang hari, adakalanya diselingi rihat singkat selepas tengah hari, untuk mendaraskan doa-doa yang termaktub di dalam mahzor, buku sembahyang khusus untuk hari raya. Banyak orang Yahudi yang tidak begitu taat beragama juga menyempatkan diri untuk menghadiri sembahyang berjemaah di sinagoga maupun berpuasa pada hari Yom Kipur. Pada malam Yom Kipur, sebelum pelita-pelita dinyalakan, umat Yahudi menyantap hidangan prapuasa yang disebut seudah ha mafseket. Sembahyang berjemaah di sinagoga pada malam Yom Kipur diawali dengan sembahyang kol nidrei (pembatalan nazar, kaul, dan ikrar). Lazimnya orang mengenakan pakaian putih pada hari Yom Kipur, khususnya saat menghadiri sembahyang malam Yom Kipur, serta tidak mengenakan sepatu berbahan kulit. Keesokan harinya, sembahyang berjemaah dilaksanakan sejak pagi hingga petang. Sembahyang penutup, yang disebut ne'ilah, diakhiri dengan tiupan panjang sangkakala.

 

Purim

 

Purim (bahasa Ibrani: פורים, pûrîm, "undi") adalah hari raya sukacita untuk memperingati luputnya umat Yahudi Persia dari muslihat jahat Haman, yang hendak membinasakan mereka, sebagaimana diriwayatkan dalam Kitab Ester. Purim dirayakan dengan melantunkan ayat-ayat Kitab Ester di hadapan sidang jemaat, saling bertukar hantaran makanan dan minuman, bederma kepada fakir miskin, dan menggelar perjamuan makan minum (Ester 9:22). Ada pula yang merayakannya dengan menenggak anggur, menyantap kue khusus yang disebut hamantas, mengenakan topeng dan pakaian yang aneh-aneh, serta berpawai dan berpesta.

 

Purim dirayakan setiap tanggal 14 bulan Adar menurut penanggalan Ibrani, antara bulan Februari dan Maret menurut penanggalan Gregorius.

 

Hanukah

 

Hanukah (bahasa Ibrani: חֲנֻכָּה, "penahbisan") juga dikenal sebagai Hari Raya Nur, adalah perayaan selama delapan hari, mulai dari tanggal 25 bulan Kislew menurut penanggalan Ibrani. Perayaan dilaksanakan di rumah tinggal masing-masing dengan cara menyalakan delapan pelita satu demi satu selama delapan malam. Satu pelita dinyalakan pada malam pertama, dua pelita pada malam kedua, dan seterusnya.

 

Hari raya ini dinamakan Hanukah (penahbisan) karena merupakan peringatan penyucian kembali Haikal Yerusalem, setelah sempat dinajiskan oleh Antiokos Epifanes, Maharaja Syam dari wangsa Seleukos. Dari segi rohani, Hanukah adalah peringatan "Mukjizat Minyak". Diriwayatkan di dalam Talmud bahwa tatkala Haikal disucikan kembali sesudah Makabe bersaudara mengecundangi Kemaharajaan Wangsa Seleukos, persediaan minyak zaitun murni untuk menyalakan nur abadi hanya cukup untuk sehari, sementara kegiatan mengempa biji zaitun dan mengolah minyak perasannya sampai menjadi bahan bakar siap pakai memerlukan waktu delapan hari. Tanpa disangka-sangka nur abadi terus menyala tanpa tambahan minyak selama delapan hari, yakni sampai ada lagi minyak zaitun murni untuk ditambahkan ke dalam pelita-pelita nur abadi pada kandil Haikal.

 

Hanukah tidak diriwayatkan di dalam Kitab Suci, dan tidak dianggap sebagai hari yang penting untuk dirayakan, tetapi kini dirayakan dengan semakin meriah dan oleh semakin banyak orang karena bertepatan dengan perayaan Natal, dan karena sesuai dengan semangat kebangsaan Yahudi yang terus digembar-gemborkan sejak berdirinya negara Israel.

 

Hari-hari puasa

 

Tanggal 9 bulan Ab (bahasa Ibrani: תשעה באב, Tisyah Be Ab) adalah hari berkabung dan berpuasa untuk mengenang peristiwa penghancuran gedung Haikal pertama dan gedung Haikal ke-2, serta peristiwa pengusiran umat Yahudi dari negeri Spanyol.

 

Ada lagi tiga hari puasa lain untuk memperingati berbagai peristiwa seputar penghancuran Haikal, yakni tanggal 17 bulan Tamuz, tanggal 10 bulan Tebet, dan hari Tsom Gedalyah (saum Gedalyah) yang jatuh tiap tanggal 3 bulan Tisri.

 

Hari-hari besar nasional Israel

 

Hari-hari besar nasional Israel yang erat kaitannya dengan agama dan bangsa Yahudi adalah Yom Ha Syoah (Hari Bencana), Yom Ha Zikaron (Hari Pahlawan), dan Yom Ha Atsmaut (Hari Kemerdekaan). Yom Ha Syoah adalah hari untuk mengenang para korban musibah Holokaus, Yom Ha Zikaron adalah hari untuk mengenang para prajurit Israel yang telah gugur serta para korban aksi terorisme, sementara Yom Ha Atsmaut adalah hari peringatan proklamasi kemerdekaan negara Israel.

 

Ada sebagian pihak yang memilih untuk memperingati musibah Holokaus setiap tanggal 10 bulan Tebet.

 

Membaca Taurat dengan yad (tuding mengaji)

 

Pembacaan Taurat

 

Inti persembahyangan pada hari-hari Sabat dan hari-hari raya adalah pembacaan ayat-ayat kitab Taurat dan pembacaan Haftarah, yakni ayat-ayat kitab lain dalam Tanak yang masih berkaitan dengannya, di hadapan sidang jemaat. Seluruh isi Taurat habis dibacakan dalam jangka waktu setahun, dari satu musim gugur ke musim gugur berikutnya, dimulai pada hari raya Simhat Torah.

 

Sinagoga dan prasarana keagamaan

 

Sinagoga atau kanisah (bahasa Ibrani: בית כנסת, Bet Keneset, "balai sidang") adalah rumah ibadat sekaligus tempat pengajian agama Yahudi. Biasanya bangunan sinagoga terdiri atas ruangan-ruangan terpisah untuk keperluan sembahyang berjemaah, sidang pengajian, acara ramah-tamah, dan pendidikan. Tidak ada ketentuan khusus mengenai rancang bangun rumah ibadat Yahudi, sehingga muncul beraneka macam bentuk bangunan dan desain interior gedung sinagoga. Umat Yahudi Pembaharuan lebih suka menyebut rumah ibadat mereka dengan istilah "haikal". Unsur-unsur tradisional dari sebuah sinagoga antara lain adalah:

 

Tabut (disebut aron ha kodes oleh umat Yahudi Askenasi, dan haikal oleh umat Yahudi Sefardi) adalah mihrab atau anjung tempat menyimpan Sifrut Taurat. Pintu tabut sering kali hanya bertutup tirai bersulam (paroket), yang dipasang pada sisi luar atau sisi dalam ambang pintu.

Mimbar tilawah (disebut bimah oleh umat Yahudi Askenasi, dan tebah oleh umat Yahudi Sefardi) adalah tempat ayat-ayat kitab Taurat dibacakan. Di sinagoga-sinagoga Yahudi Sefardi, mimbar tilawah juga difungsikan sebagai tempat mengimami sembahyang.

Nur abadi (ner tamid) adalah pelita atau lentera yang dijaga agar terus bernyala sebagai pengingat akan pelita-pelita pada kandil yang senantiasa bernyala menerangi Haikal Yerusalem

Meja mimbar (amud) di depan tabut, tempat imam atau hazan mengimami sembahyang seraya berdiri menghadap tabut.

Prasarana penting lainnya dalam agama Yahudi adalah yesyibah (madrasah Yahudi), dan mikwah (bak mandi berendam untuk keperluan bersuci).

 

Kasrut

 

Kasrut adalah hukum halal-haram santapan dalam agama Yahudi. Santapan yang diolah dan dihidangkan dengan berpedoman kepada hukum kasrut disebut makanan kosyer (laik santap), sementara makanan non-kosyer disebut terefah (cacat). Tindakan menjalankan hukum kasrut dengan tekun lazimnya disebut "memelihara kosyer".

 

Ada banyak pasal hukum kasrut yang mengatur tentang santapan berbahan dasar hewani. Sebagai contoh, satwa menyusui yang boleh diolah menjadi santapan kosyer haruslah berkuku belah sekaligus memamah biak. Babi adalah contoh paling terkenal dari satwa non-kosyer.  Kendati berkuku belah, babi tidak memamah biak.  Satwa laut yang boleh diolah menjadi boga bahari kosyer haruslah bersirip dan bersisik. Dengan demikian, satwa laut bercangkang serta segala macam udang, kepiting, dan belut merupakan satwa-satwa non-kosyer. Kendati Taurat memuat senarai unggas non-kosyer, beberapa nama di antaranya tidak dapat lagi diketahui artinya maupun dipastikan jenisnya. Meskipun demikian, umat Yahudi masih melestarikan tradisi yang berkaitan dengan status kasrut unggas. Sebagai contoh, kebanyakan komunitas Yahudi menganggap ayam dan kalkun sebagai unggas kosyer. Jenis-jenis satwa selebihnya, yakni satwa dwialam, satwa melata, dan kebanyakan jenis serangga, terlarang untuk disantap.

 

Selain itu, daging satwa selain ikan harus berasal dari satwa sehat yang disembelih mengikuti syehitah, kaidah penyembelihan. Penyembelihan yang menyimpang dari syehitah akan membuat sembelihan menjadi terefah. Penerapan syehitah dimaksudkan untuk membuat proses penyembelihan berlangsung cepat dan relatif tidak menyakitkan. Darah, lapisan lemak, dan urat daging pangkal paha, terlarang untuk disantap.

 

Daging satwa menyusui tidak boleh disantap bersama-sama dengan olahan susu. Lama jeda antara menyantap daging dan menyantap olahan susu berbeda-beda berdasarkan urutan penyantapan serta kebiasaan komunitas yang mengamalkannya, dan dapat saja berlangsung sampai enam jam. Pasal ini didasarkan atas larangan Alkitab untuk memasak anak binatang di dalam air susu induknya, dan kebanyakan bersumber dari Taurat Tutur, Talmud, serta hukum Rabani. Daging unggas kosyer dianggap sama dengan daging satwa menyusui, tetapi larangan menyantap daging unggas bersama-sama dengan olahan susu bukanlah larangan Alkitabiah, melainkan larangan Rabani.

 

Kecerobohan dalam pemanfaatan wadah, alat makan, dan panggangan akan membuat makanan kosyer menjadi terefah. Peralatan dapur yang pernah dipakai untuk mengolah santapan non-kosyer, atau wadah saji yang pernah dipakai untuk menghidangkan daging, kemudian dipakai lagi untuk menghidangkan olahan susu, akan membuat makanan kosyer menjadi terefah berdasarkan syarat-syarat tertentu.

 

Selain itu, para ulama Yahudi Ortodoks dan beberapa ulama Yahudi Konservatif melarang konsumsi olahan buah anggur yang dihasilkan orang-orang non-Yahudi, lantaran adanya amalan pagan yang memanfaatkan minuman anggur dalam upacara peribadatannya.  Sejumlah ulama Yahudi Konservatif memperbolehkan konsumsi minuman anggur dan sari buah anggur yang diproduksi tanpa pengawasan para rabi.

 

Sebagian besar dari aturan kasrut termaktub di dalam kitab Taurat tanpa disertai keterangan mengenai alasan-alasan khusus yang melatarbelakanginya.  Meskipun demikian, alim-ulama telah mengedepankan sejumlah penjelasan, antara lain adalah untuk memelihara ketahiran diri, melatih pengendalian hawa nafsu, menumbuhkan ketakwaan, meningkatkan kesehatan, mengurangi perilaku kejam terhadap binatang, dan demi lestarinya keistimewaan yang membedakan umat Yahudi dari umat manusia selebihnya.  Berbagai macam pasal hukum makan minum mungkin dirumuskan karena ada alasan khusus, dan beberapa pasal mungkin pula wujud lantaran lebih dari satu alasan. Sebagai contoh, larangan mengonsumsi darah ungggas dan satwa menyusui didasarkan atas pernyataan Taurat bahwa nyawa binatang terkandung di dalam darahnya.  Di lain pihak, Taurat sendiri melarang Bani Israel menyantap satwa-satwa non-kosyer hanya lantaran satwa-satwa itu "keji".  Kabalah memaparkan tentang pijar-pijar kekudusan yang terpancar lepas berkat tindakan menyantap makanan kosyer, tetapi pijar-pijar ini terlampau erat terbelenggu di dalam makanan-makanan non-kosyer sehingga sukar dilepaskan melalui penyantapan.

 

Selain mengatasi sebagian besar isi syariat, keselamatan nyawa manusia juga mengatasi seluruh pasal hukum kasrut.

 

Ketahiran diri

 

Tanak menjabarkan hal-hal yang dapat mengubah keadaan diri seseorang dari taharah (tahir) menjadi tumah (cemar), antara lain bersentuhan dengan jenazah, kubur, cairan kemaluan laki-laki, cairan kemaluan perempuan, dan darah haid, maupun bersentuhan dengan orang yang sudah cemar akibat salah satu dari hal-hal tersebut.  Di lingkungan Yahudi Rabani, para kohanim, yakni puak-puak imam dari zaman Haikal, dilarang menginjakkan kaki di tanah pekuburan maupun menyentuh jenazah. Pada zaman Haikal, para kohanim hanya dibenarkan menyantap roti sesaji (terumah) dalam keadaan tahir. Hukum khusus bagi para imam ini akhirnya memunculkan hukum-hukum yang lebih kaku sifatnya, semisal hukum membasuh tangan, yang diwajibkan bagi semua orang Yahudi setiap kali hendak menyantap roti biasa.

 

Ketahiran rumah tangga

 

Salah satu bagian penting dari hukum ketahiran diri adalah pemencilan perempuan yang sedang haid. Pasal-pasal yang berkaitan dengan urusan ini disebut nidah (pemencilan) atau ketahiran rumah tangga. Meskipun merupakan unsur penting dari halakah, nidah lazimnya tidak diamalkan oleh umat Yahudi dari mazhab-mazhab yang berhaluan liberal.

 

Hukum-hukum Alkitabiah diperluas lagi dengan ketetapan-ketetapan para rabi, teristimewa di kalangan Yahudi Ortodoks. Sebagai contoh, Taurat mewajibkan kaum perempuan untuk berpantang sanggama selama tujuh hari selepas haid. Perempuan yang haidnya masih berlanjut harus berpantang sanggama tujuh hari lagi sesudah pendarahan berhenti. Para rabi menggabungkan nidah biasa dengan perpanjangan masa haid, yang disebut zabah dalam Taurat, dan menetapkan bahwa seorang perempuan tidak boleh bersanggama dengan suaminya sejak mulai haid sampai tujuh hari selepas haid. Selain itu, hukum Rabani melarang suami untuk bersentuhan maupun tidur seranjang dengan istrinya selama masa pantang sanggama. Selepas masa pantang, pentahiran dapat dilaksanakan di kolam khusus untuk mandi berendam yang disebut mikwah.

 

Umat Yahudi Etiopia, yang masih memelihara amalan leluhur mereka, memencilkan perempuan yang sedang haid ke pondok yang terpisah dari rumah tinggal keluarga. Sama seperti umat Yahudi Karayi, mereka juga melarang perempuan yang sedang haid untuk memasuki rumah ibadat demi memelihara kesucian tempat istimewa itu. Sesudah hijrah ke Israel, orang-orang Yahudi Etiopia dipengaruhi oleh ajaran mazhab-mazhab Yahudi lainnya sehingga akhirnya menerima amalan-amalan nidah yang lebih normatif.

 

Upacara daur hidup

 

Umat Yahudi melestarikan sejumlah upacara daur hidup yang dilaksanakan pada saat-saat tertentu dalam kehidupan seorang Yahudi. Upacara-upacara ini bertujuan mengukuhkan keyahudian seseorang, dan menciptakan ikatan batin yang mempersatukannya dengan segenap umat Yahudi.

 

·         Brit milah – Upacara menerima bayi laki-laki ke dalam ikatan perjanjian antara Tuhan dan Abraham dengan cara memotong kulup si bayi saat genap berumur delapan hari. Dalam upacara ini, bayi yang dikhitan juga diberi nama khas Ibrani. Kendati tidak begitu populer, ada pula upacara penyambutan bayi perempuan dalam bentuk pemberian nama Ibrani, yakni upacara zebed ha bat atau brit bat.

·         Bar mitswah dan bat mitswah – Upacara peralihan dari masa kanak-kanak ke masa akil balig. Di kalangan Yahudi Ortodoks dan beberapa jemaat Yahudi Konservatif, upacara ini dilaksanakan pada saat anak perempuan genap berumur dua belas tahun dan anak laki-laki genap berumur tiga belas tahun, sementara di kalangan Yahudi Pembaharuan, dilaksanakan pada saat si anak, baik laki-laki maupun perempuan, genap berumur tiga belas tahun. Upacara dilaksanakan dengan cara mempersilahkan si anak, yang baru saja mencapai umur akil balig itu, untuk memimpin doa berjemaah, dan selanjutnya melantunkan satu dua ayat Taurat disaksikan sidang jemaat.

·         Perkawinan – Perkawinan adalah peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan seorang Yahudi. Upacara perkawinan dilaksanakan di bawah naungan hupah, atau teratak pengantin, yang melambangkan rumah tangga bahagia. Pada akhir upacara, mempelai pria memijak sebuah gelas hingga pecah, lambang dari perkabungan berkesinambungan atas hancurnya Haikal Yerusalem dan terpencarnya bangsa Yahudi dari tanah leluhur.

·         Perkabungan – Umat Yahudi mengamalkan perkabungan berlapis. Lapis pertama disebut syibah (tujuh), yakni masa berkabung sepekan penuh sesudah si mati dikubur. Selama masa syibah, pihak yang berkabung duduk di rumah sambil dihibur sanak saudara dan handai tolan. Lapis kedua disebut syelosyim (tiga puluh), yakni masa berkabung sebulan penuh sesudah si mati dikubur. Khusus bagi pihak yang berkabung lantaran ditinggal mati ayah atau ibunya, masih ada lagi lapis ketiga, yang disebut yud bet kodes (dua belas bulan), yakni masa berkabung setahun penuh sesudah si mati dikubur.

 

Pemuka agama

 

Peranan imam dalam agama Yahudi sudah sangat mengecil semenjak Haikal ke-2 diluluhlantakkan pada tahun 70 M. Sebelum itu, para imam adalah orang-orang yang berwenang mengurusi Haikal dan persembahan. Imam adalah jabatan pusaka yang diwariskan turun-temurun, dan kendati tidak ada lagi Haikal dan kurban persembahan untuk diurusi, para imam masih dimuliakan oleh banyak komunitas Yahudi. Banyak komunitas Yahudi Ortodoks percaya bahwa tenaga para imam akan dibutuhkan kembali jika kelak Haikal ke-3 berhasil didirikan, sehingga harus bersiap sedia mulai sekarang untuk menjalankan tugasnya di kemudian hari.

 

Kohen (imam) – semua laki-laki dari nasab Harun, abang Musa. Di Haikal, para kohanim bertanggung jawab mempersembahkan kurban. Kini kohen adalah orang pertama yang akan diundang naik ke mimbar tilawah untuk membacakan Taurat, memberi restu keimaman, serta melaksanakan hukum dan upacara-upacara unik lainnya, termasuk upacara ruwatan anak sulung.

Lewi (orang Lewi) – semua laki-laki dari nasab Lewi bin Yakub, selain yang termasuk nasab Harun. Di Haikal, para lewiyim bertugas mengidungkan ayat-ayat Mazmur, merawat dan mengamankan bangunan Haikal, membantu para imam menunaikan tugas, dan adakalanya menjabarkan tafsir hukum serta makna upacara-upacara Haikal kepada sidang jemaat. Kini lewi adalah orang kedua yang diundang naik ke mimbar tilawah untuk membacakan Taurat.

 

Imam sembahyang

 

Sedari zaman Misnah dan Talmud sampai sekarang ini, agama Yahudi mewajibkan adanya tenaga ahli atau orang yang berwenang melaksanakan sejumlah laku upacara. Sebagian besar laku sembahyang Yahudi dapat dilaksanakan seorang diri, tetapi sejumlah laku sembahyang hanya sah dilaksanakan dalam sembahyang berjemaah, yang sekurang-kurangnya dihadiri oleh satu minyan (sepuluh orang Yahudi akil balig), yakni membacakan Taurat dan haftarah (bacaan pelengkap dari Nebi'im atau Ketubim), mendaraskan doa perkabungan, mendaraskan restu ke atas pasangan pengantin, serta mendaraskan doa syukur lengkap sehabis bersantap.

 

Rohaniwan profesional yang paling lazim dijumpai di sinagoga adalah:

 

Rabi jemaat – ulama yang bertugas menjawab pertanyaan-pertanyaan warga jemaat seputar syariat agama Yahudi. Untuk menduduki jabatan ini, seseorang harus terlebih dahulu dikukuhkan oleh ulama besar yang dimuliakan jemaat, yakni seorang rabi Yahudi Ortodoks yang disegani, atau dikukuhkan oleh lembaga pendidikan ulama Yahudi, jika jemaat yang bersangkutan bermazhab Yahudi Konservatif atau Yahudi Pembaharuan. Jemaat dapat saja berdiri tanpa rabi, dan ada jemaat-jemaat yang memiliki rabi tetapi mengizinkan warganya menjadi syats (imam sembahyang) maupun ba'al keriyah (qari).

Rebe – rabi pemimpin sebuah wangsa Hasidi.

Hazan (penembang) – juru tembang terlatih yang menjadi syats dalam sembahyang berjemaah. Dipilih karena bersuara merdu, menguasai cara menembang tradisional, memahami makna doa-doa, dan mampu melantunkan doa-doa tersebut dengan penuh ketulusan. Hazan bukan unsur yang wajib ada dalam suatu jemaat.

Sembahyang berjemaah dalam agama Yahudi memang melibatkan dua peranan khusus, yang dalam banyak jemaat adakalanya dilaksanakan sekaligus oleh seorang rabi atau seorang hazan. Dalam jemaat-jemaat lain, kedua peranan ini dijalankan oleh warga jemaat secara bergiliran:

 

Syaliah tsibur atau syats (harfiah: "wali" jemaat) – mengimami sembahyang dan kadang-kadang mendaraskan doa-doa atas nama sidang jemaat. Saat mendaraskan doa atas nama sidang jemaat, syats bukan bertindak selaku perantara, melainkan fasilitator. Sidang jemaat juga ikut serta dalam pendarasan doa dengan cara mengaminkannya, sehingga doa yang didaraskan syats juga menjadi doa seluruh hadirin. Jelas semua orang dewasa yang mampu mendaraskan doa dapat mengimami sembahyang. Dalam jemaat-jemaat Yahudi Ortodoks dan beberapa jemaat Yahudi Konservatif, hanya kaum lelaki yang boleh mengimami sembahyang, tetapi semua jemaat yang berhaluan progresif kini mengizinkan kaum perempuan untuk menjalankan peranan ini.

Ba'al keriyah atau ba'al koreh (tuan qari) – membacakan bagian kitab Taurat yang dijadwalkan untuk pekan yang bersangkutan. Syarat-syarat menjadi ba'al keriyah sama dengan syarat-syarat menjadi syats. Seorang ba'al keriyah boleh saja mengimami sembahyang andaikata mampu, demikian pula seorang syats boleh membacakan isi Taurat jikalau mampu.

Banyak jemaat, terutama jemaat-jemat besar, juga mengandalkan seorang:

 

Gabai (lebai) – mengundang orang untuk naik ke mimbar tilawah, menunjuk imam sembahyang jika jemaat tidak memiliki syats tetap, serta memelihara kebersihan dan mengurusi segala keperluan sinagoga.

Ketiga peranan di atas biasanya bersifat sukarela dan dianggap sebagai suatu kehormatan bagi orang yang ditunjuk untuk menjalankannya. Sejak Abad Pencerahan, sinagoga-sinagoga besar mulai menggaji rabi dan hazan untuk menjadi syats dan ba'al keriyah. Kebiasaan ini sekarang sudah menjadi amalan lumrah bagi banyak jemaat Yahudi Konservatif dan Yahudi Pembaharuan. Meskipun demikian, di sebagian besar sinagoga Yahudi Ortodoks, peranan-peranan ini dijalankan secara bergilir oleh warga jemaat biasa. Kendati sebagian besar jemaat biasanya menggaji satu dua orang rabi, pemanfaatan tenaga hazan profesional pada umumnya mengalami penurunan di Amerika, dan pemanfaatan tenaga profesional untuk peranan-peranan lainnya juga tetap lebih rendah.

 

Jabatan-jabatan khusus

 

·         Dayan (hakim) – Rabi spesialis hukum di bet din (pengadilan agama). Di Israel, pengadilan agama menangani perkara-perkara perkawinan dan perceraian, perpindahan agama, serta sengketa keuangan yang timbul dalam komunitas Yahudi.

·         Mohel (mantri khitan) – Pakar hukum khitan hasil didikan seorang mohel terkemuka, yang bertugas melaksanakan upacara brit milah (khitanan).

·         Syohet (mantri jagal) – Pakar hukum kasrut hasil didikan seorang syohet senior, yang bertugas menyembelih hewan sesuai syariat agar terjamin kosyer.

·         Sofer (katib) – Ahli seni kaligrafi Ibrani, yang berwenang membuat salinan kitab Taurat, menuliskan ayat-ayat suci pada carikan perkamen yang akan dimasukkan ke dalam kotak tefilin dan mezuzah, serta membuat gitin (surat talak).

·         Ros Yesyibah (rais madrasah) – Pakar Taurat yang mengasuh sebuah madrasah Yahudi.

·         Masgiah ruhani (penilik rohani) – Rabi madrasah yang bertugas mengawasi tingkat kehadiran, adab, kematangan emosi, dan pertumbuhan rohani para siswa, serta mengajarkan mata kuliah musar (ilmu etika Yahudi), tergantung pada kebijakan madrasah.

·         Masgiah (penilik) – Pakar hukum kasrut hasil didikan seorang rabi, atau seorang rabi yang bertanggung jawab mengawasi industri manufaktur makanan kosyer, usaha impor pangan, usaha makanan siap saji, dan rumah-rumah makan, agar makanan dan bahan pangan yang disalurkan kepada umat Yahudi terjamin kosyer.

 

No comments: