Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Nov 11, 2018

Polikarpus

Polikarpus dari Smirna (mati syahid pada sekitar usia 87 tahun, sekitar 155–167 Masehi) adalah uskup Gereja di Smirna (sekarang di daerah Izmir di Turki) pada abad ke-2. Ia ditikam dan mati sebagai syahid setelah usaha untuk membakarnya hidup-hidup pada tiang pancang gagal. Polikarpus dikenal sebagai seorang santo oleh Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur.

Menurut kisah, Polikarpus adalah murid langsung dari Yohanes. Yohanes yang dimaksud bisa merujuk pada Yohanes anak Zebedeus yang menurut tradisi merupakan penulis Injil Yohanes, atau Yohanes Sang Presbiter[1]. Eusebius berkeras bahwa koneksi apostolik dari Papius adalah dengan Yohanes Sang Penginjil yang merupakan penulis Injil keempat. Jika demikian, mungkin ialah orang terakhir yang berhubungan dengan gereja para rasul. Polikarpus tidak mengutip Injil Yohanes dalam suratnya yang masih dapat ditemukan. Hal itu dapat menjadi indikasi bahwa Yohanes yang dikenalnya bukanlah penulis Injil keempat, atau bisa jadi juga merupakan suatu indikasi bahwa Injil Yohanes belum diselesaikan selama Polikarpus berguru kepada Yohanes.

Kira-kira 40 tahun sebelumnya, ketika Polikarpus memulai pelayanannya sebagai uskup, seorang bapa gereja, Ignatius, telah menulis surat khusus untuknya. Polikarpus sendiri telah menulis suratnya untuk orang-orang Filipi. Meskipun surat tersebut tidak begitu cemerlang ataupun merupakan pendapatnya sendiri, namun mengandung unsur-unsur kebenaran yang ia pelajari dari para gurunya. Polikarpus tidak mengulas Perjanjian Lama, seperti orang-orang Kristen yang muncul kemudian, tetapi ia menyitir para rasul dan pemuka gereja lainnya untuk meyakinkan orang-orang Filipi.

Kira-kira satu tahun sebelum kemartirannya, Polikarpus berkunjung ke Roma untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tentang tanggal Hari Raya Paskah dengan uskup Roma. Ada cerita yang mengisahkan bahwa ia terlibat dalam perdebatan dengan Marcion, yang ia juluki "Anak sulung setan". Ajaran-ajaran para rasul yang ditampilkannya telah membuat beberapa pengikut Marcion bertobat

Polikarpus dan Papias
Polikarpus adalah sahabat dari Papias (Irenaeus V.xxxii) yang termasuk "Pendengar Yohanes" yang lain, seperti interpretasi Ireneus dari kesaksian Papias dan sebuah surat Ignatius dari Antiokhia. Ignatius mengirimkan surat kepadanya dan menyebutkan namanya pada surat kepada jemaat Efesus dan Magnesia. Murid Polikarpus yang paling dikenal adalah Ireneus, yang menulis sejumlah kenangan mengenai Polikarpus dan menjadi mata rantai yang menghubungkannya dengan rasul-rasul terdahulu.

Ireneus menceritakan bagimana dan kapan ia menjadi seorang Kristen. Ia menyatakan pada bagian awal suratnya kepada Florinus bahwa ia bertemu dan mendengarkan Polikarpus secara pribadi di Asia Kecil. Pada keterangan-keterangan selanjutnya, ia mencatat hubungan Polikarpus dengan Yohanes Sang Penginjil dan dengan orang-orang lain yang telah bertemu Yesus. Ireneus juga melaporkan bahwa Polikarpus menerima Kristus oleh ajaran para rasul sendiri, ditahbiskan menjadi seorang uskup, dan berkomunikasi dengan banyak orang yang telah bertemu dengan Yesus.

Menjelang mati syahidnya Polikarpus, ia memberitahukan sendiri usia ketika ia mati dengan mengucapkan kalimat, "Delapan puluh enam tahun aku telah melayani Dia", yang kemudian dimengerti bahwa ia telah berusia 86 tahun pada saat itu dan telah dibaptiskan ketika masih bayi. 

Kunjungan ke Anisetus, Uskup Roma
Polikarpus mengunjungi Roma saat sahabatnya Syria-nya yang bernama Anisetus menjadi uskup Gereja Roma pada sekitar tahun 150 atau 160-an Masehi. Mereka berdua merayakan perayaan Paskah Kristen secara berbeda. Polikarpus mengikuti praktik Timur dalam merayakan Paskah, yaitu pada tanggal 14 bulan Nisan, yang bertepatan dengan Paskah Yahudi, tanpa memperhatikan pada hari apa Paskah itu jatuh.

Tulisan-tulisan dan catatan-catatan awalnya
Seluruh karyanya yang tersisa adalah suratnya kepada jemaat Filipi, yang merupakan kepingan keterangan kepada Perjanjian Baru. Surat itu dan sebuah catatan Polikarpus mengenai mati syahidnya (Martyrdom of Polycarp) ditemukan sebagai surat berantai dari Gereja Smirna kepada Gereja-gereja Pontus. Surat-surat tersebut membentuk kumpulan tulisan-tulisan dari “Bapa Gereja Apostolik” (suatu istilah untuk menegaskan kedekatan mereka dengan para Rasul dalam tradisi Gereja).

Mati syahid diyakini sebagai daftar catatan asli para syahid Kristen yang ditulis paling awal, dan juga merupakan salah satu dari sedikit catatan asli dari tahun-tahun penganiayaan Kristen.

Akhir hidupnya
Kisah akhir hidup Polikarpus dicatat dalam surat dari jemaat di Smirna yang dinamai "The Martyrom of Polycarp" ("Kematian syahid Polikarpus").

Karena orang-orang Kristen menolak menyembah kaisar dan dewa-dewa Romawi, tetapi memuja Kristus secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing, mereka dianggap orang kafir. Orang-orang Smyrna memburu orang-orang Kristen dengan pekikan, "Enyahkan orang-orang kafir."

Polikarpus, uskup yang disegani di kota itu, diburu oleh prajurit Smyrna. Para prajurit itu sudah mengirim orang-orang Kristen lainnya untuk dibunuh di arena, kini mereka menghendaki sang pemimpin. Polikarpus telah meninggalkan kota itu dan bersembunyi di sebuah ladang milik teman-temannya. Bila pasukan mulai menyergap, ia pun melarikan diri ke ladang lain. Meskipun hamba Tuhan ini tidak takut mati, dan memilih berdiam di kota, teman-temannya mendorongnya bersembunyi. Mungkin karena mereka takut kalau-kalau kematiannya akan memengaruhi ketegaran gereja.

Ketika polisi mendatangi ladang pertama, mereka menyiksa seorang budak untuk mencari tahu tentang Polikarpus. Kemudian mereka menyerbu dengan senjata lengkap untuk menangkap uskup itu. Meskipun ada kesempatan lari, Polikarpus memilih tinggal di tempat, dengan tekad, "Kehendak Allah pasti terjadi." Di luar dugaan, ia menerima mereka seperti tamu, memberi mereka makan dan meminta izin selama satu jam untuk berdoa. Ia berdoa dua jam lamanya.

Beberapa penangkap merasa sedih menangkap orang tua yang hegitu baik. Dalam perjalanannya kembali ke Smyrna, kepala prajurit yang memimpin pasukan itu berkata, "Apa salahnya menyebut Tuhan Kaisar dan mempersembahkan bakaran kemenyan?"

Dengan tenang Polikarpus mengatakan bahwa ia tidak akan melakukannya.

Gubernur Romawi yang mengadilinya berusaha mencarikan jalan keluar untuk membebaskan uskup tua itu. "Hormatilah usiamu, Pak Tua," seru gubernur Romawi itu. "Bersumpahlah demi berkat Kaisar. Ubahlah pendirianmu serta berserulah, "Enyahkan orang-orang kafir!" "

Sebenarnya, gubernur Romawi itu ingin Polikarpus menyelamatkan dirinya sendiri dengan melepaskan dirinya dari orang-orang Kristen yang dianggap "kafir" itu. Namun, Polikarpus hanya memandang kerumunan orang yang sedang mencemohkannya. Sambil mengisyaratkan ke arah mereka, ia berseru, "Enyahkan orang-orang kafir!"

Gubernur Romawi itu berusaha lagi: "Angkatlah sumpah dan saya akan membebaskanmu. Hujatlah Kristus!"

Polikarpus pun berdiri dengan tegar. Ia mengatakan kalimat terakhirnya yang terkenal, "Selama 86 tahun aku telah mengabdi kepada Kristus dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat mencaci Raja [Kristus] yang telah menyelamatkanku?"

Pertukaran pendapat antara sang uskup dan gubernur Romawi berlanjut. Pada suatu saat, Polikarpus menghardik lawan bicaranya: "Jika kamu... berpura-pura tidak mengenal saya, dengarlah baik-baik: Saya adalah seorang Kristen. Jika Anda ingin mengetahui ajaran Kristen, luangkanlah satu hari khusus untuk mendengarkan saya."

Gubernur Romawi itu pun mengancam akan melemparkan dia ke binatang-binatang buas. "Panggil binatang-binatang itu!" seru Polikarpus. "Jika hal itu akan mengubah keadaan buruk menjadi baik, tetapi bukan keadaan yang lebih baik menjadi lebih buruk."

Ketika ia diancam akan dibakar, Polikarpus menjawab, "Apimu akan membakar hanya satu jam lamanya, kemudian akan padam, namun api penghakiman yang akan datang adalah abadi."

Akhirnya Polikarpus dinyatakan sebagai orang yang tidak akan menarik kembali pernyataan-pernyataannya. Rakyat Smyrna pun berteriak: "Inilah guru dari Asia, bapa orang-orang Kristen, pemusnah dewa-dewa kita, yang mengajar orang-orang untuk tidak menyembah (dewa-dewa) dan mempersembahkan korban sembelihan."

Gubernur Romawi menitahkan agar ia dibakar hidup-hidup. la diikat pada sebuah tiang dan dibakar. Namun, menurut seorang saksi mata, badannya tidak termakan api. "la berada di tengah, tidak seperti daging yang terbakar, tetapi seperti roti di tempat pemanggangan, atau seperti emas atau perak dimurnikan di atas tungku perapian. Kami mencium aroma yang harum, seperti wangi kemenyan atau rempah mahal." Ketika seorang algojo menikamnya, darah yang mengalir memadamkan api itu.

Kisah ini tersebar ke jemaat-jemaat di seluruh kekaisaran. Gereja menyimpan laporan-laporan semacam itu dan mulai memperingati hari-hari kelahiran serta kematian para martir. Bahkan mereka juga mengumpulkan tulang-tulangnya serta peninggalan lainnya.

Tanggal kematian Polikarpus diperdebatkan. Eusebius mencatat kematiannya pada masa pemerintahan Marcus Aurelius, 166–167 Masehi. Namun, sebuah catatan yang ditambahkan setelah masa Eusebius menuliskan kematian Polikarpus pada Sabtu, 23 Februari pada masa pemerintahan konsul Statius Quadratus yang berkuasa pada 155 atau 156 Masehi. Tanggal yang ditulis sebelumnya lebih cocok kepada tradisi yang memberitahukan hubungan Polikarpus dengan Ignatius dan Yohanes Sang Penginjil. Setiap tanggal 23 Februari, diperingati hari "kelahiran Polikarpus" masuk ke surga.

Sabat Agung
Karena surat jemaat Smirna yang dikenal sebagai mati syahidnya Polikarpus menyatakan bahwa Polikarpus dibunuh pada Sabat Agung, beberapa pihak berpendapat bahwa tulisan tersebut adalah bukti bahwa Gereja Smirna yang dipimpin oleh Polikarpus menjalankan ibadah Sabat pada hari ketujuh (Sabtu).

Pihak yang lain mengatakan bahwa Sabat Agung yang dimaksudkan merujuk kepada Paskah Kristen atau hari-hari besar yang lain. Jika hal tersebut benar, maka kematian Polikarpus terjadi antara satu dan dua bulan setelah tanggal 14 bulan Nisan (tanggal saat Polikarpus merayakan Paskah) yang tidak mungkin terjadi sebelum akhir bulan Maret. Sabat Agung yang lain (jika ingin merujuk kepada hari-hari besar Yahudi) dirayakan pada musim semi, akhir musim panas, atau musim gugur. Tidak ada perayaan pada musim dingin.

Peranannya
Polikarpus memegang peranan penting dalam sejarah Gereja Kristen. Dia termasuk di antara orang-orang Kristen perdana yang tulisan-tulisannya masih tersisa. Dia adalah uskup dari sebuah Gereja penting di tempat di mana para rasul bekerja. Dan dia hidup pada masa di mana ortodoksi (nilai-nilai tradisi, ajaran, dan kebiasaan turun-temurun) diterima secara luas oleh Gereja-Gereja Ortodoks, Gereja-Gereja Timur, kelompok-kelompok yang masih menjalankan Sabat pada hari ketujuh, dan kelompok-kelompok yang mirip dengan Protestan dan Katolik.

Polikarpus bukanlah seorang filsuf atau teolog. Dari catatan-catatan yang tersisa, ia muncul sebagai pemimpin ibadah dan guru yang berbakat. “Seorang dengan kelas yang lebih tinggi, dan saksi kebenaran yang tabah daripada Valentinus, dan Marsion, dan bidat-bidat yang lain”, kata Ireneus yang mengingatnya sejak masa mudanya. (Adversus Haereses III.3.4).

Ia hidup pada masa setelah wafat para rasul, ketika bermacam-macam interpretasi ajaran Yesus diajarkan. Peranannya adalah dengan menegaskan ajaran asli yang didapatkannya dari Rasul Yohanes. Catatan yang tersisa menunjukkan keberanian di wajah Polikarpus tua saat menghadapi kematian dengan dibakar pada tiang pancang menunjukkan betapa bisa dipercayanya perkataan-perkataan Polikarpus.

Kematian syahid Polikarpus sangat penting untuk memahami posisi Gereja ketika Kekaisaran Romawi masih menganut agama kafir. Ketika penganiayaan masih didukung oleh jenderal-jenderal konsul lokal, berbagai penulis mencatat betapa haus darahnya orang-orang yang meneriakkan kematian bagi Polikarpus (bab 3). Catatan-catatan tersebut juga menunjukkan kebencian tak mendasar pemerintah Romawi terhadap kekristenan, ketika orang-orang Kristen diberikan kesempatan untuk tidak dihukum jika mau mengingkari imannya dan mengaku bahwa menjadi seorang Kristen berarti telah melakukan tindakan kriminal. Sistem pengadilan yang ganjil ini di kemudian hari dicemooh oleh Tertullianus (orang yang pertama kali memperkenalkan ajaran Trinitas) dalam buku Pembelaan (Apologi)-nya.

Polikarpus adalah seorang penyebar dan pemurni wahyu Kristen yang hebat pada masa Injil dan surat-surat mulai diterima secara luas. Meskipun kunjungannya ke Roma untuk bertemu uskup Roma digunakan pihak Gereja Katolik Roma untuk memperkuat klaim keutamaan Roma (sistem kepausan), namun sumber-sumber Katolik menyatakan bahwa Polikarpus tidak menerima kuasa dari uskup Roma untuk mengganti hari Paskah (bahkan, Polikarpus dan Anicetus uskup Roma setuju untuk tidak setuju. Keduanya percaya bahwa praktik Paskah mereka sesuai dengan tradisi Rasuli) Penerus spiritual Polikarpus seperti Melito dari Sardis dan Polikrates dari Efesus sependapat dengan hal yang sama.

Ada empat sumber utama mengenai Polikarpus :

Surat otentik Ignatius dari Antiokhia, yang salah satunya ditujukan kepada Polikarpus.
Surat Polikarpus kepada Gereja Filipi
Bagian-bagian dalam Adversus Haeresis karya Ireneus
Dan surat dari jemaat Smirna yang menceritakan kematian syahid Polikarpus

No comments: