Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Sep 6, 2016

Kisah Pelayaran Laksamana Cheng Ho (Zheng He)

Zheng He (鄭和), hidup pada tahun 1371-1433, memiliki marga asli Ma, bernama He, nama masa kecil Sanbao, juga disebut Sanbao, berasal dari Kunyang, Yunnan. Ia adalah seorang pelaut, diplomat dan kasim Dinasti Ming. Masa hidup kasim Muslim Zheng He adalah masa kebijaksanaan ekspansi maritim (Kaisar) Chengzhu dari Dinasti Ming.

Riwayat Hidup

Zheng He (di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cheng Ho) adalah orang Suku Hui, nama Persianya adalah Haji Mahmud Shamsuddin, leluhurnya enam generasi yang lalu adalah Sayyid Ajjal Shams al-Din Omar al-Bukhari, seorang aristokrat dari Asia Tengah yang datang pada awal Dinasti Yuan, ia adalah keturunan raja Bukhara, dan pernah menjabat sebagai xingfu pingzhang (pejabat setingkat gubernur) Propinsi Yunnan, setelah meninggal ia kemudian diberi gelar Raja Xianyang oleh Khubilai Khan. Saat Genghis Khan menyerbu ke barat, ia menyambut nya dengan memimpin seribu pasukan berkuda. Leluhur ketiga puluh enam Sayyid Ajjal adalah nabi pendiri Islam, Muhammad.

Kakek dari pihak ayah Zheng He, Bayan, pada tahun ke 11 Dade Dinasti Yuan (1307 M) menjabat sebagai zhongshu pingzhang, nenek buyutnya aslinya bermarga Ma. Kakek dari pihak ayah Zheng He adalah seorang haji, sedangkan nenek dari pihak ayah berasal dari Keluarga Wen. Nama asli ayah Zheng He adalah Milijin, nama Hannya adalah Haji Ma (Marga Ma adalah transliterasi nama Arab Muhammad dalam Bahasa China), ia mewarisi gelar Dianyang Hou, ibunya aslinya bermarga Wen. Klannya menyebut keluarga mereka Keluarga Xianyang.

Zheng He dilahirkan di tahun keempat Hongwu Dinasti Ming (1371 M), ia adalah anak kedua Haji Ma.

Kepercayaan

Ma He adalah seorang Hui, tapi juga mempercayai Agama Buddha. Ahli Sejarah Ming (Ming Shi) Tuan Wu Han menjelaskan bahwa karena di banyak negara di Asia Tenggara agama Islam dan Buddha merupakan kepercayaan utama, pemerintah Ming memilih seorang Muslim supaya dapat ‘mengurangi kesalahpahaman dan melakukan tugas dengan baik’, selain itu dalam rombongan yang pergi ke Lautan Hindia terdapat para penganut Islam yaitu Ma Huan (penulis buku Yingya Shenglan tentang perjalanan Zheng He), Guo Chongli, ulama Masjid Agung Xian, Hasan, keturunan Pu Shougeng (pedagang Arab yang menetap di Quanzhou pada akhir Dinasti Song) dari Quanzhou, Pu Rihe, imam masjid Quanzhou, cucu Xia Bulu Han, Xia Wennan, dan lain-lain. Sebagai diplomat Zheng He mengambil kebijaksanaan untuk bersikap toleran dan hormat pada agama-agama lain.

Islam

Zheng He berasal dari keluarga aristokrat Muslim, kakek dari pihak ayah dan ayahnya adalah haji dan pernah berziarah ke Mekah. Zheng He pernah berdoa di makam orang suci Muslim di Lingshan, Quanzhou, dan pernah berdoa di masjid Jiuri Shan di Quanzhou. Pada tahun ke 11 Yongle (1413 M), Zheng He merenovasi Masjid Xian.

Buddha

Zheng He adalah murid Biksu Daoyan dan menyebut dirinya sendiri sebagai ‘Kasim Zheng He Pengikut Ajaran Buddha Dari Negara Ming Agung bernama agama Sunan Zhasi (速南吒释) dan Fu Jixiang” dan sebagainya. Dalam perjalanannya di Lautan Hindia, setiap kali tiba di negara Buddhis, ia selalu memberikan sumbangan pada kuil Buddha.

Taoisme

Karena para pelaut kebanyakan percaya pada Taoisme dan kepercayaan populer China, mereka sangat percaya pada dewi laut Mazu. Zheng He sering menyumbang kuil-kuil Mazu dan mendirikan kuil.

Kedatangan Laksamana Zheng He di Indonesia

Menurut cerita, sewaktu Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut Jawa, ada seorang awak kapalnya yang sakit. Karena itu ia memerintahkan untuk membuang sauh dengan menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang. Akhirnya Ia mendarat disebuah desa bernama Simongan dan memutuskan untuk menetap sementara waktu ditempat tersebut; sedangkan awak kapalnya yang sakit, dirawat dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat itu. Setelah sampai didaratan, ia menemukan sebuah gua batu dan dipergunakan sebagai tempat untuk bersemedi dan bersembahyang. Lambat laun, akhirnya dia memutuskan untuk mendirikan sebuah masjid di tepi pantai tersebut, yang sekarang telah berubah fungsi menjadi sebuah kelenteng.

Kelenteng tersebut bernama Sam Po Kong (Gedung Batu) adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi “marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur’an”.

Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Orang Indonesia keturunan China menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng, mengingat bentuknya yang ber arsitektur China, sehingga jika dilihat mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang, serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana Zhang He adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap sebagai seorang dewa.

No comments: