Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Jan 28, 2016

Pontius Pilatus

Pilatus yang skeptis dan suka mencemooh adalah tokoh sejarah yang membuat orang bertanya-tanya tentang siapa dia. Bagi beberapa orang ia adalah orang suci, bagi yang lain-lain ia adalah sosok yang lemah, contoh khas seorang politikus yang bersedia mengorbankan satu orang demi menjaga kestabilan.”—Pontius Pilatus, karya Ann Wroe.

Tidak soal Saudara setuju atau tidak dengan salah satu pendapat di atas, Pontius Pilatus memang menjadi terkenal karena cara ia memperlakukan Yesus Kristus. Siapa gerangan Pilatus? Apa yang diketahui tentang dirinya? Jika kita memahami peranannya dengan lebih baik, kita akan lebih mengerti tentang peristiwa-peristiwa terpenting yang pernah terjadi di bumi.

Peranan, Tugas, dan Kekuasaan

Kaisar Roma Tiberius melantik Pilatus sebagai gubernur Provinsi Yudea pada tahun 26 M. Pejabat demikian disebut ksatria dalam pasukan berkuda—bangsawan yang lebih rendah pangkatnya daripada para aristokrat berstatus senator. Kemungkinan besar, Pilatus masuk ketentaraan sebagai kepala pasukan militer, atau komandan junior; naik pangkat seraya melakukan berbagai tugas dinasnya; lalu dilantik menjadi gubernur sebelum ia berumur 30 tahun.

Sewaktu berseragam tentara, Pilatus mengenakan jubah kulit dan pelindung dada metal. Namun, sewaktu tampil di hadapan rakyat ia memakai toga putih dengan pinggiran berwarna ungu. Rambutnya selalu dipangkas pendek dan wajahnya dicukur licin. Meskipun ada yang percaya bahwa ia berasal dari Spanyol, namanya menunjukkan bahwa ia dari suku Pontii—bangsawan Samnit dari Italia bagian selatan.

Penguasa daerah setingkat Pilatus biasanya dikirim ke daerah orang barbar. Orang Roma menganggap Yudea sebagai tempat semacam itu. Selain menjaga ketertiban, Pilatus mengawasi pemungutan pajak-tidak-langsung dan pajak-kepala. Administrasi pengadilan sehari-hari diawasi pengadilan Yahudi, namun kasus-kasus yang menuntut hukuman mati tampaknya diserahkan kepada gubernur, yaitu wewenang tertinggi di pengadilan.

Bersama staf kecil yang terdiri dari para penulis, pengawal, dan utusan, Pilatus dan istrinya tinggal di kota pelabuhan Kaisarea. Pilatus mengepalai lima kohor (kelompok) infanteri yang masing-masing terdiri dari 500 hingga 1.000 prajurit serta sebuah resimen kavaleri yang terdiri dari 500 orang. Prajurit-prajuritnya secara rutin mengeksekusi para pelanggar hukum. Di masa damai, hukuman mati dilaksanakan setelah rangkuman gugatan dibacakan, namun sewaktu ada pemberontakan, para pembangkang dihukum mati langsung di tempat dan secara massal. Misalnya, orang Roma mengeksekusi 6.000 budak untuk menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Spartacus. Apabila timbul masalah di Yudea, sang gubernur biasanya bisa meminta bantuan legatus kaisar di Siria, yang membawahi para legiun. Namun, selama sebagian besar pemerintahan Pilatus, tidak ada legatus yang bertugas, dan Pilatus harus dengan cepat memadamkan kekacauan.

Para gubernur secara rutin berkomunikasi dengan kaisar. Segala sesuatu yang berkaitan dengan martabat kaisar atau ancaman apa pun terhadap wewenang Romawi harus dilaporkan, dan mengakibatkan dikeluarkannya ketetapan kaisar. Seorang gubernur mungkin ingin sekali memberikan laporan kepada kaisar tentang kejadian-kejadian di provinsinya menurut versinya sendiri, sebelum ada pengaduan orang lain. Dengan berkembangnya masalah di Yudea, Pilatus benar-benar merasa risau.

Selain catatan Injil, sejarawan Flavius Yosefus dan Filo adalah narasumber utama untuk informasi tentang Pilatus. Sejarawan Roma Tacitus juga menyebutkan bahwa Pilatus mengeksekusi Kristus, kata yang menjadi dasar untuk nama ”Kristen”.

Orang Yahudi Menjadi Gusar

Yosefus mengatakan bahwa mengingat keberatan orang Yahudi mengenai pembuatan patung, para gubernur Romawi tidak pernah membawa masuk lambang-lambang militer berupa pahatan gambar kaisar ke Yerusalem. Karena Pilatus tidak memedulikan hal itu, orang-orang Yahudi yang gusar bergegas ke Kaisarea untuk mengadukannya. Pilatus tidak berbuat apa-apa selama lima hari. Pada hari keenam, ia memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk mengepung para pembangkang dan mengancam akan mengeksekusi mereka kalau mereka tidak bubar. Ketika orang-orang Yahudi mengatakan bahwa mereka lebih suka mati daripada membiarkan Hukum mereka dilanggar, Pilatus mengalah dan memerintahkan agar lambang-lambang itu disingkirkan.

Pilatus bisa menggunakan kekerasan. Pada suatu insiden yang dicatat oleh Yosefus, penguasa daerah tersebut mulai membangun sebuah akuaduk untuk menyalurkan air ke Yerusalem dan menggunakan uang dari perbendaharaan bait guna mendanai proyek ini. Pilatus tidak merampas uang itu, karena ia tahu bahwa menjarah bait merupakan penghinaan dan orang-orang Yahudi yang marah akan menuntut Tiberius untuk memecatnya. Jadi, tampaknya Pilatus bekerja sama dengan kalangan berwenang di bait. Dana yang dibaktikan, yang disebut ”korban”, dapat secara sah digunakan untuk pekerjaan umum demi manfaat kota. Tetapi, ribuan orang Yahudi berkumpul untuk menyatakan kemarahan mereka.

Pilatus menyuruh pasukannya berbaur di antara kumpulan orang dengan perintah untuk tidak menggunakan pedang tetapi memukuli para pembangkang dengan pentung. Tampaknya, ia ingin mengendalikan gerombolan massa itu tanpa harus membantai mereka. Ternyata ia berhasil, sekalipun ada yang tewas. Beberapa orang bisa jadi merujuk ke insiden ini ketika melaporkan kepada Yesus bahwa Pilatus telah mencampurkan darah beberapa orang Galilea dengan korban-korban.—Lukas 13:1.

”Apakah Kebenaran Itu?”

Pilatus mendapat reputasi buruk ketika ia mengusut tuduhan yang dibuat oleh para imam kepala dan para tua-tua Yahudi bahwa Yesus menyatakan diri sebagai Raja. Setelah mendengar tentang misi Yesus untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran, Pilatus menyadari bahwa tahanan ini bukan ancaman bagi Roma. ”Apakah kebenaran itu?” tanyanya, pastilah karena ia menganggap bahwa konsep kebenaran terlalu muluk sehingga tidak perlu diperhatikan. Kesimpulannya? ”Aku tidak menemukan kejahatan pada pria ini.”—Yohanes 18:37, 38; Lukas 23:4.

Seharusnya itu mengakhiri persidangan Yesus, namun orang-orang Yahudi berkeras bahwa ia menyesatkan bangsa mereka. Para imam kepala menyerahkan Yesus karena dengki, dan Pilatus menyadari hal itu. Ia juga tahu bahwa melepaskan Yesus akan menimbulkan masalah, yang justru ingin ia hindari. Sudah ada cukup banyak masalah, mengingat Barabas dan yang lain-lainnya ditahan karena menghasut dan membunuh. (Markus 15:7, 10; Lukas 23:2) Selain itu, pertikaian sebelumnya dengan orang Yahudi telah mencemari reputasi Pilatus di mata Tiberius, yang terkenal dengan sikapnya yang keras terhadap para gubernur. Namun, mengalah kepada orang Yahudi akan menandakan kelemahan. Jadi, Pilatus menghadapi suatu dilema.

Setelah mendengar tentang asal usul Yesus, Pilatus berupaya meneruskan kasus itu kepada Herodes Antipas, penguasa distrik Galilea. Ketika itu gagal, Pilatus berupaya agar orang-orang yang berkumpul di luar istananya memohonkan kebebasan bagi Yesus, sesuai dengan kebiasaan membebaskan seorang tahanan pada hari Paskah. Kumpulan orang berteriak-teriak memilih Barabas.—Lukas 23:5-19.

Pilatus bisa jadi berhasrat untuk melakukan apa yang benar, namun ia juga ingin mempertahankan kedudukannya dan menyenangkan orang banyak. Akhirnya, ia mendahulukan kariernya di atas hati nurani dan keadilan. Ia meminta air, mencuci tangannya dan menyatakan diri tidak bersalah atas hukuman mati yang kini disetujuinya.* Meskipun ia percaya bahwa Yesus tidak bersalah, Pilatus menyuruh dia dicambuk dan membiarkan para prajurit mengolok-oloknya, memukulinya, dan meludahinya.—Matius 27:24-31.

Pilatus berupaya sekali lagi untuk melepaskan Yesus, tetapi orang banyak itu berteriak bahwa apabila ia melepaskannya, ia bukan sahabat Kaisar. (Yohanes 19:12) Mendengar hal itu, Pilatus menyerah. Mengenai keputusan Pilatus, seorang pakar mengatakan, ”Jalan keluarnya mudah: bunuh orang itu. Yang melayang hanyalah nyawa seorang Yahudi yang tampaknya tak berarti; bodoh sekali untuk membiarkan masalah menjadi besar gara-gara dia.”

Apa yang Terjadi dengan Pilatus?

Ada satu konflik lain lagi yang dicatat sebagai insiden terakhir dalam karier Pilatus. Yosefus mengatakan bahwa sejumlah besar orang Samaria yang bersenjata berkumpul di Gunung Gerizim dengan harapan membongkar harta yang konon dikubur oleh Musa di sana. Pilatus turun tangan, dan pasukannya membantai banyak orang. Orang Samaria mengadukan Pilatus kepada atasannya, Lusius Vitelius, gubernur Siria. Tidak disebutkan apakah Vitelius berpendapat bahwa Pilatus sudah bertindak terlalu jauh. Apa pun keadaannya, ia memerintahkan Pilatus untuk menghadap kaisar di Roma guna mempertanggungjawabkan tindakannya. Namun, sebelum Pilatus tiba di Roma, Tiberius wafat.

”Sejak saat itulah,” kata sebuah narasumber, ”Pilatus tidak disebut-sebut lagi dalam sejarah tetapi muncul banyak legenda mengenai dia.” Namun, banyak orang telah berupaya melengkapi perincian-perincian yang hilang. Ada yang menyatakan bahwa Pilatus menjadi orang Kristen. ”Orang Kristen” Etiopia menjadikannya ”orang suci”. Eusebius, penulis pada akhir abad ketiga dan awal abad keempat, adalah orang pertama di antara banyak orang yang mengatakan bahwa Pilatus, seperti halnya Yudas Iskariot, bunuh diri. Akan tetapi, apa persisnya yang terjadi dengan Pilatus masih belum dapat dipastikan.

Pilatus mungkin keras kepala, kurang serius, dan suka menindas. Namun, ia bisa tetap memegang jabatannya selama sepuluh tahun, padahal masa pemerintahan kebanyakan penguasa daerah Yudea jauh lebih singkat. Karena itu, dari sudut pandangan Romawi, Pilatus seorang yang kompeten. Ia pernah dijuluki pengecut yang tanpa malu menyuruh agar Yesus disiksa dan dibunuh demi melindungi diri. Ada lagi yang berpendapat bahwa tugas utama Pilatus bukanlah untuk menegakkan keadilan, melainkan untuk memajukan kepentingan Romawi dan perdamaian.

Zaman Pilatus sangat berbeda dengan zaman kita. Namun, hakim mana pun tidak dapat dianggap adil jika ia menghukum orang yang ia anggap tidak bersalah. Kalau bukan karena perjumpaannya dengan Yesus, Pontius Pilatus mungkin hanya sebuah nama dalam buku sejarah.

No comments: