Masa raya Paskah sudah dekat dan sekali lagi Yesus kembali ke Yerusalem. Dalam hati‑Nya terdapatlah damai karena adanya keesaan yang sempurna dengan kehendak Bapa, dan dengan langkah yang penuh keinginan Ia menuju ke tempat korban. Tetapi suatu perasaan rahasia, kesangsian dan ketakutan, menimpa murid‑murid. Juruselamat "berjalan dahulu di hadapan mereka itu, maka tercenganglah mereka itu, dan orang yang mengikut itu pun takut."
Sekali lagi Kristus memanggil keduabelas murid kepadaNya, dan dengan ketegasan yang lebih besar daripada biasanya, Ia memberitahukan kepada mereka tentang pengkhianatan terhadap‑Nya serta penderitaan‑Nya. Ia berkata, "Bahwa kita ini berjalan naik ke Yerusalem, maka segala sesuatu yang disuratkan oleh nabi‑nabi akan disampaikan atas Anak‑manusia. Karena Ia akan diserahkan ke tangan orang kafir, dan ia diolok‑olokkan, dan dinistakan, serta diludahi orang; dan mereka itu pun menyesah lalu membunuh Dia, maka pada hari yang ketiga Ia akan bangkit pula. Maka tiadalah mereka itu mengerti suatu apa pun; dan perkataan itu tersembunyilah dari padanya, tiada diketahuinya akan hal yang dikatakan itu." (Pasal ini dialaskan atas Mat. 20:20‑28;Mark. 10:32‑45;Luk. 18:31‑34.)
Bukankah belum berapa lama berselang mereka telah memasyhurkan di mana‑mana, "Kerajaan surga sudah dekat?" Bukankah Kristus sendiri menjanjikan bahwa banyak orang akan duduk dengan Ibrahim dan Ishak dan Yakub dalam kerajaan Allah? Bukankah Ia telah menjanjikan bahwa semua orang yang telah meninggalkan segala sesuatu karena nama‑Nya akan mendapat seratus kali ganda dalam hidup ini, dan sebagian dalam kerajaan‑Nya? Dan bukankah Ia telah memberikan kepada keduabelas murid‑Nya suatu janji istimewa tentang kedudukan tinggi yang penuh kehormatan dalam kerajaan‑Nya—duduk di takhta menghakimkan keduabelas suku bangsa Israel? Sekarang pun Ia telah mengatakan bahwa segala perkara yang disuratkan oleh nabi‑nabi mengenai Dia akan digenapi? Dan bukankah nabi‑nabi telah menubuatkan kemuliaan pemerintahan Mesias? Oleh adanya buah pikiran ini, perkataan‑Nya mengenai pengkhianatan terhadap‑Nya, aniaya, dan kematian tampaknya samar‑samar dan kabur. Kesulitan‑kesulitan apa pun menghalanginya, mereka percaya bahwa kerajaan itu segera akan didirikan.
Yohanes, anak Zabdi, adalah seorang dari dua murid yang pertama‑tama telah mengikut Yesus. Ia dan saudaranya, Yakub, tergolong di antara rombongan pertama yang telah meninggalkan semuanya untuk bekerja bagi‑Nya. Dengan senang hati mereka telah meninggalkan rumah dan sahabat‑sahabat supaya mereka dapat bersama‑sama dengan Dia, mereka telah berjalan dan bercakap‑cakap dengan Dia; mereka telah bersama‑sama dengan Dia dalam keadaan terasing di rumah, dan dalam perhimpunan orang banyak. Ia telah meneduhkan rasa takut mereka, meluputkan mereka dari bahaya, meringankan penderitaan mereka, menghiburkan kesusahan mereka, dan dengan kesabaran dan kelemah‑lembutan telah mengajar mereka, sampai hati mereka tampaknya dihubungkan dengan hati‑Nya, dan dalam kasih yang berapi‑api mereka ingin lebih dekat kepada‑Nya dalam kerajaan‑Nya. Pada setiap kesempatan yang dapat diperoleh, Yohanes mengambil tempatnya di samping Juruselamat, dan Yakub ingin dihormati dengan hubungan yang sedekat‑dekatnya dengan Dia.
Ibu mereka adalah seorang pengikut Kristus, dan telah memberikan kepada‑Nya hartanya dengan limpahnya. Dengan kasih sebagai seorang ibu serta dengan cita‑cita untuk anak‑anaknya, mengingini‑tempat yang paling terhormat bagi mereka dalam kerajaan yang baru. Untuk maksud ini ia mengajak mereka untuk mengajukan permohonan. Bersama‑sama datanglah ibu itu dan anak‑anaknya kepada Yesus, meminta agar Ia mau meluluskan permohonan mereka yang sangat mereka harapkan. "Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?" tanya‑Nya. Ibu itu menjawab, "Suruhkanlah kiranya kedua anak sahaya ini duduk seorang di sebelah kanan tuan dan seorang di sebelah kiri di dalam kerajaan tuan."
Yesus bersikap lemah lembut kepada mereka, tidak menempelak sifat mementingkan diri dalam mencari keunggulan melebihi saudara‑saudara mereka. Ia membaca hati mereka. Ia mengetahui dalamnya kasih mereka kepada‑Nya. Kasih mereka bukan hanya sekadar kasih sayang manusia; meski pun dinajiskan dengan saluran kemanusiaan yang duniawi, kasih itu meluap dari pancaran kasih penebusan‑Nya sendiri. Ia tidak mau memarahi, melainkan menguatkan dan menyucikan. Ia berkata, "Bolehkah kamu minum piala yang akan Kuminum dan dibaptiskan dengan baptisan yang seperti Aku akan dibaptiskan?"*) Mereka teringat akan perkataan‑Nya yang penuh rahasia itu, yang menunjuk kepada ujian dan penderitaan, namun menjawab dengan penuh keyakinan, "Boleh." Mereka menganggap suatu kehormatan tertinggi untuk membuktikan kesetiaan mereka oleh turut mengambil bagian dari segala sesuatu yang akan menimpa Tuhannya.
"Bahwasanya piala‑Ku akan kamu minum juga dan kamu pun akan dibaptiskan dengan baptisan yang seperti Aku dibaptiskan,"*) kata‑Nya, di hadapan‑Nya sebuah salib gantinya takhta, dua penjahat menemani Dia di sebelah kanan‑Nya dan di sebelah kiri‑Nya. Yohanes dan Yakub harus turut mendapat bagian dengan Guru mereka dalam penderitaan, yang satu, ialah yang pertama‑tama binasa dengan pedang di antara saudara‑saudara; yang lain lagi, yang paling lama dari semuanya menanggung kerja berat dan celaan, dan aniaya.
"Tetapi akan hal duduk di sebelah kanan‑Ku dan di sebelah kiri‑Ku itu," Ia meneruskan, "bukannya hak bagi‑Ku memberinya, hanyalah diberi kepada orang‑orang yang dipersediakan baginya oleh Bapa‑Ku." Dalam kerajaan Allah, kedudukan bukannya didapat melalui sistim pilih‑kasih. Kedudukan itu tidak dicari, atau pun diterima dengan dianugerahkan sewenang‑wenang. Kedudukan itu adalah hasil tabiat. Mahkota dan takhta merupakan tanda suatu syarat yang dicapai, hal itu menandakan penaklukkan diri sendiri dengan perantaraan Tuhan kita Yesus Kristus.
Lama sesudah itu, ketika murid itu sudah dibawa ke dalam simpati dengan Kristus melalui persekutuan penderitaan‑Nya, Tuhan menyatakan kepada Yohanes apa yang menjadi syarat dekatnya kerajaan‑Nya. "Maka orang yang menang," kata Kristus, "Aku memberi dia duduk dengan Aku di atas arasy‑Ku, sebagaimana Aku juga menang serta duduk dengan Bapa‑Ku di atas arasy‑Nya." "Maka orang yang menang, hendak Kujadikan dia suatu tiang di dalam rumah Tuhan‑Ku, dan sekali‑kali tiada ia akan keluar dari situ; dan Aku akan menyuratkan kepadanya nama Tuhan‑Ku, . . . (*) Mat. 20:23 terjemahan Klinkert) dan lagi nama‑Ku yang baru itu." Why. 3:21, 12. Rasul Paulus menulis, "Karena aku telah sedia dipersembahkan, dan masa ajalku sudah sampai. Aku telah berusaha dengan bersungguh‑sungguh di dalam peperangan iman, aku telah menyempurnakan usahaku, aku telah memeliharakan iman; pada akhirnya mahkota kebenaran telah tersedia bagiku yang akan dikaruniakan kepadaku pada Hari itu oleh Tuhan, yaitu Hakim yang adil itu, dan bukan kepadaku sahaja, melainkan juga kepada sekalian orang yang telah sangat gemar akan kedatangan‑Nya." 2 Tim. 4:6‑8.
Orang yang akan berdiri paling dekat dengan Kristus ialah orang yang selama di dunia ini telah minum paling banyak dari roh kasih‑Nya yang mengorbankan diri—kasih yang "tiada memegahkan dirinya, tiada sombong,. . . tiada mencari keuntungan dirinya saja, tiada pemarah, tiada menyimpan kesalahan orang." (I Kor. 13:4, 5)—kasih yang menggerakkan murid itu, sebagaimana kasih itu menggerakkan Tuhan kita, memberikan semuanya, hidup dan bekerja dan berkorban sampai kepada maut sekali pun, untuk menyelamatkan umat manusia. Roh ini sudah ditunjukkan dalam kehidupan rasul Paulus. Ia berkata, "Karena kepadaku hidup itu Kristus," karena hidupnya menyatakan Kristus kepada manusia, "dan mati itu untung," —untung bagi Kristus; kematian itu sendiri akan menunjukkan kuasa anugerah‑Nya, dan mengumpulkan jiwa‑jiwa kepada‑Nya. "Kristus itu dimuliakan di dalam tubuhku," katanya, "baik dengan hidup atau mati." Flp. 1:21, 22. Ketika kesepuluh murid mendengar permohonan Yakub dan Yohanes, mereka merasa sangat tidak senang. Justeru tempat yang paling tinggi dalam kerajaan itulah yang sedang dicari oleh mereka masing‑masing bagi diri sendiri, dan mereka marah karena kedua murid itu tampaknya telah mendapat kedudukan yang lebih baik daripada mereka semuanya.
Sekali lagi pertikaian tentang siapa seharusnya yang terbesar tampaknya akan timbul kembali, ketika Yesus, yang memanggil mereka kepada‑Nya, mengatakan kepada murid‑murid yang marah, "Kamu ketahui bahwa orang yang dihisabkan memerintah atas segala bangsa, menjalankan perintahnya di atas mereka itu, serta pembesarnya memegang kuasa atasnya. Tetapi bukannya demikian di antara kamu." Dalam kerajaan‑kerajaan duniawi, kedudukan berarti membesarkan diri. Rakyat harus ada demi kepentingan golongan‑golongan yang memerintah. Pengaruh kekayaan, pendidikan, merupakan banyak ikhtiar yang digunakan untuk menguasai rakyat jelata agar menguntungkan para pemimpin. Golongan‑golongan yang lebih tinggi harus memikirkan, memutuskan, menikmati, dan memerintah; yang lebih rendah harus mentaati dan melayani. Sebagaimana halnya dengan segala perkara yang lain, agama merupakan persoalan kekuasaan. Rakyat jelata diharapkan percaya dan menjalankan sama seperti petunjuk atasannya. Hak manusia sebagai manusia, berpikir dan bertindak bagi dirinya sendiri, sama sekali tidaklah diakui.
Kristus sedang mendirikan sebuah kerajaan di atas prinsip‑prinsip yang berbeda. Ia memanggil manusia, bukannya kepada kekuasaan, melainkan kepada pelayanan, orang yang kuat menanggung kelemahan orang yang lemah. Kuasa, kedudukan, talenta, pendidikan, memberi para pemiliknya kewajiban yang lebih besar untuk melayani sesamanya manusia. Kepada murid‑murid Kristus yang paling rendah sekali pun dikatakan, "Segala perkara ini jadi karena kamu." 2 Kor. 4:15. "Karena Anak manusia pun bukannya datang supaya dilayani, melainkan supaya melayani dan memberikan nyawa‑Nya menjadi tebusan bagi orang banyak." Di antara murid‑murid‑Nya, Kristus menjadi seorang penjaga dalam segala pengertian, seorang penanggung beban. Ia turut merasai kemiskinan mereka, Ia mempraktekkan penyangkalan diri untuk kepentingan mereka, Ia berjalan di hadapan mereka untuk melicinkan tempat‑tempat yang lebih sulit, dan tidak lama kemudian Ia akan menyelesaikan pekerjaan‑Nya di dunia ini dengan memberikan nyawa‑Nya. Prinsip dasar yang digunakan oleh Kristus dalam bertindak ialah untuk menggerakkan anggota‑anggota sidang yang menjadi tubuh‑Nya. Rencana dan dasar keselamatan ialah kasih. Dalam kerajaan Kristus orang‑orang yang terbesar mengikuti teladan yang telah diberikan‑Nya, dan bertindak sebagai gembala‑gembala kawanan domba‑Nya. Perkataan Paulus menyatakan keluhuran dan kehormatan sejati dari kehidupan Kristen: "Karena meski pun aku merdeka daripada orang sekalian, maka aku telah memperhambakan diriku untuk sekalian orang," "bukannya dengan mencari faedahku sendiri, melainkan faedah orang banyak, supaya mereka itu beroleh selamat." I Kor. 9:19; 10:33.
Dalam hal kata hati jiwa itu harus dibiarkan dalam keadaan tidak terkekang. Tidak seorang pun harus mengendalikan pikiran orang lain, menghakimi bagi orang lain, atau menentukan kewajibannya. Allah memberi setiap jiwa kebebasan untuk berpikir, serta mengikuti keyakinannya sendiri. "Masing‑masing kita wajib akan memberi kira‑kira kelak dari hal dirinya sendiri kepada Allah." Tidak seorang pun berhak mencampurkan kepribadiannya sendiri dengan kepribadian orang lain. Dalam segala perkara yang menyangkut prinsip, "Hendaklah masing‑masing yakin di dalam hatinya sendiri." Rom 14:12, 5. Dalam kerajaan Kristus tidak ada penindasan kaum ningrat, tidak ada paksaan untuk budi pekerti. Malaikat‑malaikat surga tidak datang ke dunia untuk memerintah, dan untuk memaksakan penghormatan, melainkan sebagai pesuruh kemurahan, untuk bekerja‑sama dengan manusia dalam mengangkat derajat manusia.
Prinsip‑prinsip dan perkataan dalam ajaran Juruselamat, dalam keindahan Ilahinya, diingat baik‑baik oleh murid‑murid yang kekasih. Sampai pada masa hidupnya yang terakhir, beban kesaksian Yohanes kepada sidang‑sidang ialah, "Karena inilah pesan yang sudah kamu dengar dari mulanya: Bahwa patut kita berkasih‑kasihan sama sendiri." "Dengan yang demikian kita sudah mengetahui kasih yang benar, oleh sebab Ia sudah menyerahkan nyawa‑Nya karena kita; maka patutlah kita pun menyerahkan nyawa kita karena segala saudara." I Yohanes 3: 11, 16. Inilah roh yang meresapi sidang yang mula‑mula. Sesudah kecurahan Roh Kudus, "orang banyak yang sudah percaya itu hidup sehati sejiwa, dan tiada seorang pun menyatakan barang sesuatu yang dipunyainya itu miliknya sendiri." "Maka seorang pun tiada yang berkekurangan di antara mereka itu." "Maka dengan kuasa yang besar rasul‑rasul itu naik saksi tentang kebangkitan Tuhan Yesus, dan besarlah anugerah bagi mereka itu sekalian." Kis. 4:32, 34, 33.
Sekali lagi Kristus memanggil keduabelas murid kepadaNya, dan dengan ketegasan yang lebih besar daripada biasanya, Ia memberitahukan kepada mereka tentang pengkhianatan terhadap‑Nya serta penderitaan‑Nya. Ia berkata, "Bahwa kita ini berjalan naik ke Yerusalem, maka segala sesuatu yang disuratkan oleh nabi‑nabi akan disampaikan atas Anak‑manusia. Karena Ia akan diserahkan ke tangan orang kafir, dan ia diolok‑olokkan, dan dinistakan, serta diludahi orang; dan mereka itu pun menyesah lalu membunuh Dia, maka pada hari yang ketiga Ia akan bangkit pula. Maka tiadalah mereka itu mengerti suatu apa pun; dan perkataan itu tersembunyilah dari padanya, tiada diketahuinya akan hal yang dikatakan itu." (Pasal ini dialaskan atas Mat. 20:20‑28;Mark. 10:32‑45;Luk. 18:31‑34.)
Bukankah belum berapa lama berselang mereka telah memasyhurkan di mana‑mana, "Kerajaan surga sudah dekat?" Bukankah Kristus sendiri menjanjikan bahwa banyak orang akan duduk dengan Ibrahim dan Ishak dan Yakub dalam kerajaan Allah? Bukankah Ia telah menjanjikan bahwa semua orang yang telah meninggalkan segala sesuatu karena nama‑Nya akan mendapat seratus kali ganda dalam hidup ini, dan sebagian dalam kerajaan‑Nya? Dan bukankah Ia telah memberikan kepada keduabelas murid‑Nya suatu janji istimewa tentang kedudukan tinggi yang penuh kehormatan dalam kerajaan‑Nya—duduk di takhta menghakimkan keduabelas suku bangsa Israel? Sekarang pun Ia telah mengatakan bahwa segala perkara yang disuratkan oleh nabi‑nabi mengenai Dia akan digenapi? Dan bukankah nabi‑nabi telah menubuatkan kemuliaan pemerintahan Mesias? Oleh adanya buah pikiran ini, perkataan‑Nya mengenai pengkhianatan terhadap‑Nya, aniaya, dan kematian tampaknya samar‑samar dan kabur. Kesulitan‑kesulitan apa pun menghalanginya, mereka percaya bahwa kerajaan itu segera akan didirikan.
Yohanes, anak Zabdi, adalah seorang dari dua murid yang pertama‑tama telah mengikut Yesus. Ia dan saudaranya, Yakub, tergolong di antara rombongan pertama yang telah meninggalkan semuanya untuk bekerja bagi‑Nya. Dengan senang hati mereka telah meninggalkan rumah dan sahabat‑sahabat supaya mereka dapat bersama‑sama dengan Dia, mereka telah berjalan dan bercakap‑cakap dengan Dia; mereka telah bersama‑sama dengan Dia dalam keadaan terasing di rumah, dan dalam perhimpunan orang banyak. Ia telah meneduhkan rasa takut mereka, meluputkan mereka dari bahaya, meringankan penderitaan mereka, menghiburkan kesusahan mereka, dan dengan kesabaran dan kelemah‑lembutan telah mengajar mereka, sampai hati mereka tampaknya dihubungkan dengan hati‑Nya, dan dalam kasih yang berapi‑api mereka ingin lebih dekat kepada‑Nya dalam kerajaan‑Nya. Pada setiap kesempatan yang dapat diperoleh, Yohanes mengambil tempatnya di samping Juruselamat, dan Yakub ingin dihormati dengan hubungan yang sedekat‑dekatnya dengan Dia.
Ibu mereka adalah seorang pengikut Kristus, dan telah memberikan kepada‑Nya hartanya dengan limpahnya. Dengan kasih sebagai seorang ibu serta dengan cita‑cita untuk anak‑anaknya, mengingini‑tempat yang paling terhormat bagi mereka dalam kerajaan yang baru. Untuk maksud ini ia mengajak mereka untuk mengajukan permohonan. Bersama‑sama datanglah ibu itu dan anak‑anaknya kepada Yesus, meminta agar Ia mau meluluskan permohonan mereka yang sangat mereka harapkan. "Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?" tanya‑Nya. Ibu itu menjawab, "Suruhkanlah kiranya kedua anak sahaya ini duduk seorang di sebelah kanan tuan dan seorang di sebelah kiri di dalam kerajaan tuan."
Yesus bersikap lemah lembut kepada mereka, tidak menempelak sifat mementingkan diri dalam mencari keunggulan melebihi saudara‑saudara mereka. Ia membaca hati mereka. Ia mengetahui dalamnya kasih mereka kepada‑Nya. Kasih mereka bukan hanya sekadar kasih sayang manusia; meski pun dinajiskan dengan saluran kemanusiaan yang duniawi, kasih itu meluap dari pancaran kasih penebusan‑Nya sendiri. Ia tidak mau memarahi, melainkan menguatkan dan menyucikan. Ia berkata, "Bolehkah kamu minum piala yang akan Kuminum dan dibaptiskan dengan baptisan yang seperti Aku akan dibaptiskan?"*) Mereka teringat akan perkataan‑Nya yang penuh rahasia itu, yang menunjuk kepada ujian dan penderitaan, namun menjawab dengan penuh keyakinan, "Boleh." Mereka menganggap suatu kehormatan tertinggi untuk membuktikan kesetiaan mereka oleh turut mengambil bagian dari segala sesuatu yang akan menimpa Tuhannya.
"Bahwasanya piala‑Ku akan kamu minum juga dan kamu pun akan dibaptiskan dengan baptisan yang seperti Aku dibaptiskan,"*) kata‑Nya, di hadapan‑Nya sebuah salib gantinya takhta, dua penjahat menemani Dia di sebelah kanan‑Nya dan di sebelah kiri‑Nya. Yohanes dan Yakub harus turut mendapat bagian dengan Guru mereka dalam penderitaan, yang satu, ialah yang pertama‑tama binasa dengan pedang di antara saudara‑saudara; yang lain lagi, yang paling lama dari semuanya menanggung kerja berat dan celaan, dan aniaya.
"Tetapi akan hal duduk di sebelah kanan‑Ku dan di sebelah kiri‑Ku itu," Ia meneruskan, "bukannya hak bagi‑Ku memberinya, hanyalah diberi kepada orang‑orang yang dipersediakan baginya oleh Bapa‑Ku." Dalam kerajaan Allah, kedudukan bukannya didapat melalui sistim pilih‑kasih. Kedudukan itu tidak dicari, atau pun diterima dengan dianugerahkan sewenang‑wenang. Kedudukan itu adalah hasil tabiat. Mahkota dan takhta merupakan tanda suatu syarat yang dicapai, hal itu menandakan penaklukkan diri sendiri dengan perantaraan Tuhan kita Yesus Kristus.
Lama sesudah itu, ketika murid itu sudah dibawa ke dalam simpati dengan Kristus melalui persekutuan penderitaan‑Nya, Tuhan menyatakan kepada Yohanes apa yang menjadi syarat dekatnya kerajaan‑Nya. "Maka orang yang menang," kata Kristus, "Aku memberi dia duduk dengan Aku di atas arasy‑Ku, sebagaimana Aku juga menang serta duduk dengan Bapa‑Ku di atas arasy‑Nya." "Maka orang yang menang, hendak Kujadikan dia suatu tiang di dalam rumah Tuhan‑Ku, dan sekali‑kali tiada ia akan keluar dari situ; dan Aku akan menyuratkan kepadanya nama Tuhan‑Ku, . . . (*) Mat. 20:23 terjemahan Klinkert) dan lagi nama‑Ku yang baru itu." Why. 3:21, 12. Rasul Paulus menulis, "Karena aku telah sedia dipersembahkan, dan masa ajalku sudah sampai. Aku telah berusaha dengan bersungguh‑sungguh di dalam peperangan iman, aku telah menyempurnakan usahaku, aku telah memeliharakan iman; pada akhirnya mahkota kebenaran telah tersedia bagiku yang akan dikaruniakan kepadaku pada Hari itu oleh Tuhan, yaitu Hakim yang adil itu, dan bukan kepadaku sahaja, melainkan juga kepada sekalian orang yang telah sangat gemar akan kedatangan‑Nya." 2 Tim. 4:6‑8.
Orang yang akan berdiri paling dekat dengan Kristus ialah orang yang selama di dunia ini telah minum paling banyak dari roh kasih‑Nya yang mengorbankan diri—kasih yang "tiada memegahkan dirinya, tiada sombong,. . . tiada mencari keuntungan dirinya saja, tiada pemarah, tiada menyimpan kesalahan orang." (I Kor. 13:4, 5)—kasih yang menggerakkan murid itu, sebagaimana kasih itu menggerakkan Tuhan kita, memberikan semuanya, hidup dan bekerja dan berkorban sampai kepada maut sekali pun, untuk menyelamatkan umat manusia. Roh ini sudah ditunjukkan dalam kehidupan rasul Paulus. Ia berkata, "Karena kepadaku hidup itu Kristus," karena hidupnya menyatakan Kristus kepada manusia, "dan mati itu untung," —untung bagi Kristus; kematian itu sendiri akan menunjukkan kuasa anugerah‑Nya, dan mengumpulkan jiwa‑jiwa kepada‑Nya. "Kristus itu dimuliakan di dalam tubuhku," katanya, "baik dengan hidup atau mati." Flp. 1:21, 22. Ketika kesepuluh murid mendengar permohonan Yakub dan Yohanes, mereka merasa sangat tidak senang. Justeru tempat yang paling tinggi dalam kerajaan itulah yang sedang dicari oleh mereka masing‑masing bagi diri sendiri, dan mereka marah karena kedua murid itu tampaknya telah mendapat kedudukan yang lebih baik daripada mereka semuanya.
Sekali lagi pertikaian tentang siapa seharusnya yang terbesar tampaknya akan timbul kembali, ketika Yesus, yang memanggil mereka kepada‑Nya, mengatakan kepada murid‑murid yang marah, "Kamu ketahui bahwa orang yang dihisabkan memerintah atas segala bangsa, menjalankan perintahnya di atas mereka itu, serta pembesarnya memegang kuasa atasnya. Tetapi bukannya demikian di antara kamu." Dalam kerajaan‑kerajaan duniawi, kedudukan berarti membesarkan diri. Rakyat harus ada demi kepentingan golongan‑golongan yang memerintah. Pengaruh kekayaan, pendidikan, merupakan banyak ikhtiar yang digunakan untuk menguasai rakyat jelata agar menguntungkan para pemimpin. Golongan‑golongan yang lebih tinggi harus memikirkan, memutuskan, menikmati, dan memerintah; yang lebih rendah harus mentaati dan melayani. Sebagaimana halnya dengan segala perkara yang lain, agama merupakan persoalan kekuasaan. Rakyat jelata diharapkan percaya dan menjalankan sama seperti petunjuk atasannya. Hak manusia sebagai manusia, berpikir dan bertindak bagi dirinya sendiri, sama sekali tidaklah diakui.
Kristus sedang mendirikan sebuah kerajaan di atas prinsip‑prinsip yang berbeda. Ia memanggil manusia, bukannya kepada kekuasaan, melainkan kepada pelayanan, orang yang kuat menanggung kelemahan orang yang lemah. Kuasa, kedudukan, talenta, pendidikan, memberi para pemiliknya kewajiban yang lebih besar untuk melayani sesamanya manusia. Kepada murid‑murid Kristus yang paling rendah sekali pun dikatakan, "Segala perkara ini jadi karena kamu." 2 Kor. 4:15. "Karena Anak manusia pun bukannya datang supaya dilayani, melainkan supaya melayani dan memberikan nyawa‑Nya menjadi tebusan bagi orang banyak." Di antara murid‑murid‑Nya, Kristus menjadi seorang penjaga dalam segala pengertian, seorang penanggung beban. Ia turut merasai kemiskinan mereka, Ia mempraktekkan penyangkalan diri untuk kepentingan mereka, Ia berjalan di hadapan mereka untuk melicinkan tempat‑tempat yang lebih sulit, dan tidak lama kemudian Ia akan menyelesaikan pekerjaan‑Nya di dunia ini dengan memberikan nyawa‑Nya. Prinsip dasar yang digunakan oleh Kristus dalam bertindak ialah untuk menggerakkan anggota‑anggota sidang yang menjadi tubuh‑Nya. Rencana dan dasar keselamatan ialah kasih. Dalam kerajaan Kristus orang‑orang yang terbesar mengikuti teladan yang telah diberikan‑Nya, dan bertindak sebagai gembala‑gembala kawanan domba‑Nya. Perkataan Paulus menyatakan keluhuran dan kehormatan sejati dari kehidupan Kristen: "Karena meski pun aku merdeka daripada orang sekalian, maka aku telah memperhambakan diriku untuk sekalian orang," "bukannya dengan mencari faedahku sendiri, melainkan faedah orang banyak, supaya mereka itu beroleh selamat." I Kor. 9:19; 10:33.
Dalam hal kata hati jiwa itu harus dibiarkan dalam keadaan tidak terkekang. Tidak seorang pun harus mengendalikan pikiran orang lain, menghakimi bagi orang lain, atau menentukan kewajibannya. Allah memberi setiap jiwa kebebasan untuk berpikir, serta mengikuti keyakinannya sendiri. "Masing‑masing kita wajib akan memberi kira‑kira kelak dari hal dirinya sendiri kepada Allah." Tidak seorang pun berhak mencampurkan kepribadiannya sendiri dengan kepribadian orang lain. Dalam segala perkara yang menyangkut prinsip, "Hendaklah masing‑masing yakin di dalam hatinya sendiri." Rom 14:12, 5. Dalam kerajaan Kristus tidak ada penindasan kaum ningrat, tidak ada paksaan untuk budi pekerti. Malaikat‑malaikat surga tidak datang ke dunia untuk memerintah, dan untuk memaksakan penghormatan, melainkan sebagai pesuruh kemurahan, untuk bekerja‑sama dengan manusia dalam mengangkat derajat manusia.
Prinsip‑prinsip dan perkataan dalam ajaran Juruselamat, dalam keindahan Ilahinya, diingat baik‑baik oleh murid‑murid yang kekasih. Sampai pada masa hidupnya yang terakhir, beban kesaksian Yohanes kepada sidang‑sidang ialah, "Karena inilah pesan yang sudah kamu dengar dari mulanya: Bahwa patut kita berkasih‑kasihan sama sendiri." "Dengan yang demikian kita sudah mengetahui kasih yang benar, oleh sebab Ia sudah menyerahkan nyawa‑Nya karena kita; maka patutlah kita pun menyerahkan nyawa kita karena segala saudara." I Yohanes 3: 11, 16. Inilah roh yang meresapi sidang yang mula‑mula. Sesudah kecurahan Roh Kudus, "orang banyak yang sudah percaya itu hidup sehati sejiwa, dan tiada seorang pun menyatakan barang sesuatu yang dipunyainya itu miliknya sendiri." "Maka seorang pun tiada yang berkekurangan di antara mereka itu." "Maka dengan kuasa yang besar rasul‑rasul itu naik saksi tentang kebangkitan Tuhan Yesus, dan besarlah anugerah bagi mereka itu sekalian." Kis. 4:32, 34, 33.