Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Nov 1, 2017

Aleksander III

Aleksander III dari Makedonia  lebih dikenal sebagai Aleksander Agung (bahasa Yunani: Μέγας Ἀλέξανδρος, Mégas Aléxandros) atau Iskandar Agung, adalah raja Kekaisaran Makedonia (bahasa Yunani: 'Βασιλεύς Μακεδόνων'), sebuah negara di daerah timur laut Yunani. Pada usia tiga puluh tahun, dia memimpin sebuah kekaisaran terbesar pada masa sejarah kuno, membentang mulai dari Laut Ionia sampai pegunungan Himalaya. Dia tidak pernah terkalahkan dalam pertempuran dan dianggap sebagai komandan perang terhebat sepanjang masa. Aleksander lahir di Pella pada 356 SM dan merupakan murid seorang filsuf terkenal, Aristoteles. Pada tahun 336 SM Aleksander menggantikan ayahnya, Filipus II dari Makedonia, sebagai pemimpin Makedonia setelah ayahnya dibunuh oleh pembunuh gelap. Filipus sendiri telah menaklukkan sebagian besar negara-kota di daratan utama Yunani ke dalam hegemoni Makedonia, melalui militer dan diplomasi.

Setelah kematian Filipus, Aleksander mewarisi kerajaan yang kuat dan pasukan yang berpengalaman. Dia berhasil mengukuhkan kekuasaan Makedonia di Yunani, dan setelah otoritasnya di Yunani stabil, dia melancarkan rencana militer untuk ekspansi yang tak sempat diselesaikan oleh ayahnya. Pada tahun 334 SM dia menginvasi daerah kekuasaan Persia di Asia Minor dan memulai serangkaian kampanye militer yang berlangsung selama sepuluh tahun. Aleksander mengalahkan Persia dalam sejumlah pertempuran yang menentukan, yang paling terkenal antara lain Pertempuran Issus dan Pertempuran Gaugamela. Aleksander lalu menggulingkan kekuasaan raja Persia, Darius III, dan menaklukkan keseluruhan Kekasiaran Persia (Kekasiaran Akhemeniyah)  Kekaisaran Makedonia kini membentang mulai dari Laut Adriatik sampai Sungai Indus.

Karena berkeinginan mencapai "ujung dunia", Aleksander pun menginvasi India pada tahun 326 SM, namun terpaksa mundur karena pasukannya nyaris memberontak. Aleksander meninggal dunia di Babilonia pada 323 SM, tanpa sempat melaksakan rencana invasi ke Arabia. Setelah kematian Aleksander, meletuslah serangkaian perang saudara yang memecah-belah kekaisarannya menjadi empat negara yang dipimpin oleh Diadokhoi, para jenderal Aleksander. Meskipun terkenal karena penaklukannya, peninggalan Aleksander yang bertahan paling lama bukanlah pemerintahannya, melainkan difusi budaya yang terjadi berkat penaklukannya.

Berkat penaklukan Aleksander, muncul koloni-koloni Yunani di daerah timur yang berujung pada munculnya budaya baru, yaitu perpaduan kebudayaan Yunani, Mediterrania, Mesir, dan Persia yang disebut dengan Peradaban Hellenis atau Hellenisme. Aspek-aspek Hellenis tetap ada dalam tradisi Kekaisaran Bizantium sampai pertengahan abad 15. Pengaruh Hellenisme ini bahkan sampai ke India dan Cina. Khusus di Cina, pengaruh kebudayaan ini dapat ditelusuri di antaranya dengan artefak yang ditemukan di Tunhuang. Aleksander menjadi legenda sebagai pahlawan klasik dan diasosiasikan dengan karakteristik Akhilles. Aleksander juga muncul dalam sejarah dan mitos-mitos di Yunani maupun di luar Yunani. Aleksander menjadi pembanding bagi para jenderal bahkan hingga saat ini,dan banyak Akademi militer di seluruh dunia yang mangajarkan siasat-siasat pertempurannya.

Aleksander selama ekspansinya juga mendirikan beberapa kota yang semuanya dinamai berdasarkan namanya, seperti Aleksandria atau Aleksandropolis. Salah satu dari kota bernama Aleksandria yang berada di Mesir, kelak menjadi terkenal karena perpustakaannya yang lengkap dan bertahan hingga seribu tahun lamanya serta berkembang menjadi pusat pembelajaran terhebat di dunia pada masa itu.

Walaupun hanya memerintah selama 13 tahun, semasa kepemimpinannya ia mampu membangun sebuah imperium yang lebih besar dari setiap imperium yang pernah ada sebelumnya. Pada saat ia meninggal, luas wilayah yang diperintah Aleksander berukuran 50 kali lebih besar daripada yang diwariskan kepadanya serta mencakup tiga benua (Eropa, Afrika, dan Asia). Gelar yang Agung atau Agung di belakang namanya diberikan karena kehebatannya sebagai seorang raja dan pemimpin perang lain serta keberhasilannya menaklukkan wilayah yang sangat luas.

Kelahiran
Aleksander dilahirkan pada tanggal 20 (atau 21) Juli 356 SM, di Pella, ibu kota Kekaisaran Makedonia di Yunani Kuno. Dia terlahir sebagai putra Filipus II, Raja Makedonia. Ibunya adalah istri keempat Filipus, Olympias, putri Neoptolemos I, raja Epiros. Meskipun Filipus memiliki tujuh atau delapan istri ketika itu, namun Olympias adalah istrinya yang paling utama, barangkali karena dia yang melahirkan Aleksander.

Sebagai anggota Wangsa Argead, Aleksander mengklaim diri sebagai keturunan Herakles melalui Karanos dari Makedonia. Dari pihak ibunya dan Aiakid, dia mengklaim diri sebagai keturunan Neoptelemos, putra Akhilles. Keponakan kedua Aleksander adalah jenderal Pyrrhos dari Epiros, yang oleh Hannibal dianggap sebagai komandan sehebat Aleksander atau kedua terhebat setelah Aleksander.

Menurut biografer Yunani kuno, Plutarch, Olympias, pada malam pernikahannya dengan Filipus, bermimpi bahwa rahimnya disambar petir, yang memicu semburan api yang menyebar sampai "jauh dan luas" sebelum padam. Beberapa waktu sebelum pernikahan, dikatakan bahwa Filipus bermimpi melihat dirinya menyegel rahim istrinya dengan menggunakan segel berukir singa. Plutarch mengajukan sejumlah penafsiran tentang mimpi-mimpi itu: bahwa Olympia telah hamil sebelum menikah, ditunjukkan dengan penyegelan rahimnya; atau bahwa ayah Aleksander adalah Zeus. Para sejarawan ada yang berpendapat bahwa Olympias yang ambisius membesar-besarkan cerita mengenai silsilah dewa Aleksander, yang lain berpendapat Olympias memberitahu Aleksander.

Pada hari kelahiran Aleksander, Filipus sedang bersiap-siap untuk mengepung kota Potidea di semenanjung Chalcidike. Pada hari yang sama, Filipus mendapat kabar bahwa jenderalnya Parmenion telah mengalahkan pasukan gabungan Illyria dan Paionia, dan bahwa kuda-kudanya telah memenangkan Olimpiade. Dikatakan pula bahwa pada hari itu, Kuil Artemis di Ephesos salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno-terbakar. Hegesias dari Magnesia berkata bahwa kuil itu terbakar karena dewi Artemis menghadiri kelahiran Aleksander.
Masa anak-anak
Pada usia-usia awal, Aleksander diasuh oleh susternya, Lanike, saudari Kleitos si Hitam, calon sahabat dan jenderal Aleksander pada masa depan. Pada masa anak-anak, Aleksander belajar pada Leonidas yang disiplin, seorang kerabat ibunya. Aleksander juga berguru pada Lysimakhos. Aleksander dbesarkan sebagai bangsawa muda Makedonia, dia belajar membaca, bermain lira, bertarung, dan berburu.

Ketika Aleksander berusia sepuluh tahun, seorang pedagang kuda dari Thessalia menawarkan seekor kuda pada Filipus. Kuda tersebut diberi harga senilai tiga belas talen. Kuda itu tidak mau ditunggangi oleh siapapun, dan Filipus memerintahkannya untuk dibawa pergi. Akan tetapi, Aleksander berkata bahwa rasa takut kuda itu adalah bayangannya sendiri dan meminta kesempatan untuk memunggangi kuda itu. Aleksander berhasil melakukannya. Menurut Plutarch, Filipus, yang merasa sangat senang melihat keberanian dan ambisi Aleksander, langsung mencium putranya itu dan menyatakan: "Putraku, kau harus menemukan kerajaan yang cukup besar untuk ambisimu. Makedonia terlalu kecil untukmu". Setelah itu Filipus membelikan kuda itu untuk Aleksander. Aleksander menamai kuda itu Bukephalas, bermakna "kepala lembu". Bukephalas akan menjadi teman perjalanan Aleksander dalam penaklukannya sampai ke India. Ketika Bukephalas mati (akibat usia tua, menurut Plutarch, karena sudah berusia tiga puluh tahun), Aleksander menamai sebuah kota sesuai nama kudanya (Bukephala).

Masa remaja dan pendidikan

Ketika Aleksander menginjak usia tiga belas tahun, dia membutuhkan pendidikan yang lebih tinggi, maka dia pun mencari tutor. Beberapa calon tutornya antara lain Isokrates dan Speusippos, penerus Plato di Akademi Plato. Pada akhirnya, Filipus menawarkan pekerjaan itu pada Aristoteles, yang menerimanya. Filipus memberikan Kuil Para Nimfa di Mieza sebagai ruang belajar mereka. Sebagai imbalan atas pengajarannya, Filipus bersedia untuk membangun kembali kampung halaman Aristoteles di Stageira, yang pernah dihancurkan olehnya. Filipus merepopulasi kota itu dengan cara membeli dan memerdekakan para bekas warga yang sempat menjadi budak, atau dengan mengampuni para warga yang berada di pengasingan.

Mieza menjadi sekolah asrama bagi Aleksander dan anak-anak bangsawan Makedonia lainnya, misalnya, Ptolemaios, Hephaistion, dan Kassandros. Banyak murid di sana yang belajar bersama Aleksander kelak menjadi sahabat dan jenderalnya, atau yang lebih sering disebut sebagai 'Rekan'. Di Mieza, Aristoteles mengajari Aleksander dan kawan-kawannya pengobatan, moral, filsafat, agama, logika, dan seni. Berkat ajaran Aristoteles, Aleksander menjadi berminat pada karya-karya Homeros, terutama Iliad. Aristoteles memberi satu salinan Iliad pada Aleksander, yang selalu dibawanya dalam kampanye militernya.

Ahli waris Filipus
Awal karier dan bangkitnya Makedonia

Ketika Aleksander menginjak usia enam belas tahun, masa belajarnya pada Aristoteles selesai. Filipus, sang raja, berangkat untuk berperang melawan Byzantion, dan Aleksander ditugaskan untuk mengurus kerajaan. Selama Filipus pergi, suku Maedi Thrakia memberontak menentang kekuasaan Makedonia. Aleksander merespon dengan cepat, dia meredam pemberontakan suku Maedi, mengusir mereka dari wilayah mereka, mengisinya dengan orang-orang Yunani, dan mendirikan kota yang dia namai Alexandropolis.

Setelah Filipus kembali dari Byzantion, dia memberi Aleksander sejumlah kecil pasukan dan mengutusnya untuk mnghentikan suatu pemberontakan di Thrakia selatan. Dalam kampanye lainnya melawa kota Perinthos di Yunani, Aleksander disebutkan menyelamatkan nyawa ayahnya. Sementara itu, kota Amphissa mulai mengolah tanah yang dikeramatkan untuk Apollo di dekat Delphi, suatu pelanggaran yang memberi kesempatan bagi Filipus untuk ikut campur lebih jauh dalam urusan Yunani. Masih berada di Thrakia, Filipus menyuruh Aleksander untuk mulai menghimpun pasukan untuk kampanye di Yunani. Sadar dengan adanya kemungkinan negara-negara Yunani lainnya untuk ikut campur, Aleksander memperlihatkan seolah-olah dia hendak menyerang Illyria. Dalam kekisruhan ini, Illyria mengambil kesempatan untuk menginvasi Makedonia, namun Aleksander berhasil menghalau para penyerang itu.

Pasukan Filipus bergabung dengan Aleksander pada tahun 338 SM, dan mereka bergerak ke selatan menuju Thermopylai, yang mereka lakukan setelah menghadapi perlawanan yang keras kepala dari orang-orang Thebes yang menghuninya. Mereka pergi untuk menduduki kota Elateia, berjarak beberapa hari dari kota Athena dan Thebes. Sementara itu, rakyat Athena, dipimpin oleh Demosthenes, memilih untuk bersekutu dengan Thebes dalam perang melawan Makedonia. Baik Athena dan Filipus kemudian mengirim utusan untuk memperoleh keberpihakan Thebes, dan yang berhasil melakukannya adalah Athena. Filipus bergerak menuju Amphissa (secara teoretis beraksi atas permintaan Liga Amphikyton), menangkap tentara bayaran yang dikirim ke sana oleh Demosthenes, dan menerima penyerahan kota itu. Lalu Filipus kembali ke Elateia dan mengirim penawaran perdamaian untuk yang terakhir kalinya pada Athena dan Thebes, yang berujung pada penolakan kedua kota itu.

Ketika Filipus sedang bergerak ke selatan, dia dihalangi di dekat Khaironeia, Boiotia oleh pasukan Athena dan Thebes. Dalam pertempuran tersebut, Filipus memimpin sayap kanan, dan Aleksander memimpin sayap kiri dengan ditemani oleh para jenderal Filipus yang terpercaya. Berdasarkan sumber-sumber kuno, dua pihak itu bertempur dengan sengit cukup lama. Filipus lalu memerintahkan pasukan di sayap kanan untuk mundur dan memancing hoplite-hoplite Athena supaya mengikutinya dan meninggalkan barisan mereka. Di sayap kiri, Aleksander adalah orang pertama yang berhasil menerobos barisan Thebes, diikuti oleh para jenderal Filipus. Setelah memperoleh terobosan, Filipus memerintahkan pasukannya untuk menekan ke depan dan mengepung musuh. Dengan mundurnya pasukan Athena, pasukan Thebes pun mesti bertempur sendiri; dikeliling oleh musuh, pasukan Thebes pun dikalahkan.

Setelah menang di Khaironeia, Filipus dan Aleksander bergerak tak terhalangi menuju Peloponnesos dan diterima oleh semua kota; namun ketika mereka tiba di Sparta, mereka ditolak dan mereka pun pergi. Di Korinthos, Filipus mendirikan "Aliansi Hellen" (didasarkan pada aliansi anti-Persia dalam Perang Yunani-Persia), dan Filipus diangkat sebagai Hegemon ('Pemimpin Tertinggi') dalam perkumpulan ini, yang oleh para sejarawan modern disebut sebagai Liga Korinthos. Filipus lalu mengumumkan rencananya untuk memimpin perang pembalasan melawan Kekaisaran Akhemeniyah.

Perselisihan
Setelah kembali ke Pella, Filipus jatuh cinta pada Kleopatra Euridike, keponakan salah satu jenderalnya, Attalos. Pernikahan ini membuat posisi Aleksander terhadap takhta menjadi rawan, karena jika Kleopatra Euridike melahirkan seorang putra, maka putra tersebut akan menjadi ahli waris yang sepenuhnya keturunan Makedonia, sedangkan Aleksander hanya separuh berdarah Makedonia.Pada pesta pernikahan, Attalos yang mabuk berdoa pada para dewa semoga pernikahan itu akan menghasilkan ahli waris yang sah untuk takhta Makedonia.

Pada pesta pernikahan Kleopatra, yang dicintai dan dinikahi oleh Filipus, dia (Kelopatra) terlalu muda untuknya, pamannya Attalos dalam mabuknya meminta rakyat Makedonia untuk memohon pada para dewa supaya memberi pewaris yang sah untuk kerajaan melalui keponakannya. Ini membuat Aleksander sangat marah, sehingga dia melempar gelasnya ke kepalanya, "Kau bajingan." katanya, "Apa, lalu aku pewaris yang tidak sah?" Kemudian Filipus bangkit dan hendak berlari pada putranya; namun entah karena keberuntungan, atau karena Filipus terlalau marah, atau karena terlalu mabuk, Filipus terjatuh ke lantai. Aleksander mencelanya, "Lihat itu." katanya, "pria yang bersiap untuk menyeberangi Eropa menuju Asia, terjatuh hanya ketika hendak berpindah kursi.

Pergi dan kembali
Aleksander kabur dari Makedonia bersama ibunya, yang dia titipkan di saudara ibunya di Dodona, ibu kota Epiros. Aleksander sendiri terus pergi ke Illyria, di sana ia meminta suaka pada raja Illyria dan diperlakukan sebagai tamu oleh rakyat Illyria meskipun Aleksander pernah mengalahkan Illyria dalam pertempuran beberapa tahun sebelumnya. Namun, Filipus masih ingin mengakui Aleksander sebagai putranya, sehingga Aleksander kembali ke Makedonia setelah enam bulan kabur. Dia kembali berkat sahabat keluarganya, Demaratos dari Korinthos, yang melakukan mediasi antara kedua belah pihak.

Setahun kemudian, satrap (gubernur) Persia di Karia, Pixodaros, menawarkan putri sulungnya pada saudara tiri Aleksander, Filipus Arrhidaios. Olympias dan beberapa sahabat Aleksander menduga bahwa tindakan itu menunjukkan Filipus berniat mengangkat Arrhidaios sebagai ahli warisnya. Aleksander bereaksi dengan mengirim seorang aktor, Thessalos dari Korinthos, untuk memberitahu Pixodaros bahwa dia seharusnya tidak menawarkan putrinya pada putra raja yang tidak sah, melainkan pada Aleksander. Ketika Filipus mengetahui ini, dia menghentikan negosiasi dan memarahi Aleksander yang ingin menikahi putri orang Karia. Filipus menjelaskan bahwa dia ingin perempuan yang lebih baik untuk Aleksander. Filipus lalu mengasingkan empat kawan Aleksander, yaitu Harpalos, Neiarkhos, Ptolemaios dan Erigyios. Sedangan Thessalos dibawa ke hadapan Filipus dalam keadaan dirantai.

No comments: