William Shakespeare (dibaptis 26 April 1564 – 23 April 1616) adalah seorang pujangga, dramawan, dan aktor Inggris, secara luas dianggap sebagai penulis drama berbahasa Inggris terhebat dan dramawan terbesar di dunia. Ia sering disebut sebagai penyair nasional Inggris dan dijuluki "Pujangga dari Avon". Karya-karyanya yang masih ada, termasuk karya kolaborasi, terdiri dari sekitar 39 drama, 154 soneta, dua sajak naratif, dan sejumlah syair lainnya, beberapa di antaranya dengan kepenulisan yang diperdebatkan. Dramanya telah diterjemahkan ke dalam setiap bahasa hidup dan dipentaskan di panggung lebih sering daripada penulis drama lainnya.
Shakespeare lahir dan besar di Stratford-upon-Avon, Warwickshire. Pada usia 18 tahun, ia menikah dengan Anne Hathaway, dan memiliki tiga anak: Susanna dan si kembar Hamnet dan Judith. Antara tahun 1585 dan 1592, ia memulai karier yang sukses sebagai aktor, penulis, dan pemilik perusahaan drama bernama Lord Chamberlain's Men, yang kelak berganti nama menjadi King's Men. Pada usia 49 tahun (kira-kira tahun 1613), ia pensiun dan pindah ke Stratford, tempat ia meninggal dunia tiga tahun kemudian. Beberapa catatan mengenai kehidupan pribadi Shakespeare tetap bertahan, menimbulkan spekulasi yang cukup besar terkait hal-hal seperti penampilan fisik, seksualitas, kepercayaan agama, dan permasalahan karya-karyanya yang diduga ditulis oleh orang lain. Teori-teori tersebut sering kali dikritik karena gagal membuktikan secara jelas, berhubung hanya sedikit catatan mengenai kehidupan rakyat biasa yang bertahan pada masa itu.
Shakespeare menulis sebagian besar karya terkenalnya antara tahun 1589 dan 1613. Drama-drama awal yang ditulisnya bergenre komedi dan sejarah dan dianggap sebagai beberapa karya terbaik yang ditulis dalam genre tersebut. Sampai tahun 1608, ia umumnya menulis drama tragedi, di antaranya Hamlet, Othello, King Lear, dan Macbeth, semuanya dianggap sebagai karya terbaik yang ditulis dalam bahasa Inggris. Pada masa terakhir hidupnya, ia menulis tragikomedi (juga dikenal sebagai romansa) dan berkolaborasi dengan penulis drama lain.
Pada masa hidupnya, kebanyakan drama Shakespeare diterbitkan dalam edisi dengan kualitas dan akurasi yang beragam. Tetapi, pada 1623, dua rekan aktor dan kolega Shakespeare, John Heminges dan Henry Condell, menerbitkan teks drama definitif yang dikenal dengan Folio Pertama, edisi kumpulan drama yang merangkum hampir semua drama Shakespeare. Edisi ini diawali dengan puisi karya Ben Jonson, yang sebelumnya memuji Shakespeare dalam kutipan terkenal "bukan hanya sepanjang zaman, tetapi sepanjang masa."
Sepanjang abad ke-20 dan ke-21, karya-karya Shakespeare terus diadaptasi dan diteliti kembali oleh gerakan-gerakan baru dalam bidang teater dan akademis. Dramanya tetap populer dan dipelajari, dipentaskan, dan ditafsirkan kembali melalui berbagai konteks budaya dan politik di seluruh dunia.
Kehidupan awal
William Shakespeare adalah putra dari pasangan John Shakespeare, seorang pamong desa dan pembuat sarung tangan sukses yang berasal dari Snitterfield, dan Mary Arden, putri seorang petani dan tuan tanah kaya. Ia lahir di Stratford-upon-Avon dan dibaptis di sana pada tanggal 26 April 1564. Tanggal kelahirannya yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi secara tradisional disepakati tanggal 23 April, bertepatan dengan Hari Santo George. Tanggal ini, yang awalnya muncul akibat kesalahan riset para pakar pada abad ke-18, telah menarik minat para penulis biografi karena Shakespeare meninggal dunia pada tanggal yang sama tahun 1616. Ia adalah anak ketiga dari delapan bersaudara, dan anak laki-laki tertua yang masih hidup.
Meskipun tidak ada catatan persekolahan yang ditemukan pada periode tersebut, kebanyakan penulis biografi sepakat bahwa Shakespeare kemungkinan bersekolah di King's New School di Stratford, sebuah sekolah gratis yang didirikan pada tahun 1553, berjarak sekitar seperempat mil (400 m) dari rumahnya. Kualitas sekolah umum bervariasi pada era Elizabeth, tetapi kurikulum sekolah pada umumnya sama; penggunaan bahasa Latin dasar yang distandarkan oleh dekret kerajaan, dan sekolah akan mengajarkan pendidikan intensif mengenai tata bahasa yang mengacu pada karya-karya penulis klasik Latin.
Pada usia 18 tahun, Shakespeare menikah dengan Anne Hathaway yang berusia 26 tahun. Pengadilan konsistori Keuskupan Anglikan Worcester mengeluarkan surat nikah tanggal 27 November 1582. Upacara pemberkatan pernikahan mereka kemungkinan diadakan dengan tergesa-gesa, karena kanselir Worcester mengizinkan janji pernikahan dibacakan satu kali, bukannya tiga kali seperti biasanya. Enam bulan setelah pernikahan, Anne melahirkan seorang anak perempuan, Susanna, yang dibaptis tanggal 26 Mei 1583. Anak kembar mereka, Hamnet dan Judith, lahir hampir dua tahun kemudian dan dibaptis tanggal 2 Februari 1585. Hamnet meninggal dunia karena sebab yang tidak diketahui pada usia 11 tahun dan dimakamkan pada 11 Agustus 1596.
Setelah kelahiran si kembar, Shakespeare meninggalkan sedikit jejak sejarah sampai ia diketahui menjadi bagian dari pementasan teater London pada 1592. Pengecualian adalah kemunculan namanya dalam berkas kasus hukum "undang-undang komplain" di hadapan pengadilan kerajaan di Westminster pada Masa Michaelmas tahun 1588 dan 9 Oktober 1589. Para pakar menyebut tahun antara 1585 dan 1592 sebagai "tahun-tahun Shakespeare yang hilang." Penulis biografi yang mencoba mencari tahu "tahun-tahun yang hilang" ini menemukan banyak kisah-kisah apokrifa. Nicholas Rowe, penulis biografi pertama Shakespeare, menjelaskan mengenai desas-desus di Stratford bahwa Shakespeare melarikan diri dari kampungnya ke London untuk menghindari tuntutan karena berburu di perkebunan milik pejabat setempat bernama Thomas Lucy. Shakespeare juga berniat membalas dendam pada Lucy dengan menulis balada kasar mengenai dirinya. Cerita abad ke-18 lainnya adalah Shakespeare memulai karier teatrikalnya dengan merawat kuda-kuda pengunjung teater di London. John Aubrey melaporkan bahwa Shakespeare adalah seorang kepala sekolah di desanya. Beberapa cendekiawan abad ke-20 menyatakan bahwa Shakespeare kemungkinan dipekerjakan sebagai kepala sekolah oleh Alexander Hoghton dari Lancashire, seorang tuan tanah Katolik yang menulis nama "William Shakeshafte" dalam surat wasiatnya. Terdapat sedikit bukti yang mendukung kisah-kisah tersebut selain kabar angin yang dikumpulkan setelah kematian Shakespeare, dan Shakeshafte adalah nama yang umum di wilayah Lancashire.
London dan karier teatrikal
Tidak diketahui secara pasti kapan Shakespeare mulai menulis drama, tetapi alusi kontemporer dan catatan pementasan teater menunjukkan bahwa beberapa dramanya sudah dimainkan di pentas London pada tahun 1592. Pada saat itu, ia cukup dikenal di London dan dicemooh oleh dramawan Robert Greene dalam buku Groats-Worth of Wit karangannya:
... Gagak pemula ini, dipercantik oleh bulu-bulu kita, dengan hati Macan terbungkus kulit pemain, mengira ia mampu meledakkan syair kosong sebaik Anda: dan menjadi Johannes factotum absolut, dengan kesombongannya atas adegan-Shake di negara ini.
Para pakar berbeda pendapat dalam memaknai kata-kata Greene, tetapi sebagian besar setuju bahwa Greene menuding Shakespeare lebih terkenal dari dirinya dan berupaya menyejajarkan diri dengan penulis lulusan universitas seperti Christopher Marlowe, Thomas Nashe, dan Greene sendiri (yang disebut "University Wits"). Ungkapan yang dicetak miring memarodikan kalimat "Oh, hati macan terbungkus kulit wanita" dari drama Shakespeare Henry VI, Bagian 3, beserta kata "adegan-Shake", yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Shakespeare adalah target cemoohan Greene. Kata Johannes Factotum ("Jack of all trades") mengacu pada pengoceh kelas teri dengan karya orang lain, bukannya "kejeniusan universal" yang lebih umum.
Serangan Greene adalah penyebutan paling awal mengenai karya Shakespeare di dunia teater. Para penulis biografi berpendapat bahwa karier Shakespeare mungkin telah dimulai dari pertengahan 1580-an hingga sesaat sebelum pernyataan Greene. Setelah tahun 1594, drama Shakespeare tercatat hanya dipentaskan oleh Lord Chamberlain's Men, sebuah perusahaan drama yang dimiliki oleh sekelompok pemain, termasuk Shakespeare, yang dengan cepat menjadi rombongan drama terkemuka di London. Setelah kematian Ratu Elizabeth pada tahun 1603, perusahaan ini dianugerahi paten kerajaan oleh Raja James I, dan berganti nama menjadi King's Men
Pada 1599, sebagian anggota King's Men mendirikan teater sendiri di tepi selatan Sungai Thames, yang diberi nama Globe. Pada 1608, perusahaan ini juga mengambil alih teater tertutup Blackfriars. Catatan yang masih ada mengenai pembelian dan investasi properti yang dilakukan Shakespeare menunjukkan bahwa hubungannya dengan rombongan drama ini membuatnya menjadi kaya raya, dan pada 1597, ia membeli rumah termewah kedua di Stratford, New Place, dan pada 1605, ia berinvestasi dalam pengelolaan persepuluhan sejumlah paroki di Stratford.
Beberapa drama Shakespeare diterbitkan dalam edisi kuarto, yang dimulai pada 1594. Pada 1598, namanya telah menjadi titik penjualan dan mulai muncul pada halaman judul. Shakespeare terus bermain dalam dramanya sendiri dan mulai bermain untuk dramawan lain setelah kesuksesannya sebagai penulis drama. Dalam buku kumpulan drama Works edisi 1616 karya Ben Jonson, tercatat nama Shakespeare sebagai pemain untuk Every Man in His Humour (1598) dan Sejanus His Fall (1603). Tidak tercantumnya nama Shakespeare di daftar pemain drama Volpone karya Jonson dianggap oleh sejumlah pakar sebagai tanda bahwa karier aktingnya mendekati akhir. Tetapi, Folio Pertama pada tahun 1623 menyebutkan Shakespeare sebagai salah seorang "aktor utama dalam semua drama", beberapa di antaranya dipentaskan setelah Volpone, meskipun tidak diketahui pasti peran apa yang dia mainkan. Pada 1610, John Davies dari Hereford menulis bahwa "Will yang baik" memainkan peran "raja." Pada 1709, Rowe mengungkapkan bahwa Shakespeare berperan sebagai hantu ayah Hamlet. Pernyataan selanjutnya menjelaskan Shakespeare juga memerankan Adam dalam As You Like It, dan Chorus dalam Henry V, ] meskipun para pakar meragukan sumber informasi tersebut.
Sepanjang kariernya, Shakespeare menghabiskan waktunya dengan bepergian antara London dan Stratford. Pada tahun 1596, tahun sebelum ia membeli New Place sebagai rumah keluarganya di Stratford, Shakespeare tinggal di paroki St. Helen, Bishopsgate, di sebelah utara Sungai Thames. Ia pindah ke seberang sungai di Southwark pada tahun 1599, tahun yang sama ketika perusahaan dramanya membangun Globe Theatre di sana. Pada 1604, ia pindah lagi ke sebelah utara Sungai Thames, dekat Katedral Santo Paulus. Di sana, ia menyewa kamar dari seorang Huguenot Prancis bernama Christopher Mountjoy, yang berprofesi sebagai pembuat wig wanita dan penutup kepala lainnya.
Tahun-tahun akhir dan kematian
Rowe adalah penulis biografi pertama yang menulis, diikuti oleh Johnson, bahwa Shakespeare pensiun dan pindah ke Stratford "beberapa tahun sebelum kematiannya". Ia masih bekerja sebagai aktor di London pada tahun 1608; Cuthbert Burbage mengungkapkan pada tahun 1635 bahwa setelah membeli Blackfriars Theatre pada tahun 1608 dari Henry Evans, King's Men "mempekerjakan para pemain pria" di sana," yang mencakup Heminges, Condell, Shakespeare, dll." Tetapi, wabah pes berjangkit di London sepanjang tahun 1609. Teater umum di London berulang kali ditutup selama terjadinya wabah (ditutup selama 6 bulan antara bulan Mei 1603 sampai Februari 1610), yang mengakibatkan tidak adanya pementasan drama. Pensiun dari semua pekerjaan merupakan hal yang tidak biasa pada masa itu. Shakespeare terus mengunjungi London selama tahun 1611–1614. Pada tahun 1612, ia dipanggil sebagai saksi dalam persidangan Bellott v. Mountjoy, sebuah kasus pengadilan mengenai penyelesaian perkawinan putri Mountjoy, Mary. Pada bulan Maret 1613, ia membeli sebuah rumah jaga di bekas biara Blackfriars; dan dari November 1614, ia berada di London selama beberapa minggu bersama menantunya, John Hall. Setelah tahun 1610, Shakespeare menulis lebih sedikit drama, dan tidak ada informasi mengenai dirinya setelah tahun 1613. Tiga drama terakhirnya adalah drama kolaborasi, kemungkinan bersama John Fletcher, yang menggantikannya sebagai penulis drama di King's Men.
Shakespeare meninggal dunia tanggal 23 April 1616, pada usia 52 tahun. Ia meninggal dunia sebulan setelah menandatangani surat wasiatnya, sebuah dokumen yang dimulainya dengan menjelaskan bahwa dirinya berada dalam "kesehatan yang sempurna". Tidak ada sumber kontemporer yang menjelaskan bagaimana atau kenapa ia meninggal. Setengah abad kemudian, John Ward, vikaris Stratford, menulis di buku catatannya: "Shakespeare, Drayton, dan Ben Jonson mengadakan pertemuan yang meriah dan, sepertinya, minum terlalu banyak, karena Shakespeare meninggal dunia karena serangan demam di sana", bukan skenario yang mustahil karena Shakespeare mengenal Jonson dan Drayton. Mengutip kata-kata penghormatan dari sesama penulis, seseorang merujuk pada kematiannya yang relatif mendadak: "Kami bertanya-tanya, Shakespeare, Anda pergi begitu cepat / Dari panggung dunia ke ruang kuburan yang melelahkan."
Shakespeare meninggalkan seorang istri dan dua putri. Susanna menikah dengan seorang dokter, John Hall, pada tahun 1607, dan Judith menikah dengan Thomas Quiney, seorang pengusaha anggur, dua bulan sebelum kematian Shakespeare. Shakespeare meneken surat wasiat terakhirnya tanggal 25 Maret 1616; esoknya, menantu barunya, Thomas Quiney, dituduh menjadi ayah dari anak tidak sah Margaret Wheeler, yang meninggal dunia saat melahirkan. Thomas diperintahkan oleh pengadilan gereja untuk melakukan penebusan dosa di depan umum, yang menjadi aib memalukan bagi keluarga Shakespeare.
Shakespeare mewariskan sebagian besar tanah yang dimilikinya kepada putrinya sulungnya, Susanna, dengan ketentuan bahwa ia kelak akan mewariskannya secara utuh kepada "putra pertama yang dilahirkannya." Keluarga Quineys memiliki tiga anak, semuanya meninggal dunia sebelum menikah. Keluarga Hall memiliki satu anak, Elizabeth, yang menikah dua kali tetapi meninggal dunia tanpa memiliki anak pada tahun 1670, memutus garis keturunan langsung Shakespeare. Surat wasiat Shakespeare hampir tidak menyebutkan istrinya, Anne, yang secara hukum berhak atas kepemilikan sepertiga dari tanah miliknya. Tetapi, ia memutuskan untuk memberi istrinya "ranjang terbaik keduanya", sebuah warisan yang menimbulkan banyak spekulasi. Beberapa pakar menganggap warisan tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap Anne, sedangkan pakar lainnya percaya bahwa ranjang terbaik kedua adalah ranjang matrimonial dan oleh sebab itu sarat akan makna.
Shakespeare dimakamkan di panti imam Gereja Trinitas Suci dua hari setelah kematiannya. Epitaf diukir pada lempengan batu yang menutupi makamnya, termasuk kata-kata kutukan jika ada yang memindahkan tulangnya, yang dijaga dengan hati-hati saat perbaikan gereja pada tahun 2008:
Good frend for Iesvs sake forbeare,
To digg the dvst encloased heare.
Bleste be yͤ man yͭ spares thes stones,
And cvrst be he yͭ moves my bones.
(Ejaan modern: Good friend, for Jesus' sake forbear, / To dig the dust enclosed here. / Blessed be the man that spares these stones, / And cursed be he that moves my bones. (Indonesia): Sahabat yang baik, demi Yesus yang penyabar, / Untuk menggali debu yang menutupi makam ini. / Terberkatilah orang yang menyelamatkan nisan ini, / Dan terkutuklah orang yang memindahkan tulang-belulangku)
Suatu waktu sebelum tahun 1623, sebuah monumen penguburan didirikan di makamnya di sebelah dinding utara, menggambarkan setengah badan dirinya sedang menulis. Plakat yang ditulis menyejajarkan dirinya dengan Nestor, Socrates, dan Virgil. Pada tahun 1623, bersamaan dengan penerbitan Folio Pertama, lukisan Droeshout juga dipublikasikan.
Shakespeare telah dikenang dalam banyak patung dan memorial di seluruh dunia, termasuk monumen pemakaman di Katedral Southwark dan Poets' Corner di Biara Westminster.
Drama
Kebanyakan penulis drama pada periode ini berkolaborasi dengan penulis drama lainnya, dan para kritikus sepakat bahwa Shakespeare juga melakukan hal yang sama, terutama pada masa-masa awal dan akhir kariernya.
Karya-karya pertama Shakespeare yang tercatat adalah Richard III dan tiga bagian Henry VI, yang ditulis pada awal 1590-an pada masa berkembangnya tren drama sejarah. Sulit untuk menelusuri tanggal penulisan drama-drama Shakespeare secara pasti, dan kajian terhadap teks drama menunjukkan bahwa Titus Andronicus, The Comedy of Errors, The Taming of the Shrew, dan The Two Gentlemen of Verona kemungkinan juga termasuk drama-drama awal yang ditulis Shakespeare. Drama sejarah pertamanya sangat mirip dengan Chronicles of England, Scotland, and Ireland edisi 1587 karya Raphael Holinshed, yang mendramatisasi kehancuran pemerintahan lemah dan korup dan ditafsirkan sebagai pembenaran bagi asal-usul dinasti Tudor. Drama-drama awal Shakespeare dipengaruhi oleh karya dramawan era Elizabeth lainnya, terutama Thomas Kyd dan Christopher Marlowe, oleh tradisi-tradisi drama abad pertengahan, dan oleh drama-drama karya Seneca. The Comedy of Errors juga terinspirasi dari drama klasik, tetapi tidak ada sumber inspirasi yang ditemukan untuk The Taming of the Shrew, meskipun ada sedikit kaitan dengan drama lain berjudul sama dan kemungkinan terinspirasi dari cerita rakyat. The Two Gentlemen of Verona, yang menceritakan mengenai dua sahabat yang merencanakan pemerkosaan, dan cerita pada drama Shrew mengenai pelemahan semangat independen wanita oleh pria terkadang menyusahkan para kritikus, sutradara, dan penonton modern dalam mengategorikan drama Shakespeare.
Drama komedi Italia dan klasik awal Shakespeare, yang memuat plot ganda padat dan sekuens komikal yang pas, memberi jalan pada genre drama romantis yang terkenal pada pertengahan 1590-an. A Midsummer Night's Dream merupakan campuran antara genre romansa, sihir peri, dan adegan komikal dangkal. Drama komedi romansa Shakespeare berikutnya, Merchant of Venice, menceritakan mengenai rentenir Yahudi Shylock, yang mencerminkan pandangannya terhadap era Elizabeth tetapi agak merendahkan penonton modern. Kecerdasan dan permainan kata-kata dalam drama Much Ado About Nothing, latar perdesaan yang memesona dalam As You Like It, dan penggambaran kehidupan meriah dalam Twelfth Night melengkapi rangkaian drama komedi hebat yang ditulis Shakespeare. Setelah Richard II yang liris, yang hampir keseluruhan bagiannya ditulis dalam bentuk syair, Shakespeare memperkenalkan komedi prosa ke dalam genre sejarah pada akhir 1590-an, beserta Henry IV, bagian 1 dan 2, dan Henry V. Karakter dalam drama Shakespeare menjadi lebih kompleks dan lembut ketika beralih ke adegan-adegan serius dan komikal, prosa dan puitis, dan mencapai variasi naratif pada karya dewasanya. Periode ini dimulai dan berakhir dengan menghasilkan dua drama tragedi, yaitu Romeo and Juliet, drama tragedi romantis terkenal mengenai remaja, cinta, dan kematian yang bermuatan seksual; dan Julius Caesar—diangkat dari terjemahan Parallel Lives karya Plutarch oleh Thomas North pada tahun 1579—yang memperkenalkan genre drama baru. menurut pakar James Shapiro, dalam Julius Caesar, "berbagai alur politik, karakter, kekuatan batin, peristiwa-peristiwa kontemporer, bahkan refleksi Shakespeare mengenai penulisan, mulai saling meresapi."
Pada awal abad ke-17, Shakespeare menulis genre yang kelak disebut "drama masalah", termasuk Measure for Measure, Troilus and Cressida, dan All's Well That Ends Well, serta sejumlah drama tragedi yang terkenal. Kebanyakan kritikus meyakini bahwa drama tragedi terbesar Shakespeare merupakan puncak dari bakat seninya. Pahlawan tituler dari salah satu drama tragedi terbesar Shakespeare, Hamlet, telah dibahas lebih sering dari karakter Shakespeare lainnya, terutama karena senandika terkenalnya, "Berhasil atau tidak; itulah permasalahannya". Tidak seperti Hamlet yang tertutup dan penuh keraguan, karakter pahlawan tragedi lainnya, Othello dan King Lear, mengalami kegagalan karena keputusan yang gegabah. Plot tragedi Shakespeare sering kali bergantung pada kesalahan fatal atau cela, yang mengacaukan ketertiban dan menghancurkan karakter utama dan orang-orang yang ia cintai. Dalam Othello, penjahat Iago memicu timbulnya kecemburuan seksual pada Othello sehingga ia membunuh istri tidak bersalah yang mencintainya. Dalam King Lear, sang raja tua melakukan kesalahan tragis dengan menyerahkan kekuasaannya, mengawali peristiwa yang mengarah pada penyiksaan yang menyebabkan kebutaan Patih Gloucester dan pembunuhan putri bungsu Lear, Cordelia. Menurut kritikus Frank Kermode, "drama tersebut tidak menggambarkan karakter yang baik atau memberi contoh apapun bagi para penontonnya karena kekejamannya." Dalam Macbeth, drama tragedi Shakespeare yang paling pendek dan padat, ambisi tak terkendali menghasut Macbeth dan istrinya, Lady Macbeth, untuk membunuh raja yang sah dan merebut takhta, hingga pada akhirnya mereka terpuruk karena kesalahan mereka sendiri. Dalam drama ini, Shakespeare menambahkan elemen supernatural ke dalam struktur tragis. Drama tragedi besar terakhirnya, Antony and Cleopatra dan Coriolanus, memuat beberapa sajak terbaik Shakespeare dan dianggap sebagai drama tragedi yang paling sukses oleh penyair dan kritikus T.S. Eliot.
Dalam periode terakhir kariernya, Shakespeare beralih ke genre romansa atau tragikomedi dan menyelesaikan tiga drama utama: Cymbeline, The Winter's Tale, dan The Tempest, serta drama kolaborasi, Pericles, Prince of Tyre. Drama-drama tersebut kurang gelap dibandingkan dengan drama-drama tragedinya, dan suasananya lebih suram daripada drama komedinya tahun 1590-an, tetapi berakhir dengan rekonsiliasi atau pengampunan kesalahan penyebab tragedi. Beberapa pakar memandang perubahan suasana hati ini sebagai bukti bahwa pandangan hidup Shakespeare menjadi lebih tenang, tetapi bisa jadi hal tersebut hanya untuk menyesuaikan dengan tren teater pada masa itu. Shakespeare berkolaborasi dengan penulis lain pada dua drama berikutnya, Henry VIII dan The Two Noble Kinsmen, kemungkinan dengan John Fletcher.
Pementasan
Pada awalnya, tidak diketahui untuk rombongan sandiwara apa Shakespeare menulis drama-dramanya. Halaman judul Titus Andronicus edisi 1594 mengungkapkan bahwa drama tersebut telah dipentaskan oleh tiga rombongan berbeda. Setelah wabah pada 1592-1593, drama Shakespeare dipentaskan oleh rombongannya sendiri di The Theatre dan Curtain di Shoreditch, sebelah utara Thames. Warga London berbondong-bondong ke sana untuk menonton bagian pertama Henry IV. Leonard Digges menulis, "Biarkan Falstaff datang, Hal, Poins, sisanya ... dan kalian yang tidak cukup kaya akan punya kamar." Ketika rombongan berselisih dengan pemilik tanah, mereka merobohkan The Theatre dan menggunakan kayu untuk membangun Globe Theatre, teater pertama yang dibangun oleh para aktor untuk aktor, di sisi selatan Sungai Thames, Southwark. The Globe dibuka pada musim gugur 1599, dengan Julius Caesar menjadi drama pertama yang dipentaskan. Sebagian besar drama terbesar Shakespeare setelah tahun 1599 ditulis untuk Globe, termasuk Hamlet, Othello, dan King Lear.
Setelah Lord Chamberlain's Men berganti nama menjadi King's Men pada 1603, rombongan menjalin hubungan khusus dengan Raja James yang baru naik takhta. Meskipun catatan pementasan mereka tidak lengkap, King's Men telah mementaskan tujuh drama Shakespeare di istana antara 1 November 1604 hingga 31 Oktober 1605, termasuk dua pementasan The Merchant of Venice. Setelah 1608, mereka tampil di Blackfriars Theatre yang tertutup sepanjang musim dingin dan di Globe sepanjang musim panas. Latar dalam ruangan, dikombinasikan dengan tren teater topeng pada era Jacob, memungkinkan Shakespeare untuk memperkenalkan perangkat panggung yang lebih rumit. Dalam Cymbeline, misalnya, Jupiter turun ke panggung "dalam rangkaian guntur dan kilat, duduk di atas rajawali: ia melontarkan petir. Para hantu jatuh berlutut."
Para aktor dalam rombongan Shakespeare meliputi Richard Burbage yang terkenal, William Kempe, Henry Condell dan John Heminges. Burbage memainkan peran utama pada kebanyakan pementasan drama Shakespeare, termasuk Richard III, Hamlet, Othello, dan King Lear. Aktor komikal populer Will Kempe memerankan pelayan Peter dalam Romeo and Juliet dan Dogberry dalam Much Ado About Nothing, beserta karakter lainnya. Ia digantikan pada tahun 1600 oleh Robert Armin, yang memainkan peran seperti Touchstone dalam As You Like It dan si bodoh dalam King Lear. Pada tahun 1613, Sir Henry Wotton menulis bahwa Henry VIII "dipentaskan dengan upacara yang penuh kemegahan." Tetapi, pada tanggal 29 Juni, meriam membakar jerami di Globe dan menghanguskan teater tersebut.
Sumber tekstual
Pada 1623, John Heminges dan Henry Condell, dua kolega Shakespeare dari King's Men, menerbitkan Folio Pertama, edisi kumpulan drama Shakespeare. Edisi ini berisi 36 teks drama, termasuk 18 drama yang dicetak untuk pertama kalinya. Kebanyakan drama sudah muncul dalam versi kuarto buku tipis dari lembaran kertas yang dilipat ganda untuk menjadikannya empat halaman. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Shakespeare menyetujui edisi-edisi ini, Folio Pertama digambarkan sebagai "salinan gelap dan diam-diam." Shakespeare juga tidak merencanakan atau mengharapkan karya-karyanya dipertahankan dalam bentuk apa pun; karya-karya tersebut kemungkinan besar akan lenyap, tetapi karena gagasan spontan koleganya setelah kematiannya, maka terbitlah Folio Pertama.
Alfred Pollard menyebut beberapa versi yang dipublikasikan sebelum tahun 1623 sebagai "kuarto yang buruk" karena teks drama yang diadaptasi, diparafrasakan, atau diotak-atik, kemungkinan telah direkonstruksi di beberapa bagian. Dari beberapa versi drama yang berhasil diselamatkan, masing-masingnya berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini mungkin berasal dari kesalahan penyalinan atau pencetakan, dari catatan oleh para aktor atau penonton, atau dari draf drama Shakespeare sendiri. Dalam beberapa kasus, misalnya Hamlet, Troilus and Cressida, dan Othello, Shakespeare merevisi sendiri teks-teks drama antara edisi kuarto dan folio. Tetapi, dalam kasus King Lear, kebanyakan edisi modern mengacaukan susunan teksnya; versi folio 1623 sangat berbeda dengan versi kuarto 1608 sehingga Oxford Shakespeare mencetak keduanya, dengan alasan bahwa versi tersebut tidak bisa digabungkan tanpa menimbulkan kebingungan.
Sajak
Pada tahun 1593 dan 1594, ketika teater ditutup karena wabah, Shakespeare menerbitkan dua sajak naratif bertema seksual, yakni Venus and Adonis dan The Rape of Lucrece. Ia mendedikasikan sajaknya untuk Henry Wriothesley, Earl dari Southampton. Dalam Venus and Adonis, diceritakan bahwa Adonis yang lugu menolak perkembangan seksual Venus; sedangkan dalam The Rape of Lucrece, Lucrece, istri yang saleh, diperkosa oleh Tarquin yang penuh nafsu. Dipengaruhi oleh Metamorphoses karya Ovid, sajak-sajak tersebut menggambarkan rasa bersalah dan kebingungan moral akibat nafsu yang tidak terkendali. Kedua sajak tersebut cukup populer dan sering dicetak ulang semasa hidup Shakespeare. Sajak naratif ketiga, A Lover's Complaint, mengisahkan mengenai seorang gadis yang menyesali bujuk rayu seorang pria, dicetak dalam edisi pertama Sonnets pada tahun 1609. Sebagian besar pakar saat ini sepakat bahwa Shakespeare menulis A Lover's Complaint. Para kritikus menganggap bahwa kualitas sajaknya yang bagus dirusak oleh efek kelam. The Phoenix and the Turtle, dicetak dalam Love's Martyr karya Robert Chester pada tahun 1601, menceritakan mengenai kedukaan atas kematian burung phoenix legendaris dan kekasihnya, burung merpati yang setia. Pada tahun 1599, dua konsep awal soneta 138 dan 144 muncul dalam The Passionate Pilgrim, diterbitkan dengan nama Shakespeare tetapi tanpa izin darinya.
Soneta
Diterbitkan pada 1609, Sonnets adalah karya nondrama Shakespeare terakhir yang dicetak. Para pakar tidak sepakat mengenai kapan ke-154 soneta Shakespeare ditulis, tetapi bukti menunjukkan bahwa Shakespeare menulis soneta di sepanjang kariernya hanya untuk pembacaan pribadi. Sebelum dua soneta tidak resmi muncul dalam The Passionate Pilgrim pada 1599, Francis Meres menyebutkan pada 1598 mengenai pembacaan "soneta manis Shakespeare di kalangan teman-teman pribadinya." Beberapa pakar percaya bahwa koleksi soneta yang diterbitkan mengikuti sekuens yang direncanakan oleh Shakespeare. Shakespeare tampaknya telah merencanakan dua seri soneta yang berbeda: satu mengenai nafsu tak terkendali seorang wanita kulit hitam yang sudah menikah ("dark lady"), dan satu lagi mengenai konflik asmara pada seorang pemuda baik-baik ("fair youth"). Masih belum jelas apakah tokoh-tokoh ini mewakili individu sebenarnya, atau apakah tokoh "aku" mewakili Shakespeare sendiri, meskipun Wordsworth yakin bahwa melalui soneta, "Shakespeare membuka hatinya."
"Haruskah aku membandingkanmu dengan hari-hari musim panas?
Dirimu lebih cantik dan lebih beriklim ..."
—Sajak dari Soneta 18 Shakespeare.
Edisi 1609 didedikasikan untuk "Mr. W.H.", yang dikreditkan sebagai "satu-satunya penikmat" sajak tersebut. Tidak diketahui apakah ini ditulis oleh Shakespeare sendiri atau oleh penerbit, Thomas Thorpe, yang inisialnya muncul pada catatan kaki halaman penahbisan; tidak diketahui juga siapakah Mr. W.H. tersebut, terlepas dari banyak teori, atau apakah Shakespeare mengizinkan penerbitan soneta tersebut. Para kritikus memuji Sonnets, menyebutnya sebagai meditasi mendalam mengenai sifat cinta, hasrat seksual, prokreasi, maut, dan waktu.
Gaya
Drama pertama Shakespeare ditulis dengan gaya bahasa yang umum dipakai pada masa itu. Ia menulis dramanya dalam bahasa bergaya yang tidak selalu muncul secara alami sesuai kebutuhan karakter atau drama. Penulisan sajak bergantung pada perluasan metafora dan konseto yang rumit, dan gaya bahasanya umumnya bersifat retorik—ditulis bagi para aktor untuk dideklamasikan, bukannya diucapkan. Dialog agung dalam Titus Andronicus, menurut pandangan beberapa kritikus, sering kali menghalangi aksi, misalnya; syair dalam The Two Gentlemen of Verona yang dianggap kaku.
Bagaimanapun juga, Shakespeare mulai menyesuaikan gaya tradisional untuk kepentingannya sendiri. Senandika pembuka Richard III berakar dari peristiwa deklarasi diri Vice dalam drama abad pertengahan. Pada waktu bersamaan, kesadaran diri Richard yang garang dilanjutkan pada senandika drama-drama dewasa Shakespeare. Tidak ada drama tunggal yang menandai perubahan dari gaya tradisional ke gaya yang lebih bebas. Shakespeare menggabungkan kedua gaya ini di sepanjang kariernya, Romeo and Juliet merupakan contoh terbaik dari pencampuran gaya ini. Pada saat pementasan Romeo and Juliet, Richard II, dan A Midsummer Night's Dream pada pertengahan 1590-an, Shakespeare mulai menulis sajak yang lebih natural. Ia semakin menyesuaikan metafora dan kesan penulisan dengan kebutuhan drama itu sendiri.
Bentuk kepuitisan standar Shakespeare adalah sajak kosong, disusun dalam pentameter iambus. Dalam praktiknya, ini berarti bahwa syairnya biasanya tidak berima dan terdiri dari sepuluh silabel dalam satu baris, yang diucapkan dengan penekanan pada setiap suku kata kedua. Sajak kosong pada drama-drama awal sangat berbeda dengan sajak pada drama berikutnya. Pada umumnya sajak ini enak didengar, tetapi kalimatnya cenderung dimulai, dijeda, dan dihenti pada akhir kalimat, sehingga berisiko monoton. Setelah Shakespeare menguasai sajak kosong tradisional, ia mulai menyela dan menyeragamkan alirannya. Teknik ini melepaskan kekuatan baru dan fleksibilitas sajak dalam drama-drama seperti Julius Caesar dan Hamlet. Shakespeare menggunakannya, misalnya, untuk menyampaikan kekacauan dalam pikiran Hamlet:
Sedang aku dalam lena, pamanmu mencuri masuk
Sambil membawa getah pohon hebenon celaka
Corong telingaku; cairan yang berdendam kesumat
Dengan darah manusia, dan cepat seperti air raksa
Ia mengalir melalui pintu gerbang dan lurah–lurah
Pembuluh tubuhku; dan dengan tenaga yang mendadak
Ia mengentalkan darahku yang tadinya cair nipis lagi sehat
Demikianlah yang terjadi padaku; dan serta merta berkecambahlah kudis
Kerak kusta yang jijik lagi kotor di seluruh tubuhku yang licin
Demikianlah, ketika tidur, aku kehilangan hidup ...
— Hamlet, Babak 1, Adegan 5, 4–8
Setelah Hamlet, Shakespeare memvariasikan gaya puitisnya lebih jauh, terutama dalam bagian-bagian yang lebih emosional pada drama-drama tragedi terakhirnya. Kritikus sastra A. C. Bradley menyatakan bahwa gaya ini "lebih terkonsentrasi, cepat, bervariasi, dan, secara konstruksi kurang teratur, sehingga alurnya berkelok atau berputar-putar." Pada masa-masa terakhir kariernya, Shakespeare mengadopsi banyak teknik untuk mencapai efek ini, termasuk teknik enjembemen, jeda dan henti adegan yang tidak teratur, dan variasi ekstrem dalam struktur dan panjang kalimat.[203] Dalam Macbeth misalnya, gaya bahasa melesat dari metafora atau simile yang tidak terkait ke gaya bahasa lainnya: "ku beri suara ajalku padanya/ beritahu dia seada–adanya tentang kejadian ini/ yang menyebabkan daku–yang selebihnya sunyi."(1.7.35–38); "... kasihan, seperti bayi baru lahir telanjang/ Melangkaui ledakan, atau kerubin surga, wahai kuda/ Di atas kurir langit tak terlihat ..." (1.7.21–25). Pendengar ditantang untuk melengkapi makna kalimatnya. Romansa terakhir Shakespeare, dengan pergeseran waktu dan pemutarbalikan plot yang mengejutkan, mengilhami gaya puitis ketika kalimat panjang dan pendek diseragamkan satu sama lain, penumpukan klausa, subjek dan objek terbalik, dan penghilangan kata-kata, yang menciptakan efek spontanitas.
Shakespeare menggabungkan kejeniusan puitis dengan lingkungan praktis teater. Seperti kebanyakan penulis drama pada masa itu, Shakespeare mendramatisasi cerita dari sumber-sumber seperti Plutarch dan Holinshed. Dia menyusun ulang setiap plot untuk menciptakan sentral cerita dan menunjukkan sebanyak mungkin sisi naratif kepada penonton. Kemampuannya dalam membingkai cerita membuktikan bahwa drama-drama Shakespeare tetap bisa bertahan dalam proses penerjemahan, pemotongan, dan penginterpretasian yang luas tanpa kehilangan alur inti dalam drama tersebut. Seiring tumbuhnya pengetahuan sastra Shakespeare, ia memberikan motivasi dan dialog yang beragam pada karakter dramanya dengan lebih tajam. Shakespeare mempertahankan aspek gaya bahasa awalnya pada drama-drama terakhirnya. Dalam drama romansa terakhir Shakespeare, ia dengan sengaja kembali ke gaya yang lebih artifisial, yang menekankan ilusi teatrikal.
Pengaruh
Karya-karya Shakespeare telah meninggalkan kesan abadi dalam dunia teater dan sastra di kemudian hari. Secara khusus, ia memperluas potensi dramatisasi karakterisasi, plot, bahasa, dan genre. Sampai munculnya Romeo and Juliet, misalnya, romansa tidak dipandang sebagai topik yang layak dalam drama tragedi. Senandika telah digunakan sebelumnya untuk menyampaikan informasi mengenai karakter atau peristiwa, tetapi Shakespeare menggunakannya untuk mengeksplorasi pikiran karakter. Karya-karya Shakespeare sangat memengaruhi perkembangan puisi modern. Para penyair Roman berusaha untuk menghidupkan kembali syair Shakespeare, meskipun hanya sedikit yang berhasil. Kritikus sastra George Steiner menggambarkan semua drama syair berbahasa Inggris karya Coleridge hingga Tennyson sebagai "variasi yang lemah terhadap tema Shakespeare."
Shakespeare memengaruhi novelis-novelis seperti Thomas Hardy, William Faulkner, dan Charles Dickens. Senandika karya novelis Amerika Herman Melville banyak terinspirasi dari karya Shakespeare; Kapten Ahab dalam Moby-Dick adalah seorang pahlawan tragis klasik, terinspirasi dari drama King Lear. Para pakar telah mengidentifikasi sekitar 20.000 karya musik yang terkait dengan karya-karya Shakespeare, termasuk tiga opera karya Giuseppe Verdi, yakni Macbeth, Otello, dan Falstaff, yang secara kritik dibanding-bandingkan dengan drama sumber. Shakespeare juga menginspirasi banyak pelukis, termasuk pelukis era Romantisisme dan Pra-Raphaelite. Seniman Romantis Swiss, Henry Fuseli, teman dari William Blake, bahkan menerjemahkan Macbeth ke dalam bahasa Jerman. Pakar psikoanalisis Sigmund Freud meneliti psikologi Shakespeare, terutama Hamlet, terkait dengan teorinya mengenai sifat manusia.
Pada zaman Shakespeare, tata bahasa, ejaan, dan pelafalan bahasa Inggris belum memiliki standar seperti saat ini, dan penggunaan bahasa Inggris oleh Shakespeare membantu membentuk bahasa Inggris modern. Samuel Johnson mengutip namanya lebih sering daripada penulis lainnya dalam A Dictionary of the English Language, karya komprehensif pertama dari jenisnya. Ungkapan-ungkapan seperti "with bated breath; dengan nafas tertahan" (Merchant of Venice) dan "a foregone conclusion; kesimpulan terdahulu" (Othello) telah dipakai sebagai dialog dalam bahasa Inggris sehari-hari.
Reputasi kritis
Shakespeare tidak dielukan pada masa hidupnya, meskipun ia menerima banyak pujian. Pada 1598, klerek dan penulis Francis Meres memilihnya dari sekian banyak penulis Inggris sebagai penulis drama komedi dan tragedi "yang paling unggul." Penulis drama Parnassus di St John's College, Cambridge menyejajarkannya dengan Chaucer, Gower, dan Spenser. Dalam Folio Pertama, Ben Jonson menyebut Shakespeare sebagai "jiwa zaman ini, aplaus, kegembiraan, keajaiban panggung kita", meskipun ia mengatakan pada kesempatan lain bahwa "Shakespeare membutuhkan [lebih banyak] seni."
Pada masa Restorasi monarki pada tahun 1660 hingga akhir abad ke-17, ide-ide klasik sedang populer. Oleh sebab itu, para kritikus saat itu kebanyakan menilai Shakespeare berada di bawah bayang-bayang John Fletcher dan Ben Jonson. Thomas Rymer, misalnya, mengutuk Shakespeare karena mencampurkan genre komikal dengan tragedi. Meskipun demikian, penyair dan kritikus John Dryden menilai karya Shakespeare sangat tinggi, membandingkannya dengan Jonson; "saya mengagumi Jonson, tetapi saya mencintai Shakespeare." Selama beberapa dekade, pandangannya ini berpengaruh; tetapi pada abad ke-18, para kritikus mulai mengkritik Shakespeare dengan pandangan sendiri dan menyatakan bahwa Shakespeare memiliki kejeniusan alami. Serangkaian edisi kesastraan karya-karya Shakespeare, terutama yang disusun oleh Samuel Johnson pada 1765 dan Edmond Malone pada 1790, semakin memperbesar reputasinya. Pada tahun 1800, ia dinobatkan sebagai pujangga nasional Inggris. Pada abad ke-18 dan 19, reputasinya juga menyebar ke luar negeri. Beberapa tokoh-tokoh yang mengaguminya adalah penulis Voltaire, Goethe, Stendhal, dan Victor Hugo.
Selama era Romantis, Shakespeare dipuji oleh penyair dan filsuf sastra Samuel Taylor Coleridge, dan kritikus August Wilhelm Schlegel menerjemahkan dramanya dalam semangat Romantisisme Jerman. Pada abad ke-19, kekaguman terhadap kejeniusan Shakespeare bahkan telah melenceng menjadi pemujaan. "Sang Raja Shakespeare", tulis pengarang esai Thomas Carlyle pada tahun 1840, "tidakkah ia bersinar, dalam kedaulatan bermahkota, atas kita semua, sebagai tanda-tanda paling mulia, paling sopan, paling kuat; tak tergoyahkan." Dramawan pada Era Victoria mementaskan dramanya sebagai tontonan mewah dalam skala besar. Penulis drama dan kritikus George Bernard Shaw mengejek dan menjuluki kultus pemujaan Shakespeare dengan "bardolatri", mengklaim bahwa genre naturalisme baru dalam drama-drama Ibsen menjadikan drama Shakespeare terlihat usang.
Revolusi modern dalam seni teater pada awal abad ke-20 tidak serta-merta mengabaikan karya-karya Shakespeare; drama-dramanya didaftarkan sebagai karya avant-garde tanpa banyak pertimbangan. Gerakan Ekspresionisme di Jerman dan Futuris di Moskow mementaskan produksi dramanya. Dramawan dan sutradara era Marxis, Bertolt Brecht, merancang teater epik di bawah pengaruh Shakespeare. Penyair dan kritikus T.S. Eliot menentang pendapat Shaw, menyatakan bahwa "keprimitifan" Shakespeare sesungguhnya menjadikannya sangat modern. Eliot, bersama G. Wilson Knight dan aliran New Criticism, memimpin gerakan ke arah pemahaman mendalam terhadap karya-karya Shakespeare. Pada 1950-an, gelombang pendekatan kritis baru menggantikan modernisme dan membuka jalan bagi kajian "pascamodern" terhadap karya Shakespeare. Pada 1980-an, kajian ini terbuka untuk gerakan-gerakan lain seperti strukturalisme, feminisme, Historisisme Baru, studi Afrika-Amerika, dan studi Queer. Dalam kajian komprehensif terhadap karya-karya Shakespeare dan membandingkan prestasi sastra Shakespeare dengan prestasi tokoh-tokoh terkemuka lainnya dalam bidang filsafat dan teologi, Harold Bloom menyatakan bahwa "Shakespeare lebih hebat daripada Plato dan St. Agustinus. Ia melingkupi kita karena kita melihat dengan persepsi fundamentalnya."
Karya
Karya-karya Shakespeare meliputi 36 drama yang dicetak dalam Folio Pertama pada tahun 1623, terdaftar sesuai klasifikasi folio sebagai drama komedi, sejarah, dan tragedi. Dua drama yang tidak disertakan dalam Folio Pertama, yakni The Two Noble Kinsmen dan Pericles, Prince of Tyre, saat ini diterima sebagai bagian dari kanon; kebanyakan pakar saat ini sepakat bahwa Shakespeare memberikan kontribusi besar dalam penulisan kedua drama ini. Tidak ada sajak Shakespeare yang disertakan dalam Folio Pertama.
Pada akhir abad ke-19, Edward Dowden mengklasifikasikan empat drama komedi Shakespeare sebagai drama romansa, tetapi kebanyakan pakar lebih suka menyebutnya sebagai tragikomedi, dan istilah Dowden tetap sering digunakan. Pada 1896, Frederick S. Boas menciptakan istilah "drama masalah" untuk menggambarkan empat drama Shakespeare, yakni All's Well That Ends Well, Measure for Measure, Troilus and Cressida, dan Hamlet. "Drama sebagai tema dan temperamen singular secara gamblang tidak bisa disebut komedi atau tragedi", tulisnya. "Oleh karena itu, kita dapat meminjam istilah teater kekinian yang tepat dan mengklasifikasikannya bersama-sama sebagai drama masalah Shakespeare". Istilah ini, yang banyak diperdebatkan dan kadang-kadang diterapkan pada drama lain, tetap digunakan, meskipun Hamlet secara definitif digolongkan sebagai drama tragedi.
Spekulasi mengenai Shakespeare
Kepenulisan
Kira-kira 230 tahun setelah kematian Shakespeare, keraguan mulai muncul terkait kepenulisan karya-karya yang berhubungan dengannya. Penulis alternatif yang diduga sebagai penulis karya-karya tersebut termasuk Francis Bacon, Christopher Marlowe, dan Edward de Vere. Beberapa "teori kelompok" juga telah diajukan. Hanya sebagian kecil akademisi yang percaya bahwa ada alasan untuk mempertanyakan atribusi Shakespeare, tetapi minat terhadap subjek ini, terutama teori Oxford mengenai kepenulisan Shakespeare, terus berlanjut hingga abad ke-21.
Agama
Artikel utama: Pandangan agama William Shakespeare
Shakespeare menganut agama resmi negara, tetapi pandangan pribadinya mengenai agama telah menjadi sumber perdebatan. Surat wasiat Shakespeare menggunakan formula Protestan, dan dia dipastikan adalah jemaat Gereja Inggris, tempat dia menikah, anak-anaknya dibaptis, dan tempat dia dimakamkan. Beberapa pakar mengklaim bahwa anggota keluarga Shakespeare adalah penganut Katolik; pada masa itu, mempraktikkan Katolik di Inggris bertentangan dengan hukum. Ibu Shakespeare, Mary Arden, berasal dari keluarga Katolik yang taat. Bukti terkuat berasal dari dokumen pernyataan iman Katolik yang ditandatangani oleh ayahnya, John Shakespeare, ditemukan pada tahun 1757 di langit-langit rumah lamanya di Henley Street. Tetapi, dokumen tersebut saat ini hilang dan para pakar memiliki perbedaan pendapat mengenai keasliannya. Pada tahun 1591, pihak berwenang melaporkan bahwa John Shakespeare tidak pergi ke gereja "karena takut ditagih hutang", alasan penganut Katolik yang umum pada masa itu. Pada tahun 1606, nama putri Shakespeare, Susanna, muncul dalam daftar jemaat yang tidak menghadiri perjamuan Paskah di Stratford. Pakar lain berpendapat bahwa terdapat sedikit bukti mengenai kepercayaan agama Shakespeare. Para pakar mungkin menemukan bukti untuk mendukung atau menentang Katolisisme atau Protestanisme Shakespeare, atau mengkritik kurangnya kereligiusan dalam drama-dramanya, meskipun kebenarannya tidak bisa dibuktikan.
Seksualitas
Artikel utama: Seksualitas William Shakespeare
Beberapa rincian mengenai seksualitas Shakespeare diketahui. Pada usia 18 tahun, ia menikahi Anne Hathaway, 26 tahun, yang sedang hamil. Susanna, anak pertama mereka, lahir enam bulan kemudian pada tanggal 26 Mei 1583. Selama berabad-abad, beberapa pembaca berpendapat bahwa soneta Shakespeare bersifat autobiografi, yang dimaknai sebagai bukti cintanya kepada seorang pemuda. Pembaca lainnya berpendapat bahwa soneta tersebut merupakan ungkapan persahabatan yang erat, bukannya asmara romantis. 26 soneta yang dijuluki "Dark Lady", ditujukan kepada seorang wanita yang sudah menikah, dianggap sebagai bukti hubungan heteroseksual Shakespeare.
Potret
Artikel utama: Potret Shakespeare
Hingga kini belum ditemukan deskripsi tertulis pada zaman Shakespeare mengenai penampilan fisiknya, dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia pernah meminta pembuatan lukisan potretnya. Maka dari itu, ukiran Droeshout, yang menurut Ben Jonson sangat mirip dengan Shakespeare, serta monumen Stratford, merupakan bukti terbaik yang dapat digunakan untuk mengetahui seperti apa penampilan fisiknya. Dari abad ke-18, keinginan untuk menciptakan potret Shakespeare yang autentik memunculkan klaim dari berbagai pihak mengenai lukisan yang menggambarkan dirinya saat masih hidup. Hal tersebut menyebabkan munculnya beberapa potret palsu, serta kesalahan atribusi, pelukisan ulang, dan pelabelan ulang potret orang lain.