"Harus dibayar gantinya empat kali lipat," adalah hukuman yang dengan tidak disadarinya telah dijatuhkan oleh Daud atas dirinya sendiri, pada waktu mendengarkan perumpamaan nabi Natan, dan ia harus dihukum sesuai dengan keputusannya sendiri. Empat orang dari antara anak‑anaknya harus mati, dan hilangnya tiap‑tiap anak itu adalah akibat dosa bapanya.
Kejahatan yang memalukan yang dilakukan oleh Amnon, anak sulungnya, dibiarkan begitu saja oleh Daud tanpa ada hukuman ataupun teguran. Hukum menetapkan hukuman mati bagi pezina, dan kejahatan Amnon yang luar biasa itu menjadikan kesalahannya berlipat ganda. Tetapi Daud, yang dihukum oleh dirinya sendiri atas dosa yang diperbuatnya, telah gagal untuk mengadakan tindakan yang adil terhadap orang yang bersalah itu. Selama dua tahun, Absalom, yang dengan sendirinya merupakan pelindung adik perempuannya yang sudah dinodai secara keji itu, menyembunyikan niatnya untuk mengadakan pembalasan, tetapi akhirnya dilaksanakan juga. Dalam satu pesta yang diadakan oleh anak‑anak raja, Amnon yang sedang mabuk itu telah dibunuh atas perintah saudaranya.
Hukuman yang berlipat ganda telah dijatuhkan atas Daud. Kabar yang mengerikan itu telah disampaikan kepadanya, "'Absalom telah membunuh semua anak raja, tidak ada seorang pun dari mereka yang lolos.' Lalu bangunlah raja, dikoyakkannya pakaiannya dan berbaring di lantai, dan semua pegawainya yang hadir padanya mengoyakkan pakaian mereka." Anak‑anak raja itu, dengan rasa takut kembali ke Yerusalem dan menyatakan kepada bapanya apa yang sebenarnya telah terjadi, hanya Amnon saja yang telah dibunuh; dan mereka pun "menangis dengan suara nyaring. Juga raja dan semua pegawainya menangis dengan amat keras."Tetapi Absalom lari kepada Talmai, raja Gesur, ayah dari ibunya.
Seperti anak‑anak Daud yang lainnya, Amnon telah dibiarkan dalam sifat memanjakan diri. Ia telah berusaha untuk memuaskan segala keinginan hatinya, dengan tidak mengindahkan tuntutan‑tuntutan Allah. Sekalipun dosanya yang besar itu, Allah bersikap sabar kepadanya. Dua tahun lamanya kepadanya telah diberikan kesempatan untuk bertobat, tetapi ia tetap dalam dosanya, dan dengan kesalahan tertanggung ke atas dirinya, ia telah dibunuh, untuk kemudian menunggu meja Pengadilan yang hebat itu.
Daud telah melalaikan tugas untuk menghukum kejahatan Amnon, dan oleh karena ketidaksetiaan raja dan bapa itu, dan karena anak itu tidak bertobat, Tuhan telah membiarkan peristiwa‑peristiwa itu terjadi dengan sendirinya, dan tidak menghalangi Absalom. Apabila orang tua dan para pemimpin mengabaikan tugas untuk menghukum kejahatan, maka Allah sendiri akan melaksanakannya. Kuasa‑Nya yang mengendalikan itu sedemikian jauh akan diangkat dari alat‑alat si jahat, sehingga serentetan peristiwa akan timbul yang akan menghukum dosa dengan dosa.
Akibat‑akibat yang buruk dari sikap Daud yang longgar dan tidak adil terhadap Amnon tidaklah berakhir di sini, karena hal inilah yang menjadi awal daripada permusuhan Absalom dengan bapanya. Setelah ia melarikan diri ke Gesur, Daud merasa bahwa kejahatan anaknya itu harus dihukum, telah menolak memberikan kepadanya izin untuk kembali. Dan hal ini mempunyai satu kecenderungan untuk menambah gantinya mengurangi kejahatan‑kejahatan dimana raja telah terlibat. Absalom, yang dipenuhi oleh semangat keinginan yang besar serta tidak mempunyai prinsip itu, yang tidak dapat ambil bagian dalam segala urusan kerajaan oleh karena keadaannya yang terbuang itu, dengan segera telah melibatkan diri dalam rencana‑rencana yang berbahaya.
Pada akhir masa dua tahun itu, Yoab berusaha mendamaikan bapa dengan anak itu. Dan untuk maksud ini ia telah menggunakan seorang perempuan dari Tekoa yang terkenal bijaksana. Atas perintah Yoab, perempuan itu datang menghadap Daud dan memperkenalkan dirinya sebagai seorang janda yang mempunyai hanya dua orang anak lelaki sebagai penghibur dan penolongnya. Dalam satu persengketaan, yang satu telah membunuh yang lainnya, dan sekarang seluruh anggota keluarga menuntut agar supaya anak yang masih hidup itu diserahkan kepada orang yang mau mengadakan pembalasan. Ibunya berkata, "Mereka hendak memunahkan keturunanku yang masih tersisa itu dengan tidak meninggalkan nama atau keturunan bagi suamiku di muka bumi."
Perasaan raja tersentuh oleh permintaannya, dan raja memberikan suatu jaminan kepada perempuan itu untuk melindungi anaknya.
Setelah perempuan ini berhasil memperoleh janji demi janji dari raja itu demi keselamatan anaknya, ia memohon kesabaran raja, sambil menyatakan bahwa dialah yang sedang berbuat kesalahan dimana dia tidak menyambut kembali anaknya sendiri yang sudah terbuang itu. "Sebab," kata perempuan itu, "kita pasti mati, kita seperti air yang tercurah ke bumi, yang tidak terkumpulkan. Tetapi Allah tidak mengambil nyawa orang, melainkan Ia merancang supaya seorang yang terbuang jangan tinggal terbuang dari pada-Nya." Gambaran yang amat mengharukan tentang cinta Allah terhadap orang berdosa ini--yang berasal dari Yoab, tentara yang kasar itu--adalah satu bukti yang nyata tentang pengetahuan bangsa Israel akan kebenaran‑kebenaran yang berhubungan dengan penebusan. Raja, yang merasakan kebutuhan pribadinya akan rahmat Allah, tidak dapat menolak permohonannya itu. Kepada Yoab perintah telah diberikan, "Pergilah, bawalah kembali orang muda Absalom itu."
Absalom diizinkan kembali ke Yerusalem, tetapi tidak boleh muncul di istana atau menemui bapanya. Daud telah menyadari akibat‑akibat buruk dari sikapnya, dalam memanjakan anak‑anaknya, dan sekalipun ia amat mengasihi anaknya yang tampan dan berbakat itu, ia merasa perlu, sebagai suatu pelajaran bagi Absalom dan bangsa itu, agar kebencian terhadap kejahatan seperti itu harus dinyatakan. Absalom tinggal di dalam rumahnya sendiri selama dua tahun, tetapi terbuang dari istana. Adik perempuannya tinggal bersama‑sama dengan dia, dan kehadirannya itu selalu mengingatkan kepadanya tentang perbuatan keji yang telah dideritanya itu. Menurut penilaian umum, putra mahkota ini adalah seorang pahlawan gantinya seorang penjahat. Dan dengan keuntungan ini, ia telah bertekad untuk mengambil hati orang banyak. Penampilan pribadinya adalah sedemikian rupa sehingga membuat orang‑orang yang melihatnya mengaguminya. "Di seluruh Israel tidak ada yang begitu banyak dipuji kecantikannya seperti Absalom. Dari telapak kakinya sampai ujung kepalanya tidak ada cacat padanya." Tidaklah bijaksana bagi raja untuk membiarkan orang yang mempunyai tabiat seperti Absalom--berambisi, penuh emosi dan bernafsu--merenung‑renungkan penderitaannya untuk selama dua tahun. Tindakan Daud dalam mengizinkan Absalom kembali ke Yerusalem tetapi menolak kehadirannya di istana telah membangkitkan simpati orang banyak terhadap dirinya. Ingatan tentang pelanggarannya terhadap hukum Allah yang selalu memenuhi pikirannya membuat Daud kelihatannya lumpuh secara moral, ia jadi lemah dan tidak menentu, di mana sebelum ia berbuat dosa ia adalah seorang yang berani dan tegas. Pengaruhnya terhadap orang banyak telah berkurang. Dan semuanya ini menguntungkan rencana anaknya yang luar biasa ini.
Melalui pengaruh Yoab, sekali lagi Absalom dibawa ke hadapan bapanya; tetapi sekalipun ada perdamaian secara luar, ia tetap dengan rencananya yang penuh ambisi itu. Sekarang ia telah berhasil mendirikan sesuatu yang menyerupai satu kerajaan, dilengkapi dengan kereta‑kereta perang dan kuda, dan lima puluh orang tentara pengawalnya. Dan sementara raja lebih lama lebih cenderung untuk mengasingkan diri ke tempat yang sunyi, Absalom dengan tidak mengenal lelah berusaha menarik simpati orang banyak. Pengaruh sikap Daud yang tidak tegas dan ragu‑ragu itu telah meluas sampai kepada bawahan‑bawahannya, kelalaian dan keterlambatan menandai pemerintahan Daud untuk menjalankan keadilan. Dengan licik Absalom telah menggunakan setiap penyebab rasa tidak puas untuk menjadi keuntungannya sendiri. Hari demi hari orang yang berdarah bangsawan ini terlihat di pintu gerbang kota, tempat banyak orang datang dan menghadapkan segala persoalan mereka kepadanya dan meminta perbaikan. Absalom bercampur dengan mereka, dan mendengarkan segala kesulitan mereka, sambil menyatakan simpati atas penderitaan mereka, dan menyesali kekurangan yang ada di pihak pemerintah. Setelah mendengarkan cerita daripada orang Israel, putra mahkota itu akan menjawab, "Lihat, perkaramu itu baik dan benar, tetapi dari pihak raja tidak ada seorang pun yang mau mendengarkan engkau," sambil menambahkan, "'Sekiranya aku diangkat menjadi hakim di negeri ini! Maka setiap orang yang mempunyai perkara atau pertikaian hukum boleh datang kepadaku, dan aku akan menyelesaikan perkaranya dengan adil.' Apabila seorang datang mendekat untuk sujud menyembah kepadanya, maka diulurkannyalah tangannya, dipegangnya orang itu dan diciumnya."
Dirangsang oleh hasutan‑hasutan yang licik daripada putra mahkota itu, rasa tidak puas terhadap pemerintah dengan cepat telah meluas. Semua orang memuji Absalom. Orang banyak menganggap dia sebagai ahli waris daripada kerajaan itu, mereka memandangnya dengan rasa bangga sebagai seorang yang layak untuk menduduki jabatan yang tinggi ini, dan satu keinginan telah timbul agar ia bisa menempati takhta kerajaan. "Demikianlah Absalom mencuri hati orang-orang Israel." Namun demikian, raja yang sudah dibutakan oleh kasihnya kepada anak‑anaknya, tidak menaruh curiga sedikitpun. Kedudukan Absalom sebagai putra mahkota, dianggap oleh Daud sebagai sesuatu yang akan menjadi kehormatan kepadanya--sebagai satu ungkapan kegembiraan atas adanya perdamaian itu.
Setelah pikiran orang banyak itu dipersiapkan untuk menghadapi apa yang akan terjadi berikutnya, Absalom dengan diam‑diam telah mengutus orang‑orang yang terpilih untuk pergi kepada setiap suku bangsa supaya bersiap sedia mengadakan satu pemberontakan. Dan sekarang ia menggunakan jubah keagamaan untuk menyembunyikan rencana pengkhianatannya itu. Satu nazar yang sudah lama diadakannya pada waktu ia terbuang harus dibayar di Hebron. Absalom berkata kepada raja, "Izinkanlah aku pergi, supaya di Hebron aku bayar nazarku, yang telah kuikrarkan kepada Tuhan. Sebab hambamu ini, ketika masih tinggal di Gesur, di Aram, telah bernazar, demikian: Jika Tuhan sungguh-sungguh memulangkan aku ke Yerusalem, maka aku akan beribadah kepada Tuhan." Bapa yang suka memanjakan itu, merasa lega oleh karena adanya bukti kesungguh‑sungguhannya dalam hal keagamaan dalam diri anaknya itu, telah merestui dia. Sekarang rencana pemberontakan itu sudah benar‑benar matang. Tindakan Absalom yang munafik ini dimaksudkan bukan hanya untuk membutakan mata raja tetapi juga untuk meneguhkan kepercayaan orang banyak terhadap dirinya, dan dengan demikian menuntun mereka untuk memberontak terhadap raja yang sudah dipilih oleh Tuhan itu.
Absalom pergi ke Hebron, dan bersama‑sama dengan dia berangkat "dua ratus orang dari Yerusalem, orang-orang undangan yang turut pergi tanpa curiga dan tanpa mengetahui apapun tentang perkara itu." Orang‑orang ini pergi dengan Absalom, dengan tidak memikirkan bahwa kasih mereka terhadap anak itu akan menuntun mereka memberontak melawan bapanya. Setibanya di Hebron, dengan segera Absalom memanggil Ahitofel, salah seorang penasihat utama Daud, seorang yang terkenal bijaksana, yang pendapatnya dianggap selamat dan bijaksana seolah‑olah merupakan satu hukum. Ahitofel menggabungkan diri dengan para pemberontak dan dukungannya ini menjadi usaha Absalom kelihatannya pasti akan berhasil, dengan menarik banyak orang yang berpengaruh dari seluruh bagian negeri itu kepada pihaknya. Apabila terompet tanda pemberontakan itu dibunyikan, mata‑mata putra mahkota yang ada di seluruh bagian negeri itu menyebar luaskan berita bahwa Absalom adalah raja, dan banyak orang datang menggabungkan diri kepadanya.
Sementara itu kepanikan menjalar ke Yerusalem sampai kepada raja sendiri. Dengan segera Daud terhentak dan menyadari bahwa pemberontakan telah timbul dekat di samping tahtanya. Anaknya sendiri--anak yang amat dipercayai dan dikasihinya itu--telah bermupakat merebut mahkota daripadanya, dan tidak diragukan lagi tentu akan membunuhnya. Di dalam bahaya yang amat besar ini, Daud berusaha melepaskan diri dari beban yang selama ini menekan dirinya, dan dengan semangat yang ada padanya pada masa permulaan pemerintahannya ia mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan darurat yang hebat ini. Absalom mengumpulkan bala tentaranya di Hebron, yang jauhnya dua puluh mil. Dengan segera para pemberontak ini akan berada di gerbang kota Yerusalem.
Dari istananya, Daud memandang kepada ibu kota kerajaan itu--yang "menjulang permai, adalah kegirangan bagi seluruh bumi; . . . kota Raja besar." Mazmur 48:3. Ia gemetar oleh pemikiran untuk membiarkan kota ini diserang dan dibinasakan. Haruskah ia meminta tolong dari rakyat yang masih setia kepadanya dan mempertahankan kota itu? Akankah ia mengizinkan Yerusalem dibanjiri pertumpahan darah? Keputusan diambil. Bencana peperangan tidak boleh menimpa kota yang sudah dipilih itu. Ia akan meninggalkan Yerusalem, dan kemudian menguji kesetiaan bangsanya, sambil memberikan kepada mereka suatu kesempatan untuk bersatu dan menolong dia. Di dalam keadaan krisis yang besar ini adalah tugasnya kepada Allah dan kepada bangsanya untuk mempertahankan wewenang yang telah diberikan surga kepadanya. Hal‑hal yang berhubungan dengan peperangan itu ia serahkan kepada Allah.
Di dalam kerendahan hati dan kesedihan, Daud pergi ke luar melewati gerbang Yerusalem--terusir dari takhtanya, dari istananya, dari tabut Allah, oleh pemberontakan anak yang dimanjakan itu. Orang banyak berjalan mengikutinya dalam satu barisan yang panjang, yang diliputi oleh perasaan sedih, seperti rombongan orang yang sedang pergi ke kuburan. Pengawal Daud, orang pahlawan dan biduanda dan enam ratus orang Geti dari Gat, di bawah perintah Itai, telah pergi menemani raja. Tetapi Daud, dengan tabiatnya yang tidak mementingkan diri itu, tidak setuju bahwa orang‑orang asing yang pernah berlindung kepadanya itu harus terlibat dalam malapetaka yang sedang menimpa dirinya. Ia menyatakan rasa herannya bahwa mereka mau berkorban untuk dirinya. Kemudian kata raja kepada Itai, orang Geti itu, "Mengapa pula engkau berjalan beserta kami? Pulanglah dan tinggallah bersama-sama raja, sebab engkau orang asing, lagipula engkau orang buangan dari tempat asalmu. Baru kemarin engkau datang, masakan pada hari ini aku akan membawa engkau mengembara bersama-sama kami, padahal aku harus pergi entah ke mana. Pulanglah dan bawalah juga saudara-saudaramu pulang; mudah-mudahan Tuhan menunjukkan kasih dan setia kepadamu."
Itai menjawab, "Demi Tuhan yang hidup, dan demi hidup tuanku raja, di mana tuanku raja ada, baik hidup atau mati, di situ hambamu juga ada." Orang‑orang ini telah bertobat dari kekafiran dan ikut berbakti kepada Tuhan, dan dengan sifat yang agung sekarang mereka membuktikan kesetiaan mereka kepada Allah dan raja mereka. Daud, dengan hati yang penuh rasa syukur, telah menerima pengabdian mereka untuk membela kerajaannya yang hampir tenggelam itu, dan mereka semua telah menyeberangi anak sungai Kidron, dalam perjalanan menuju ke padang gurun.
Sekali lagi barisan orang banyak itu berhenti. Serombongan orang yang berjubah suci datang mendekati mereka. "Dan lihat, juga Zadok ada di sana beserta semua orang Lewi pengangkat tabut perjanjian Allah itu." Para pengikut Daud memandang hal ini sebagai satu tanda yang menggembirakan. Kehadiran daripada lambang yang suci itu bagi mereka merupakan satu jaminan kelepasan dan kemenangan mereka yang terakhir. Itu akan membangkitkan keberanian orang banyak untuk bergabung dengan raja.
Dibawanya tabut itu dari Yerusalem akan menimbulkan kegentaran di antara pengikut Absalom. Pada waktu melihat tabut itu, kegembiraan dan pengharapan untuk sejenak telah memenuhi hati Daud. Tetapi dengan segera pemikiran yang lain datang kepadanya. Sebagai seorang pemimpin yang telah dipilih untuk mengawasi pusaka Allah, ia berada di bawah tanggung jawab yang khidmat. Bukan kepentingan diri, tetapi kemuliaan Allah dan kebaikan bagi bangsanya, yang harus paling diutamakan dalam pikiran raja Israel. Allah yang bersemayam di antara kerubium, telah berkata tentang Yerusalem, "Inilah tempat perhentian-Ku" (Mazmur 132:14), dan tanpa wewenang Ilahi, baik imam atau raja tidak mempunyai hak untuk memindahkan lambang kehadiran‑Nya itu dari sana. Dan Daud mengetahui bahwa hati dan hidupnya harus selaras dengan hukum Ilahi, kalau tidak maka tabut itu akan mendatangkan bencana gantinya kemenangan. Dosanya yang besar itu selalu terbayang di dalam pikirannya. Pedang yang tidak akan undur dari dalam keluarganya itu telah terhunus. Ia tidak mengetahui apa yang akan menjadi akibat daripada peperangan itu. Bukanlah wewenangnya untuk memindahkan dari ibu kota bangsa itu hukum‑hukum yang suci yang menjadi wujud daripada kehendak Pemerintah Ilahi, yang menjadi undang‑undang daripada kerajaan itu, dan landasan kemakmuran mereka.
Ia memerintahkan Zadok, "Bawalah tabut Allah itu kembali ke kota; jika aku mendapat kasih karunia di mata Tuhan, maka Ia akan mengizinkan aku kembali, sehingga aku akan melihatnya lagi, juga tempat kediamannya. Tetapi jika Ia berfirman, begini: Aku tidak berkenan kepadamu, maka aku bersedia, biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya."
Daud menambahkan, "Jadi, engkau dan Abyatar, pulanglah ke kota dengan selamat beserta anakmu masing-masing, yakni Ahimaas anakmu dan Yonatan, anak Abyatar. Ketahuilah, aku akan menanti di dekat tempat-tempat penyeberangan ke padang gurun, sampai ada kabar dari kamu untuk memberitahu aku." Di kota itu para imam dapat melayani dia dengan baik dengan jalan mempelajari gerak‑gerik dan rencana para pemberontak itu, dan dengan diam‑diam menyampaikan kepada raja segala kabar melalui anak‑anak mereka, Ahimaas dan Yonatan.
Apabila para imam itu berbalik menuju ke Yerusalem, satu bayangan yang lebih gelap menyelubungi orang banyak itu. Raja mereka adalah seorang pengungsi, dan mereka sendiri orang‑orang yang terbuang, ditinggalkan oleh peti Allah; masa depan mereka gelap dan dipenuhi oleh ketakutan dan kegentaran. "Daud mendaki bukit Zaitun sambil menangis, kepalanya berselubung dan ia berjalan dengan tidak berkasut. Juga seluruh rakyat yang bersama-sama dengan dia masing-masing berselubung kepalanya, dan mereka mendaki sambil menangis. Ketika kepada Daud dikabarkan, demikian: 'Ahitofel ada di antara orang-orang yang bersepakat dengan Absalom." Kembali Daud dipaksa untuk menyadari bahwa malapetaka ini adalah sebagai akibat dari dosanya sendiri. Pengkhianatan Ahitofel, salah seorang dari antara para pemimpin politik yang paling cakap dan bijaksana, didorong oleh rasa dendam atas penghinaan yang telah diadakan terhadap keluarganya sehubungan dengan dosa terhadap Batsyeba, yaitu cucunya.
"Maka berkatalah Daud: 'Gagalkanlah kiranya nasihat Ahitofel itu, ya Tuhan." Setibanya di puncak gunung, raja bertelut dalam doa, sambil menyerahkan kepada Allah segala bebannya, dan dengan rendah hati memohon rahmat Ilahi. Kelihatannya doanya itu dijawab pada saat itu juga. Husai, orang Arki itu, seorang penasihat yang cakap dan bijaksana, yang telah membuktikan dirinya sebagai seorang sahabat Daud yang setia, sekarang datang kepadanya dengan jubah yang terkoyak dan dengan abu di atas kepalanya, untuk memadukan nasib bersama dengan raja yang terbuang itu. Daud melihat, seakan‑akan oleh penerangan Ilahi, bahwa orang ini, yang setia dan jujur itu, adalah seorang yang diperlukan untuk melayani kepentingan raja di dalam musyawarah‑musyawarah di ibu kota kerajaan itu. Atas permohonan Daud, Husai kembali ke Yerusalem, untuk menawarkan jasanya kepada Absalom dan mengalahkan segala nasihat‑nasihat yang licik dari Ahitofel.
Dengan adanya titik terang dalam kegelapan itu, raja dan para pengikutnya menyusuri jalan yang menuju ke lereng sebelah timur bukit Zaitun, melalui satu padang gurun yang sunyi dan berbatu, melalui jurang‑jurang yang curam, dan jalan‑jalan yang berbatu, menuju ke sungai Yordan. "Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-menerus mengutuk. Daud dan semua pegawai raja Daud dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di kiri kanannya. Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: 'Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! Tuhan telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, Tuhan telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah."
Di dalam masa kemakmuran Daud, Simei tidak menunjukkan bahwa ia bukanlah seorang pengikut yang setia baik melalui kata‑kata ataupun perbuatan. Tetapi di dalam penderitaan raja itu orang Benyamin ini telah menunjukkan tabiat yang sebenarnya. Ia menghormati Daud pada waktu berada di atas takhtanya, tetapi ia telah mengutuknya di dalam masa kesusahannya. Sebagai seorang yang sifatnya keji dan mementingkan diri, ia menganggap orang lain mempunyai tabiat yang sama seperti dirinya, dan dengan dorongan dari Setan, ia telah melampiaskan kebenciannya ke atas dia yang telah diajar Allah. Roh yang menuntut seseorang untuk bersuka‑suka, mencemoohkan ataupun menekan, orang yang berada dalam penderitaan, adalah roh Setan.
Tuduhan Simei terhadap Daud sama sekali tidak benar--satu tuduhan yang keji dan berbahaya. Daud tidak pernah berbuat salah terhadap Saul ataupun keluarganya. Pada waktu Saul berada di dalam kuasanya, dan ia bisa membunuhnya, ia hanya mengerat ujung jubahnya dan ia telah menyesali dirinya karena telah menunjukkan sikap tidak hormat terhadap orang yang sudah diurapi Tuhan.
Tentang sikap Daud yang luhur terhadap hidup manusia, bukti yang nyata telah diberikan, sekalipun pada saat dirinya sedang dikejar‑kejar seperti seekor binatang. Pada suatu hari sementara ia sedang bersembunyi di dalam gua Adulam, sementara pikirannya kembali kepada masa kanak‑kanaknya yang penuh dengan kebebasan itu ia berseru, "Sekiranya ada orang yang memberi aku minum air dari perigi Betlehem yang ada dekat pintu gerbang!" 2 Samuel 23:13‑17. Betlehem pada saat itu berada di bawah kekuasaan orang Filistin, tetapi tiga orang tentara Daud yang gagah perkasa telah berhasil menembusi penjagaan membawa air dari Betlehem kepada raja mereka. Daud tidak mau meminumnya. "Jauhlah dari padaku, ya Tuhan, untuk berbuat demikian!" serunya, "Bukankah ini darah orang yang telah pergi dengan mempertaruhkan nyawanya?" Dan dengan sikap hormat ia telah menuangkan air itu sebagai persembahan kepada Allah.
Daud adalah seorang yang banyak terlibat dalam peperangan dan sebagian besar dari hidupnya dijalani di tengah‑tengah suasana yang penuh dengan kekejaman; tetapi dari antara semua orang yang pernah melalui ujian seperti itu, hanya sedikit saja yang tidak terpengaruh oleh akibat‑akibatnya yang dapat merusak dan mengeraskan hati, seperti halnya Daud.
Kemenakan Daud, Abisai, salah seorang pemimpin tentaranya yang paling berani, merasa tidak sabar mendengar kata‑kata cemoohan Simei itu. "Mengapa," serunya, "anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menyeberang dan memenggal kepalanya." Tetapi raja melarangnya. "Sedangkan," katanya, "anak kandungku . . . ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab Tuhan yang telah berfirman kepadanya demikian. Mungkin Tuhan akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan Tuhan membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini."
Angan‑angan hatinya membisikkan kebenaran yang amat getir dan menekan diri Daud. Sementara rakyatnya merasa heran atas perubahan nasibnya yang terjadi secara mendadak itu, hal ini bukanlah merupakan satu rahasia kepada raja. Ia sering merasakan adanya gejala‑gejala yang kurang baik seperti halnya sekarang ini. Ia merasa heran bahwa Allah bersikap amat sabar terhadap dosa‑dosanya dan telah menunda‑nunda pembalasan yang berpadan dengan perbuatannya itu. Dan sekarang dalam keadaannya yang terbuang dan menyedihkan itu, dengan kaki telanjang, jubah kerajaannya diganti dengan karung, sementara ratapan daripada para pengikutnya menggema di bukit‑bukit, ia memikirkan tentang kota yang dikasihinya itu--tentang istana yang menjadi tempat ia telah berbuat dosa--dan apabila ia mengingat kebajikan dan kesabaran Allah, ia tidaklah sama sekali tanpa harapan. Ia merasa bahwa Tuhan akan tetap memperlakukan dia dengan penuh rahmat.
Banyak orang yang berbuat dosa mencari maaf dengan menunjuk kepada kejatuhan Daud, tetapi betapa sedikit orang yang menyatakan penyesalan dan pertobatan seperti halnya Daud. Betapa sedikit yang mau menerima teguran dan pembalasan dengan sabar dan tabah seperti yang dinyatakan oleh Daud. Ia telah mengakui dosanya dan bertahun‑tahun lamanya ia berusaha melaksanakan tugasnya sebagai seorang hamba Allah yang setia; ia telah bekerja untuk membangun kerajaannya, dan di bawah pemerintahannya kerajaan itu telah mencapai kemajuan dan kemakmuran seperti yang belum pernah dialami sebelumnya. Ia telah mengumpulkan bahan‑bahan yang amat mahal untuk membangun rumah Allah, dan sekarang apakah segala jerih payahnya dalam hidupnya itu akan musnah begitu saja? Haruskah hasil usahanya yang diadakan bertahun‑tahun lamanya itu, pekerjaan yang memerlukan keahlian, pengabdian sebagai seorang negarawan, berpindah ke tangan anaknya yang gegabah dan mengkhianat, yang tidak menghormati Allah dan tidak mementingkan kemakmuran Israel itu? Betapa lumrahnya tampaknya bagi Daud untuk bersungut terhadap Allah di dalam penderitaannya yang hebat itu!
Tetapi ia melihat di dalam dosanya penyebab segala kesusahannya itu. Kata‑kata nabi Mikha menggambarkan roh yang telah mengilhami hati Daud. "Sekalipun aku duduk dalam gelap, Tuhan akan menjadi terangku. Aku akan memikul kemarahan Tuhan, sebab aku telah berdosa kepada-Nya, sampai Ia memperjuangkan perkaraku dan memberi keadilan kepadaku, membawa aku ke dalam terang, sehingga aku mengalami keadilan-Nya." Mikha 7:8, 9. Dan Tuhan tidak meninggalkan Daud. Pasal daripada pengalamannya ini, bilamana berada di bawah hinaan dan perlakuan yang kejam, ia tetap bersikap rendah hati, tidak mementingkan diri, murah hati dan berserah, adalah salah satu pasal yang paling agung di dalam seluruh pengalaman hidupnya. Tidak pernah pemimpin Israel ini lebih besar di pemandangan Tuhan daripada di saat‑saat penderitaannya yang amat hebat itu.
Andaikata Allah telah membiarkan Daud tanpa teguran atas dosanya itu, dan sementara melanggar hukum Ilahi, tetap berada dalam damai dan makmur di atas takhtanya, maka orang‑orang yang tidak percaya dan orang kafir mempunyai dalih untuk mengatakan bahwa sejarah kehidupan Daud sebagai satu celaan terhadap agama Alkitab. Tetapi di dalam pengalaman yang Ia biarkan terjadi kepada Daud, Tuhan menunjukkan bahwa Ia tidak bisa membiarkan atau memaafkan dosa. Dan sejarah Daud menyanggupkan kita juga untuk melihat tujuan yang besar yang ada dalam pikiran Allah di dalam perlakuan‑Nya terhadap dosa, itu menyanggupkan kita untuk mengetahui, sekalipun melalui hukuman yang paling gelap, dilaksanakannya maksud Allah yang penuh rahmat dan kebajikan itu. Ia membiarkan Daud menerima hukuman tetapi Ia tidak membinasakannya, dapur api adalah untuk menyucikan bukan untuk membinasakan. Tuhan berkata, "Jika ketetapan-Ku mereka langgar dan tidak berpegang pada perintah-perintah-Ku, maka Aku akan membalas pelanggaran mereka dengan gada, dan kesalahan mereka dengan pukulan-pukulan. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan Kujauhkan dari padanya dan Aku tidak akan berlaku curang dalam hal kesetiaan-Ku." Mazmur 89:32‑34.
Segera setelah Daud meninggalkan Yerusalem, Absalom dan tentaranya masuk, dan tanpa melalui peperangan ia telah menguasai benteng Israel. Husai berada di antara orang yang pertama menyambut raja yang baru diangkat ini, dan putra mahkota ini merasa heran dan merasa puas dapat bertemu kembali dengan sahabat‑sahabat lama dan para penasihat bapanya itu. Absalom merasa pasti bahwa ia akan berhasil. Sejauh ini rencananya menguntungkan, dan ia ingin memperkuat tahtanya dan memperoleh kepercayaan bangsa itu, ia telah menyambut Husai ke dalam istananya.
Sekarang Absalom dikelilingi oleh satu bala tentara yang kuat, tetapi sebagian besar terdiri dari orang‑orang yang tidak terlatih untuk berperang. Oleh sebab mereka belum pernah berperang. Ahitofel mengetahui dengan baik bahwa keadaan Daud jauh daripada keadaan tidak berpengharapan. Sebagian besar daripada bangsa itu masih tetap setia kepadanya, ia dikelilingi oleh bala tentara yang teruji, yang setia kepada raja mereka, dan tentaranya dipimpin oleh para jenderal yang cakap dan berpengalaman. Ahitofel mengetahui bahwa setelah luapan kegembiraan yang pertama dalam menyambut raja yang baru itu dinyatakan, satu reaksi akan timbul. Jikalau pemberontakan ini gagal, Absalom akan bisa mengadakan perdamaian dengan bapanya; dan Ahitofel, sebagai penasihatnya yang terkemuka, akan bertanggung jawab atas terjadinya pemberontakan ini, hukuman yang paling berat akan dijatuhkan ke atas dirinya. Untuk mencegah agar Absalom tidak undur dari rencananya, Ahitofel menasihatkan dia supaya berbuat sesuatu yang pada pemandangan seluruh bangsa itu, perdamaian tidak mungkin lagi diadakan. Dengan cara‑caranya yang licik seperti Iblis, negarawan yang jahat dan tidak berprinsip ini telah mendorong Absalom untuk menambahkan perbuatan zina kepada pemberontakannya itu. Di hadapan seluruh bangsa Israel ia harus mengambil para gundik bapanya bagi dirinya, sesuai dengan adat kebiasaan bangsa timur, dengan demikian menyatakan bahwa dia telah menggantikan bapanya untuk menduduki takhta kerajaan. Dan Absalom telah melaksanakan usul yang jahat itu. Dengan demikian genaplah Firman Allah kepada Daud melalui nabi. "Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil istri-istrimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain.... Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan." 2 Samuel 12:11, 12. Bukannya Allah yang telah mendorong dilakukannya perbuatan jahat ini, tetapi oleh karena dosa Daud ia tidak dapat menggunakan kekuasaannya untuk mencegah semuanya itu.
Ahitofel dihormati oleh karena kebijaksanaannya, tetapi ia tidak memiliki penerangan yang berasal dari Allah. "Permulaan hikmat adalah takut akan Allah," (Amsal 9:10), dan hal ini tidak dimiliki oleh Ahitofel; andaikata ia memilikinya maka ia tidak akan menjadikan perbuatan zina itu sebagai dasar daripada berhasilnya perbuatan khianatnya itu. Manusia yang hatinya jahat merencanakan kejahatan, seolah‑olah tidak ada Pimpinan Allah yang mengendalikan untuk menghalangi rencana mereka itu; tetapi "Dia, yang bersemayam di surga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka." Mazmur 2:4. Tuhan berkata, "Mereka tidak mau menerima nasihat-Ku, tetapi menolak segala teguran-Ku, maka mereka akan memakan buah perbuatan mereka, dan menjadi kenyang oleh rencana mereka. Sebab orang yang tak berpengalaman akan dibunuh oleh keengganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya." Amsal 1:30‑32.
Setelah berhasil dalam rencana untuk keselamatan dirinya sendiri, Ahitofel mendesak Absalom untuk segera mengambil tindakan terhadap Daud. "Izinkanlah aku memilih dua belas ribu orang," katanya, "maka aku akan bersiap dan mengejar Daud pada malam ini juga. Aku akan mendatangi dia, selagi ia lesu dan lemah semangatnya, dan mengejutkan dia; seluruh rakyat yang ada bersama-sama dengan dia akan melarikan diri, maka aku dapat menewaskan raja sendiri. Demikianlah aku akan membawa pulang seluruh rakyat itu kepadamu." Rencana ini disetujui oleh para penasihat raja. Andaikata ini telah dilaksanakan, pasti Daud akan terbunuh, kecuali Tuhan dengan secara langsung campur tangan untuk menyelamatkannya. Tetapi satu hikmat yang lebih tinggi daripada hikmat Ahitofel yang terkenal itu sedang mengendalikan jalannya peristiwa‑peristiwa yang sedang berlaku. "Sebab Tuhan telah memutuskan, bahwa nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan maksud supaya Tuhan mendatangkan celaka kepada Absalom."
Husai tidak dipanggil ke dalam musyawarah itu, dan ia tidak mau hadir tanpa diundang, jangan‑jangan ia akan dicurigai sebagai seorang mata‑mata; tetapi setelah rapat itu bubar, Absalom yang sangat menghormati pertimbangan penasihat bapanya itu, telah menyerahkan rencana Ahitofel itu kepadanya. Husai mengetahui bahwa jikalau rencana yang telah digariskan itu dilaksanakan, maka Daud akan binasa. Dan ia berkata, "'Nasihat yang diberikan Ahitofel kali ini tidak baik.' Kata Husai pula: 'Engkau tahu, bahwa ayahmu dan orang-orangnya adalah pahlawan, dan bahwa mereka sakit hati seperti beruang yang kehilangan anak di padang. Lagipula ayahmu adalah seorang prajurit sejati; ia tidak akan membiarkan rakyat tidur. Tentulah ia sekarang bersembunyi dalam salah satu lubang atau di salah satu tempat," ia mengatakan bahwa, jikalau bala tentara Absalom mengejar Daud, maka mereka tidak akan dapat menangkap raja itu; dan kalau saja mereka itu mendapat serangan balasan, maka hal itu akan menawarkan hati mereka, dan akan merusak segala usaha Absalom. "Engkau tahu," katanya, "bahwa ayahmu dan orang-orangnya adalah pahlawan." Dan ia telah mengemukakan satu rencana yang menarik kepada seseorang yang bersifat mementingkan diri, yang suka menunjukkan kekuasaan: "'Sebab itu kunasihatkan: Suruhlah seluruh Israel dari Dan sampai Bersyeba berkumpul kepadamu, seperti pasir di tepi laut banyaknya dan engkau sendiri juga harus turut bertempur. Apabila kita mendatangi dia di salah satu tempat, di mana ia terdapat, maka kita akan menyergapnya, seperti embun jatuh ke bumi, sehingga tidak ada yang lolos, baik dia maupun orang-orang yang menyertainya. Dan jika ia mengundurkan diri ke suatu kota, maka seluruh Israel akan mengikat kota itu dengan tali, dan kita akan menyeretnya sampai ke sungai, hingga batu kecil pun tidak terdapat lagi di sana.' Lalu berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: 'Nasihat Husai, orang Arki itu, lebih baik dari pada nasihat Ahitofel." Tetapi ada satu orang yang tidak bisa ditipu--seorang yang melihat dengan jelas akibat daripada kesalahan Absalom yang berbahaya ini. Ahitofel mengetahui bahwa rencana para pemberontak itu telah gagal. Dan ia mengetahui bahwa apa pun yang akan menjadi nasib putra mahkota itu, maka tidak akan ada harapan bagi penasihat yang telah menghasut supaya diadakannya perbuatan yang amat jahat itu. Ahitofel telah mendorong Absalom untuk memberontak, ia telah menasihatkan dia untuk berbuat kejahatan yang paling keji, yang menghina bapanya, ia telah mengusulkan agar Daud dibunuh dan telah merencanakan cara untuk melaksanakannya; ia telah melenyapkan segala kemungkinan untuk dapat berdamai dengan raja, dan sekarang ada seorang yang lebih disukai daripada dirinya, bahkan oleh Absalom sendiri. Dengan dipenuhi rasa cemburu, marah dan putus asa, Ahitofel "berangkatlah ke rumahnya, ke kotanya; ia mengatur urusan rumah tangganya, kemudian menggantung diri. Demikianlah ia mati." Demikianlah akibat daripada hikmat seseorang, yang dengan segala bakatnya, tidak menjadikan Allah sebagai penasihatnya. Setan memperdayakan manusia dengan janji‑janji palsu, tetapi pada akhirnya itu akan didapati oleh semua orang, bahwa "upah dosa ialah maut." Roma 6:23.
Husai, tidak merasa pasti bahwa nasihatnya itu akan dilaksanakan oleh raja yang tidak berpendirian itu, tidak membuang waktu untuk mengamarkan Daud supaya melarikan diri ke seberang sungai Yordan dengan tidak berlambatan. Kepada para imam, yang harus menyampaikannya melalui anak‑anaknya, Husai mengirimkan berita: "Ini dan itu dinasihatkan Ahitofel kepada Absalom dan kepada para tua-tua Israel, tetapi ini dan itu kunasihatkan. Suruhlah dengan segera memberitahukan kepada Daud, demikian: Pada malam ini janganlah bermalam di tempat-tempat penyeberangan ke padang gurun, tetapi menyeberanglah dengan segera, supaya jangan raja dan seluruh rakyat yang bersama-sama dengan dia itu ditelan habis."
Orang‑orang muda ini dicurigai dan dikejar, tetapi mereka berhasil dalam melaksanakan tugas mereka yang berbahaya itu. Daud, merasa lelah dan sedih setelah hari pertama dimana ia telah melarikan diri, menerima kabar bahwa ia harus menyeberangi sungai Yordan malam itu juga, oleh karena anaknya sedang berusaha untuk membunuhnya.
Apakah perasaan bapa dan raja itu, yang diperlakukan dengan begitu kejam, di dalam bahaya maut yang hebat ini? "Seorang yang gagah perkasa," seorang yang cakap dalam peperangan, seorang raja, yang kata‑katanya merupakan undang‑undang, telah dikhianati oleh anaknya yang ia kasihi, manjakan dan yang dengan tidak bijaksana ia telah percayai; ia telah percayai; ia telah diperlakukan dengan kejam dan ditinggalkan oleh bawahannya yang terikat kepadanya oleh ikatan yang paling kuat dalam kehormatan dan kepatuhan‑-dengan kata‑kata apakah Daud dapat mencurahkan perasaan jiwanya itu? Di dalam jam pencobaan yang paling gelap ini, hati Daud bergantung kepada Allah, dan ia menyanyi:
"Ya Tuhan, betapa banyaknya lawanku! Banyak orang yang bangkit menyerang aku; banyak orang yang berkata tentang aku: 'Baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah.' Tetapi Engkau, Tuhan, adalah perisai yang melindungi aku, Engkaulah kemuliaanku dan yang mengangkat kepalaku. Dengan nyaring aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus.
Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun, sebab Tuhan menopang aku! Aku tidak takut kepada puluhan ribu orang yang siap mengepung aku. Bangkitlah, Tuhan, tolonglah aku, ya Allahku! Ya, Engkau telah memukul rahang semua musuhku, dan mematahkan gigi orang-orang fasik. Dari Tuhan datang pertolongan. Berkat-Mu atas umat-Mu!"
Mazmur 3: 2‑9.
Daud dan semua pengikutnya--tentara dan negarawan, orang tua dan muda, perempuan dan anak‑anak--di dalam kegelapan malam telah menyeberangi sungai yang dalam dan deras itu. "Sehingga pada waktu fajar seorang jua pun tiada yang kurang yang belum menyeberang Yordan itu."
Daud dan bala tentaranya mundur ke Mahanaim, yang pernah menjadi tempat takhta kerajaan Isyboset. Ini merupakan satu kota yang mempunyai benteng yang kuat, dikelilingi oleh satu daerah yang berbukit yang baik untuk dipakai sebagai satu tempat berlindung dalam keadaan perang. Negeri ini mempunyai perbekalan yang cukup dan rakyatnya menaruh simpati terhadap pekerjaan Daud. Di tempat ini banyak orang yang menggabungkan diri dengan dia, sementara orang‑orang kaya membawa pemberian yang limpah berupa persediaan makanan dan kebutuhan‑kebutuhan lainnya.
Nasihat Husai mengenai sasarannya, dan telah memberikan kesempatan bagi Daud untuk melarikan diri; tetapi putra mahkota yang jahat itu tidak dapat dikendalikan lebih lama lagi dan dengan segera ia telah mengejar ayahnya. "Absalom menyeberangi sungai Yordan dengan seluruh orang Israel yang menyertainya." Absalom mengangkat Amasa, anak Abigail saudara perempuan Daud, sebagai pemimpin bala tentaranya. Jumlah tentaranya besar, tetapi mereka tidak berdisiplin dan tidak bersedia berhadapan dengan tentara bapanya yang sudah teruji itu.
Daud telah membagi tentaranya itu menjadi tiga bagian di bawah perintah Yoab, Abisai, dan Itai orang Geti. Adalah menjadi maksudnya untuk memimpin tentara itu oleh dirinya sendiri di medan peperangan; tetapi terhadap rencana ini para pemimpin tentaranya, para penasihatnya, dan orang banyak itu telah mengadakan protes dengan tegas. "'Janganlah tuanku maju berperang,' kata mereka, 'sebab apabila kami terpaksa melarikan diri, maka mereka tidak akan menghiraukan kami; bahkan sekalipun mati separuh dari pada kami, mereka tidak akan menghiraukan kami; tetapi tuanku sama harganya dengan sepuluh ribu orang dari pada kami. Sebab itu, adalah lebih baik, bahwa tuanku bersedia menolong kami dari kota.' Kemudian berkatalah raja kepada mereka: 'Apa yang kamu pandang baik akan kuperbuat.'"
Dari atas dinding kota itu barisan yang panjang daripada para pemberontak itu kelihatan dengan jelas. Si pemberontak itu dikawal oleh satu bala tentara yang amat besar jumlahnya, jikalau dibandingkan dengan mereka maka tentara Daud kelihatannya hanya segenggam saja. Tetapi apabila raja ini memandang kepada bala tentara musuh itu, yang terutama di dalam pikirannya bukanlah mahkota atau kerajaan, atau pun hidupnya sendiri, yang bergantung kepada hasil daripada peperangan itu. Hati bapa itu dipenuhi oleh kasih dan belas kasihan bagi anaknya yang memberontak itu. Apabila bala tentara itu berbaris ke luar dari pintu gerbang kota itu, Daud memberikan semangat kepada tentaranya yang setia, sambil menyuruh mereka itu maju dengan berharap bahwa Allah Israel akan memberikan kepada mereka kemenangan. Tetapi sekalipun di sini ia tidak dapat memendam kasihnya bagi Absalom. Apabila Yoab, memimpin rombongan yang pertama, melewati tempat raja itu, pemenang daripada ratusan peperangan itu menundukkan kepalanya untuk mendengar pesan yang terakhir dari raja, yang dengan suara gemetar telah berkata, "Perlakukanlah Absalom, orang muda itu dengan lunak karena aku." Dan Abisai dan Itai menerima pesan yang sama pula--"Perlakukanlah Absalom, orang muda itu dengan lunak karena aku." Tetapi permohonan raja, yang seolah‑olah menyatakan bahwa Absalom lebih berharga kepadanya daripada kerajaannya, lebih berharga daripada segala bawahannya yang setia kepada kerajaannya, hanyalah menambah kemarahan tentara‑tentara itu terhadap anak yang jahat itu.
Tempat peperangan itu adalah sebuah hutan di dekat sungai Yordan, di mana jumlah tentara Absalom yang besar itu merupakan satu kerugian kepadanya. Di tengah‑tengah semak belukar di hutan ini bala tentara yang tidak berdisiplin ini menjadi kacau balau dan tidak terkendalikan. Dan "tentara Israel terpukul kalah di sana oleh orang-orang Daud, dan pada hari itu terjadilah di sana pertumpahan darah yang dahsyat: dua puluh ribu orang tewas." Absalom, melihat bahwa ia dikalahkan, telah berbalik melarikan diri, di saat mana rambutnya telah terjerat kepada cabang‑cabang pohon yang besar, dan kudanya berlari terus, ia pun tergantung‑gantung tanpa daya, menjadi satu mangsa kepada musuhnya. Di dalam keadaan seperti ini ia ditemukan oleh seorang tentara, yang oleh karena takut akan menyusahkan hati raja, telah membiarkan Absalom hidup, tetapi telah melaporkannya kepada Yoab apa yang telah dilihatnya. Hati nuraninya tidak menghalanginya sedikitpun. Ia telah bersahabat dengan Absalom, dimana telah dua kali ia berusaha memperdamaikannya dengan raja Daud, dan usahanya itu telah dikhianati secara keji. Kecuali untuk keuntungan yang diperoleh Absalom melalui pengantaraan Yoab, maka pemberontakan ini, dengan segala akibatnya yang mengerikan itu, tidak akan pernah terjadi. Sekarang adalah di dalam kuasa Yoab untuk membinasakan biang keladi daripada segala kejahatan itu dengan sekejap. "Lalu diambilnyalah tiga lembing dalam tangannya dan ditikamkannya ke dada Absalom.... Lalu mereka mengambil mayat Absalom dan melemparkannya ke dalam lubang yang besar di hutan itu, kemudian mereka mendirikan di atasnya timbunan batu yang sangat besar."
Dengan demikian binasalah biang keladi pemberontakan di antara orang Israel itu. Akhitofel telah mati oleh tangannya sendiri. Putra mahkota Absalom, yang keelokan parasnya itu telah menjadi kebanggaan Israel, telah binasa pada masa mudanya, mayatnya telah dicampakkan ke dalam sebuah lubang, dan telah ditimbun dengan batu‑batu yang banyak, sebagai satu tanda yang abadi akan kecelaannya. Selama masa hidupnya Absalom telah mendirikan bagi dirinya sendiri satu tugu peringatan yang amat mahal di dalam lembah raja, tetapi satu‑satunya peringatan yang menandai kuburnya adalah tumpukan batu‑batu di padang belantara.
Setelah pemimpin pemberontakan itu dibunuh, Yoab melalui suara terompet telah mengumpulkan kembali bala tentaranya yang sedang mengejar musuh yang sedang melarikan diri itu, dan para pesuruh dengan segera telah diutus untuk membawa berita itu kepada raja.
Pengawal yang berada di atas benteng kota, yang sedang mengamat‑amati medan pertempuran itu, telah melihat ada seseorang sedang berlari sendirian. Tidak lama kemudian orang yang kedua terlihat. Apabila orang yang pertama itu semakin dekat, penjaga itu berkata kepada raja, yang sedang menunggu di dekat pintu gerbang, "'Aku lihat cara berlari orang yang pertama itu seperti cara berlari Ahimaas bin Zadok.' Berkatalah raja: 'Itu orang baik, ia datang membawa kabar yang baik.' Lalu Ahimaas berseru, katanya kepada raja: 'Selamat!' Kemudian sujudlah ia menyembah kepada raja dengan mukanya ke tanah serta berkata: 'Terpujilah Tuhan, Allahmu, yang telah menyerahkan orang-orang yang menggerakkan tangannya melawan tuanku raja.'" Menjawab pertanyaan raja, "Adakah baik orang muda, si Absalom itu?" Ahimaas telah memberikan satu jawab yang tidak pasti.
Pesuruh yang kedua datang, sambil berkata, "Tuanku raja mendapat kabar yang baik, sebab Tuhan telah memberi keadilan kepadamu pada hari ini dengan melepaskan tuanku dari tangan semua orang yang bangkit menentang tuanku." Sekali lagi dari bibir bapa itu tercetus pertanyaan, "Selamatkan Absalom, orang muda itu?" Tidak sanggup untuk menyembunyikan kabar itu, pesuruh ini menjawab, "Biarlah seperti orang muda itu musuh tuanku raja dan semua orang yang bangkit menentang tuanku untuk berbuat jahat." Sekarang cukup sudah. Daud tidak bertanya lebih jauh lagi, tetapi dengan kepala yang tertunduk ia "naik ke anjung pintu gerbang lalu menangis. Dan beginilah perkataannya sambil berjalan: 'Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!"
Bala tentara yang menang itu, kembali dari medan pertempuran, bergerak mendekati kota itu; pekikan kemenangan mereka telah menggema di bukit‑bukit. Tetapi apabila mereka memasuki pintu gerbang kota teriakan mereka terhenti, bendera mereka terkulai di tangan mereka, dan dengan tertunduk mereka berjalan maju dan tampaknya lebih menyerupai orang yang telah menderita kekalahan daripada orang‑orang yang menang. Oleh karena raja tidak menyambut mereka, tetapi dari ruang yang di atas pintu gerbang itu ratapannya terdengar, "Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!"
"Pada hari itulah kemenangan menjadi perkabungan bagi seluruh tentara, sebab pada hari itu tentara itu mendengar orang berkata: 'Raja bersusah hati karena anaknya.' Sebab itu tentara itu masuk kota dengan diam-diam pada hari itu, seperti tentara yang kena malu kembali dengan diam-diam karena melarikan diri dari peperangan."
Yoab dipenuhi oleh kemarahan. Allah telah memberikan kepada mereka sebab untuk menang dan bersuka‑suka, pemberontakan yang terbesar yang pernah terjadi di antara orang Israel telah dihancurkan; tetapi kemenangan besar ini telah diubah menjadi satu perkabungan bagi dia yang kejahatannya telah menumpahkan darah ribuan orang‑orang yang gagah berani. Pemimpin yang berani ini pergi menghadap kepada raja, dan dengan beraninya berkata, "Pada hari ini engkau mempermalukan semua hambamu, yang telah menyelamatkan nyawamu pada hari ini dan nyawa anak-anakmu laki-laki dan perempuan.... dengan mencintai orang-orang yang benci kepadamu, dan dengan membenci orang-orang yang cinta kepadamu! Karena pada hari ini engkau menunjukkan bahwa panglima-panglima dan anak buah tidak berarti apa-apa bagimu. Bahkan aku mengerti pada hari ini, bahwa seandainya Absalom masih hidup dan kami semua mati pada hari ini, maka hal itu kaupandang baik. Oleh sebab itu, bangunlah, pergilah ke luar dan berbicaralah menenangkan hati orang-orangmu. Sebab aku bersumpah demi Tuhan, apabila engkau tidak ke luar, maka seorang pun tidak akan ada yang tinggal bersama-sama dengan engkau pada malam ini; dan hal ini berarti celaka bagimu melebihi segala celaka yang telah kaualami sejak kecilmu sampai sekarang."
Bagaimana kasar bahkan kejamnya teguran kepada raja yang hatinya terluka itu, Daud tidak menolaknya. Menyadari bahwa jenderalnya itu benar, ia pergi ke pintu gerbang, dan dengan kata‑kata yang penuh semangat dan pujian itu telah menyambut tentara‑tentaranya yang berani itu sementara mereka berbaris melewati dia.
No comments:
Post a Comment