Komisi Mukjizat dibentuk Kardinal Paus sejak abad ke-16, satuan tugas khusus yang terdiri dari para ilmuwan medis untuk menyelidiki apakah orang-orang kudus yang diduga benar-benar mendapat mukjizat.
Sejak tahun 1500-an Komisi Mukjizat dan Teolog Vatikan telah menyetujui sekitar 1200 kasus mukjizat, tapi banyak kasus yang juga ditolak dan masih belum jelas. Niels Christian Hvidt pernah menuliskan kejadian mukzizat di Vatikan dalam bukunya Mirakler – Møder mellem Himmel og Jord.
Komisi Mukjizat Selidiki Para Santo
Di Vatikan memiliki semacam agency yang menyelidiki dugaan adanya mukjizat. Hal ini mungkin benar sampai batas tertentu, Komisi Mukjizat menyelidiki orang-orang kudus dalam Gereja Katolik. Mereka menyelidiki apakah seseorang memenuhi syarat sebagai seorang Santo, karena orang-orang kudus merupakan elemen sentral dari Katolik yang harus diperiksa dengan menggunakan metode ilmiah terbaru.
Menurut Hvidt, sebanyak 80-90 dokter berafiliasi dengan Komisi Mukjizat di Vatikan, mereka semua ilmuwan yang kompeten dan tidak semua dari mereka beragama Katolik.
Untuk menentukan apakah semua itu sebuah keajaiban, Komisi Mukzizat mengumpulkan bukti dan memeriksa orang yang sembuh. Penilaian tersebut dibuat sesuai dengan metodologi ilmiah. Komisi Mukjizat terdiri dari dokter yang menggunakan peralatan terbaru untuk menemukan penjelasan mengapa seseorang telah sembuh.
Jika seseorang menderita tumor otak tiba-tiba menghilang setelah berdoa, para dokter memeriksa kondisi medis pasien dan scan otak dari sebelum dan sesudah tumor menghilang.
Ketika sebuah keajaiban ditemukan di Vatikan, laporan investigasi disaksikan dokter, merka tidak bisa menemukan penjelasan yang alami untuk menjelaskan fenomena tersebut. Para kardinal kemudian menyampaikan kesaksian ini kepada Komisi Mukjizat, kemudian mengirimkan delegasi ke lokasi di mana peristiwa itu terjadi. Jika delegasi gagal menemukan penjelasan ilmiah yang memuaskan, mereka akan memanggil ahli eksternal.
Penyelidikan Mukjizat Dibantu Teolog
Komisi Mukjizat melakukan segala hal yang mereka bisa untuk menemukan penjelasan. Pada titik tertentu mereka mungkin menyerah, dan kemudian kasus itu diserahkan kepada teolog Vatikan.
Para teolog kemudian memeriksa kesaksian para dokter untuk masalah agama tertentu, misalnya kepercayaan dan doa. Jika isu-isu tersebut hadir dalam kesaksian, mereka akan menyatakan bahwa semua itu merupakan keajaiban.
Ketika kasus ini diserahkan kepada para teolog, tidak secara otomatis menyebabkan suatu kanonisasi. Hal ini merupakan prosedur umum bahwa para teolog akan memeriksa apakah kekuatan Hitam mungkin telah menyebabkan fenomena yang tidak bisa dijelaskan.
Mukjizat adalah konsep teologis yang mensyaratkan campur tangan ilahi, namun seorang teolog Katolik tradisional juga dapat mempertimbangkan kekuatan sihir atau jahat sebagai kemungkinan penyebab kejadian luar biasa. Jadi para teolog mengambil pendekatan kritis terhadap kesaksian mereka, tapi kriteria agama mereka sangat berbeda dengan dokter yang ada di Komisi Mukjizat.
Vatikan mencoba untuk memisahkan ilmu pengetahuan dan agama dalam proses kanonisasi. Komisi mungkin menganggap ofensif karena hal ini didasarkan pada metode ilmiah empiris, tetapi metode yang digunakan berlawanan dengan apa yang biasa kita digunakan.
Para ilmuwan biasanya mencari bukti bahwa alam diatur dengan cara tertentu yang sesuai dengan hukum ilmiah. Komisi Mukjizat memiliki tugas yang berbeda, tugasnya adalah untuk menemukan bukti sebaliknya tentang adanya fenomena yang tidak ada penjelasan rasional atau ilmiah.
Ada pernyataan bahwa Komisi Mukjizat gagal menemukan penjelasan alami dalam kasus penyembuhan di Vatikan. Hal ini disebabkan karena para ilmuwan merasa ditekan oleh atasan mereka yang ada di Vatikan. Vatikan sudah dikenal memiliki tradisi panjang penyembuhan suci, mukjizat yang sesekali menyembuhkan seseorang.
No comments:
Post a Comment