Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Mar 17, 2021

Sparta

Sparta adalah kota pada zaman Yunani Kuno yang merupakan ibu kota Laconia dengan kota terpenting Peloponesus di tepi Sungai Eurotas. Sparta didirikan oleh orang-orang Doria yang mengalahkan Laconia dan Messenia yang pada perkembangannya menjadi sangat kuat dan berkuasa. Pada abad ke-7 SM, Sparta merupakan pusat kesusastraan namun sesudah tahun 600 SM ilmu kemiliteran yang lebih ditonjolkan.

Anak-anak dari golongan berkuasa (Spartiate) dilatih menjadi militer. Di bawah golongan militer adalah golongan perioeci (tukang dan pedagang) dan helot (budak-budak). Hanya kaum Spartiate yang memiliki hak hukum dan hak sipil.

Sejarah
Prasejarah
Masa Prasejarah Sparta sulit untuk direkonstruksi, karena tidak banyak bukti tulisan dari masa tersebut dan juga distorsi oleh tradisi oral. Namun, bukti paling awal mengenai pemukiman manusia di wilayah Sparta adalah dari tembikar yang berasal dari periode pertengahan Neolitikum, ditemukan di sekitar Kouphovouno, sekitar dua kilometer selatan-barat daya Sparta .[2] Ini adalah jejak awal peradaban Sparta Mikene, seperti yang digambarkan dalam Illiad karya Homer.

Peradaban ini sepertinya jatuh ke dalam kemunduran pada akhir zaman perunggu. Menurut Herodotus, suku-suku Makedonia dari utara bergerak ke Peloponesia, di mana mereka disebut bangsa Doria, mereka menaklukan suku-suku setempat dan menetap di sana. Bangsa Doria tampaknya telah mulai mengembangkan batas wilayah Sparta hampir sebelum mereka mendirikan negara mereka sendiri.  Sparta berjuang melawan Doria Argive di timur dan tenggara, dan juga Arkadia Achaea di barat laut. Bukti menunjukkan bahwa daerah Sparta relatif tidak dapat diakses karena topografi dataran Taygete sehingga Sparta memang sudah aman sejak awal.

Menurut Herodotus dan Thucydides, antara abad ke-8 dan ke-7 SM Sparta mengalami periode ketiadaan hukum dan perselisihan sipil. Akibatnya, mereka melakukan serangkaian reformasi politik dan sosial di masyarakat yang kemudian mereka kaitkan dengan pemberi hukum mereka, Lykourgos Perubahan-perubahan ini menandai awal sejarah klasik Sparta.

Pertempuran Gaugamela

Pertempuran Gaugamela terjadi di Mesopotamia pada tahun 331 SM antara Aleksander Agung dari Makedonia dan Darius III dari Persia.

Pertempuran berlangsung di dekat sebuah bukit berbentuk punuk unta, nama etimologi: Tel Gomel atau Tel Gahmal, yang diterjemahkan sebagai "Gunung Unta" dalam bahasa Ibrani, terjemahan lainnya "Kandang Unta" (Plutarch: "Rumah Unta").

Lokasi
Dataran Gaugamela, sebelah timur Mosul, dekat Irbil di Irak Utara. Lokasi Gaugamela belum ditetapkan secara definitif, namun letaknya di (36.36°N 43.25°E).

Kekuatan Pasukan
Kepastian jumlah pasukan Persia masih diperdebatkan, beberapa sejarawan menyatakan tentara Darius III tidak lebih dari 50.000 orang, Warry memperkirakan seluruhnya berjumlah 91.000 orang, Welman memperkirakan 90.000 orang, Ludwig Henning DelbrÜ (1978) memperkirakan 52.000 orang, Engels (1920) dan Green (1990) memperkirakan tidak lebih besar dari 100.000 orang di Gaugamela. Senjata dan alat yang disiapkan berupa kereta perang berkuda yang dilengkapi pedang di roda kereta, Gajah India, tombak berukuran 2 - 3 meter, busur dan anak panah.

Sebaliknya, sebagian besar sejarawan setuju bahwa Pasukan Makedonia terdiri dari 40.000 infanteri dan 7.000 kavaleri. Senjata dan alat yang dipergunakan berupa perlengkapan perlindungan pasukan kavaleri, tombak panjang berukuran 6 meter, lembing, katapel, perisai, busur dan panah.

Strategi Perang
Persia
Strategi Darius III, Raja Persia, yaitu membawa pasukan berkumpul bersama sehingga dalam satu hari semuanya dapat diputuskan dan mereka akan terhindar dari kesulitan dan bahaya yang berkepanjangan. Harapannya adalah mengurung orang Makedonia dengan menggunakan kecepatan dan jumlah pasukan. Hati-hati memilih medan pertempuran, dataran luas Guagamela, untuk memberikan keuntungan pasukan kavalerinya atas perubahan yang dilakukan pasukan kavaleri Makedonia. Kereta perang berkuda yang dilengkapi pedang di roda dan pasukan gajah India disiapkan untuk memporakporandakan formasi pasukan tombak Makedonia.

Makedonia
Aleksander Agung menolak gagasan pertempuran di malam hari, dan memaksa Darius untuk mensiagakan dan mempertahankan pasukannya berdiri sepanjang malam. Sementara pasukan Makedonia beristirahat. Dia membentuk formasi pasukan Makedonia sedikit ke kiri dari pusat kekuatan pasukan Persia, dengan harapan pasukan Persia maju, secara tidak langsung, ke arah kiri, menjauhi pasukan kereta perang Darius, untuk menggagalkan serangan kejutan. Pasukan tombak Makedonia bersatu dan mendekati musuh sampai pasukan kavaleri dapat mengeksploitasi setiap kelemahan di garis musuh.

Taktik Perang

Persia
Persia merekrut kavaleri terbaik dari Satrapie Timur dan dari suku Scythian serta mengerahkan kereta perang berkuda yang dipersenjatai pedang di rodanya untuk membuka jalan atau membersihkan medan pertempuran di depan pasukannya. Dia juga memiliki pasukan gajah India.

Darius III berada di tengah pasukan infanteri (tradisi di antara raja-raja Persia). Ia dikelilingi oleh pasukan kavaleri, tentara bayaran Yunani, dan pasukan penjaga kuda Persia yang berada di sebelah kanannya, Pasukan Dewa, India dan pasukan pemanah kavaleri Mardian berada di sebalah kanan tengah.

Di kedua sisi ditempatkan pasukan kavaleri. Darius memerintahkan Bessus di sayap kiri dengan Bactrian, kavaleri Dahae, kavaleri Arachosian, kavaleri Persia, kavaleri Susian, kavaleri Cadusian, dan Scythians. Kereta perang ditempatkan di depan dengan sekelompok kecil Bactrian. Dan di sayap kanan dengan pasukan kavaleri dari Suriah, Median, Mesopotamia, Parthia, Sacian, Tapurian, Hyrcanian, Albania Kaukasia, Sacesinian, Kapadokia, dan Armenia. Pasukan kavaleri dari Kapadokia dan Armenia ditempatkan di depan dan memimpin serangan. Kavaleri Albania dan Sacesinian dikirim untuk mengapit Macedonia dari sebelah kiri.

Macedonia

Pasukan Macedonia dibagi dua, di sisi kanan pasukan di bawah komando Aleksander, dan di kiri oleh Parmenion. Aleksander bertarung bersama kavaleri sekutu yaitu Paionian, dan kavaleri Macedonia. Kavaleri tentara bayaran dibagi menjadi dua yaitu para veteran ditempatkan di sisi kanan dan di depan serta pemanah Macedonia Agrian yang ditempatkan di sebelah pasukan tombang panjang.

Pasukan Parmenion berada di sebelah kiri dengan Thessalian, tentara bayaran Yunani, dan kavaleri Thrakian untuk melakukan manuver, sedangkan pasukan Aleksander memberikan pukulan yang menentukan dari sebelah kanan.

Di sebelah kanan tengah, kereta perang tentara bayaran ditempatkan dan di belakang mereka terdapat pasukan kavaleri Phillip Thessalian dan tentara bayaran Achaian. Di sebelah kanan mereka terdapat pasukan kavaleri sekutu Yunani dan pasukan tombak panjang yang ditempatkan dalam dua baris. Baris kedua mendapat perintah untuk menangani setiap unit pengapit yang muncul. Baris kedua ini sebagian besar terdiri dari tentara bayaran.

Kekaisaran Persia Akhaimenia

Kekaisaran Persia Akhaimenia (atau Akhemeniyah) (sek. 550–330 SM), dikenal pula sebagai Kekaisaran Persia Pertama, adalah kekaisaran Persia (Iran) di Asia Selatan dan Barat Daya yang didirikan pada abad ke-6 SM oleh Koresh Agung, yang menggulingkan konfederasi Medes. Kekaisaran ini meluas hingga pada akhirnya menguasai wilayah yang amat besar di dunia kuno dan pada tahun 500 SM membentang dari Lembah Indus di timur, hingga ke Thrakia dan Makedonia di perbatasan timur laut Yunani. Tidak ada kekaisaran lain sebelum masa itu yang lebih besar daripada Kekaisaran Akhaimenia. Kekaisaran Akhaimenia pada akhirnya menguasai Mesir juga. Kekaisaran ini dipimpin oleh serangkaian raja yang menyatukan suku-suku dan bangsa-bangsanya yang terpisah-pisah dengan membangun jaringan jalan yang rumit.

Bangsa Persia menyebut diri mereka Pars, yang berasal dari nama suku Arya asli mereka Parsa, dan bermukim di daerah yang mereka beri nama Parsua (Persis dalam bahasa Yunani), yang dibatasi oleh Sungai Tigris di barat dan Teluk Persia di timur. Tempat ini menjadi wilayah pusat mereka pada masa Kekaisaran Akhaimenia. Dari daerah inilah Koresh Agung (Koresh II dari Persia) pada akhirnya muncul dan mengalahkan bangsa Medes, Lydia, dan Kekaisaran Babilonia, membuka jalan untuk penaklukan selanjutnya ke Mesir dan Asia Kecil.

Pada puncak kejayaannya setelah penaklukan Mesir, kekaisaran ini menempati wilayah seluas kira-kira 8 juta km2, meliputi tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Pada wilayah terluasnya, kekaisaran ini juga meliputi wilayah yang kini menjadi Iran, Turki, sebagian Asia Tengah, Pakistan, Thrakia, dan Makedonia, sebagian besar daerah pesisir Laut Hitam, Afghanistan, Irak, Arab Saudi utara, Yordania, Israel, Lebanon, Suriah, serta semua pusat pemukiman di Mesir kuno hingga ke barat sejauh Libya. Dalam sejarah Barat, Kekaisaran Akhaimenia disebutkan sebagai musuh negara-negara kota Yunani  selama Perang Yunani-Persia. Kekaisaran ini juga terkenal karena emansipasi terhadap terhadap perbudakan termasuk pembebasan bangsa Yahudi dari pembuangan ke Babilonia dan karena membangun infrastruktur seperti sistem pos, sistem jalan, dan penggunaan bahasa resmi di seluruh wilayah kekuasaannya. Kekaisaran ini menerapkan administrasi birokratis terpusat di bawah pimpinan Kaisar serta memiliki pasukan militer profesional dan pasukan wajib militer yang besar, mengilhami perkembangan serupa di kekaisaran-kekaisaran lain pada masa selanjutnya.

Menurut pandangan tradisional, wilayah Kekaisaran Akhaimenia yang amat luas dan keragaman etnokulturalnya yang luar biasa pada akhirnya menjadi kerugian karena penyerahan kekuasaan kepada pemerintah lokal pada akhirnya melemahkan otoritas pusat milik raja, membuat banyak energi dan sumber daya terbuang akibat harus menghentikan pemberontakan lokal.  Ini menjelaskan mengapa ketika Aleksander Agung (Aleksander III dari Makedonia) menginvasi Persia pada tahun 334 SM dia menghadapi suatu kekaisaran terpecah belah dengan pemimpin yang lemah, mudah untuk dihancurkan. Sudut pandang ini ditentang oleh beberapa sejarawan modern yang berpendapat bahwa Kekaisaran Akhaimenia tidak menderita krisis semacam itu pada masa Aleksander, dan bahwa hanya kericuhan pergantian kekuasaan internal yang terjadi di dalam keluarga Akhemenid yang pernah hampir melemahkan kekaisaran.  Aleksander, yang merupakan pengagum Koresh Agung, pada akhirnya menyebabkan keruntuhan dan perpecahan kekaisaran sekitar tahun 330 SM, membuatnya terbagi menjadi Kerajaan Ptolemaik dan Kekaisaran Seleukia, selain juga wilayah-wilayah kecil lainnya yang memedekakan diri pada masa itu. Akan tetapi, kebudayaan Iran di dataran tinggi tengah tetap berkembang dan pada akhirnya kembali berkuasa pada abad ke-2 SM.

Warisan sejarah Kekaisaran Akhaimenia bukan hanya pengaruh teritorial dan militernya saja, melainkan meliputi pula pengaruh kebudaaan, sosial, dan keagamaan. Banyak orang Athena yang mengadopsi kebiasaan Akhaimenia dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai akibat dari kontak antarbudaya,  beberapa karena pernah dikerahkan oleh, atau bersekutu dengan raja Persia. Pengaruh Dekret Pemulihan Koresh Agung disebutkan dalam naskah Yudeo-Kristen, selain itu kekaisaran ini juga amat berperan dalam penyebaran Zoroastrianisme hingga ke timur sejauh Tiongkok. Bahkan Aleksander Agung, yang menaklukkan kekaisaran luas ini, menghormati adat-istiadatnya dan memerintahkan orang Yunani untuk ikut menghormasi raja-raja Persia termasuk Koresh Agung. Aleksander bahkan melakukan proskynesis, suatu adat kerajaan Persia, meskipun banyak diprotes oleh para tentara Makedonianya. Kekaisaran Akhaimenia memberikan pengaruh terhadap politik, warisan dan sejarah Persia modern (kini Iran).  Perangaruhnya meliputi pula wilayah Persia sebelumnya yang secara keseluruhan disebut Persia Besar. Prestasi teknik yang penting di Kekaisaran Akhaimenia adalah sistem pengelolaan air Qanat, yang berusia lebih dari 3000 tahun dan memiliki panjang lebih dari 44 mil (71 km.)

Pada tahun 480 SM, diperkirakan bahwa sekitar 50 juta  orang tinggal di Kekaisaran Akhaimenia  atau sekitar 44% dari seluruh populasi dunia pada masa itu, menjadikannya kekaisaran dengan jumlah penduduk terbanyak.

Asal usul
Artikel utama: Akhaimenes, Teispid, dan Silsilah keluarga Akhaimenid
Nama Persia berasal dari suku India-Eropa yang disebut Parsua. Persia merupakan pengucapan Latin dari orang India-Eropa, Parsua, yang menyebut perbatasan wilayah mereka Persis, sesuai nama suku mereka, suatu daerah yang terletak di sebelah utara Teluk Persia dan sebelah timur sungai Tigris disebut Persis (atau dalam bahasa Persia, Pars). Sejarawan Yunani, Herodotos, menuturkan:

"Bangsa Persia terdiri atas sejumlah suku seperti  : suku Pasargadai, Maraphii, dan Maspii, kepada mereka semua suku lainnya bergantung, Pasargadai adalah yang paling terkemuka; mereka memiliki klan Akhaimenid yang melahirkan raja-raja Perseid. Suku-suku lainnya adalah Panthialaei, Derusiaei, Germanii, kesemuanya hidup menetap, sisanya -Dai, Mardi, Dropici, Sagarti, merupakan suku nomaden. "
Kekaisaran Akhemeniyah bukanlah kekaisaran Iran pertama. Pada abad keenam SM suku bangsa Iran lainnya, yaitu bangsa Medes, telah mendirikan Kekaisaran Media.  Bangsa Medes pada awalnya merupakan bangsa Iran yang dominan di daerah tersebut, mulai berkuasa pada akhir abad ke-7 SM dan menjadikan Bangsa Persia bagian dari kekaisaran mereka. Bangsa-bangsa Iran sendiri memasuki daerah itu sekitar tahun 1000 SM dan pada awalnya berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Assyria (911-609 SM). Akan tetapi, bangsa Medes dan persia (bersama dengan bangsa Skythia dan Babilonia) memainkan peranan penting dalam keruntuhan Assyria melalui kerusuhan internal.

Perluasan
Pada abad ke-5 SM Persia telah menguasai wilayah yang kini menjadi Iran, Irak, pesisir Sudan, Eretria, Armenia, Azerbaijan, Pakistan, Afghanistan, Tajikistan, Turkmenistan, Kyrgyzstan, Georgia, Makedonia, Uzbekistan, Turki, Bulgaria, Siprus, Kuwait, Mesir, Suriah, Yordania, Israel, Lebanon, sebagian Yunani, Libya, bagian utara Jazirah Arab serta India barat laut.

Perang Yunani-Persia

Setelah menaklukkan Asia Kecil (Turki modern), Persia menempatkan tiran pada tiap negara kota Yunani di sana sebagai pemimpin lokal. Pada tahun 499 SM, Aristagoras, tiran Miletos, bersama dengan satrap Persia, Artaphernes, melaksanakan ekspedisi untuk menaklukkan Naxos. Tujuan Aristagoras adalah untuk meningkatkan posisinya sendiri di Miletos, baik dalam hal keuangan maupun kekuasaan. Misi itu berakhir dengan kegagalan dan akibatnya pihak Persia berencana untuk memecat Aristagoras dari jabatan tiran. Mengahadapi ancaman pemecatan itu, Aristagoras memilih untuk menghasut negara-negara kota Ionia untuk memberontak melawan kekuasaan Persia. Seluruh Ionia terkena hasutannya, terutama karena mereka juga tidak senang dengan para tiran yang ditunjuk oleh Persia untuk memimpin mereka. maka terjadilah Pemberontakan Ionia. Pemberontakan juga diikuti oleh kota-kota di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia.

Konflik tersebut berlangsung hingga tahun 493 SM, ketika Persia menyepakati perjanjian damai dengan kota-kota Ionia. Namun pemberontakan itu menjadi fase awal dari konflik yang lebih besar. Selama pemberontakan, dua negara kota di Yunani daratan, yakni Athena dan Eretria, mengirim pasukan dan membantu kota-kota Ionia dalam melawan Persia. Akibatnya Darius murka dan bersumpah akan menghukum dua negara itu. Selain itu, Darius menganggap bahwa situasi politik di Yunani dapat menjadi ancaman bagi kestabilan kekaisarannya. Oleh karena itu, setelah Persia kembali menguasai keadaan di Asia Kecil, Darius memerintahkan dilancarkannya invasi ke Yunani. Pasukan dan armada Persia memperoleh beberapa kesukesan awal di Yunani sebelum akhirnya dikalahkan oleh pasukan Athena, yang dibantu Plataia, dalam Pertempuran Marathon pada tahun 490 SM, yang memaksa pasukan Persia mengakhiri invasinya. Darius berniat untuk kembali menyerbu Yunani namun keburu meninggal dunia.

Xerxes I (485–465 SM, bahasa Persia Lama Xšayārša "Pahlawan Para Raja"), putra Darius, naik takhta dan meneruskan misi ayahnya. Dia mengumpulkan pasukan yang besar dan pada tahun memimpin invasi ke Yunani 480 SM . Dia bersama pasukan darat Persia memasuki Yunani dari utara, menaklukkan Thrakia dan memaksa Makedonia menjadi sekutu Persia. Pasukan daratnya sempat terhenti akibat dihadang sejumlah tentara Yunani, termasuk tiga ratus prajurit Sparta, di Thermopylae, sementara armada lautnya juga sempat tertahan pada Artemision. Namun Persia pada akhirnya bisa melanjutkan invasi.

Persia terus bergerak semakin jauh di Yunani dan menaklukkan kota Athena, yang sudah hampir kosong karena penduduknya telah dievakuasi. Pada akhirnya, dalam suatu pertempuran maritim yang menentukan di Pertempuran Salamis, armada Persia dikalahkan oleh armada gabungan Yunani. Ini membuat Xerxes menarik mundur sebagian besar pasukan daratnya dan kembali ke Persia. Mardonios, seorang jenderal Persia, tetap tinggal di Yunani dan ditugaskan menyelesaikan invasi bersama sisa-sisa pasukan darat Persia. Pada tahun 479 SM, pasukan gabungan Yunani mengalahkan pasukan Mardonios dalam Pertempuran Plataia, dan armada gabungan Yunani menghancurkan armada Persia pada Pertempuran Mykale. Semua kemenangan Yunani ini mengakhiri invasi Persia.

Fase kebudayaan

Xerxes I digantikan oleh Artaxerxes I (465–424 SM), yang memindahkan ibu kota dari Persepolis ke Babylon. Pada masa pemerintahannya bahasa Elam tak lagi digunakan sebagai bahasa pemerintahan, sedangkan bahasa Aram menjadi lebih banyak digunakan. Kemungkinan pada pemerintahannya juga kalender matahari digunakan sebagai kalender nasional. Artaxerxes menjadikan Zoroastrianisme sebagai agama negara sehingga pada masa kini dia disebut juga sebagai Constantinus bagi agama tersebut.

Artaxerxes meninggal di Susa dan jasadnya dibawa ke Persepolis dimakamkan bersama para pendahulunya. Artaxerxes digantikan oleh putra sulungnya Xerxes II, yang dibunuh oleh saudara tirinya hanya beberapa minggu setelah kematian Artaxerxes. Dalam keadaan takhta Persia yang kacau, Darius II mengumpulkan dukungan bagi dirinya dan berarak ke timur, menghukum mati sang pembunuh dan mengangkat dirinya sendiri menjadi raja Persia.

Darius berkuasa sejak tahun 423 SM. Pada tahun 412 SM, atas desakan Tissaphernes, Darius memberi bantuan kepada Athena, kemudian kepada Sparta, yang mana bahwa kedua negara itu sedang berperang dalam konflik yang disebut Perang Peloponnesos. Namun pada tahun 407 SM, putra Darius, Koresh Muda, ditunjuk untuk menggantikan Tissaphernes, dan setelah itu bantuan seluruhnya diberikan hanya bagi Sparta, yang pada akhirnya berhasil mengalahkan Athena pada tahun 404 SM. Pada tahun itu pula Darius jatuh sakit dan meninggal di Babylon. Menjelang kematiannya, istrinya, Parysatis, yang berasal dari Babylon, memohon kepada Darius untuk menjadikan putra keduanya, Koresh Muda, sebagai raja Persia selanjutnya, akan tetapi Darius menolak.

Darius digantikan oleh putra sulungnya Artaxerxes II Memnon. Plutarkhos menuturkan (kemungkinan atas otoritas Ktesias) bahwa Tissaphernes menemui raja baru itu pada hari penobatannya dan memperingatkannya bahwa adiknya, Koresh Muda, berniat membunuhnya pada upaca penobatan. Artaxerxes kemudian menangkap Koresh dan hendak menghukum mati dia namun ibunya Parysatis ikut campur sehingga Koresh selamat. Koresh lalu diberikan jabatan sebagai satrap Lydia, di sana dia mengumpulkan pasukan untuk melakukan pemberontakan. Koresh dan Artaxerxes akhirnya bentrok dalam Pertempuran Kunaxa pada tahun 401 SM, yang berakhir dengan kematian Koresh.

Artaxerxes terus berkuasa dan menjadi raja Akhaimenia yang paling lama memerintah; dia menjadi raja selama sekitar 45 tahun, hingga tahun 358 SM. Selama masa pemerintahannya, Persia mengalami kedamaian dan kestabilan sehingga banyak dibangun monumen. Artaxerxes memindahkan kembali ibu kota ke Persepolis, yang dia perindah, sementara itu Ekbatana, sebagai ibu kota musim panas, diberi banyak tambahan hiasan berupa tiang dan genting yang dilapisi perak dan perunggu. Pada masa pemerintahannya juga, terjadi inovasi luar biasa pada kultus mezbah Zoroaster, dan tersebarnya agama itu ke seluruh Asia Kecil dan Levant, dari Armenia. Karena semua kontribusinya terhadap Persia, enam abad kemudian pendiri Kekaisaran Persia Kedua, Ardeshir I, menyatakan diri adalah keturunan Artaxerxes.

Keruntuhan
Artaxerxs II digantikan oleh Artaxerxes III pada tahun 358 SM. Menurut Plutarkhos, Artaxerxes III berkuasa setelah membunuh delapan saudara tirinya, untuk mengamankan takhtanya. Pada tahun 343 SM Artaxerxes III mengalahkan Nektanebo II, mengusirnya dari Mesir, dan kembali menjadi Mesir sebagai bagian dari Persia. Masa kekuasaan Persia yang kedua di Mesir ini disebut sebagai dinasti ketiga puluh satu Mesir.  Pada tahun 338 SM Artaxerxes III meninggal karena sebab yang tak jelas. Menurut kuneiform dia mati karena sebab alami namun menurut Diodoros, seorang sejarawan Yunani, dia dibunuh oleh Bagoas, salah seorang menterinya.

Artaxerxes III digantikan oleh Artaxerxes IV Arses, yang juga diracuni oleh Bagoas sebelum sempat mulai memerintah. Lebih jauh lagi, Bagoas membunuh semua anak Arses, serta banyak pangeran di Persia. Bagoas lalu menempatkan Darius III (336–330 SM), keponakan Artaxerxes IV, sebagai raja Persia. Setelah berkuasa, Darius yang sebelumnya merupakan satrap Armenia, secara pribadi memerintahkan Bagoas meminum racun. Pada tahun 334 SM, tidak lama setelah Darius menguasai Mesir kembali, Alexandros III dari Makedonia dan pasukannya yang telah banyak bertempur menginvasi Asia Kecil. Alexandrosr meneruskan rencanan ayahnya, Philippos, yang keburu meninggal sebelum sempat melaksanakan rencana invasinya.

Setelah menyeberang ke Asia Kecil, Alexandros mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Granikos (334 SM), disusul oleh Pertempuran Issos (333 SM), dan yang terakhir pada Pertempuran Gaugamela (331 SM). Setelah itu dia berarak menuju Susa dan Persepolis, yang menyerah pada awal 330 SM. Dari sana, Alexandros bergerak ke utara menuju Pasargadae, di sana dia mengunjungi makam Koresh Agung.

Agama
Kuil, meskipun berfungsi untuk tujuan keagamaan, namun berguna juga sebagai sumber penghasilan. Terilhami oleh para raja Babylon, Persia menerapkan konsep pajak kuil wajib, yaitu bahwa semua penduduk harus membayar sejumlah besar pajak atau zakat kepada kuil di daerah mereka. 

Mesopotamia

Mesopotamia (dari bahasa Yunani Kuno: Μεσοποταμία: tanah di antara sungai-sungai; bahasa Arab: بلاد الرافدين‎ (bilād al-rāfidayn); bahasa Suryani: ܒܝܬ ܢܗܪܝܢ (Beth Nahrain): "tanah dari sungai-sungai" terletak di antara dua sungai besar, Efrat dan Tigris. Daerah yang kini menjadi Republik Irak itu pada zaman dahulu disebut Mesopotamia, yang dalam bahasa Yunani berarti "(daerah) di antara sungai-sungai". Dengan bidang tanah yang panjang dan sempit berbentuk seperti bulan sabit dan tanahnya yang subur, daerah ini juga disebut "Bulan Sabit Subur". Nama Mesopotamia sudah digunakan oleh para penulis Yunani dan Latin kuno, seperti apa Polybius (abad 2 SM) dan Strabo (60 SM-20 M). Tanah subur ini telah menumbuhkan banyak peradaban kuno yang megah dan secara kolektif dikenal sebagai sebagai peradaban Mesopotamia. Inilah peradaban paling awal di Asia Barat dan salah satu yang tertua di dunia.

Menurut keyakinan Kristen dan Yahudi seperti dalam Perjanjian Lama, ada usaha menghubungkan keluarga Abraham (yang lalu disebut "Bapa Orang Beriman" dan diakui oleh tiga agama monoteistik dunia, Islam, Kristen, dan Yahudi ) dengan Mesopotamia. Dalam kitab Kejadian 11:31 dikatakan, pada suatu masa keluarga Abraham berpindah dari Ur Kaśdim ke Haran sebelum akhirnya berpindah ke Kanaan (Daerah Israel dan Palestina sekarang).

Lokasi Ur Kaśdim biasanya dirujuk pada Tell el-Muqayyar, situs bekas reruntuhan Kota Ur kuno dari periode Sumeria. Sedangkan Haran terletak di bagian utara Mesopotamia, di tepi Sungai Efrat.

Etimologi

Toponimi daerah Mesopotamia berasal dari akar kata Yunani Kuno μέσος (mesos) "tengah" dan ποταμός (potamos) "sungai" dan secara harfiah berarti"(negeri) di antara sungai-sungai". Toponimi ini digunakan dalam Septuaginta yang berbahasa Yunani itu (ca. 250 SM) sebagai terjemahan dari padanannya dalam bahasa Ibrani yaitu Naharaim. Toponimi ini bahkan sudah lebih awal digunakan oleh bangsa Yunani sebagaimana yang dibuktikan dengan Anabasis Alexandri, yang ditulis pada akhir abad ke-2 Masehi, namun secara khusus mengacu pada sumber-sumber dari zaman Alexander Agung. Dalam Anabasis, Mesopotamia digunakan untuk menyebut wilayah yang membentang di timur Sungai Efrat di utara Suriah. Istilah Aram biritum / birit Narim berhubungan dengan konsep geografis serupa. Kemudian, istilah Mesopotamia itu lebih umum diterapkan untuk semua tanah antara sungai Efrat dan Tigris, sehingga menggabungkan tidak hanya bagian dari Suriah tetapi juga hampir semua Irak dan Turki tenggara. Dataran stepa di sebelah barat sungai Efrat dan bagian barat Pegunungan Zagros juga sering termasuk dalam istilah yang lebih luas Mesopotamia.  Perbedaan lebih lanjut biasanya dibuat antara atas atau Utara Mesopotamia dan dataran yang rendah atau Selatan Mesopotamia. Mesopotamia utara juga dikenal sebagai Jezirah, adalah daerah antara Efrat dan Tigris sampai ke Baghdad. Mesopotamia selatan terdiri dari Irak selatan, Kuwait, dan Iran bagian barat.  Dalam penggunaan akademis modern, istilah Mesopotamia juga memiliki konotasi kronologis. Sering kali digunakan untuk merujuk daerah ini sampai dengan masa Penaklukan Muslim. Nama-nama seperti Suriah, Jezirah, dan Irak digunakan untuk menggambarkan wilayah tersebut setelah masa ini. Istilah ini telah diperdebatkan bahwa eufimisme ini merupakan istilah Eurosentris yang disematkan pada daerah ini pada masa-masa perambahan orang Barat abad ke-19.
Geografi
Mesopotamia meliputi wilayah antara Sungai Efrat dan Tigris yang sama-sama bersumber dari Dataran Tinggi Armenia. Kedua sungai ini juga mendapatkan tambahan pasokan air dari banyak anak sungai, dan keseluruhan jaringan sungai ini mengaliri wilayah bergunung-gunung yang sangat luas. Jalur perjalanan darat di Mesopotamia lazimnya menyusuri Sungai Efrat karena tepian Sungai Tigris sebagian besar terjal dan sukar dilalui. Iklim wilayah ini semi-gersang dengan bentangan gurun yang luas di utara serta bentangan daerah berawa-rawa, berlumpur, dan bergelagah seluas 15.000 Km persegi (5.800 Mil persegi) di selatan. Jauh di ujung selatan, Efrat dan Tigris menyatu dan bermuara ke Teluk Persia.

Lingkungan gersang yang membentang dari kawasan-kawasan pertanian tadah hujan di daerah utara sampai ke daerah selatan di mana pertanian dengan irigasi menjadi sangat penting jika orang mengharapkan perolehan surplus energi yang dihasilkan atas energi yang diinvestasikan (Energy Returned On Energy Invested, EROEI). Irigasi ini dipermudah oleh tingginya permukaan air tanah dan lelehan salju dari puncak-puncak tinggi Pegunungan Zagros di wilayah utara dan dari dataran tinggi Armenia, sumber air Sungai Tigris dan Efrat yang menjadi asal-muasal nama negeri itu. Manfaat irigasi bergantung pada kemampuan mengerahkan tenaga kerja yang memadai untuk membuat dan memelihara saluran-saluran air. Maka, faktor ini yang sejak permulaan zaman telah membantu pertumbuhan pemukiman-pemukiman perkotaan dan sistem kekuasaan politik yang terpusat.

Usaha pertanian di seluruh wilayah Mesopotamia disokong oleh usaha penggembalaan ternak secara berpindah-pindah. Kaum pengembara yang mendiami kemah-kemah menggembalakan biri-biri dan kambing (dan kemudian unta) dari padang-padang penggembalaan sepanjang sungai pada bulan-bulan di musim panas yang kering, menuju padang-padang rumput musiman di sepanjang perbatasan dengan gurun pada musim dingin yang basah. Wilayah Mesopotamia umumnya tidak memiliki batu-batu untuk bahan bangunan, logam mulia, dan kayu, karena itulah sepanjang sejarahnya bergantung pada perniagaan jarak jauh atas hasil-hasil pertanian untuk mendapatkan barang-barang langka itu dari luar wilayah. Di daerah rawa-rawa di selatan, terdapat suatu budaya rumit penangkapan ikan dengan kapal-kapal pengangkut semenjak zaman prasejarah, yang menambah keberagaman budaya Mesopotamia.

Kegagalan-kegagalan berkala dalam sistem budaya ini diakibatkan oleh sejumlah faktor. Kebutuhan akan tenaga kerja dari waktu ke waktu telah mengakibatkan peningkatan populasi yang mendesak batas-batas daya tampung ekologi, dan saat wilayah ini mengalami masa kekacauan iklim, keruntuhan pemerintah pusat dan penurunan populasi dapat terjadi. Di lain pihak, kerentanan militer terhadap serangan dari suku-suku pinggiran dari daerah perbukitan atau padang-padang penggembalaan telah mengakibatkan keruntuhan perniagaan dan penelantaran jaringan-jaringan irigasi selama beberapa waktu. Demikian pula, kecenderungan-kecenderungan memusat yang ada di negara-negara kota hanya pemerintahan terpusat atas seluruh wilayah Mesopotamia. Bilamana dipaksakan, cenderung berumur pendek, dan semangat kedaerahan pun terpecah-belah kekuasaan yang utuh menjadi satuan kesukuan atau kedaerahan yang lebih kecil.  Kecenderungan semacam ini masih terus berlanjut di Irak sampai sekarang.

Sejarah Mesopotamia

Sejarah Mesopotamia diawali dengan tumbuhnya sebuah peradaban, yang diyakini sebagai pusat peradaban tertua di dunia, oleh bangsa Sumeria. Bangsa Sumeria membangun beberapa kota kuno yang terkenal, yaitu Ur, Ereck, Kish, dll. Kehadiran seorang tokoh imperialistik dari bangsa lain yang juga mendiami kawasan Mesopotamia, bangsa Akkadia, dipimpin Sargon Agung, ternyata melakukan sebuah penaklukan politis, tetapi bukan penaklukan kultural. Bahkan dalam berbagai hal budaya Sumeria dan Akkadia berakulturasi, sehingga era kepemimpinan ini sering disebut Jilid Sumeria-Akkadia. Campur tangan Sumeria tidak dapat diremehkan begitu saja, pada saat Akkadia terdesak oleh bangsa Gutti, bangsa Sumeria yang mendukung Akkadia, sehingga mereka masih dapat berkuasa di "tanah antara dua sungai-sungai" itu.

Mesopotamia dalam Alkitab
Beberapa catatan lain bisa dikemukakan untuk menunjukkan hubungan antara Abraham dengan Mesopotamia. Dalam Kitab Ulangan 26:3; Nabi Musa mengajak umat untuk berdoa kepada Tuhan saat mempersembahkan panen pertama dengan mengawalinya, Bapaku adalah seorang Aram, seorang pengembara. Di tempat lain dikatakan bahwa Ishak, anak Abraham, diperintah Abraham untuk mencari istri dari daerah Aram-Mesopotamia (aram-naharayim) (Kejadian 24:2,10). Demikian juga dengan Yakub, cucu Abraham, dia disuruh pergi ke Padan-Aram untuk mendapatkan istri di sana (Kejadian 28:2). Dalam terjemahan Yunani Septuaginta, kedua nama terakhir ini disebut Mesopotamia.

Selain petunjuk yang secara eksplisit ada dalam Alkitab, masih bisa ditemukan informasi lain yang menunjukkan pengaruh Mesopotamia yang cukup kuat. Kesejajaran antara kisah-kisah Enkidu/Shamhat dan Adam/Hawa telah lama diakui oleh para peneliti. Kisah Taman Eden dan kisah Air Bah yang terkenal itu, yang dikisahkan pada bagian awal kitab Kejadian, sebenarnya kuat dipengaruhi sastra Mesopotamia. Biasanya ada tiga karya sastra Mesopotamia yang ditunjuk, yaitu Enuma Elis (dari abad 17 SM), Epos Gilgames (abad 20 SM), dan Athrahasis (abad 18-17 SM). Teks-teks itu cukup terkenal dan tersebar luas karena ditemukan dalam berbagai versi dan bahasa, seperti versi Akkadia, Sumeria, Hittit, dan Asyur. Kemiripan antara sastra Mesopotamia dengan teks-teks Alkitab begitu mencolok sehingga sering kali disimpulkan bahwa ada ketergantungan antara keduanya. Karena teks-teks Mesopotamia berasal dari periode yang jauh lebih tua dari teks-teks Alkitab, maka tidak mengherankan jika bisa disimpulkan, teks Alkitab bergantung pada sastra Mesopotamia itu. Para penulis Israel tampaknya mengambil dan memanfaatkan teks-teks Mesopotamia itu untuk mengungkap keyakinan mereka, sekaligus menyesuaikannya dengan keyakinan itu, terutama di bidang monoteisme.

Salah satu kemungkinan datangnya pengaruh Mesopotamia dalam kitab Kejadian adalah bahwa kisah-kisah Mesopotamia dibawa ke Palestina lalu menyebar-saat terjadi perpindahan penduduk besar-besaran dari Mesopotamia yang disebabkan situasi yang agak kacau sekitar abad 19 SM. Kiranya ini juga yang menjadi konteks berpindahnya keluarga Abraham dari Ur ke Haran, lalu ke Kanaan.

Berbagai kebiasaan dan peraturan yang tercermin dalam kitab Kejadian ternyata juga menemukan banyak kesamaan dengan kebiasaan dan peraturan yang hidup di daerah Mesopotamia. Sebagai contoh, kekhawatiran Abraham karena dia tidak mendapat keturunan, karena itu harus mewariskan segala miliknya kepada abdinya yang setia, Eliezer (Kejadian 15:1-4), ternyata sejajar dengan praktik yang dilakukan masyarakat Nuzi yang mendiami sebelah timur Sungai Tigris. Hal ini bisa diketahui melalui analisis teks-teks hukum yang berlaku di Nuzi, yang berasal dari abad 15 SM. Kisah tentang Abraham yang datang ke negeri asing lalu mengaku istrinya sebagai saudarinya (Kejadian 12:10-20) sering membingungkan orang. Tetapi, kini, dengan ditemukannya teks-teks yang berasal dari bangsa Hori di sebelah utara Mesopotamia, berdekatan dengan Haran, hal itu bisa dipahami dengan lebih baik. Dalam masyarakat Hori, ikatan perkawinan yang paling kuat adalah jika seorang istri sekaligus mendapat status saudari secara hukum. Karena itu, sering terjadi, sesudah perkawinan diadakan upacara lain untuk mengadopsi sang istri menjadi saudari. Hal ini disahkan dengan dua dokumen. Pertama, dokumen tentang perkawinan. Kedua, berkait dengan pengangkatannya sebagai saudari.

Matthias Henze menunjukkan bahwa kegilaan Nebukadnezar dalam Kitab Daniel mengacu pada Epos Gilgames. Dia mengklaim bahwa penulis menggunakan unsur-unsur dari deskripsi Enkidu untuk melukis potret sarkastik dan mengejek raja Babel.

Salah satu warisan peradaban Mesopotamia Kuno yang amat bernilai bagi umat manusia adalah kumpulan hukum yang biasa disebut Codex Hammurabi. Kumpulan hukum yang berbentuk balok batu hitam itu ditemukan di Susa tahun 1901 dalam suatu ekspedisi yang dilakukan arkeolog Prancis di bawah pimpinan M de Morgan. Pada bagian atas balok, yang kini ada di Museum Louvre, Paris, ada relief yang menggambarkan Raja Hammurabi dari Babilonia Kuno (1728-1686 SM) sedang menerima hukum dari Dewa Shamash, dewa Matahari yang juga menjadi dewa pelindung keadilan. Perbandingan dengan kumpulan hukum yang ada dalam Kitab Keluaran 21-23 menunjukkan adanya kesejajaran yang dekat. Adanya ketergantungan antara kedua kumpulan hukum itu tidak bisa ditentukan dengan pasti, tetapi pengaruh tidak langsung rasanya merupakan sesuatu yang amat masuk akal.

Codex Hammurabi, yang terdiri dari 282 pasal ditambah Prolog dan Epilog, tidak saja berpengaruh pada kumpulan hukum yang ada dalam Alkitab, tetapi juga pada sistem hukum pada periode selanjutnya. Yang menarik dan mungkin membuat kita (seharusnya) tertunduk malu adalah, kumpulan hukum itu juga mengingatkan kita bahwa sejak abad 18 SM, di Mesopotamia sudah ada seorang pemimpin besar yang sungguh-sungguh mempunyai kesadaran bahwa manusia harus diperlakukan secara adil sebagai manusia.

Budaya

Hari raya
Bangsa Mesopotamia Kuno setiap bulan menyelenggarakan upacara-upacara. Tema upacara dan perayaan untuk tiap-tiap bulan ditentukan oleh sekurang-kurangnya enam faktor utama:

Pergantian penampakan bulan (separuh-terang bermakna kelimpahan dan pertumbuhan, sedangkan separuh-gelap dikait-kaitkan dengan penurunan, pelestarian, dan perayaan "Alam Bawah"")
Pergantian musim bercocok-tanam
Titik khatulistiwa matahari dan titik balik matahari
Mitos-mitos setempat beserta dewa-dewi yang terkait dengannya
Keberhasilan dari raja yang berkuasa saat itu
Akitu, atau perayaan Tahun Baru (purnama pertama sesudah matahari melintasi katulistiwa di musim semi)
Peringatan peristiwa-peristiwa bersejarah (hari pendirian, kemenangan-kemenangan perang, hari-hari suci bagi kuil, dst)
Olahraga
Perburuan populer di kalangan raja-raja Asyur. Tinju dan gulat sering ditampilkan dalam seni rupa, dan beberapa bentuk permainan polo agaknya merupakan olahraga yang populer, dengan pemain yang duduk di atas pundak orang bukannya di atas punggung kuda. Mereka juga memainkan majore, sebuah permainan yang mirip rugbi, tetapi dimainkan dengan sebuah bola yang terbuat dari kayu. Mereka juga memainkan sebuah permainan papan yang mirip dengan senet dan backgammon, dan yang kini dikenal sebagai "Permainan Kerajaan dari Ur."

Ekonomi dan pertanian

Budi daya tanaman pangan yang dibantu sistem irigasi menyebar dari pegunungan Zagros ke arah selatan bersama dengan peradaban Samara dan peradaban Hadji Muhammed sejak sekitar 5,000 SM. Kuil-kuil Sumeria berfungsi sebagai bank dan mengembangkan sistem pinjaman dan kredit skala besar pertama, tetapi bangsa Babilonia yang mengembangkan sistem perbankan dagang yang pertama. Perekonomian Mesopotamia dalam satu dan lain hal dapat dibandingkan dengan ilmu ekonomi pasca-Keynes, tetapi dengan suatu pendekatan yang cenderung "apa saja boleh".

Sejak permulaan sejarah Mesopotamia sampai dengan zaman Ur III, kuil-kuil menguasai sampai dengan sepertiga dari seluruh lahan yang ada, namun jumlah itu menurun dari waktu ke waktu seiring peningkatan kepemilikan tanah oleh pihak istana dan orang-orang pribadi. Ensi adalah kata yang digunakan sebagai sebutan bagi orang yang bertugas mengatur pekerjaan untuk segala macam usaha pertanian di lahan-lahan milik kuil. Rakyat jelata diketahui sebagai golongan yang paling sering bekerja di bidang pertanian sebagai petani penggarap, khususnya di lahan-lahan milik kuil atau istana.

Kondisi geografi Mesopotamia selatan hanya memungkinkan penyelenggaraan pertanian jika dikelola dengan irigasi dan drainase yang baik. Kenyataan ini berdampak besar pada evolusi peradaban Mesopotamia awal. Kebutuhan irigasi mendorong bangsa Sumeria, dan selanjutnya bangsa Akkadia, untuk membangun kota-kota mereka di sepanjang tepian sungai Tigris dan Efrat serta cabang-cabangnya. Kota-kota besar seperti Ur dan Uruk, bertempat di sekitar anak-anak Sungai Efrat, sedangkan kota-kota lain, khususnya Lagash, didirikan dekat cabang-cabang Sungai Tigris. Sungai-sungai juga memiliki manfaat lain sebagai sumber pasokan ikan (baik sebagai bahan pangan atau sebagai pupuk), gelagah, dan lempung (untuk bahan bangunan). Berkat irigasi, pasokan pangan di Mesopotamia sebanding dengan pasokan pangan di padang-padang rumput Kanada. Lembah sungai Tigris dan lembah Sungai Efrat merupakan bagian timur laut dari bentangan Hilal Subur yang juga meliputi lembah Sungai Yordan dan lembah Sungai Nil. Jika semakin dekat dengan sungai membuat lahan menjadi subur dan baik untuk ditanami, maka sebaliknya jarak yang semakin jauh dari sungai membuat lahan menjadi kering dan sebagian besar tidak dapat dihuni. Itulah sebabnya perkembangan irigasi sangat penting artinya bagi para penduduk Mesopotamia. Inovasi bangsa Mesopotamia lainnya adalah pengendalian laju air dengan bendungan serta pemanfaatan saluran-saluran air. Orang-orang yang mula-mula menempati tanah yang subur di Mesopotamia mempergunakan luku kayu untuk menggemburkan tanah sebelum ditanami jelai, bawang, anggur, lobak, maupun apel. Penduduk Mesopotamia terbilang di antara orang-orang pertama yang membuat bir dan tuak anggur. Dilibatkannya keterampilan dalam bertani di Mesopotamia membuat para petani tidak bergantung pada budak belian untuk merampungkan pengerjaan lahan-lahan mereka, akan tetapi ada pula beberapa pengecualian. Tingginya risiko mempekerjakan budak belian (budak belian melarikan diri atau memberontak) membuat banyak petani menghindarinya. Meskipun sungai-sungai menjadi penyokong hidup penduduk Mesopotamia, sungai-sungai juga menghancurkannya dengan banjir yang kerap meluap dan meluluh-lantakkan seisi kota. Cuaca Mesopotamia yang sukar ditebak sering kali tidak berpihak pada para petani; tanaman-tanaman pangan sering dirusak cuaca sehingga orang perlu memelihara sumber-sumber pangan cadangan seperti lembu dan biri-biri. Seiring berlalunya waktu, daerah-daerah paling selatan di Mesopotamia menderita akibat meningkatnya kadar garam pada tanah, sehingga mengakibatkan kota-kota lambat-laun ditinggalkan orang dan terjadi pemusatan kekuasaan di Akkadia yang letaknya jauh lebih ke utara.

Pemerintahan
Geografi Mesopotamia sangat berdampak pada perkembangan politik di wilayah itu. Di antara sungai dan kali, orang-orang Sumeria mendirikan kota-kota perdana dengan saluran-saluran irigasinya yang terpisahkan satu sama lain oleh bentangan gurun atau rawa yang luas dan terbuka, tempat berkeliaran suku-suku pengembara. Komunikasi antar kota-kota terisolasi itu sulit dan kadang berbahaya jika dilakukan. Oleh karena itu, masing-masing kota Sumeria menjadi sebuah negara kota yang merdeka dan gigih mempertahankan kemerdekaannya. Kadang-kadang salah satu kota akan mencoba menaklukkan dan mempersatukan kota-kota yang sewilayah dengannya, tetapi upaya-upaya semacam itu mendapat perlawanan dan tertumbuk pada kegagalan selama berabad-abad. Akibatnya, sejarah politik Sumeria penuh dengan peperangan yang berlangsung tanpa henti. Pada akhirnya Sumeria pun dipersatukan oleh Eannatum, tetapi persatuan itu rapuh dan gagal bertahan, karena bangsa Akkadia berjaya menaklukkan Sumeria pada 2331 SM hanya satu generasi sesudahnya. Kekaisaran Akkadia adalah kekaisaran pertama yang mampu bertahan melampaui satu generasi dan menyelenggarakan alih kepemimpinan raja-raja secara damai. Umur kekaisaran ini relatif singkat, karena ditaklukkan bangsa Babilonia setelah bertahan selama beberapa generasi.

Raja-raja
Informasi lebih lanjut: Daftar Raja Sumeria, Daftar Raja Babel dan Daftar Raja Asyur
Bangsa Mesopotamia percaya bahwa raja-raja dan ratu-ratu mereka adalah keturunan dari warga Kota Dewa-Dewa, tetapi tidak seperti bangsa Mesir Kuno, mereka tidak pernah meyakini bahwa raja-raja mereka adalah dewa-dewa sejati. Sebagian besar raja-raja menggelar dirinya "raja semesta alam" atau "raja agung". Gelar lainnya yang lazim dipakai adalah "gembala", karena raja-raja harus memperhatikan peri kehidupan rakyatnya.

Kekuasaan
Ketika tumbuh menjadi sebuah kekaisaran, wilayah kekuasaan Asyur dibagi-bagi menjadi daerah-daerah yang disebut provinsi. Tiap-tiap provinsi dinamakan menurut nama kota utamanya, seperti Niniwe, Samaria, Damsyik, dan Arpad. Semua provinsi dikepalai gubernurnya masing-masing yang bertugas memastikan setiap orang membayar pajaknya. Para gubernur juga wajib menghimpun pasukan untuk maju berperang dan menyalurkan tenaga kerja bila ada pembangunan kuil. Seorang gubernur juga bertanggung jawab atas penerapan hukum di provinsi yang dipimpinnya. Cara ini memudahkan pengendalian sebuah kekaisaran besar. Walaupun sebelumnya cuma sebuah negara kecil di Sumeria, Babel tumbuh pesat selama masa pemerintahan Hammurabi. Ia dikenal sebagai "pencipta aturan hukum", dan segera Babel menjadi salah satu kota utama di Mesopotamia. Kelak Babel disebut Babilonia, yang berarti "gapura dewa-dewa." Kota ini juga menjadi salah satu pusat pembelajaran terbesar dalam sejarah.

Peperangan

Dengan berakhirnya zaman kekuasaan Uruk, tumbuh kota-kota bertembok dan banyak desa terpencil dari zaman Ubaid ditinggalkan yang menyiratkan adanya peningkatan kekerasan yang dilakukan secara berkelompok. Seorang raja awal yaitu Lugalbanda diduga telah membangun tembok putih mengitari kota itu. Begitu negara-negara kota mulai tumbuh, lingkup jangkauan pengaruh mereka pun saling tumpang-tindih sehingga menimbulkan perdebatan di antara negara-negara kota lainnya, khususnya menyangkut tanah dan terusan-terusan. Perdebatan-perdebatan ini dicatat pada loh-loh lempung beberapa ratus tahun sebelum pecah perang-perang besar—catatan pertama mengenai peperangan ditulis sekitar 3200 SM. Namun, belum menjadi suatu kelaziman sampai kira-kira 2500 SM. Seorang raja Dinasti Awal II (Ensi) Uruk di Sumer, Gilgamesh (2600 SM), disanjung karena keberhasilannya dalam bertempur melawan Humbaba, penjaga Pegunungan Aras, dan kelak dalam banyak sajak dan kidung ia dipuja-puji pula sebagai makhluk dua pertiga dewa dan hanya sepertiga manusia. Tugu Prasasti Burung Nazar yang berasal dari akhir zaman Dinasti Awal III (2600–2350 SM), yang dibuat untuk memperingati kemenangan Eannatum dari Lagash atas kota tetangga saingannya Umma, adalah monumen tertua di dunia yang dibuat sebagai pernyataan pujian atas sebuah tindakan pembantaian.  Mulai saat itu sampai seterusnya, peperangan dijadikan bagian dari sistem politik Mesopotamia. Sesekali sebuah kota yang netral dapat bertindak selaku penengah bagi dua kota yang saling berseteru. Keadaan ini mendorong terbentuknya persatuan-persatuan antar-kota yang kelak berkembang menjadi negara-negara kedaerahan. Tatkala kekaisaran-kekaisaran terwujud, mereka pun maju berperang tetapi lebih sering melawan negara-negara asing. Raja Sargon misalnya, menaklukkan seluruh kota di Sumeria, beberapa kota di Mari, dan kemudian maju berperang melawan Suriah utara. Banyak dinding istana Asiria dan Babilonia dihiasi dengan gambar-gambar mengenai pertempuran-pertempuran yang berhasil dimenangkan dan musuh yang lari kocar-kacir atau bersembunyi dibalik rumpun-rumpun gelagah.

Hukum

Negara-negara kota Mesopotamia menyusun naskah hukum mereka dengan bersumber pada keputusan-keputusan peradilan dan undang-undang raja-raja. Naskah hukum Urukagina dan Lipit Isytar telah ditemukan. Naskah hukum paling terkenal berasal dari Hammurabi, yang termasyhur setelah kematiannya berkat perangkat aturan hukum yang disusunnya, yakni Naskah Hukum Hammurabi (disusun ca. 1780 SM), yang merupakan salah satu perangkat hukum tertua yang pernah ditemukan dan salah satu contoh dokumen sejenis yang berasal dari Mesopotamia Kuno. Hammurabi menetapkan 200 lebih aturan hukum bagi Mesopotamia. Kajian atas aturan-aturan ini menunjukkan makin lemahnya hak-hak perempuan, dan makin kejamnya perlakuan terhadap budak belian

Seni rupa

Seni rupa Mesopotamia menyaingi Seni rupa Mesir Kuno baik dari segi kemegahan, kecanggihan, maupun tingkat kerumitannya di kawasan barat Eurasia sejak milenium ke-4 SM sampai wilayah itu ditaklukkan Kekaisaran Akhemeniyah Persia pada abad ke-6 SM. Peninggalan seni rupa Mesopotamia sebagian besar berupa jenis patung batu dan tanah liat yang sangat tahan lama sifatnya; hanya sedikit peninggalan berupa lukisan yang mampu menyintasi zaman, namun peninggalan-peninggalan itu menyiratkan bahwa lukisan-lukisan Mesopotamia umumnya berupa pembubuhan warna pada pola-pola hiasan geometris dan tumbuh-tumbuhan, meskipun sebagian besar patung-patung juga diwarnai.

Pada zaman melek-aksara perdana, tatkala Mesopotamia berada di bawah kekuasaan Uruk, dihasilkan karya-karya yang canggih seperti Bejana Warka dan stempel-stempel silinder. Singa Betina Guennol adalah sebuah patung batu gamping kecil yang menarik dari Elam sekitar 3000–2800 SM, berwujud separuh manusia dan separuh singa. Tidak lama sesudah zaman itu, muncul sejumlah patung berwujud imam-imam dan pemuja-pemuja bermata besar, sebagian besar terbuat dari pualam dengan tinggi mencapai satu kaki, yang tampak tengah menghadiri upacara penyembahan berhala di kuil, namun hanya sejumlah kecil patung-patung ini yang menyintas. Patung-patung dari zaman Sumeria dan Akkadia umumnya bermata besar membelalak dan berjanggut panjang pada sosok pria. Banyak pula mahakarya yang telah ditemukan di makam kerajaan di Ur (ca. 2650 SM), termasuk dua patung domba dalam belukar, lembu tembaga, dan sebuah kepala lembu pada salah satu di antara lira-lira dari Ur.

Dari zaman-zaman berikutnya sebelum bangkitnya Kekaisaran Asiria Baru, seni rupa Mesopotamia menyintas dalam beberapa wujud yaitu stempel-stempel silinder, patung-patung utuh yang relatif kecil, dan relief-relief dalam berbagai ukuran, termasuk plakat-plakat murah dari gerabah cetakan untuk rumah tinggal, sebagian berkaitan dengan keagamaan dan sebagian lagi tampaknya tidak. Relief Burney adalah sebuah plakat terakota dengan tingkat kerumitan yang tidak seperti biasanya dan relatif besar ukurannya (20 x 15 inci) memperlihatkan sesosok dewi bersayap dan berkaki burung pemangsa, dikawal burung-burung hantu dan singa-singa. Relief ini berasal dari abad ke-18 atau ke-19 SM, dan mungkin pula merupakan hasil cetakan.  Tugu-tugu batu prasasti, persembahan-persembahan nazar, atau plakat-plakat peringatan kemenangan-kemenangan perang dan pesta-pesta perayaan, ditemukan pula di kuil-kuil, yang tidak seperti barang-barang sejenis keluaran pemerintah yang lebih resmi sifatnya, tidak memuat cukup banyak tulisan untuk menjelaskan barang-barang itu;  Kepingan tugu Prasasti Burung Nazar adalah sebuah contoh awal peninggalan barang-barang bertulisan, dan Obelisk Hitam Salmaneser III dari Asyur adalah peninggalan bertulisan yang besar dan kokoh dari zaman kemudian.

Ditaklukkannya seluruh Mesopotamia dan wilayah-wilayah di sekitarnya oleh bangsa Asyur menjadikan negeri itu lebih besar dan lebih makmur daripada sebelumnya, serta dipajangnya karya seni yang sangat memukau di istana-istana dan tempat-tempat umum dimaksudkan pula untuk menyaingi semarak seni rupa negeri tetangga mereka, Kekaisaran Mesir. Bangsa Asyur mengembangkan sebuah gaya seni berupa latar-latar yang sangat luas diisi relief-relief pipih naratif yang ditata dengan sangat rinci pada batu untuk istana-istana, menampilkan adegan-adegan peperangan atau perburuan; British Museum memiliki sekumpulan relief semacam itu. Bangsa Asyur menghasilkan sangat sedikit patung yang dipahat utuh, kecuali untuk sosok-sosok raksasa penjaga, kerapkali berwujud lamassu berkepala manusia, yang dipahat menjadi relief timbul pada dua sisi balok persegi, dengan bagian kepala berupa pahatan utuh (dan juga kelima tungkainya, sehingga tampak terpahat utuh dari masing-masing sisi balok). Bahkan sebelum menguasai Mesopotamia mereka telah meneruskan tradisi pembuatan stempel silinder dengan rancangan-rancangan yang sering kali tampak hidup dan penuh cita rasa seni.

Arsitektur

Kajian mengenai seni bina Mesopotamia Kuno didasarkan pada bukti-bukti arkeologi yang tersedia seperti gambar-gambar berwujud bangunan, dan naskah-naskah tentang pelaksanaan pembangunan. Karya-karya ilmiah biasanya berkonsentrasi pada kuil-kuil, istana-istana, tembok-tembok dan gerbang-gerbang kota, serta bangunan-bangunan monumental lainnya. Namun, sesekali dihasilkan pula karya ilmiah terkait seni bina rumah tinggal.  Survei permukaan dalam lingkup arkeologi juga telah memungkinkan pembuatan kajian mengenai tata ruang perkotaan di kota-kota Mesopotamia awal.

Batu-bata merupakan bahan bangunan yang paling banyak digunakan karena tersedia dekat dan terjangkau, sedangkan batu bangunan harus didatangkan dari tempat-tempat yang cukup jauh dari sebagian besar kota-kota itu. Ziggurat adalah bentuk bangunan yang paling menonjol, dan kota-kota sering kali memiliki gerbang-gerbang besar. Yang paling masyhur dari gerbang-gerbang itu adalah Gerbang Isytar dari kota Babel yang dibangun pada era Babilonia Baru, dihiasi hewan-hewan yang dibentuk pada batu-bata beraneka warna, dan sebagian besar kini menjadi koleksi Pergamon Museum di Berlin.

Sisa-sisa bangunan yang paling menonjol dari zaman awal Mesopotamia adalah gugus-gugus bangunan kuil di Uruk dari milenium ke-4 SM, kuil-kuil dan istana-istana di situs-situs periode Dinasti Awal di lembah Sungai Diyala seperti Khafajah dan Tell Asmar, sisa-sisa peninggalan Dinasti ketiga Ur di Nippur (Tempat suci Enlil) dan Ur (Tempat suci Nanna), sisa-sisa peninggalan dari pertengahan Zaman Perunggu di situs-situs Suriah-Turki seperti Ebla, Mari, Alalakh, Aleppo dan Kultepe, istana-istana dari akhir Zaman Perunggu di Bogazkoy (Hattusha), Ugarit, Asyur dan Nuzi, istana-istana dan kuil-kuil Zaman Besi di situs-situs Assiria (Kalhu/Nimrud, Khorsabad, Nineveh), Babilonia (Babel), Urartu (Tushpa/Van, Kalesi, Cavustepe, Ayanis, Armavir, Erebuni, Bastam) dan Het Baru (Karkamis, Tell Halaf, Karatepe). Rumah-rumah sebagian besar diketahui dari sisa-sisa peninggalan era Babilonia Baru di Nippur dan Ur. Yang menonjol dari antara sumber-sumber tertulis mengenai pendirian bangunan dan ritual-ritual yang terkait dengannya adalah silinder-silinder Gudea dari milenium ke-3 SM, demikian pula prasasti-prasasti kerajaan Assiria dan Babilonia dari Zaman Besi.

Dagon

Dagon adalah nama dewa utama sembahan bangsa Filistin. Secara umum, Dagon lebih dikenal dengan nama Dagan. Kuilnya di Ashdod dan Gaza (1 Samuel 5:1, Hakim-hakim 16:23).  Di kuil itulah diletakkan patung Dagon. Dalam kitab 1 Samuel, diceritakan bahwa dalam kuil tersebut Tabut Perjanjian yang dicuri oleh orang Filistin diletakkan bersama dengan patung Dagon Tetapi ketika keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi, terlihat Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut Tuhan, tetapi kepala Dagon dan kedua belah tangannya terpenggal dan terpelanting ke ambang pintu, hanya badan Dagon itu yang masih tinggal. Dagon merupakan salah satu dewa besar di bagian barat daerah semitik dan mesopotamia. Dagon menjadi salah satu dewa orang Filistin ketika mereka memasuki Kanaan. Ia juga merupakan dewa pertama dari daerah Siria dan Mesopotamia.

Dagon mempunyai beberapa nama yang dikenal secara luas di kalangan bangsa-bangsa semit. Namun, arti-arti dalam nama ini masih belum bisa dibuktikan dengan tepat karena belum ada bukti dari Tanakh dan sumber-sumber dari Mesopotamia. Nama Dagon bisa berarti dewa ikan karena kata Dag dalam bahasa Ibrani berarti ikan.  Nama ini juga diasumsikan sebagai nama semit yang berarti ikan yang bersedih yang berasal dari analisis kata Dag dan on. Menurut tradisi Yahudi, nama ini muncul dari seorang bernama Yerome dan Rashi serta Kimhi.  Nama ini didasarkan pada dongeng rakyat. Nama ini membutuhkan sebuah penjelasan dan penjelasan tersebut mungkin juga bersumber dari Alkitab. Nama Dagon juga bisa berarti dewa padi yang berasal dari kata Dagan yang berarti padi. Nama ini diidentikan dengan Siton sebagai dewa yang menemukan padi.  Hal ini juga berkaitan dengan pemahaman kata padi yang berasal dari daerah barat semit. Kata padi dalam daerah barat semit berkaitan dengan abjaddgn yang terdapat dalam nama Dagon. Dagon juga dikaitkan dengan aspek kesuburan karena peran utama Dagon sebagai dewa angin.  Hal ini juga masih berkaitan dengan arti nama Dagon dalam bahasa Arab yaitu Dagana atau Dajana yang berarti menjadi murung atau mendung.

Sejarah
Asal mula tentang nama ilahi ini kurang dapat dipastikan. Gagasan umum mengenai Dagon sebagai berhala yang berbentuk ikan kurang berdasar. Hal ini dikarenakan masih kurangnya bukti yang cukup kuat mengenai hal tersebut. Gagasan umum mengenai bentuk ikan tersebut muncul dari seorang yang bernama Yerome dan kemudian diungkapkan pertama kali oleh seorang bernama Kimhi. Gambaran mengenai berhala ikan ini juga terdapat dalam mata uang dari Arpad dan Asdod. Namun, berhala dalam mata uang tersebut adalah Atargitis, bukan Dagon. Namun, Dagon merupakan dewa yang paling lama dibandingkan dengan dewa-dewa lain yang ada di dunia semit.  Pada tahun 2100-2000 sebelum Masehi, selama periode neo-Sumeria ditemukan nama Dagon dalam sebuah segel bersama dengan nama isrinya yaitu Shalash. Shalash merupakan dewa yang berasal dari suku Hurian.  Namun, nama Shalash ini juga bisa dikaitkan dengan salah satu dewa Babilonia yang bernama Shala. Ia merupakan istri dari Adad yang adalah dewa cuaca di Babilonia.  Pada Tahun 2000-1900 Sebelum Masehi yaitu dalam periode Isin-Larsa, terdapat dua raja dari Isin yang mempunyai nama berkaitan dengan nama Dagon.  Raja itu bernama Idinagan yang berarti Dagon telah memberi dan yang lain bernama Ishmedagan yang berarti Dagon telah mendengar.  Pada tahun 2300 Sebelum Masehi, beberapa kuil Dagon yang penting terdapat di daerah Tuttul, Mari, Terqa. Semua kuil itu ada pada masa kerajaan Akkad di bawah pemerintahan Sargon sedang berkembang. Pada masa itu, Dagon diadopsi oleh kerajaan Akkad sebagai dewa nasional. Dalam penaklukannya di daerah barat Mesopotamia, ia beribadah kepada Dagan di Tuttul. Beberapa sumber yang berbentuk tulisan kuno juga mengindikasikan bahwa Sargon beberapa kali mengunjungi kuil Dagon yang terdapat di Tuttul. Pada tahun 2500 Sebelum Masehi, Dagon disembah diseluruh Mesopotamia terutama di daerah Efrat tengah dan di salah satu kotanya yang bernama Mari.

Kuil Dagon
Pada abad ke 14 Sebelum Masehi, terdapat salah satu kuil Dagon di daerah Fenisia Utara yaitu di Ugarit.  Kuil ini terdiri dari dua tiang batu. Di dalam kuil ini terdapat gambar Dagon serta tulisan.  Kuil ini mempunyai pelataran depan, bilik atau ruang depan, serta menara.  Dalam naskah Ugarit, Dagon adalah bapak dari Baal.  Hal ini bermakna ambigu karena pada sisi lain Baal juga disebut sebagai anak dari El yang merupakan dewa dari orang Kanaan.  Namun, kemiripan karakter antara Baal dan Dagon yang menyebabkan Dagon disebut sebagai bapak dari Baal. Hal ini kemudian berkembang menjadi permasalahan yang rumit ketika Dagon diidentikkan dengan El yang juga diduga sebagai bapak dar i Baal. Namun, asumsi ini sangat sulit diterima karena ibadah yang dipakai Dagon dan kepada El terpisah dan berbeda. Ibadah mula-mula kepada Dagon oleh bangsa Kanaan merupakan warisan dari orang Filistin.  Orang Filistin sendiri mengadopsi Dagon sebagai dewa mereka dalam bentuk sinkretisme. Pada abad ke 7 sebelum masehi, di kota Mari dan kota Amori terdapat lebih dari 50 nama yang berbeda yang ditemukan dan merupakan penggabungan dengan nama Dagon. Selain itu, nama Dagon juga digunakan sebagai nama julukan untuk menunjuk pada kodrat dari Dewa.

Peran Dagon
Beberapa ahli mempunyai pendapat mengenai peran Dagon dalam dunia dewa maupun manusia, salah satunya adalah Robert. Robert mengatakan bahwa mempunyai Dagon peranan penting di dunia bagian bawah.  Argumen Robert ini didasarkan pada teks dari Mari.  Dalam teks tersebut, Dagon dikatakan sebagai sebuah dewa dari Enlil.  Hal ini berkaitan erat dengan pemahaman mengenai dunia bagian bawah di Enlil.  Dalam teks Mari, Dagon disebut bel pagre yang berarti dewa dari korban atau dewa orang mati.