Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Feb 20, 2021

Kekaisaran Romawi Timur


Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantium (ejaan lain: Bizantin, Byzantin, Byzantine, Byzantium) adalah wilayah timur Kekaisaran Romawi yang terutama berbahasa Yunani  pada Abad Kuno dan Pertengahan. Penduduk dan tetangga-tetangga Kekaisaran Romawi Timur menjuluki negeri ini Kekaisaran Romawi atau Romania (Yunani: Ῥωμανία, Rōmanía). Kekaisaran ini berpusat di Konstantinopel, dan dikuasai oleh kaisar-kaisar yang merupakan pengganti kaisar Romawi kuno setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat. Tidak ada konsensus mengenai tanggal pasti dimulainya periode Romawi Timur. Beberapa orang menyebut masa kekuasaan Diokletianus (284-305) dikarenakan reformasi-reformasi pemerintahan yang ia perkenalkan, yang membagi kerajaan tersebut menjadi pars Orientis dan pars Occidentis.  Pihak lainnya menyebut masa kekuasaan Theodosius I (379-395), atau setelah kematiannya pada tahun 395, saat kekaisaran terpecah menjadi bagian Timur dan Barat. Ada juga yang menyebut tahun 476, ketika Roma dijajah untuk ketiga kalinya dalam seabad yang menandakan jatuhnya Barat (Latin), dan mengakibatkan kaisar di Timur (Yunani) mendapatkan kekuasaan tunggal. Bagaimanapun juga, titik penting dalam sejarah Romawi Timur adalah ketika Konstantinus yang Agung memindahkan ibukota dari Nikomedia (di Anatolia) ke Byzantium (yang akan menjadi Konstantinopel) pada tahun 330.

Negeri ini berdiri selama lebih dari ribuan tahun. Selama keberadaannya, Romawi Timur merupakan kekuatan ekonomi, budaya, dan militer yang kuat di Eropa, meskipun terus mengalami kemunduran, terutama pada masa Peperangan Romawi-Persia dan Romawi Timur-Arab. Kekaisaran ini direstorasi pada masa Dinasti Makedonia, bangkit sebagai kekuatan besar di Mediterania Timur pada akhir abad ke-10, dan mampu menyaingi Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah tahun 1071, sebagian besar Asia Kecil direbut oleh Turki Seljuk. Restorasi Komnenos berhasil memperkuat dominasi pada abad ke-12, tetapi setelah kematian Andronikos I Komnenos dan berakhirnya Dinasti Komnenos pada akhir abad ke-12, kekaisaran kembali mengalami kemunduran. Romawi Timur semakin terguncang pada masa Perang Salib Keempat tahun 1204, ketika kekaisaran ini dibubarkan secara paksa dan dipisah menjadi kerajaan-kerajaan Yunani dan Latin yang saling berseteru. Kekaisaran berhasil didirikan kembali pada tahun 1261 di bawah pimpinan kaisar-kaisar Palaiologos, tetapi perang saudara pada abad ke-14 terus melemahkan kekuatan kekaisaran. Sisa wilayahnya dicaplok oleh Kesultanan Utsmaniyah dalam Peperangan Romawi Timur-Utsmaniyah. Akhirnya, Konstantinopel berhasil direbut oleh Utsmaniyah pada tanggal 29 Mei 1453, menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur.

Tata nama
Kekaisaran ini mulai disebut "Bizantium" di Eropa Barat pada tahun 1557, ketika sejarawan Jerman Hieronymus Wolf menerbitkan karyanya yang berjudul Corpus Historiæ Byzantinæ. Istilah "Bizantium" berasal dari kata "Byzantium", yaitu nama kota Konstantinopel sebelum menjadi ibukota Konstantinus yang Agung. Semenjak itu, nama lama ini jarang digunakan, kecuali dalam konteks sejarah dan puisi. Selanjutnya, Byzantine du Louvre (Corpus Scriptorum Historiæ Byzantinæ) tahun 1648 dan Historia Byzantina karya Du Cange tahun 1680 semakin memopulerkan istilah Bizantium di antara pengarang-pengarang Prancis, seperti Montesquieu. Istilah ini kemudian menghilang hingga pada abad ke-19 ketika orang-orang Barat kembali menggunakannya. Sebelumnya, istilah Yunani-lah yang digunakan untuk kekaisaran ini.

Negeri ini dijuluki oleh penduduknya dengan nama Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Orang-orang Romawi (Latin: Imperium Romanum, Imperium Romanorum, Yunani: Βασιλεία τῶν Ῥωμαίων, Basileía tôn Rhōmaíōn, Αρχη τῶν Ῥωμαίων, Arche tôn Rhōmaíōn), Romania (Latin: Romania, Yunani: Ῥωμανία, Rhōmanía), Republik Romawi (Latin: Res Publica Romana, Yunani: Πολιτεία τῶν Ῥωμαίων, Politeίa tôn Rhōmaíōn),  Graikía (Yunani: Γραικία),  dan juga Rhōmaís (Ῥωμαΐς).

Meskipun Kekaisaran Romawi Timur memiliki ciri multietnis dalam sejarahnya, serta menjaga tradisi Romawi-Helenistik,  negeri ini dikenal oleh negeri-negeri barat dan utara pada masanya dengan nama Kekaisaran Orang-orang Yunani karena kuatnya pengaruh Yunani. Penggunaan istilah Kekaisaran Orang-orang Yunani (Latin: Imperium Graecorum) di Barat merupakan lambang penolakan klaim Bizantium sebagai Kekaisaran Romawi.  Klaim Romawi Timur terhadap pewarisan Romawi ditentang di Barat pada masa Maharani Irene dari Athena karena pengangkatan Karel yang Agung sebagai Kaisar Romawi Suci pada tahun 800 oleh Paus Leo III, yang memandang takhta Romawi kosong (tidak ada penguasa laki-laki). Paus dan penguasa dari Barat lebih menyukai istilah Imperator Romaniæ daripada Imperator Romanorum, gelar yang digunakan hanya untuk Karel yang Agung dan penerus-penerusnya.

Sementara itu, di peradaban Persia, Islam, dan Slavia, identitas Romawi negeri ini diakui. Di dunia Islam, Kekaisaran Romawi Timur dikenal dengan nama روم (Rûm "Roma").

Dalam atlas-atlas sejarah modern, kekaisaran ini biasanya dijuluki Kekaisaran Romawi Timur pada periode antara 395 hingga 610. Pada peta-peta yang menggambarkan Kekaisaran setelah tahun 610, istilah Kekaisaran Bizantium biasanya dipakai karena pada tahun 620 kaisar Heraklius mengganti bahasa resmi kekaisaran dari Latin ke Yunani.

Jati diri
"Kekaisaran Romawi Timur bisa didefinisikan sebagai kekaisaran multi-etnis yang muncul sebagai kekaisaran Kristen, yang kemudian segera terdiri dari kekaisaran Timur yang sudah di-Helenisasi dan mengakhiri sejarah ribuan tahunnya, pada 1453, sebagai Negara Ortodoks Yunani: Sebuah kerajaan yang menjadi negara, hampir dengan arti modern kata tersebut".1

Dalam abad-abad setelah penjajahan Arab dan Langobardi pada abad ke-7, sifat multi-etnisnya (meski bukan multi-bangsa) tetap ada meskipun bagian-bagiannya, Balkan dan Asia Kecil, mempunyai populasi Yunani yang besar. Etnis minoritas dan komunitas besar beragama lain (misalnya bangsa Armenia) tinggal dekat perbatasan. Rakyat Romawi Timur menganggap diri mereka adalah seorang Ρωμαίοι (Rhomaioi - Romawi) yang telah menjadi sinonim bagi seorang Έλλην (Hellene - Yunani), dan secara giat mengembangkan kesadaran diri sebagai negara, sebagai penduduk Ρωμανία (Romania, yang merupakan panggilan bagi Negara Romawi Timur dan dunianya). Hal ini secara jelas tampil dalam karya sastra pada periode tersebut, terutamanya dalam wiracarita seperti Digenes Akrites.

Peleburan resmi negara Romawi Timur pada abad ke-15 tidak secara langsung menghancurkan masyarakat Romawi Timur. Pada masa pendudukan Turki, orang-orang Yunani terus memanggil diri mereka sebagai Ρωμαίοι (bangsa Romawi) dan Έλληνες (bangsa Yunani), sebuah ciri-ciri yang tetap ada hingga awal abad ke-21 dan masih ada di Yunani modern kini, meski "Romawi" telah menjadi nama "rakyat" daripada sinonim bangsa seperti zaman dulu.

Sejarah
Sejarah awal Kekaisaran Romawi
Pasukan Romawi ketika itu telah berhasil menguasai daerah luas yang melingkupi seluruh wilayah Mediterania dan sebagian besar Eropa Timur. Wilayah-wilayah ini terdiri dari berbagai kelompok budaya, baik yang masih primitif maupun yang telah memiliki peradaban maju. Secara umum, provinsi-provinsi di wilayah Mediterania timur lebih makmur dan maju karena telah mengalami perkembangan pesat pada masa Kekaisaran Makedonia serta telah mengalami proses hellenisasi. Sementara itu, provinsi di wilayah Barat kebanyakan hanya berupa pedesaan yang tertinggal. Perbedaan antara kedua wilayah ini bertahan lama dan menjadi penting pada tahun-tahun berikutnya.

Pemisahan Kekaisaran Romawi
Pada tahun 293, Diokletianus menciptakan sistem administratif yang baru (tetrarki)  sebagai institusi yang dimaksudkan untuk mengefisienkan kontrol Kekaisaran Romawi yang luas. Ia membagi Kekaisaran menjadi dua bagian, dengan dua kaisar memerintah dari Italia dan Yunani, masing-masing memiliki wakil-kaisar. Setelah masa kekuasaan Diokletianus dan Maximianus berakhir, tetrarki runtuh, dan Konstantinus I menggantinya dengan prinsip penggantian turun temurun.

Konstantinus memindahkan pusat kekaisaran, dan membawa perubahan-perubahan penting pada konstitusi sipil dan religius. Pada tahun 330, ia mendirikan Konstantinopel sebagai Roma kedua di Byzantium. Posisi kota tersebut strategis dalam perdagangan antara Timur dan Barat. Sang kaisar memperkenalkan koin (solidus emas) yang bernilai tinggi dan stabil,  serta and mengubah struktur angkatan bersenjata. Di bawah Konstantinus, kekuatan militer kekaisaran kembali pulih. Periode kestabilan dan kesejahteraan pun dapat dinikmati.

Di bawah Konstantinus, Kekristenan tidak menjadi agama eksklusif negara, tetapi didukung oleh kekaisaran, apalagi sang kaisar mendukungnya dengan hak-hak yang berlimpah. Sang kaisar memperkenalkan prinsip bahwa kaisar tidak perlu menyelesaikan pertanyaan doktrin, tetapi perlu memanggil dewan-dewan kegerejaan untuk tujuan itu. Sinode Arles dihimpunkan oleh Konstantinus, dan Konsili Nicea Pertama memamerkan klaimnya untuk menjadi kepala gereja.

Keadaan kekaisaran tahun 395 dapat dikatakan sebagai hasil kerja Konstantinus. Prinsip dinasti diterapkan dengan tegas sehingga kaisar yang meninggal pada masa itu, Theodosius I, dapat mewariskan kekaisaran pada anak-anaknya: Arcadius di Barat dan Honorius di Timur. Theodosius merupakan kaisar terakhir yang menguasai seluruh Romawi Barat dan Timur.

Kekaisaran Timur terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Barat pada abad ketiga dan keempat, karena Timur memiliki budaya urban yang lebih mapan dan sumber daya finansial yang lebih kuat, sehingga mampu menghentikan penyerang dengan upeti dan menyewa tentara-tentara bayaran. Theodosius II memperkuat tembok Konstantinopel, sehingga kota tersebut aman dari serangan-serangan; tembok tersebut tidak dapat ditembus hingga tahun 1204. Untuk mengusir orang-orang Hun yang berada di bawah pimpinan Attila, Theodosius memberi mereka subsidi (konon 300 kg (700 lb) emas).  Ia juga mendukung pedagang Konstantinopel yang berdagang dengan orang Hun dan bangsa lainnya.

Penerusnya, Marcianus, menolak melanjutkan membayar upeti ini. Beruntungnya, Attila telah mengalihkan perhatiannya pada Kekaisaran Romawi Barat. Setelah kematiannya tahun 453, negeri Attila runtuh dan Konstantinopel membuka hubungan yang menguntungkan dengan orang-orang Hun yang tersisa. Mereka akhirnya bertempur sebagai tentara bayaran dalam angkatan bersenjata Romawi Timur.

Setelah jatuhnya Attila, perdamaian dapat dinikmati di Romawi Timur, sementara Romawi Barat runtuh (keruntuhannya tercatat pada tahun 476, ketika jenderal Romawi Jermanik Odoacer menjatuhkan kaisar Romulus Augustulus).

Untuk merebut kembali Italia, kaisar Zeno hanya bisa bernegosiasi dengan Ostrogoth yang telah menetap di Moesia. Ia mengirim raja Ostrogoth Theodoric ke Italia sebagai magister militum per Italiam ("kepala komando untuk Italia"). Setelah berhasil menjatuhkan Odoacer pada tahun 493, Theodoric menguasai Italia.

Pada tahun 491, Anastasius I menjadi kaisar. Ia adalah seorang reformis energetik dan administrator yang cakap. Anastasius menyempurnakan sistem koin Konstantinus I dengan mengatur bobot follis perunggu, koin yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.  Ia juga mengubah sistem perpajakan, serta menghapuskan pajak chrysargyron yang tidak disukai. Ketika Anastasius meninggal dunia pada tahun 518, jumlah kas negara tercatat sebesar 320.000 lbs (145.150 kg) emas.

Penaklukan kembali Romawi Barat

Yustinianus I, yang naik takhta pada tahun 527, melancarkan penaklukan kembali Romawi Barat. Pada tahun 532, putra petani Illyria itu menandatangani perjanjian damai dengan Khosrau I dari Persia. Meskipun harus membayar upeti tahunan yang besar, front timur Bizantium menjadi aman. Pada tahun yang sama, Yustinianus selamat dari kerusuhan Nika di Konstantinopel, yang berakhir dengan kematian tiga puluh ribu perusuh. Kemenangan ini memperkuat posisi Yustinianus.  Paus Agapetus I dikirim ke Konstantinopel oleh raja Ostrogoth Theodahad, tetapi gagal mencapai kesepakatan perdamaian dengan Yustinianus. Akan tetapi, ia berhasil membuat monofisitisme dicela.

Penaklukan kembali Romawi Barat dimulai pada tahun 533. Yustinianus mengirim jenderalnya Belisarius dan 15.000 tentara untuk merebut kembali provinsi Afrika dari suku Vandal yang telah berkuasa semenjak tahun 429. Kerajaan Vandal berhasil ditundukkan.  Sementara itu, di Italia Ostrogoth, raja Athalaric meninggal pada 2 Oktober 534. Ibunya, Amalasuntha, dipenjarakan dan dibunuh oleh Theodahad di pulau Martana. Yustinianus melihatnya sebagai kesempatan untuk melakukan intervensi. Pada tahun 535, tentara Romawi Timur dikirim ke Sisilia. Kemenangan berhasil digapai, tetapi Ostrogoth memperkuat perlawanan mereka. Kemenangan baru benar-benar dicapai pada tahun 540, ketika Belisarius merebut Ravenna.

Sayangnya, Ostrogoth berhasil disatukan kembali di bawah pimpinan Totila dan merebut Roma pada 17 Desember 546. Belisarius ditarik oleh Yustinianus pada awal tahun 549. Kasim Narses menggantikannya pada akhir tahun 551 dengan membawa tentara sejumlah 35.000. Totila berhasil dikalahkan dan tewas dalam Pertempuran Busta Gallorum. Penerusnya, Teia, berhasil ditaklukkan dalam Pertempuran Mons Lactarius (Oktober 552). Selanjutnya, suku Goth masih terus melawan. Suku Franka dan Alamanni pun melancarkan invasi mereka. Meskipun begitu, perang untuk menguasai semenanjung Italia telah berakhir dengan kemenangan Romawi Timur.

Pada tahun 551, bangsawan Visigoth di Hispania, Athanagild, memohon bantuan Yustinianus dalam pemberontakan melawan raja. Sang kaisar mengirim tentara di bawah pimpinan Liberius. Kekaisaran Romawi Timur berhasil menguasai sepotong wilayah di pantai Spania hingga masa kekuasaan Heraklius.

Sementara itu, di timur, Peperangan Romawi-Persia berkecamuk hingga tahun 561, ketika Yustinianus dan Khosrau menyetujui perdamaian selama 50 tahun. Pada pertengahan tahun 550, Yustinianus telah mencapai kemenangan dalam semua peperangan, dengan pengecualian di Balkan, ketika kekaisaran terus menerus diserang oleh bangsa Slavia. Pada tahun 559, kekaisaran diancam oleh Kutrigur dan Sklavinoi. Yustinianus memanggil Belisarius, dan begitu bahaya telah sirna, sang kaisar mengambil alih kekuasaan sendiri. Berita bahwa Yustinianus memperkuat armada Donaunya membuat Kutrigur cemas, sehingga mereka setuju dengan traktat yang memberi mereka subsidi dan memperbolehkan mereka pulang dengan aman melewati sungai Donau.

Yustinianus juga terkenal karena pencapaiannya dalam bidang hukum.  Pada tahun 529, komisi berjumlah sepuluh orang yang dikepalai oleh Iohannis Orientalis merevisi undang-undang Romawi kuno. Seluruh "undang-undang Yustinianus" saat ini dikenal dengan nama Corpus Juris Civilis.

Selama abad ke-6, budaya Yunani-Romawi masih berpengaruh kuat di Timur. Filsafat dan budaya Kristen menjadi semakin penting dan mulai mendominasi budaya lama. Himne-himne yang Romanus Melodus menandai pengembangan Liturgi Suci. Aristek-arsitek dan pembangun bekerja keras untuk menyelesaikan gereja baru Hagia Sophia yang menggantikan gereja lama yang hancur akibat kerusuhan Nika. Selama abad keenam dan ketujuh, kekaisaran diguncang oleh wabah pes, yang membinasakan banyak jiwa, serta mengakibatkan kemunduran ekonomi dan pelemahan kekaisaran.

Setelah Yustinianus mangkat pada tahun 565, penggantinya, Yustinus II, menolak membayar upeti untuk Persia. Sementara itu, suku Langobardi menyerbu Italia. Pengganti Yustinus, Tiberius II, memberi subsidi kepada suku Avar, sementara melancarkan serangan terhadap Persia. Subsidi gagal menenangkan suku Avar. Mereka merebut benteng Sirmium tahun 582, sementara bangsa Slavia mulai menyeberangi sungai Donau. Maurice, yang menggantikan Tiberius, turut campur dalam perang saudara Persia, serta menempatkan Khosrau II kembali ke takhta dan menikahkan putrinya dengannya. Traktat Maurice dengan ipar barunya membawa status quo baru di timur, dan mengurangi biaya pertahanan selama perdamaian ini (jutaan solidi berhasil diselamatkan berkat remisi upeti untuk Persia). Setelah kemenangannya di front timur, Maurice dapat mengalihkan perhatiannya ke Balkan, dan pada tahun 602, ia berhasil mengusir suku Avar dan Slavia.

Menyusutnya perbatasan
Dinasti Heraklius

Setelah Maurice dibunuh oleh Phocas, Khosrau mencoba menaklukkan provinsi Mesopotamia Romawi. Phocas, seorang pemimpin tak populer yang dideskripsikan sebagai "tiran" dalam sumber-sumber Romawi Timur, merupakan target konspirasi-konspirasi senat. Ia dijatuhkan pada tahun 610 oleh Heraklius.  Setelah Heraklius berkuasa, tentara Persia terus mendesak hingga memasuki Asia Kecil. Mereka menduduki Damaskus dan Yerusalem, serta memindahkan Salib Sejati ke Ctesiphon. Heraklius melancarkan serangan balasan dengan ciri perang suci. Tentara Romawi Timur berperang dengan membawa citra acheiropoietos Kristus sebagai panji militer. Tentara Persia berhasil dihancurkan dalam pertempuran di Ninewe tahun 627. Pada tahun 629, Heraklius mengembalikan Salib Sejati ke Yerusalem dalam upacara yang penuh keagungan. Perang ini melemahkan Romawi Timur dan Sassaniyah Persia, serta membuat keduanya rentan terhadap serangan Muslim Arab yang sedang bangkit pada masa itu. Tentara Arab berhasil menghancurkan tentara Romawi Timur dalam Pertempuran Yarmuk tahun 636, dan Ctesiphon jatuh pada tahun 634.

entara Arab, yang telah menaklukkan Suriah dan Levant, terus menerus menyerang Anatolia, dan antara tahun 674 hingga 678 mengepung Konstantinopel. Armada Arab berhasil diusir dengan menggunakan api Yunani dan gencatan senjata selama tiga puluh tahun disetujui antara kekaisaran dengan Kekhalifahan Umayyah. Serangan terhadap Anatolia terus berlanjut dan mempercepat matinya budaya urban klasik. Penduduk-penduduk banyak yang membentengi kembali wilayah-wilayah yang lebih kecil dalam benteng kota lama, atau pindah ke benteng-benteng terdekat. Besar Konstantinopel sendiri juga menyusut, dari 500.000 penduduk menjadi hanya 40.000-70.000 saja, yang disebabkan karena Konstantinopel kehilangan sumber gandum pada tahun 618 ketika Mesir direbut oleh Persia (provinsi ini dapat direbut kembali tahun 629, tetapi akhirnya dikuasai oleh Arab pada tahun 642).

Penarikan tentara di Balkan untuk bertempur melawan Persia dan Arab di timur telah membuka pintu bagi perluasan wilayah bangsa Slavia. Akibatnya, seperti di Anatolia, banyak kota menyusut menjadi permukiman terbenteng yang kecil.  Pada tahun 670-an, bangsa Bulgaria didesak ke selatan sungai Donau oleh bangsa Khazar. Tentara Romawi Timur yang dikirim untuk membubarkan permukiman-permukiman baru ini dikalahkan pada tahun 680. Konstantinus IV lalu menandatangani perjanjian dengan khan Bulgaria Asparukh, dan negara Bulgaria baru memperoleh kedaulatan atas beberapa suku-suku Slavia yang sebelumnya mengakui kekuasaan Romawi Timur.  Pada tahun 687–688, kaisar Yustinianus II memimpin ekspedisi melawan Slavia dan Bulgaria yang cukup berhasil.

Kaisar Heraklius terakhir, Yustinianus II, mencoba menghancurkan kekuatan aristokrasi perkotaan melalui perpajakan dan penunjukkan "orang luar" dalam jabatan-jabatan administratif. Ia dijatuhkan pada tahun 695, dan berlindung ke bangsa Khazar, lalu Bulgaria. Pada tahun 705, Yustinianus II kembali ke Konstantinopel bersama tentara khan Bulgaria, Tervel. Ia merebut kembali takhta, dan mendirikan rezim teror bagi musuh-musuhnya. Yustinianus II dijatuhkan kembali pada tahun 711, sehingga berakhirlah Dinasti Heraklius.

Dinasti Isauria hingga masa saat Basil I naik takhta

Leo III berhasil mengusir serangan Muslim tahun 718, dan menggapai kemenangan dengan bantuan dari khan Bulgaria, Tervel, yang berhasil membunuh 32.000 pasukan Arab dengan tentaranya. Penerusnya, Konstantinus V, mencapai kemenangan di Suriah utara, dan melemahkan kekuatan Bulgaria.

Pada tahun 826, Arab merebut Kreta dan menyerang Sisilia, tetapi pada 3 September 863, jenderal Petronas berhasil menggapai kemenangan besar dalam pertempuran melawan Umar al-Aqta, emir Melitene. Di bawah kepemimpinan kaisar Bulgaria Krum, ancaman Bulgaria muncul kembali, tetapi pada tahun 814, putra Krum, Omortag, berdamai dengan Kekaisaran Romawi Timur.

Abad kedelapan dan kesembilan kental dengan kontroversi dan perpecahan religius akibat ikonoklasme. Ikon-ikon dilarang oleh Leo III dan Konstantinus V, yang mengakibatkan pemberontakan yang dilancarkan oleh ikonodul (pendukung ikon) di seluruh kekaisaran. Atas upaya Maharani Irene, Konsili Nicea Kedua dihimpunkan tahun 787, dan menegaskan bahwa ikon dapat dihormati tetapi tidak disembah. Pada tahun 813, Leo V menetapkan kembali kebijakan ikonoklasme, namun Maharani Theodora memulihkan pemujaan ikon dengan bantuan Patriark Methodios pada tahun 843. Ikonoklasme memperlebar jurang perpecahan antara Timur dan Barat, yang semakin memburuk pada masa skisma Photios, ketika Paus Nikolas I menentang pengangkatan Photios sebagai patriark.

Dinasti Makedonia dan kebangkitan

Peperangan melawan Muslim

Pada tahun 867, Romawi Timur telah menstabilkan kembali posisinya di timur dan barat. Berkat efisiensi pada struktur militer, kaisar mampu merencanakan perang penaklukan kembali di timur.

Proses penaklukan kembali dimulai dengan hasil yang tak tetap. Kreta berhasil ditaklukkan untuk sementara (843), tetapi selanjutnya tentara Romawi Timur mengalami kekalahan di Bosporus, sementara kaisar tak mampu mencegah penaklukan Muslim di Sisilia (827–902). Dengan menggunakan Tunisia sebagai batu loncatan, tentara Muslim menaklukkan Palermo tahun 831, Messina tahun 842, Enna tahun 859, Siracusa tahun 878, Catania tahun 900, dan benteng Romawi Timur terakhir, Taormina, tahun 902.

Kekurangan tersebut segera diseimbangkan melalui keberhasilan ekspedisi terhadap Damietta di Mesir (856), dikalahkannya Emir Melitene (863), pemastian kekuasaan kekaisaran di Dalmatia (867), dan serangan Basil I terhadap Efrat (870s). Basil I mampu menangani situasi di Italia selatan dengan baik,  sehingga provinsi tersebut akan tetap berada di tangan Romawi Timur selama 200 tahun berikutnya.

Pada tahun 904, bencana melanda kekaisaran ketika kota keduanya, Thessaloniki, dijarah oleh armada Arab yang dipimpin oleh pengkhianat Romawi Timur Leo dari Tripoli. Tentara Romawi Timur membalas dengan menghancurkan armada Arab tahun 908, serta menjarah kota Laodicea di Suriah dua tahun kemudian. Meskipun pembalasan telah dilakukan, Romawi Timur tak mampu mengguncang Muslim, yang telah menghancurkan tentara kekaisaran di Kreta tahun 911.

Situasi di perbatasan dengan Arab tetap cair. Varangia, yang menyerang Konstantinopel untuk pertama kalinya pada tahun 860, menjadi tantangan baru. Pada tahun 941, mereka muncul di pantai Bosporus bagian Asia. Kali ini mereka berhasil dihancurkan, menunjukkan menguatnya kekuatan militer Romawi Timur setelah tahun 907, ketika hanya diplomasi yang mampu mengusir penyerang-penyerang tersebut.

Kaisar Nikephoros II Phokas (berkuasa 963–969) dan Ioannes I Tzimiskes (969–976) memperluas wilayah kekaisaran hingga Suriah, menundukkan emir-emir di Irak barat laut, serta menaklukkan kembali Kreta dan Siprus. Pada pemerintahan Ioannes, tentara kekaisaran sempat mengancam Yerusalem.  Emirat Aleppo dan tetangga-tetangganya menjadi vassal kekaisaran. Setelah banyak melancarkan kampanye militer, ancaman Arab terakhir bagi Romawi Timur berhasil ditaklukkan ketika Basil II dengan cepat menarik 40.000 tentara berkuda untuk membebaskan Suriah Romawi. Dengan surplus sumber daya alam, Basil II merencanakan ekspedisi ke Sisilia untuk merebutnya dari bangsa Arab. Setelah kematiannya tahun 1025, ekspedisi berangkat pada tahun 1040-an, dan berhasil menggapai keberhasilan awal, tetapi keberhasilan itu selanjutnya terhambat.

Peperangan melawan Kekaisaran Bulgaria

Pergumulan lama dengan Takhta Suci berlanjut; kali ini diakibatkan oleh perebutan kekuasaan religius atas Bulgaria yang baru dikristenkan. Akibatnya, Tsar Simeon I melancarkan invasi pada tahun 894, tetapi berhasil dihentikan melalui diplomasi Romawi Timur, yang memohon bantuan dari bangsa Hongaria. Romawi Timur akhirnya dikalahkan dalam Pertempuran Bulgarophygon (896) dan diharuskan membayar upeti kepada bangsa Bulgaria. Selanjutnya (912), Simeon berhasil memaksa Romawi Timur menganugerahinya takhta basileus (kaisar) Bulgaria dan membuat Kaisar Konstantinus VII menikahi salah satu putri Simeon. Ketika pemberontakan di Konstantinopel menghambat upaya ini, Simeon menyerang Trakia dan menaklukkan Adrianopel.

Ekspedisi kekaisaran di bawah pimpinan Leo Phocas dan Romanos Lekapenos mengalami kekalahan besar dalam Pertempuran Acheloos (917), dan pada tahun berikutnya Bulgaria memasuki dan merampok Yunani utara hingga sejauh Korintus. Adrianopel berhasil direbut kembali pada tahun 923, tetapi pada tahun 924 tentara Bulgaria mengepung Konstantinopel. Situasi di Balkan membaik setelah kematian Simeon tahun 927. Pada tahun 968, Bulgaria diserbu oleh Rus' di bawah pimpinan Sviatoslav I dari Kiev. Tiga tahun kemudian, Kaisar Ioannes I Tzimiskes berhasil mengalahkan bangsa Rus' dan memasukkan wilayah Bulgaria timur ke dalam kekaisaran.

Perlawanan Bulgaria berkecamuk pada masa dinasti Cometopuli. Kaisar baru Basil II (berkuasa 976–1025) berupaya menundukkan bangsa Bulgaria. Ekspedisi pertama Basil mengalami kegagalan di Gerbang Trajanus. Pada tahun-tahun berikutnya, kaisar sibuk dengan pemberontakan internal di Anatolia, sementara Bulgaria memperluas kekuasaan mereka di Balkan. Perang berlarut selama hampir dua puluh tahun. Kemenangan Romawi Timur di Spercheios dan Skopje berhasil melemahkan tentara Bulgaria. Dalam kampanye militer tahunannya, Basil terus mengurangi jumlah benteng Bulgaria. Akhirnya, dalam Pertempuran Kleidion tahun 1014, Bulgaria berhasil dikalahkan.  Tentara Bulgaria ditangkap, dan konon 99 dari 100 tentara dibutakan, sementara sisanya diberi satu mata untuk memimpin teman sebangsanya pulang. Ketika Tsar Samuil menyaksikan nasib tentaranya, ia meninggal akibat syok. Pada tahun 1018, benteng Bulgaria terakhir telah menyerah, dan negara mereka menjadi bagian dari Romawi Timur. Kemenangan ini merestorasi perbatasan Donau, yang tidak dikuasai semenjak masa kaisar Heraklius.

Hubungan dengan Rus' Kiev

Antara tahun 850 hingga 1100, kekaisaran membina hubungan dengan Rus' Kiev. Romawi Timur merupakan mitra budaya dan perdagangan bagi Kiev, tetapi hubungan antara mereka tidak selalu hangat. Konflik paling serius antara kedua negara adalah perang 968–971 di Bulgaria. Serangan-serangan Rus' terhadap kota-kota Romawi Timur di pantai Laut Hitam dan Konstantinopel juga tercatat dalam sejarah. Meskipun serangan-serangan tersebut dapat dihalau, serangan itu berakhir dengan traktat perdagangan yang menguntungkan Rus'.

Hubungan Rus'-Romawi Timur membaik setelah pernikahan Anna Porphyrogenita dengan Vladimir yang Agung. Berkat Kristenisasi pula, hubungan kedua negara semakin manis. Pendeta, arsitek, dan artis Romawi Timur diundang untuk membantu pengerjaan katedral dan gereja di Rus', sehingga pengaruh budaya Romawi Timur semakin menyebar. Beberapa tentara Rus' menjadi tentara bayaran dalam angkatan bersenjata Romawi Timur, dengan yang paling terkenal adalah Penjaga Varangia.

Puncak
Kekaisaran Romawi Timur membentang dari Armenia di timur hingga Calabria di barat. Banyak keberhasilan telah digapai, dari penaklukan Bulgaria, aneksasi wilayah Georgia dan Armenia, hingga pemusnahan penyerang Mesir di luar Antiokhia. Kemenangan-kemenangan tersebut masih belum cukup; Basil mempertimbangkan untuk mengusir pendudukan Arab di Sisilia. Ia berencana menaklukkan kembali pulau tersebut, tetapi kematian terlebih dahulu menuntut nyawanya tahun 1025.

Krisis dan perpecahan
Romawi Timur segera terperosok dalam periode kesulitan, terutama diakibatkan oleh kerusakan sistem dan pengabaian militer. Nikephoros II (963–969), Ioannes Tzimiskes dan Basil II mengubah divisi militer (τάγματα, tagmata) dari angkatan bersenjata penduduk yang defensif menjadi tentara profesional yang banyak diisi oleh tentara bayaran. Akan tetapi, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa tentara bayaran tidaklah sedikit. Sementara itu, ancaman invasi terus sirna pada abad kesepuluh, dan begitu pula kebutuhan garnisun dan perbentengan yang mahal. Basil II mewarisi kas yang berkembang pada penerus-penerusnya, tapi lupa untuk merencanakan penerusnya. Tidak ada satupun penerusnya yang memiliki bakat politik atau militer, sehingga pemerintahan kekaisaran jatuh ke tangan pegawai negeri. Usaha untuk memulihkan ekonomi Romawi Timur hanya mengakibatkan inflasi dan menurunnya nilai koin emas. Angkatan bersenjata lalu dipandang sebagai kebutuhan yang tak penting dan ancaman politik. Maka dari itu, tentara asli dipecat dan digantikan oleh tentara bayaran asing.

Pada masa yang sama, kekaisaran menghadapi musuh baru yang ambisius. Provinsi-provinsi Romawi Timur di Italia selatan diancam oleh bangsa Norman, yang datang ke Italia pada awal abad kesebelas. Selama periode perselisihan antara Konstantinopel dengan Roma yang berakhir dengan Skisma Timur-Barat tahun 1054, suku Norman mulai menyerbu Italia Bizantium.  Romawi Timur juga kehilangan pengaruh mereka atas kota-kota pantai di Dalmatia karena direbut Peter Krešimir IV dari Kroasia tahun 1069.

Di Asia Kecil-lah bencana terbesar akan terjadi. Turki Seljuq melancarkan eksplorasi pertama mereka melintasi perbatasan Romawi Timur ke Armenia pada tahun 1065 dan 1067. Kedaruratan dibebankan pada aristokrasi militer di Anatolia yang pada tahun 1068 mengamankan pemilihan salah satu dari mereka sendiri, Romanos Diogenes, sebagai kaisar. Pada musim panas tahun 1071, Romanos melancarkan kampanye militer besar terhadap Seljuk. Pada Pertempuran Manzikert, Romanos tidak hanya menderita kekalahan di tangan Sultan Alp Arslan, tetapi juga ditangkap. Alp Arslan memperlakukannya dengan hormat, dan tidak mengenakan syarat-syarat keras pada Romawi Timur.  Sementara itu, di Konstantinopel, kudeta yang mendukung Michael Doukas berlangsung. Pada tahun 1081, Seljuk memperluas kekuasaan mereka di Anatolia. Wilayah mereka membentang dari Armenia di timur hingga Bithynia di barat. Ibukota Seljuk didirikan di Nicea, yang hanya terletak sejauh 55 mil (88 km) dari Konstantinopel.

Dinasti Komnenos dan Tentara Salib
Alexios I dan Perang Salib Pertama

Setelah pertempuran Manzikert, berkat usaha dinasti Komnenos, pemulihan berhasil dilakukan. Kaisar pertama dinasti ini adalah Isaakius I (1057–1059), dan yang kedua adalah Alexios I. Pada masa kekuasaannya, Alexios menghadai serangan Norman yang dipimpin oleh Robert Guiscard dan putranya Bohemund dari Taranto. Mereka merebut Dyrrhachium dan Corfu, serta mengepung Larissa di Thessaly. Kematian Robert Guiscard pada tahun 1085 meringankan masalah Norman untuk sementara. Sementara itu, Alexios berhasil mengalahkan Pecheneg dalam Pertempuran Levounion pada tanggal 28 April 1091.

Selepas mencapai kestabilan di Barat, Alexios dapat mengalihkan perhatiannya terhadap kesulitan ekonomi dan disintegrasi pertahanan lama kekaisaran. Ia ingin merebut kembali wilayah yang lepas di Asia Kecil dan menghancurkan Seljuk, tetapi tidak mempunyai cukup tentara. Pada Konsili Piacenza tahun 1095, utusan Alexios berbicara kepada Paus Urbanus II mengenai penderitaan orang Kristen di Timur, dan menekankan bahwa tanpa bantuan dari Barat, mereka akan terus menderita akibat kekuasaan Muslim. Urban memandang permohonan Alexios sebagai kesempatan untuk memperkokoh Eropa Barat dan memperkuat kekuasaan kepausan.  Pada 27 November 1095, Paus Urbanus II menyerukan perang suci untuk merebut kembali Yerusalem dan Timur dari tangan Muslim.

Alexios telah menantikan bantuan dalam bentuk tentara bayaran dari Barat, tetapi sama sekali tidak siap untuk menghadapi kekuatan besar yang akan melewati wilayah Romawi Timur. Alexios merasa tidak nyaman karena empat dari delapan pemimpin tentara salib utama adalah orang Norman, salah satunya Bohemund. Tentara Salib harus melewati Konstantinopel. Untungnya, kaisar berhasil menanganinya. Ia mengharuskan pemimpin-pemimpin perang salib bersumpah agar dalam perjalanan mereka menuju Tanah Suci, mereka harus menyerahkan wilayah atau kota yang mereka taklukan dari Turki kepada Romawi Timur. Sebagai gantinya, Alexios akan memberi mereka panduan, persediaan makanan, dan pengawalan militer. Berkat sumpah itu, Alexios berhasil menguasai kembali kota-kota dan pulau-pulau penting, dan bahkan sebagian besar Asia Kecil barat. Sayangnya, tentara salib meyakini sumpah mereka sudah tidak berlaku ketika Alexios tidak membantu mereka dalam pengepungan Antiokhia (ia sebenarnya telah mempersiapkan jalan menuju Antiokhia, tetapi Stephen dari Blois meyakinkannya untuk mundur. Stephen meyakinkannya bahwa ekspedisi telah gagal). Bohemund, yang menetapkan dirinya sebagai Pangeran Antiokhia, sempat berperang melawan Romawi Timur, tetapi akhirnya setuju untuk menjadi vassal Romawi Timur dalam Traktat Devol tahun 1108. Berkat traktat tersebut, ancaman Norman berhasil dipadamkan.

Ioannes II, Manouel I, dan Perang Salib Kedua

Putra Alexios, Ioannes II Komnenos, menggantikannya tahun 1118, dan berkuasa hingga tahun 1143. Ioannes adalah seorang kaisar yang soleh dan berdedikasi, yang ingin memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh Pertempuran Manzikert.  Ia terkenal akan kesalehannya dan masa kekuasaannya yang lembut dan adil. Ioannes adalah contoh pemimpin bermoral, pada masa ketika kekejaman merupakan norma.  Maka, ia dijuluki sebagai Marcus Aurelius Bizantium. Pada masa kekuasaannya, Ioannes bersekutu dengan Kekaisaran Romawi Suci di Barat, mengalahkan Pecheneg dalam Pertempuran Beroia,  serta memimpin kampanye militer terhadap Bangsa Turk di Asia Kecil. Kampanye militer Ioannes mengubah keseimbangan kekuatan di timur, memaksa Turki mengambil posisi defensif, serta merebut kembali kota-kota Romawi Timur di Anatolia.  Ia juga berhasil mengusir serangan Hongaria dan Serbia pada tahun 1120-an. Pada tahun 1130, Ioannes bersekutu dengan kaisar Jerman Lothair III. Mereka bersama-sama berperang melawan raja Norman, Roger II dari Sisilia. Pada masa akhir kekuasaannya, Ioannes memusatkan kegiatannya di Timur. Ia mengalahkan emirat Danishmend, menaklukkan kembali seluruh Cilicia, dan memaksa Raymond dari Poitiers, Pangeran Antiokhia, untuk mengakui kekuasaan Romawi Timur. Dalam upaya untuk menunjukkan peran Romawi Timur sebagai pemimpin dalam dunia Kristen, Ioannes maju ke Tanah Suci. Harapannya pupus karena pengkhianatan sekutu tentara salibnya. Pada tahun 1142, Ioannes kembali menekankan klaimnya terhadap Antiokhia, tetapi ia wafat pada tahun 1143 akibat insiden berburu. Raymond memberanikan diri menyerang Cilicia, tetapi gagal dan terpaksa pergi ke Konstantinopel untuk memohon belas kasihan kaisar yang baru.

Manouel I Komnenos, putra keempat Ioannes, terpilih sebagai penerus takhta kekaisaran. Ia melancarkan kampanye militer terhadap tetangga-tetangganya di barat dan timur. Di Palestina, ia bersekutu dengan Kerajaan Yerusalem, dan mengirim armada besar untuk ikut serta dalam invasi ke Mesir Fatimiyyah. Manouel memperkuat posisinya sebagai maharaja negara-negara Tentara Salib. Hegemoninya terhadap Antiokhia dan Yerusalem dipastikan melalui persetujuan dengan Raynald, Pangeran Antiokhia, dan Amalric, Raja Yerusalem.  Dalam upaya untuk merestorasi kekuasaan Romawi Timur di pelabuhan-pelabuhan Italia Selatan, Manouel mengirim ekspedisi ke Italia tahun 1155, tetapi sengketa dengan koalisi mengakibatkan kegagalan kampanye militer ini. Meskipun begitu, angkatan bersenjata Manouel berhasil menyerbu Kerajaan Hongaria tahun 1167. Tentara Hongaria dapat dikalahkan dalam Pertempuran Sirmium. Pada tahun 1168, hampir seluruh pantai Adriatik timur berada di tangan Manouel.  Manouel lalu bersekutu dengan Paus dan kerajaan-kerajaan Kristen Barat. Pada masa Perang Salib Kedua, tentara salib harus melewati wilayah Romawi Timur untuk mencapai tanah suci. Manouel membiarkan mereka lewat, dan memastikan tentara salib tidak menyebabkan kekacauan.

Di timur, Manouel mengalami kekalahan dalam Pertempuran Myriokephalon tahun 1176. Akan tetapi, kekalahan itu segera diperbaiki. Pada tahun berikutnya, Manouel berhasil mengalahkan tentara Turki. Komandan Romawi Timur Ioannes Vatatzes, yang menghancurkan penyerang Turki dalam Pertempuran Hyelion dan Leimocheir, tidak hanya membawa pasukan dari ibukota, tetapi juga berhasil mengumpulkan tentara dalam perjalanan. Hal ini merupakan tanda bahwa tentara Romawi Timur tetap kuat dan program pertahanan di Asia Kecil barat masih berhasil.

Renaisans abad keduabelas
Ioannes dan Manouel menerapkan kebijakan militer aktif, dan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk pertahanan kota atau pengepungan. Kebijakan perbentengan agresif merupakan jatung kebijakan militer mereka.  Meskipun mengalami kekalahan di Myriokephalon, kebijakan Alexios, Ioannes, dan Manouel, berhasil memperluas wilayah kekaisaran, mencapai kestabilan perbatasan di Asia Kecil, serta mengamankan perbatasan Eropa kekaisaran. Dari tahun 1081 hingga 1180, angkatan bersenjata Komnenos menjamin keamanan Romawi Timur, sehingga peradaban Romawi Timur memiliki kesempatan untuk berkembang.

Provinsi-provinsi Barat mampu menggapai kebangkitan ekonomi. Selama abad keduabelas, jumlah penduduk dan tanah pertanian meningkat. Bukti arkeologi dari Eropa dan Asia Kecil menunjukkan perbesaran permukiman kota. Pada masa ini, perdagangan juga berkembang.

Dalam bidang artistik, muncul kebangkitan dalam bidang mosaik. Sekolah-sekolah arsitektur regional mulai memproduksi banyak gaya baru yang berasal dari berbagai pengaruh budaya. Selama abad keduabelas, model humanisme awal muncul sebagai renaisans ketertarikan terhadap penulis-penulis klasik.

Kemunduran dan disintegrasi
Dinasti Angeloi
Manouel wafat pada tanggal 24 September 1180. Ia digantikan oleh putranya yang masih berusia sebelas tahun, Alexios II Komnenos. Alexios II sangat tidak kompeten. Pemerintahannya kurang disukai karena latar belakang Franka ibunya, Maria dari Antiokhia. Akhirnya, Andronikos I Komnenos, cucu Alexios I, mengobarkan pemberontakan melawan saudaranya dan berhasil menjatuhkannya dalam kudeta. Ia melangsungkan pawai di Konstantinopel pada Agustus 1182 dengan memanfaatkan kepopulerannya di angkatan bersenjata. Selanjutnya Andronikos menggalakkan pembantaian orang-orang Latin.  Setelah menghabisi musuh-musuhnya, ia menyatakan dirinya sebagai kaisar pada September 1183. Andronikos mencabut nyawa Alexios II dan merampas istri Alexios yang berusia 12 tahun, Agnes dari Prancis.

Andronikos memulai pemerintahannya dengan baik. Reformasi pemerintahan yang dilancarkannya dipuji oleh sejarawan-sejarawan. Menurut George Ostrogorsky, Andronikos berdedikasi untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Di bawah kekuasaannya, penjualan jabatan dihentikan. Pemilihan pejabat didasarkan pada jasa, bukan karena pilih kasih. Pejabat-pejabat diberi upah yang layak sehingga praktik suap dapat dikurangi.  Aristokrat-aristokrat merasa geram dengannya. Sementara itu, perilaku Andronikos juga dipandang kurang baik. Penghukuman mati dan kekerasan kerap terjadi, sehingga masa kekuasaannya menjadi rezim teror.  Andronikos berupaya menghabisi aristokrasi. Perjuangan melawan aristokrasi berubah menjadi pembantaian, sementara kaisar melancarkan tindakan yang lebih kejam untuk menopang rezimnya.

Meskipun mempunyai latar belakang militer, Andronikos tak mampu melawan Isaakius Komnenos dari Siprus, Béla III dari Hongaria yang mencaplok wilayah-wilayah Kroasia, dan Stefan Nemanja dari Serbia yang menyatakan kemerdekaan dari Romawi Timur. Keadaan semakin memburuk ketika William II dari Sisilia menyerang Romawi Timur dengan angkatan perang sejumlah 300 kapal dan 80.000 tentara pada tahun 1185. Andronikos memobilisasi armada kecil yang berjumlah 100 kapal untuk melindungi ibukota. Penyerang-penyerang ini baru dapat diusir pada masa kekuasaan kaisar berikutnya, Isaakius Angelos.

Atas dukungan rakyat, Andronikos akhirnya dijatuhkan oleh Isaakius Angelos. Kaisar yang telah dijatuhkan berusaha melarikan diri bersama istrinya, tetapi ditangkap. Isaakius menyerahkannya kepada massa selama tiga hari. Setelah beragam macam penyiksaan, Andronikos akhirnya tewas pada 12 September 1185. Ia adalah anggota Dinasti Komnenos terakhir yang menguasai Konstantinopel. Isaakius Angelos dari Dinasti Angeloi menggantikannya sebagai kaisar.

Pada masa kekuasaan Isaakius II, dan juga penerusnya Alexios III Angelos, pemerintahan dan pertahanan Romawi Timur mulai runtuh. Meskipun Norman berhasil diusir dari Yunani, pada tahun 1186 Vlach dan Bulgar melancarkan pemberontakan yang berujung kepada berdirinya Kekaisaran Bulgaria Kedua. Kebijakan dalam negeri Angeloi berciri pemborosan harta publik dan maladministrasi fiskal. Pemerintahan Romawi Timur terus melemah, dan kekosongan kekuasaan yang tumbuh di kekaisaran memicu perpecahan. Salah satu buktinya adalah saat beberapa penerus Komnenos mendirikan negara semi-independen di Trebizond sebelum tahun 1204.  Menurut Alexander Vasiliev, "dinasti Angeloi mempercepat keruntuhan kekaisaran."

Perang Salib Keempat

Pada tahun 1198, Paus Innosensius III memulai pembicaraan mengenai perang salib baru melalui legatus dan surat-surat ensiklik. Tujuan perang salib tersebut adalah untuk menaklukkan Mesir, yang merupakan pusat kekuatan Muslim di Levant. Tentara Salib yang tiba di Venesia pada musim panas 1202 jumlahnya lebih kecil daripada yang dinanti. Mereka juga tidak mempunyai dana yang cukup untuk menyewa armada Venesia. Sebagai ganti pembayaran, Tentara Salib setuju untuk membantu merebut pelabuhan (Kristen) Zara di Dalmatia (kota vassal Venesia, tetapi memberontak dan dilindungi oleh Hongaria tahun 1186).  Zara berhasil direbut pada November 1202 setelah pengepungan singkat. Innosensius, yang telah diberitahu mengenai rencana tersebut tetapi penentangannya diabaikan, tidak ingin membahayakan rencana Perang Salib, sehingga ia memberikan pengampunyan bersyarat kepada Tentara Salib, tetapi Venesia tidak mendapatkannya.

Setelah Theobald III wafat, kepemimpinan Tentara Salib berganti tangan ke Bonifacius dari Montferrat, teman Philip dari Swabia. Baik Boniface maupun Philip telah menikah dengan anggota keluarga kekaisaran Romawi Timur. Ipar Philip, Alexios Angelos (putra dari Kaisar Isaakius II Angelos, yang telah dijatuhkan dan dibutakan), memohon bantuan ke Eropa dan telah berhubungan dengan Tentara Salib. Alexios menawarkan penyatuan kembali gereja Romawi Timur dengan Roma, pembayaran 200.000 mark perak, dan bantuan-bantuan lainnya.  Innosensius mengetahui rencana untuk mengalihkan Perang Salib ke Konstantinopel dan melarang serangan terhadap kota tersebut, tetapi surat paus baru tiba setelah armada telah meninggalkan Zara.

Tentara Salib tiba di Konstantinopel pada musim panas tahun 1203. Alexios III melarikan diri dari ibukota. Alexios Angelos naik takhta sebagai Alexios IV bersama dengan ayahnya yang buta, Isaakius. Sayangnya, Alexios IV dan Isaakius II tak mampu menepati janji mereka dan dijatuhkan oleh Alexios V. Tentara Salib lalu merebut Konstantinopel pada 13 April 1204. Konstantinopel kemudian dijarah selama tiga hari. Banyak ikon, relik, dan objek-objek lainnya di Konstantinopel, diangkut ke Eropa Barat. Menurut Choniates, prostitusi didirikan di takhta patriark.  Saat Innosensius III mendengar perilaku Tentara Salib, ia hendak menghukum mereka, tetapi situasi sudah di luar kendali, terutama setelah legatusnya, yang atas inisiatifnya sendiri, membebaskan Tentara Salib dari tugas mereka untuk menaklukkan Tanah Suci. Ketika pemerintahan telah direstorasi, Tentara Salib dan Venesia menetapkan persetujuan mereka: Baldwin dari Flandria dipilih sebagai kaisar dan Thomas Morosini dari Venesia ditunjuk sebagai patriark. Maka berdirilah Kekaisaran Latin di Konstantinopel. Sementara itu, pengungsi-pengungsi Romawi Timur mendirikan negara mereka sendiri, dengan yang paling penting adalah Kekaisaran Nicea, Kekaisaran Trebizond, dan Kedespotan Epirus.

Jatuhnya Romawi Timur
Kekaisaran dalam pembuangan

Setelah Tentara Salib menjarah Konstantinopel tahun 1204, dua negara Romawi Timur berdiri: Kekaisaran Nicea dan Kedespotan Epirus. Negara ketiga, Kekaisaran Trebizond, didirikan oleh Alexios I dari Trebizond beberapa minggu sebelum penjarahan Konstantinopel. Di antara tiga negara ini, Epirus dan Nicea merupakan negara yang paling mungkin merebut kembali Konstantinopel. Kekaisaran Nicea terus berjuang untuk tetap bertahan, dan pada pertengahan abad ke-13 telah kehilangan sebagian besar wilayahnya di Anatolia selatan. Melemahnya Kesultanan Rûm akibat serangan bangsa Mongol tahun 1242–43 memungkinkan para beylik dan ghazi untuk mendirikan kepangeranan mereka sendiri di Anatolia, sehingga melemahkan kekuasaan Romawi Timur di Asia Kecil. Akan tetapi, invasi Mongol juga memberi waktu bagi Nicea untuk mengalihkan perhatian pada Kekaisaran Latin.

Penaklukan kembali Konstantinopel

Kekaisaran Nicea berhasil merebut kembali Konstantinopel dari Latin tahun 1261. Selanjutnya, mereka juga berhasil mengalahkan Epirus. Maka Romawi Timur berhasil direstorasi di bawah pimpinan Michael VIII Palaiologos. Akan tetapi, kekaisaran yang terkoyak akibat perang kini rentan terhadap musuh-musuh disekitarnya. Untuk memperkuat tentaranya dalam peperangan melawan Kekaisaran Latin, Michael menarik pasukan dari Asia Kecil, dan memungut pajak yang tinggi dari petani, mengakibatkan kebencian. Proyek pembangunan besar-besaran dilancarkan di Konstantinopel untuk memperbaiki kerusakan akibat Perang Salib Keempat, tetapi tidak satupun dari usaha ini menguntungkan petani di Asia Kecil, yang menderita akibat serangan ghazi-ghazi.

Michael memilih untuk memperluas wilayah kekaisaran daripada menjaga jajahannya di Asia Kecil. Untuk mencegah penjarahan lain, ia memaksa gereja tunduk kepada Roma, yang menjadi solusi sementara. Selanjutnya, Kaisar Andronikos II, lalu cucunya Kaisar Andronikos III, berupaya membangkitkan kembali kekaisaran, namun tentara bayaran yang disewa Andronikos II sering kali menjadi bumerang.

Bangkitnya Utsmaniyah dan jatuhnya Konstantinopel

Situasi semakin memburuk setelah Andronikos III wafat. Perang saudara selama enam tahun berkecamuk di kekaisaran, dan gempa bumi di Gallipoli tahun 1354 menghancurkan perbentengan, sehingga Utsmaniyah (yang disewa sebagai tentara bayaran selama perang saudara oleh Ioannes VI Kantakouzenos) dapat memperkuat posisinya di Eropa. Saat perang saudara telah berakhir, Utsmaniyah telah mengalahkan Serbia dan menundukkan mereka sebagai vassal. Setelah Pertempuran Kosovo, sebagian besar Balkan telah didominasi oleh Utsmaniyah.

Kaisar memohon bantuan dari barat, tetapi paus hanya akan mengirim bantuan jika Gereja Ortodoks Timur mau bersatu kembali dengan Takhta Suci. Penyatuan gereja telah dipertimbangkan, dan kadang-kadang dilakukan melalui dekret kekaisaran, tetapi penduduk dan klerus Ortodoks membenci otoritas Roma dan Ritus Latin.  Beberapa tentara Barat datang dan memperkuat pertahanan Konstantinopel, namun kebanyakan penguasa Barat, yang sibuk dengan urusannya masing-masing, tidak melakukan apapun saat Utsmaniyah mencaplok satu per satu sisa wilayah Romawi Timur.

Pada tanggal 2 April 1453, Sultan Mehmed II dengan tentara berjumlah 80.000 mengepung Konstantinopel.  Konstantinopel akhirnya jatuh ke tangan Utsmaniyah pada tanggal 29 Mei 1453. Kaisar Romawi Timur terakhir, Konstantinus XI Palaiologos, terlihat melepas tanda kebesarannya dan melibatkan dirinya dalam pertempuran setelah tembok kota direbut.

Pasca runtuhnya Romawi Timur
Mehmed II menaklukkan negara-negara kecil di Mistra, Yunani, pada tahun 1460, dan Trebizond pada tahun 1461. Pada akhir abad ke-15, Kesultanan Utsmaniyah telah menguasai Asia Kecil dan sebagian Balkan. Sementara itu, Kepangeranan-kepangeranan Donau menerima pengungsi-pengsungsi Ortodoks dan bangsawan-bangsawan Romawi Timur.

Keponakan kaisar terakhir, Andreas Palaiologos, mewarisi gelar Kaisar Romawi Timur dan menggunakannya dari tahun 1465 hingga kematiannya tahun 1503. Selanjutnya, peran kaisar sebagai pelindung Ortodoks Timur diklaim oleh Ivan III, Adipati Agung Mokswa. Ia telah menikahi saudara Andreas, Sophia Paleologue. Cucunya, Ivan IV, akan menjadi Tsar Rusia yang pertama (tsar, atau czar, berarti caesar, adalah istilah yang dahulu digunakan bangsa Slavia untuk Kaisar Romawi Timur). Penerus-penerus mereka mendukung gagasan bahwa Moskwa adalah penerus Roma dan Konstantinopel. Gagasan bahwa Kekaisaran Rusia adalah Roma Ketiga tetap hidup hingga meletusnya Revolusi Rusia tahun 1917.
Ekonomi
Ekonomi Romawi Timur merupakan salah satu yang paling maju di Eropa dan Mediterania selama berabad-abad. Eropa tak mampu menandingi kekuatan ekonomi Romawi Timur hingga akhir abad pertengahan. Konstantinopel merupakan pusat utama dalam jaringan perdagangan yang meliputi hampir seluruh Eurasia dan Afrika Utara. Kota tersebut juga menjadi salah satu kota utama dalam jalur sutra. Beberapa ahli menyatakan bahwa, hingga datangnya bangsa Arab pada abad ketujuh, ekonomi Romawi Timur merupakan yang terkuat di dunia. Penaklukan Arab menyebabkan terjadinya kemunduran dan stagnansi. Reformasi Konstantinus V (765) menandai mulainya pemulihan ekonomi yang berlangsung hingga tahun 1204. Dari abad kesepuluh hingga akhir abad keduabelas, Kekaisaran Romawi Timur memproyeksikan citra mewah, dan pengelana kagum dengan kekayaan di Konstantinopel. Semuanya berubah pada masa Perang Salib Keempat, yang membawa bencana ekonomi. Palaiologos mencoba memulihkan ekonomi, tetapi negara Romawi Timur akhir tidak akan memperoleh kuasa penuh atas kekuatan ekonomi domestik dan asing. Pelan-pelan, Romawi Timur juga kehilangan pengaruhnya dalam modalitas perdagangan dan mekanisme harga, dan juga kuasa atas aliran logam-logam berharga, dan bahkan, menurut beberapa ahli, terhadap pencetakan koin-koin.

Salah satu fondasi ekonomi kekaisaran adalah perdagangan. Tekstil merupakan komoditas ekspor yang paling penting. Negara dengan ketat menguasai perdagangan internal dan internasional, serta memiliki hak monopoli dalam mengeluarkan koin. Pemerintah mengatur tingkat bunga, dan menetapkan parameter aktivitas serikat dan perusahaan dagang, yang dikenakan bunga khusus. Kaisar dan pejabat-pejabatnya melakukan campur tangan pada masa krisis untuk menjamin penyediaan modal dan menjaga harga serealia. Pemerintah mengumpulkan hasil surplus melalui pemungutan pajak, dan mengembalikannya dalam sirkulasi melalui redistribusi dalam bentuk gaji kepada pejabat-pejabat negara, atau dalam bentuk investasi fasilitas-fasilitas umum.

Pemerintahan
Di Romawi Timur, kaisar adalah penguasa tunggal dan absolut. Kekuasaannya dianggap memiliki asal usul ilahi. Senat tidak mempunyai kewenangan politik dan legislatif yang nyata, tetapi tetap sebagai dewan kehormatan. Pada akhir abad ke-8, pemerintahan sipil yang terpusat di istana dibentuk sebagai bagian dari konsolidasi kekuatan di ibukota (bangkitnya posisi sakellarios berhubungan dengan perubahan ini). Reformasi paling penting pada periode ini adalah pendirian themes. Pada themes, pemerintahan sipil dan militer diatur oleh satu orang, yaitu strategos.

Sistem tituler dan hak pendahuluan di kekaisaran mengakibatkan pemerintahan tampak seperti birokrasi bagi pengamat-pengamat modern. Pejabat-pejabat diatur dalam susunan yang ketat di antara kaisar, dan jabatan mereka bergantung pada kehendak kaisar. Di Romawi Timur terdapat pekerjaan administratif yang sebenarnya, tetapi pemerintahan dapat digantungkan pada orang-orang tertentu daripada suatu jawatan.  Pada abad ke-8 dan ke-9, kepegawaian negeri merupakan jalan tercepat menuju status aristokrat, tetapi sejak abad ke-9, aristokrasi sipil disaingi oleh aristokrasi kebangsawanan. Menurut beberapa penelitian, politik abad ke-11 didominasi oleh persaingan antara aristokrasi antara sipil dan militer. Pada masa tersebut, Alexios I melancarkan reformasi administratif penting yang meliputi pengadaan pangkat dan jabatan istana.

Diplomasi
Setelah jatuhnya Roma, tantangan utama Romawi Timur adalah membina hubungan dengan tetangga-tetangganya. Diplomasi Romawi Timur segera menarik perhatian tetangga-tetangganya. Maka terbukalah jaringan hubungan internasional dan antarnegara. Jaringan ini berkisar pada pembuatan traktat, dan meliputi penyambutan penguasa baru, serta asimilasi tindakan, nilai, dan institusi sosial Romawi Timur.  Sementara penulis klasik menuliskan pemisahan etis dan legal antara perdamaian dan perang, Romawi Timur menganggap diplomasi sebagai salah satu bentuk perang. Contohnya, ancaman Bulgaria dapat diatasi dengan memberikan dana kepada Rus Kiev. Gereja Ortodoks juga memainkan fungsi diplomatik, dan penyebaran Kekristenan Ortodoks merupakan tujuan diplomatik utama kekaisaran.

Scrinium Barbarorum di Konstantinopel bertugas menangani protokol dan penyimpanan catatan mengenai apapun yang berhubungan dengan "barbar". Sementara sedang melaksanakan tugas protokol, mereka memastikan duta-duta asing diperlakukan dengan baik, dan juga berperan dalam penerjemahan misi diplomatik dari negara-negara Barbar. J.B. Bury meyakini bahwa departemen tersebut mengawasi semua orang asing yang mengunjungi Konstantinopel. Beberapa orang, seperti Michael Antonucci, meyakini bahwa Scrinium Barbarorum bertindak sebagai semacam jawatan mata-mata untuk kekaisaran, tetapi tak ada bukti yang kuat mengenai hal ini. On Strategy dari abad ke-6 menawarkan saran mengenai kedutaan asing: "[Duta-duta] yang dikirim harus diterima dengan hormat dan murah hati, karena siapapun menghormati para duta, namun kehadiran mereka perlu diawasi agar mereka tidak memperoleh informasi dengan menanyai orang-orang kita."

Romawi Timur mengambil kesempatan baik dan memanfaatkan beberapa pendekatan diplomatik. Sebagai contoh, kedutaan ke ibukota sering kali tinggal selama bertahun-tahun. Salah satu anggota keluarga kerajaan dari negara lain sering kali diminta tinggal di Konstantinopel. Mereka tidak hanya berguna sebagai sandera, tetapi juga pion yang dapat dimanfaatkan jika kondisi politik negara tempat ia berasal berubah. Praktik penting lain pada diplomasi Romawi Timur adalah dengan banyak menunjukkan barang-barang mewah kepada pengunjung.  Menurut Dimitri Obolensky, keberlangsungan peradaban di Eropa Timur adalah karena keterampilan dan akal diplomasi Romawi Timur, yang tetap menjadi salah satu sumbangan Romawi Timur bagi sejarah Eropa.

Ilmu pengetahuan dan hukum

Penulisan ala era klasik tidak pernah berhenti diberdayakan di Romawi Timur. Maka, ilmu pengetahuan Romawi Timur berhubungan dekat dengan filsafat kuno dan metafisika.  Meskipun Romawi Timur berhasil menerapkan ilmu pengetahuan (seperti dalam pembangunan Hagia Sophia), setelah abad ke-6, ahli-ahli Romawi Timur tidak banyak memberi sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Teori-teori baru tidak banyak digagas, dan gagasan penulis-penulis klasik tak banyak dikembangkan.  Keahlian terhambat pada tahun-tahun kegelapan akibat wabah pes dan penaklukkan Arab, tetapi pada masa renaisans Romawi Timur di akhir milenium pertama, ahli-ahli Romawi Timur muncul kembali dan menjadi ahli dalam pengembangan ilmiah Arab dan Persia, terutama dalam bidang astronomi dan matematika.

Pada abad akhir kekaisaran, ahli tata bahasa Romawi Timur bertanggung jawab dalam membawa dan menulis tata bahasa dan studi sastra Yunani Kuno ke Italia Renaisans awal. Pada periode ini, astronomi dan matematika diajarkan di Trebizond.

Di bidang hukum, reformasi Yustinianus I telah memberikan pengaruh yang jelas terhadap perkembangan jurisprudens. Sementara itu, Ecloga Kaisar Leo III memengaruhi pembentukan institusi hukum di dunia Slavia.

Bahasa

Awalnya, bahasa kekaisaran adalah bahasa Latin. Bahasa tersebut menjadi bahasa resmi hingga abad ke-7, ketika Heraklius menggantinya dengan bahasa Yunani. Bahasa Latin Ilmiah tidak lagi digunakan oleh penduduk berpendidikan, meskipun masih menjadi bagian dari budaya seremonial kekaisaran selama beberapa waktu. Bahasa Latin Rakyat tetap menjadi bahasa minoritas kekaisaran, dan di antara penduduk Trako-Romawi, bahasa tersebut melahirkan bahasa (Proto-)Rumania. Sementara itu, di pantai laut Adriatik, dialek neo-Latin berkembang, yang akan membuahkan bahasa Dalmatia. Di provinsi-provinsi Mediterania Barat yang sempat dikuasai di bawah pemerintahan Yustinianus I, Latin (akhirnya berevolusi menjadi bahasa Italia) terus digunakan sebagai bahasa rakyat maupun bahasa ilmiah.

Bahasa utama yang digunakan di Romawi Timur (bahkan semenjak sebelum jatuhnya Romawi Barat) adalah bahasa Yunani. Bahasa tersebut telah dituturkan selama berabad-abad sebelum Latin. Pada awal berdirinya Romawi, bahasa Yunani banyak digunakan di gereja Kristen, dan juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan seni. Selain itu, bahasa Yunani juga menjadi perantara perdagangan.

Banyak bahasa lain juga dituturkan di kekaisaran multietnis ini. Beberapa bahasa memperoleh satatus resmi yang terbatas di provinsi-provinsi. Pada awal abad pertengahan, bahasa Suryani dan Aram dituturkan oleh penduduk berpendidikan di provinsi-provinsi ujung timur.  Bahasa Koptik, Armenia, dan Georgia juga banyak digunakan di tempatnya masing-masing. Sementara itu, bahasa Slavonia, Vlach, dan Arab menjadi penting karena terjalinnya hubungan dengan kekuatan asing.

Konstantinopel merupakan pusat perdagangan, sehingga setiap bahasa yang diketahui pada abad pertengahan kadang-kadang dituturkan di kekaisaran, bahkan termasuk bahasa Tionghoa.  Saat kekaisaran memasuki masa kemunduran terakhirnya, penduduk Romawi Timur menjadi homogen, dan bahasa Yunani menjadi penting bagi identitas dan agama mereka.

Budaya
Seni dan sastra

Seni Romawi Timur sebagian besar berhubungan dengan ekspresi religius. Gaya-gaya Romawi Timur disebar melalui perdagangan dan penaklukan ke Italia dan Sisilia; gaya-gaya tersebut akan memengaruhi seni renaisans Italia. Dengan maksud untuk memperluas Gereja Ortodoks Timur, gaya Romawi Timur disebar ke kota-kota Eropa timur, terutama Rusia.  Pengaruh dari arsitektur Romawi Timur, terutama dalam bentuk bangunan religius, dapat ditemui di berbagai wilayah, dari Mesir dan Arabia, hingga Rusia dan Rumania.

Dalam bidang sastra, terdapat empat elemen budaya, yaitu Yunani, Kristen, Romawi, dan Oriental. Sastra Romawi Timur sering kali diklasifikasikan dalam lima kelompok: sejarawan dan analis, ensiklopedis (Patriark Photios, Michael Psellos, dan Michael Choniates dianggap sebagai ensiklopedis terbesar Romawi Timur) dan penulis esai, serta penulis puisi sekular. Dua kelompok lainnya meliputi jenis sastra baru: sastra gerejawi dan teologis, dan sastra populer. Dari dua hingga tiga ribu volume sastra Romawi Timur yang selamat, hanya tiga ratus tiga puluh yang meliputi puisi sekular, sejarah, ilmu pengetahuan, dan ilmu semu. Sastra sekuler berkembang dari abad kesembilan hingga keduabelas, sementara sastra religius (khotbah, buku liturgi, puisi, devosi, dll) berkembang lebih dahulu, dengan Romanus Melodus sebagai contoh yang paling menonjol.

Agama

Kelangsungan hidup kekaisaran memastikan peran aktif kaisar dalam urusan gereja. Negara Romawi Timur mewarisi kebiasaan administratif dan finansial dalam mengatur urusan agama dari masa pagan, dan kebiasaan ini diterapkan di gereja. Orang-orang Romawi Timur memandang kaisar sebagai wakil atau pengabar Kristus. Maka kaisar bertanggung jawab dalam penyebaran Kekristenan di antara orang-orang pagan, dan untuk "luar" agama, seperti pemerintahan dan keuangan. Meskipun begitu, peran kaisar dalam gereja tidak pernah berkembang menjadi sistem tetap yang legal.

Kekristenan tidak pernah bersatu secara penuh di Kekaisaran Romawi Timur. Gereja Ortodoks Timur tidak mewakili semua orang Kristen di kekaisaran. Nestorianisme, pandangan yang diajarkan oleh Nestorius, berpisah dari gereja kekaisaran, dan kini menjadi Gereja Timur Asiria. Gereja Ortodoks Oriental melepaskan diri dari gereja kekaisaran setelah deklarasi Konsili Khalsedon. Arianisme dan sekte-sekte Kristen lain juga ada di kekaisaran, meskipun pada masa jatuhnya Roma pada abad ke-5, Arianisme lebih terbatas pada suku-suku Jermanik di Eropa Barat. Pada masa akhir kekaisaran, Ortodoks Timur mewakili sebagian besar orang Kristen di sisa kekaisaran. Sementara itu, Yahudi merupakan minoritas yang penting di kekaisaran. Meskipun beberapa kali mengalami penganiayaan, mereka secara umum ditoleransi.

Dengan jatuhnya Roma dan pertikaian internal pada tubuh kepatriarkan lainnya, gereja Konstantinopel menjadi pusat Kekristenan terkaya dan paling berpengaruh antara abad ke-6 hingga abad ke-11.

Tinggalan sejarah

Kekaisaran Romawi Timur telah mengamankan Eropa Barat dari kekuatan-kekuatan baru di Timur. Romawi Timur terus menerus diserang oleh Persia, Arab, Turki Seljuk, dan Utsmaniyah. Contohnya, Peperangan Romawi Timur-Arab, diakui oleh sejarawan sebagai faktor utama di balik bangkitnya Karel yang Agung, dan rangsangan bagi feudalisme dan kemandirian ekonomi.

Selama berabad-abad, sejarawan Barat menggunakan istilah Byzantine dan Byzantinisme sebagai pameo untuk kemerosotan, politik tipu muslihat, dan birokrasi yang kompleks. Selain itu, terdapat penilaian negatif yang kuat terhadap peradaban Romawi Timur dan warisannya di Eropa Tenggara.  Byzantinisme secara umum didefinisikan sebagai badan religius, politik, dan filosofis yang bertentangan dengan Barat.  Pada abad ke-20 dan ke-21, sejarawan-sejarawan di Barat mencoba memahami Romawi Timur dengan lebih akurat dan seimbang. Hasilnya, karakter budaya Romawi Timur yang kompleks lebih diperhatikan dan diperlakukan secara objektif daripada sebelumnya.

Jika keberadaan Kekaisaran Romawi Kuno (meliputi Romawi Barat) dengan Romawi Timur/Bizantium digabung, seluruh Kekaisaran Romawi telah berwujud selama 1.480 tahun. Pengganti Kekaisaran Romawi, Republik Romawi, ada selama 482 tahun, sehingga negara Romawi telah ada selama 1.962 tahun.

Republik Romawi

Republik Romawi adalah fase dari Kebudayaan Romawi kuno yang ditandai dengan bentuk pemerintahan republik. Periode Republik Romawi dimulai dari penggulingan Kerajaan Roma (ca. 509 SM), dan diikuti oleh berbagai perang saudara. Pada masa Republik Romawi pula terjadi perang terkenal yang bernama Perang Punic antara Republik Romawi dengan Kekaisaran Kartago. Kapan tepatnya Republik Romawi berakhir masih belum disetujui oleh para sejarawan, tergantung definisi yang digunakan. Sebagian sejarawan mengusulkan penunjukan Julius Caesar sebagai diktator seumur hidup pada 44 SM), dan sebagian lainnya mengusulkan Pertempuran Actium (2 September 31 SM), dan sebagian lainnya mengusulkan pemberian kekuasaan penuh bagi Octavianus pada 16 Januari 27 SM sebagai tanggal berakhirnya Republik Romawi dan berdirinya Kekaisaran Romawi.

Pemerintahan Republik Romawi diatur oleh adat, tradisi dan hukum. Secara garis besar, pemerintahan dijalankan bersama-sama oleh tiga pihak: dua orang konsul, senat, dan golongan Pleb.

Senat
Senat memiliki wewenang yang disebut Senatus consultum, yaitu pertimbangan senat untuk hakim dan biasanya dipatuhi oleh para hakim. Meskipun secara teknis tidak punya peran resmi dalam konflik militer, pada praktiknya Senat adalah pihak yang mengawasi urusan-urusan seperti itu. Senat juga mengatur administrasi masyarakat sipil. Persyaratan untuk menjadi seorang senator yaitu memiliki tanah senilai minimal 100.000 denarii, terlahir dari golongan bangsawan, dan telah memegang jabatan publik minimal sekali.

Dewan Legislatif
Dewan Legislatif memiliki kewenangan untuk menentukan hakim, memvonis hukuman mati, mengurusi menyatakan perang dan perjanjian damai, dan membentuk persekutuan. Ada dua macam dewan legislatif. Yang pertama adalah comitia yang merupakan dewan dari semua kelompok masyarakat. Yang kedua adalah concilia yang merupakan dewan dari kelompok masyarakat tertentu.

Dewan Centuria
Masyarakat Roma dikelompokan berdasarkan centuria-centuria dan suku-suku. Centuria-centuria dan suku-suku berkumpul membentuk kelompok mereka sendiri yang disebut Comitia Centuriata (Dewan Centuria). Pemimpin Dewan Centuria biasanya adalah seorang konsul. Dewan Centuria berwenang memilih hakim-hakim (konsul,praetor, dan censor), mengesahkan hasil suatu sensus, menyatakan perang, dan mengurusi kasus yudisial tertentu.

Dewan Suku
Dewan suku (Comitia Tributa) dipimpin oleh seorang konsul dan terdiri dari tiga puluh lima suku. Suku-suku tersebut tidak didasarkan pada pertalian etnik atau kekerabatan tetapi lebih kepada pembagian wilayah geografis. Dewan suku berwenang memilih quaestor, curule, aedile, dan tribunal militer.

Dewan Pleb
Dewan Pleb adalah perwakilan dari kelompok Pleb. Mereka memilih pejabat mereka sendiri, tribunal pleb, dan tribunal aedile. Biasanya tribunal pleb yang memimpin Dewan Pleb. Kelompk ini bisa bertindak sebagai pengadilan banding.

Hakim Eksekutif
Tiap hakim dapat membatalkan keputusan dari hakim yang setara atau di bawah tingkatannya, tribunal pleb dan tribunal aedile. Hakim-hakim terdiri dari konsul, praetor, censor, aedile, quaestor, tribunal, dan diktator.

Yunani Helenistik

Dalam konteks budaya, arsitektur, dan seni Yunani kuno, Yunani Helenistik adalah suatu masa yang berlangsung setelah kematian Aleksander Agung pada tahun 323 SM dan aneksasi daerah pusat Liga Akhaia oleh Republik Romawi yang memuncak pada Pertempuran Korintus pada 146 SM, sebuah kemenangan Romawi di Peloponnesos yang menyebabkan kehancuran Korintus dan mengantarkan pada periode Romawi Yunani. Akhir dari Yunani Helenistik adalah pada saat meletusnya Pertempuran Aktium pada 31 SM, ketika kaisar Augustus mengalahkan ratu Yunani Ptolemaik Kleopatra VII dan Markus Antonius, yang mana pada tahun berikutnya mengambil alih Aleksandria, pusat besar terakhir Yunani Helenistik.

Periode Helenistik dimulai dengan perang Diadokhoi, pertandingan bersenjata antara mantan jenderal Aleksander Agung untuk mengukir kerajaannya di Eropa, Asia, dan Afrika Utara. Perang berlangsung hingga 275 SM, menyaksikan jatuhnya kedua dinasti Argeadai dan Antipatridai di Makedonia yang mendukung dinasti Antigonidai. Era itu juga ditandai oleh perang berturut-turut antara Kerajaan Makedonia dan sekutu-sekutunya melawan Liga Aitolia, Liga Akhaia, dan negara-kota Sparta.

Pada masa pemerintahan Filipus V dari Makedonia, bangsa Makedonia tidak hanya kalah pada Perang Kreta (205-200 SM) karena aliansi yang dipimpin oleh Rodos, tetapi aliansi mereka yang sebelumnya dengan Hannibal dari Kartago juga melibatkan mereka dalam Perang Makedonia Pertama dan Kedua dengan Romawi Kuno. Kelemahan yang dirasakan dari Makedonia setelah konflik-konflik ini mendorong Antiokhos III yang Agung dari Kekaisaran Seleukia untuk menyerang daratan Yunani, namun kekalahannya oleh orang-orang Romawi di Thermopylae pada tahun 191 SM dan Magnesia pada tahun 190 SM mengamankan posisi Roma sebagai kekuatan militer terkemuka di wilayah. Dalam kira-kira dua dekade setelah menaklukkan Makedonia pada tahun 168 SM dan Epirus pada tahun 167 SM, orang-orang Romawi pada akhirnya menguasai seluruh Yunani.

Selama periode Helenistik, peran Yunani di dunia berbahasa Yunani sangat menurun. Pusat-pusat besar budaya Helenistik adalah Aleksandria dan Antiokhia, ibukota Mesir Ptolemaik dan Suriah Seleukia. Kota-kota seperti Pergamum, Ephesus, Rodos, dan Seleukia juga menjadi penting. Selain itu, ciri dari masa ini adalah meningkatnya urbanisasi Mediterania Timur.

Makedonia

Pencarian Aleksander memiliki sejumlah konsekuensi bagi negara-kota Yunani. Hal ini sangat memperluas cakrawala orang-orang Yunani, serta memicu konflik yang tak ada habisnya antara kota-kota yang telah menandai abad ke-5 dan ke-4 SM tampak remeh dan tidak penting. Selain itu, hal ini juga menyebabkan emigrasi yang stabil, menuju kekaisaran Yunani yang baru di timur. Banyak orang Yunani bermigrasi ke Aleksandria, Antiokhia, dan banyak kota Helenistik lainnya, yang sekarang menjadi Afghanistan dan Pakistan, di mana Kerajaan Yunani-Baktria dan Kerajaan Indo-Yunani bertahan hingga akhir abad ke-1 SM.

Kekalahan kota-kota Yunani oleh Filipus dan Aleksander juga mengajarkan Bangsa Yunani bahwa negara-kota mereka tidak akan pernah lagi menjadi kekuatan dalam hak mereka sendiri, dan bahwa hegemoni Makedonia dan negara-negara penggantinya tidak dapat ditentang kecuali negara-negara kota bersatu, atau setidaknya federasi. Orang Yunani terlalu menghargai kemerdekaan lokal mereka untuk mempertimbangkan penyatuan yang sebenarnya, tetapi mereka melakukan beberapa upaya untuk membentuk federasi di mana mereka berharap untuk menegaskan kembali kemerdekaan mereka.

Setelah kematian Aleksander, perebutan kekuasaan terjadi di antara para jenderalnya, yang mengakibatkan kehancuran kerajaan dan pendirian sejumlah kerajaan baru. Makedonia jatuh ke tangan Kassandros, putra dari Antipatros, yang setelah beberapa tahun berperang menjadikan dirinya penguasa sebagian besar wilayah Yunani lainnya. Ia mendirikan ibu kota Makedonia baru di Thessaloniki dan menjadi penguasa yang mengayomi. Kekuatan Kassandros ditantang oleh Antigonus, penguasa Anatolia, yang menjanjikan kota-kota Yunani bahwa ia akan memulihkan kebebasan mereka jika mereka mendukungnya. Tindakannya menyebabkan pemberontakan yang berhasil melawan penguasa setempat Kassandros. Pada 307 SM, putra Antigonos, Demetrios, merebut Athena dan memulihkan sistem demokrasinya, yang telah ditekan oleh Aleksander. Tetapi pada tahun 301 SM, koalisi Kassandros dan raja-raja Helenistik lainnya mengalahkan Antigonos pada Pertempuran Ipsos sekaligus mengakhiri tantangannya.

Namun, setelah kematian Kassandros pada tahun 298 SM, Demetrius merebut tahta Makedonia dan menguasai sebagian besar Yunani. Dia dikalahkan oleh koalisi kedua penguasa Yunani pada 285 SM, dan penguasaan Yunani diteruskan ke raja Lysimakhos dari Trakia. Lysimakhos pada akhirnya juga dikalahkan dan dibunuh pada 280 SM. Tahta Makedonia kemudian diserahkan kepada putra Demetrius, Antigonos II, yang juga mengalahkan invasi tanah Yunani oleh Galia, yang pada saat itu tinggal di Balkan. Pertempuran melawan Galia menyatukan Antigonoidai dari Makedonia dan Seleukia dari Antiokhia, aliansi yang juga diarahkan melawan kekuatan Helenistik terkaya, Mesir Ptolemaik. Antigonos II memerintah hingga kematiannya pada tahun 239 SM, dan keluarganya mempertahankan tahta Makedonia sampai dihapuskan oleh Romawi pada tahun 146 SM. Namun, kendali mereka terhadap negara-negara kota Yunani bersifat sementara, karena penguasa lain, khususnya Ptolemaios, menyogok partai-partai anti-Makedonia di Yunani untuk melemahkan kekuatan Antigonoidai. Antigonos menempatkan garnisun di Korintus, pusat strategis Yunani, tetapi Athena, Rodos, Pergamum, dan negara-negara Yunani lainnya mempertahankan kemerdekaan yang substansial, dan membentuk Liga Aitolia sebagai sarana untuk mempertahankannya. Sparta juga tetap independen, tetapi menolak bergabung dengan liga mana pun.

Pada 267 SM, Ptolemaios II membujuk kota-kota Yunani untuk memberontak melawan Antigonos, yang kemudian memecahkan Perang Kremonides, setelah pemimpin Athena Kremonides. Kota-kota dikalahkan dan Athena kehilangan kemerdekaannya beserta lembaga-lembaganya yang demokratis. Pada awalnya, Liga Aitolia terbatas pada Peloponnesos, tetapi karena diizinkan untuk mendapatkan kendali atas Thiva pada 245 SM akhirnya menjadi sekutu Makedonia. Hal ini menandai berakhirnya Athena sebagai aktor politik, meskipun tetap menjadi kota terbesar, terkaya dan paling banyak dibudidayakan di Yunani. Pada 255 SM, Antigonos mengalahkan armada Mesir di Kos dan menetapkan pulau-pulau Aegea, kecuali Rodos, di bawah kekuasaannya.

Negara kota dan liga
Terlepas dari menurunnya kekuasaan dan otonomi politik mereka, negara-kota atau polis Yunani menjadi bentuk dasar organisasi politik dan sosial di Yunani. Negara-negara kota seperti Athena dan Efesus tumbuh dan bahkan berkembang pesat pada periode ini. Disamping peperangan antara kota-kota Yunani berlanjut, kota-kota menanggapi ancaman negara-negara pasca-Aleksandria Helenistik dengan bersatu dalam aliansi atau menjadi sekutu negara Helenistik yang kuat, yang bisa datang untuk mempertahankan negara serta menjadikannya sebagai asylos atau tidak dapat diserang oleh kota-kota lain. Bangsa Aitolia dan Akhaia mengembangkan negara federal atau liga yang kuat (koinon), yang diperintah oleh dewan perwakilan kota dan majelis liga rakyat. Berawal dari liga etnis, liga ini kemudian mulai memasukkan kota-kota di luar wilayah tradisional mereka. Liga Akhaia akhirnya mencakup seluruh wilayah Peloponnesos kecuali Sparta, sementara Liga Aetolia berkembang hingga ke daerah Phokis. Selama abad ke-3 SM, liga-liga ini mampu mempertahankan diri melawan Makedonia dan Liga Aetolia mengalahkan invasi Seltik pada Yunani di Delfi.

Setelah kematian Aleksander, Athena dikalahkan oleh Antipatros dalam Perang Lamian dan pelabuhannya di Piraeus menampung garnisun Makedonia. Untuk melawan kekuatan Makedonia di bawah Kassandros, Athena menjalin hubungan dengan para penguasa Helenistik lainnya, seperti Antigonos I Monophthalmus, dan pada tahun 307 Antigonus mengirim putranya Demetrius untuk merebut kota. Setelah Demetrius menguasai Makedonia, Athena menjadi sekutu dengan Mesir Ptolemaik dalam upaya mendapatkan kemerdekaannya dari Demetrius, dan dengan pasukan Ptolemaik mereka berhasil memberontak dan mengalahkan Makedonia pada tahun 287, meskipun Piraeus tetap diamankan. Perlawanan-perlawanan Athena gagal dalam menghadapi Makedonia meski dengan bantuan Ptolemaik seperti halnya Perang Kremonides. Kerajaan Ptolemaik pada saat itu menjadi sekutu utama kota, mendukung dengan pasukan, uang, dan material dalam berbagai konflik. Athena menghadiahi Kerajaan Ptolemaik pada 224/223 SM dengan memberi nama phyle ke-13 Ptolemais dan mendirikan kultus agama yang disebut Ptolemaia. Athena Helenistik juga menyaksikan munculnya Komedi Baru dan aliran filsafat Helenistik seperti Stoikisme dan Epikureanisme. Pada pergantian abad, Dinasti Attalidia di Pergamum menjadi pendukung dan pelindung Athena saat kekaisaran Ptolemaik melemah. Athena nantinya juga akan mendirikan kultus untuk raja Pergamus, Atalos I.

Filipus V

Antigonos II wafat pada tahun 239 SM. Kematiannya memperlihatkan pemberontakan lain di negara-kota Liga Akhaia, dengan tokoh yang berpengaruh adalah Aratos dari Sikyon. Putra Antigonos, Demetrius II, meninggal pada 229 SM, meninggalkan seorang anak (Filipus V) sebagai raja, dengan jenderal Antigonos Doson sebagai bupati. Bangsa Akhaia, yang secara nominal tunduk pada Ptolemaios, sebenarnya independen, dan menguasai sebagian besar Yunani selatan. Athena tetap menjauh dari konflik ini dengan persetujuan bersama. Sparta tetap memusuhi bangsa Akhaia, hingga pada 227 SM, raja Sparta Kleomenes III, menyerbu Akhaia dan menguasai liga. Aratos lebih suka Makedonia jauh dari Sparta untuk mendekati Sparta, dan bersekutu dengan Doson, yang pada 222 SM mengalahkan Sparta dan menganeksasi kota mereka – pertama kalinya Sparta diduduki oleh kekuatan asing.

Filipus V, yang berkuasa ketika Doson meninggal pada 221 SM, adalah penguasa terakhir Makedonia dengan bakat dan kesempatannya untuk menyatukan Yunani dan mempertahankan kemerdekaannya melawan "awan yang naik di barat" yaitu kekuatan Roma yang terus meningkat. Dia dikenal sebagai "kesayangan Hellas". Di bawah naungannya, Perdamaian Naupaktus (217 SM) mengakhiri konflik antara liga Makedonia dan Yunani, dan pada saat itu ia mengendalikan seluruh wilayah Yunani kecuali Athena, Rodos, dan Pergamum. Namun, pada 215 SM, Filipus membentuk aliansi dengan musuh Roma, Kartago, yang menarik Roma secara langsung ke dalam urusan Yunani untuk pertama kalinya. Roma segera memikat kota-kota Akhaia dari kesetiaan nominal mereka kepada Filipus, dan membentuk aliansi dengan Rodos dan Pergamum, yang sekarang merupakan kekuatan terkuat di Asia Kecil. Perang Makedonia Pertama pecah pada tahun 212 SM, dan berakhir secara kurang jelas pada tahun 205 SM, tetapi Makedonia sekarang ditandai sebagai musuh Roma. Sekutu Roma, Rodos, menguasai pulau-pulau Aegea.

Pada tahun 202 SM, Roma mengalahkan Kartago, dan bebas untuk mengalihkan perhatiannya ke arah timur, didorong oleh sekutu-sekutu Yunani-nya, Rodos dan Pergamus. Pada tahun 198 SM, Perang Makedonia Kedua pecah karena alasan yang tidak jelas, tetapi kemungkinan besar karena Roma melihat Makedonia sebagai sekutu potensial Seleukia, kekuatan terbesar di timur. Sekutu-sekutu Filipus di Yunani meninggalkannya dan pada tahun 197 SM ia dikalahkan di Kinoskefala oleh prokonsul Romawi Titus Quinctius Flamininus.

Beruntung bagi orang Yunani, Flamininus adalah seorang pria moderat dan pengagum budaya Yunani. Filipus harus menyerahkan armadanya dan menjadi sekutu Romawi, tetapi dinyatakan selamat. Pada Pertandingan Isthmia pada tahun 196 SM, Flamininus menyatakan semua kota Yunani bebas, meskipun garnisun Romawi ditempatkan di Korintus dan Khalkis. Tetapi kebebasan yang dijanjikan oleh Roma hanyalah ilusi. Semua kota kecuali Rodos didaftarkan dalam liga baru yang akhirnya dikuasai Roma, dan demokrasi digantikan oleh rezim aristokrat yang bersekutu dengan Roma.

Kebangkitan Roma

Pada 192 SM, perang pun pecah antara Roma dan penguasa Seleukia, Antiokhos III. Antiokhos menginvasi Yunani dengan 10.000 tentara laki-laki, dan terpilih sebagai panglima Aitolia. Beberapa kota Yunani pada waktu itu menganggap Antiokhus sebagai penyelamat mereka dari pemerintahan Romawi, tetapi Makedonia melemparkan tanahnya bersama Roma. Pada 191 SM, Romawi di bawah pimpinan Manius Acilius Glabrio mengusirnya di Thermopylae dan mewajibkannya untuk mundur ke Asia. Selama perang ini pasukan Romawi berpindah ke Asia untuk pertama kalinya, di mana mereka mengalahkan Antiokhus kembali di Magnesia ad Sipylum (190 SM). Yunani pun berada di seberang jalur komunikasi Roma di timur, dan tentara Romawi menjadi kehadiran yang tetap. Perdamaian Apamaea (188 SM) meninggalkan Roma dalam posisi dominan di seluruh Yunani.

Bertahun-tahun kemudian, Roma ditarik lebih dalam ke dalam politik Yunani, karena partai yang kalah dalam pertikaian meminta bantuan Roma. Makedonia masih independen, meskipun secara nominal sekutu Romawi. Ketika Filipus V wafat pada tahun 179 SM, ia digantikan oleh putranya Perseus, yang seperti semua raja Makedonia, ingin menyatukan orang-orang Yunani di bawah pemerintahan Makedonia. Makedonia terlalu lemah untuk mencapai tujuan ini, tetapi sekutu Roma Eumenes II dari Pergamum membujuk Roma bahwa Perseus merupakan ancaman potensial terhadap posisi Roma.

Akhir kemerdekaan Yunani

Akibat dari intrik Eumenes, Roma menyatakan perang terhadap Makedonia pada tahun 171 SM, membawa 100.000 pasukan ke Yunani. Makedonia bukanlah tandingan pasukan ini, dan Perseus tidak mampu mengumpulkan negara-negara Yunani lainnya untuk membantunya. Kemampuan militer yang lemah oleh orang-orang Romawi memungkinkannya bertahan selama tiga tahun, tetapi pada tahun 168 SM bangsa Romawi mengirim Lucius Aemilius Paullus ke Yunani, dan di Pidna, bangsa Makedonia dikalahkan dengan sangat telak. Perseus ditangkap dan dibawa ke Roma, kerajaan Makedonia dipecah menjadi empat negara bagian yang lebih kecil, dan semua kota Yunani yang membantunya, bahkan secara retoris, dihukum. Bahkan sekutu Roma, Rodos dan Pergamum secara efektif kehilangan kemerdekaan mereka.

Di bawah kepemimpinan seorang petualang bernama Andriskos, Makedonia memberontak melawan pemerintahan Romawi pada tahun 149 SM: sebagai hasilnya Makedonia dianeksasi pada tahun berikutnya dan menjadi provinsi Romawi, yang pertama dari negara-negara Yunani yang mengalami nasib ini. Roma sekarang menuntut agar Liga Akhaia, benteng terakhir kemerdekaan Yunani, dibubarkan. Bangsa Akhaia menolak dan , karena merasa bahwa mereka mungkin juga mati berperang, mereka menyatakan perang terhadap Roma. Sebagian besar kota-kota Yunani bersatu ke pihak Akhaia, bahkan budak dibebaskan untuk memperjuangkan kemerdekaan Yunani. Konsul Romawi Lucius Mummius maju dari Makedonia dan mengalahkan orang-orang Yunani di Korintus, yang rata dengan tanah.

Pada 146 SM, semenanjung Yunani, meskipun bukan pulau-pulau, menjadi protektorat Romawi. Pajak Romawi diberlakukan, kecuali di Athena dan Sparta, dan semua kota harus menerima pemerintahan oleh sekutu lokal Roma. Pada 133 SM, raja terakhir Pergamum wafat dan meninggalkan kerajaannya ke Roma: hal ini membawa sebagian besar semenanjung Aegea di bawah kekuasaan Romawi langsung sebagai bagian dari provinsi Asia.

Kejatuhan terakhir Yunani terjadi pada 88 SM, ketika Raja Mithridates dari Pontos memberontak melawan Roma, dan membantai hingga 100.000 orang Romawi dan sekutu Romawi di seluruh Asia Kecil. Meskipun Mithridates bukan orang Yunani, banyak kota Yunani, termasuk Athena, menggulingkan penguasa boneka Romawi mereka dan bergabung dengannya. Ketika ia diusir dari Yunani oleh Jenderal Romawi Lucius Cornelius Sulla, balas dendam Romawi jatuh ke Yunani lagi, dan kota-kota Yunani tidak pernah pulih. Mithridates akhirnya dikalahkan oleh Gnaeus Pompeius Magnus pada tahun 65 SM.

Kehancuran lebih lanjut dibawa ke Yunani dengan pecahnya perang saudara Romawi, yang sebagian bertempur di Yunani. Akhirnya, pada 27 SM, Augustus langsung menganeksasi Yunani ke Kekaisaran Romawi yang baru sebagai provinsi Akaea. Perjuangan dengan Roma telah meninggalkan daerah-daerah tertentu di Yunani yang dihuni dan didemoralisasi. Namun demikian, pemerintahan Romawi setidaknya mengakhiri peperangan, dan kota-kota seperti Athena, Korintus, Thessaloniki, dan Patras segera memulihkan kemakmuran mereka.

Yunani Klasik

Yunani Klasik adalah periode yang berlangsung sekitar 200 tahun (abad ke-5 dan ke-4 SM) dalam sejarah Yunani. Selama periode ini, banyak wilayah Yunani yang jatuh ke tangan Persia,  tetapi kemudian wilayah-wilayah Yunani ini kembali merdeka. Yunani Klasik sangat berpengaruh terhadap Romawi dan juga menjadi landasan peradaban Barat. Sebagian besar pemikiran politik, seni, arsitektur, pahatan, filsafat, teater, dan sastra berakar dari zaman ini. Periode Klasik kemudian digantikan oleh Periode Helenistik.

Bahasa Yunani Klasik berasal dari dialek bahasa keluarga Helenik pada sekitar tahun 1100 SM sampai 600 M, termasuk periode zaman Yunani Arkais (sekitar 1000 SM sampai 600 M), Yunani Klasik (sekitar 500 SM sampai 300 SM) dan Yunani Helenistik (sekitar 300 SM sampai 600 M).

Bahasa ini berasal dari puisi-puisi Homeros, yang berjudul Iliad dan Odisseia, karya hebat dari sastra dan fislafat pada Zaman Kejayaan Athena, zaman ketika dasar dari matematika dan ilmu pengetahuan modern dimulai.

Bahasa ini pertama kalinya dipakai oleh penduduk di suatu kota Yunani klasik yang mandiri yang merupakan bagian pada masa Yunani Klasik dalam kerajaan yang didirikan oleh Aleksander Agung. Bahasa ini menjadi bahasa resmi kedua pada zaman Kekaisaran Romawi di Kekaisaran Romawi Timur pada tahun-tahun awal.

Teater Yunani Kuno

Teater Yunani Kuno, atau drama Yunani kuno, adalah kebudayaan teater yang berpuncak pada masa Yunani Klasik antara 550 SM dan 220 SM. Negara-kota Athena, yang ketika itu merupakan salah satu kekuatan militer, politik, dan budaya yang signifikan di Yunani, merupakan pusat kebudayaan teater. Di sana kebudayaan teater diresmikan sebagai bagian dari festival yang disebut Dionysia, yang diselenggarakan untuk memuja dewa Dionisos. Drama Tragedi (akhir abad ke-6), komedi (486 SM), dan sandiwara satir merupakan tiga ragam drama yang muncul. Athena menyebarkan festival tersebut ke berbagai koloni dan sekutunya untuk mempromosikan identitas kultral. Teater Athena memberikan banyak pengaruh terhadap kebudayaan teater Dunia Barat.