Sejarah Dunia Kuno

2021 a year of miracles and 'unlocking' millions

Jan 12, 2013

Bileam

Setibanya di Yordan setelah menaklukkan Bazan, bangsa Israel, dalam persiapan penyerangan ke Kanaan, telah berkemah di tepi sungai, tepat di atas pertemuan sungai itu dengan Laut Mati, dan berseberangan dengan dataran Yerikho. Mereka berada tepat di perbatasan tanah Moab, dan bangsa Moab dipenuhi oleh rasa gentar terhadap datangnya penyerang‑penyerang itu.

Bangsa Moab tidak pernah diganggu oleh Israel, tetapi mereka telah mengamat‑amati dengan penuh ketakutan akan segala sesuatu yang telah terjadi di antara bangsa‑bangsa sekelilingnya. Bangsa Amori, yang tadinya telah mendesak mundur mereka, telah ditaklukkan oleh bangsa Israel, dan daerah yang telah direbut oleh bangsa Amori dari bangsa Moab, sekarang telah menjadi milik bangsa Israel. Bala tentara Bazan telah menyerah di hadapan kuasa rahasia yang terselubung di dalam tiang awan, dan benteng‑benteng raksasa itu telah dikuasai oleh orang‑orang Ibrani. Bangsa Moab tidak berani menanggung mara bahaya dengan menyerang mereka, penggunaan senjata tidak akan berdaya di hadapan kuasa gaib yang diadakan demi untuk mereka itu. Tetapi mereka bertekad, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Firaun, untuk menggunakan kuasa sihir melawan Allah. Mereka akan mendatangkan kutuk ke atas bangsa Israel.

Bangsa Moab berhubungan erat dengan bangsa Midian, baik oleh ikatan kebangsaan dan juga agama. Dan Balak, raja Moab, telah membangkitkan rasa takut bangsa kaum kerabatnya itu, dan memperoleh kerja sama mereka dalam rencananya untuk melawan orang Israel dengan mengirimkan satu berita, "Tentu saja laskar besar itu akan membabat habis segala sesuatu yang di sekeliling kita, seperti lembu membabat habis tumbuh-tumbuhan hijau di padang." Bileam, seorang penduduk

Mesopotamia, terkenal sebagai seorang yang mempunyai kuasa gaib, dan kemasyhurannya ini telah sampai ke tanah Moab. Telah diputuskan untuk memanggil supaya membantu mereka. Sehubungan dengan itu, pesuruh‑pesuruh yang terdiri dari "tua-tua Moab dan tua‑tua Midian," telah diutus untuk memperoleh kuasa tenung dan sihirnya itu untuk melawan Israel.

Dengan segera para utusan itu memulai perjalanan jauh mereka melewati gunung‑gunung dan menyeberangi padang pasir Mesopotamia, dan setelah bertemu dengan Bileam, mereka menyampaikan kepadanya kabar dari raja mereka: "Ketahuilah, ada suatu bangsa ke luar dari Mesir, sungguh, sampai tertutup permukaan bumi olehnya, dan mereka sedang berkemah di depanku. Karena itu, datanglah dan kutuk bangsa itu bagiku, sebab mereka lebih kuat daripadaku, mungkin aku sanggup mengalahkannya dan menghalaunya dari negeri ini, sebab aku tahu: siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia kena kutuk."

Dulunya Bileam adalah seorang yang baik dan seorang nabi Tuhan, tetapi ia telah murtad dan telah menyerahkan dirinya kepada ketamakan, namun demikian ia masih tetap mengaku sebagai seorang hamba dari Yang Mahatinggi. Ia mengetahui tentang adanya kuasa Allah demi Israel, dan pada waktu pesuruh‑pesuruh itu memberitahukan maksud kedatangan mereka, ia mengetahui dengan baik bahwa adalah tugasnya untuk menolak upah dari Balak dan menyuruh pulang para utusan itu. Tetapi ia memberanikan diri untuk bermain‑main dengan penggodaan, dan menyuruh para utusan itu bermalam bersama dia pada malam itu, dengan menyatakan bahwa ia tidak dapat memberikan jawabnya sebelum ia mengadakan hubungan dengan Tuhan. Bileam mengetahui bahwa kutuknya tidak akan dapat melukai Israel. Allah berada pada pihak mereka, dan selama Israel setia kepada‑Nya, tidak ada kuasa musuh di dunia ini atau kuasa neraka sekali pun yang bisa menang terhadap mereka. Tetapi kesombongannya telah dirangsang oleh kata‑kata pujian pesuruh‑pesuruh itu, "siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia kena kutuk." Upah berupa pemberian‑pemberian yang mahal serta kedudukan yang tinggi telah membangkitkan sifat tamaknya. Dengan rakus ia telah menerima harta yang ditawarkan itu, dan kemudian, sementara mengaku menurut dengan saksama kepada kehendak Allah, ia mencoba bersepakat dengan keinginan Balak.

Pada waktu malam malaikat Allah datang kepada Bileam dengan satu kabar, "Janganlah engkau pergi bersama-sama dengan mereka, janganlah engkau mengutuk bangsa itu, sebab mereka telah diberkati."

Keesokan harinya dengan berat hati ia menyuruh para utusan itu pulang, tetapi tidak mengatakan kepada mereka apa yang telah dikatakan Tuhan. Disertai perasaan marah karena harapan untuk beroleh keuntungan dan hormat dengan mendadak telah hilang, ia berseru, "Pulanglah ke negerimu, sebab Tuhan tidak mengizinkan aku pergi bersama-sama dengan kamu."

Bileam "suka menerima upah untuk perbuatan-perbuatan yang jahat." 2 Petrus 2:15. Dosa tamak, yang Allah nyatakan sebagai penyembahan berhala, telah menjadikan dia seorang yang bekerja hanya mencari uang, dan melalui satu kesalahan ini, Setan telah berhasil menguasai dirinya sepenuhnya. Hal inilah yang telah menyebabkan kebinasaannya. Si penggoda itu selalu menghadapkan keuntungan duniawi untuk menyelewengkan seseorang dari pekerjaan Allah. Ia membisikkan kepada mereka bahwa perasaan yang terlalu pekalah yang membuat mereka tidak makmur. Dengan demikian banyaklah orang yang tertipu untuk menyimpang dari jalan yang jujur. Suatu langkah yang salah membuat langkah yang salah yang berikutnya lebih mudah dilakukan, dan mereka akan menjadi lebih gegabah. Mereka akan berani untuk berbuat perkara‑perkara yang hebat apabila sekali mereka telah menyerahkan diri mereka kepada pengendalian ketamakan akan uang dan keinginan memperoleh kekuasaan. Banyak orang yang menipu diri sendiri dengan  berpendapat bahwa mereka bisa berbuat tidak jujur untuk sementara waktu, demi keuntungan yang bersifat duniawi, dan apabila tujuan itu telah mereka peroleh, mereka akan dapat mengubah perbuatan mereka setiap saat mereka kehendaki. Orang‑orang seperti ini sedang memasukkan diri ke dalam perangkap Setan, dan jarang mereka dapat melepaskan diri dari dalamnya.

Apabila pesuruh‑pesuruh itu melaporkan kepada Balak tentang penolakan nabi datang bersama mereka, mereka tidak memberitahukan bahwa Allah telah melarang dia. Menyangka bahwa rasa enggan Bileam itu hanyalah  semata‑mata merupakan usahanya untuk memperoleh harta yang lebih banyak, maka raja telah mengutus penghulu‑penghulu yang jumlahnya lebih banyak dan lebih mulia dari yang pertama, dengan janji akan memberikan kedudukan yang lebih tinggi, dan dengan satu wewenang  untuk menyetujui segala sesuatu yang diminta oleh Bileam. Berita yang mendesak dari Balak kepada nabi itu adalah, "Janganlah engkau ditegahkan daripada datang mendapatkan aku, karena aku hendak memuliakan dikau amat banyak, dan barang apapun baik yang kau suruh akan daku, niscaya kuperbuat kelak, hanya datanglah juga dan kutukilah bagiku bangsa ini!"

Untuk kedua kalinya Bileam telah diuji. Sebagai jawab kepada bujukan para utusan ini, ia mengaku dirinya jujur dan benar, sambil meyakinkan mereka bahwa tidak ada emas atau pun perak bagaimanapun banyaknya yang akan dapat membujuk dia untuk berjalan melawan kehendak Allah. Tetapi ia rindu untuk mengabulkan permohonan raja itu, dan sekalipun kehendak Allah telah dinyatakan kepadanya dengan jelas, ia mengajak para utusan itu untuk bermalam, agar ia dapat menanyakan lebih jauh kepada Allah, seolah‑olah Allah adalah seorang manusia yang bisa dibujuk.

Pada malam harinya Tuhan menampakkan diri‑Nya kepada Bileam dan berkata, "Jikalau orang-orang itu memang sudah datang untuk memanggil engkau, bangunlah, pergilah bersama-sama dengan mereka, tetapi hanya apa yang akan Kufirmankan kepadamu harus kaulakukan." Sedemikian jauh Allah telah mengizinkan Bileam mengikuti kehendaknya sendiri, oleh sebab ia memaksakannya. Ia tidak berusaha melakukan kehendak Allah, tetapi memilih jalannya sendiri, dan kemudian berusaha mendapatkan persetujuan dari Tuhan.

Ribuan orang dewasa ini yang sedang mengikuti jalan yang sama.

Mereka tidak menemui kesulitan untuk mengerti tugas mereka jikalau itu sesuai dengan keinginan hati mereka. Dengan jelas sudah dinyatakan kepada mereka di dalam Alkitab atau ditunjukkan oleh keadaan sekeliling, dan oleh pertimbangan. Tetapi oleh karena bukti‑bukti ini bertentangan dengan kehendak mereka dan kecenderungan hati mereka, maka sering mereka menyisihkannya dan berpura‑pura pergi kepada Tuhan untuk bertanyakan tentang tugas mereka. Dengan sikap yang kelihatannya sungguh‑sungguh mereka berdoa panjang‑panjang dan tekun memohon terang. Tetapi Tuhan tidak dapat dipermainkan. Sering Ia mengizinkan orang‑orang seperti itu mengikuti kemauan mereka sendiri, dan menanggung akibatnya. "Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku.... Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya, biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri." Mazmur 81:12, 13. Apabila seseorang dengan jelas dapat melihat adanya satu tugas, janganlah ia datang kepada Tuhan dengan doa agar ia dimaafkan untuk tidak melaksanakannya. Melainkan, dengan roh yang berserah, meminta hikmat dan kekuatan Ilahi untuk memenuhi tuntutannya.

Bangsa Moab adalah satu bangsa penyembah berhala yang sudah merosot akhlaknya, tetapi menyangkut dengan terang yang telah mereka terima, kesalahan mereka di hadapan surga belumlah sebesar kesalahan Bileam. Namun demikian, oleh karena ia mengaku diri sebagai nabi Allah, maka segala sesuatu yang dikatakannya akan dianggap sebagai sesuatu yang diucapkan oleh pengesahan Ilahi. Oleh sebab itu ia tidak diizinkan untuk berkata‑kata menurut pilihannya sendiri, tetapi harus menyampaikan berita sebagaimana yang diberikan Allah kepadanya. "Apa yang akan Kufirmankan kepadamu harus kaulakukan," adalah perintah Ilahi.

Bileam telah mendapat izin untuk pergi bersama dengan pesuruh‑pesuruh dari Moab jikalau mereka datang untuk memanggil dia keesokan harinya. Tetapi, merasa kesal oleh sikapnya yang berlambatan dan mengharap bahwa ia akan menolaknya lagi, maka merekapun pulanglah tanpa berunding lebih lanjut dengan dia. Setiap dalih untuk menyetujui permohonan Balak sekarang ini sudah tidak ada lagi. Tetapi Bileam bertekad untuk memperoleh upah itu, dan dengan mengendarai seekor keledai yang biasa ia pakai, ia pun telah memulai perjalanannya. Ia merasa khawatir bahwa pada saat ini juga izin Ilahi itu bisa ditarik kembali, dan ia pun dengan tergesa‑gesa mengadakan perjalanannya itu, ia merasa tidak sabar karena jangan‑jangan oleh sesuatu hal ia akan kehilangan upah yang diinginkannya itu.

Tetapi "berdirilah malaikat Tuhan di jalan sebagai lawannya." Keledai itu melihat pesuruh Ilahi itu, yang tidak dapat dilihat oleh Bileam, dan binatang itu berbelok dari jalan menuju ke sebuah padang. Dengan pukulan‑pukulan yang kejam Bileam mencoba untuk membawa kembali keledai itu ke jalan, tetapi kembali, di satu jalan yang sempit, malaikat itu kelihatan, dan binatang itu, sambil berusaha menghindarkan diri dari bentuk yang menakutkannya itu, telah menghimpitkan kaki majikannya kepada pagar tembok yang ada di tepi jalan itu. Bileam telah dibutakan terhadap adanya campur tangan surga, dan tidak mengetahui bahwa Allah sedang menghalangi jalannya. Ia menjadi gusar sekali, dan dengan tidak mengenal belas kasihan ia telah memukul keledai itu dan memaksanya supaya maju terus.

Sekali lagi, "berdirilah Ia pada suatu tempat yang sempit, yang tidak ada jalan untuk menyimpang ke kanan atau ke kiri," malaikat itu menampakkan diri sebelumnya dalam sikap yang mengancam, dan binatang yang malang itu gemetar karena ketakutan, berhenti sama sekali dan tersungkur di bawah majikannya. Kemarahan Bileam tidak terkendalikan lagi, dan dengan tongkatnya ia telah memukul binatang itu lebih kejam lagi daripada sebelumnya. Sekarang Tuhan membuka mulutnya, dan oleh "keledai beban yang bisu berbicara dengan suara manusia dan mencegah kebebalan nabi itu," 2 Petrus 2:16. "Apakah yang kulakukan kepadamu," katanya, "sampai engkau memukul aku tiga kali?"

Merasa marah karena perjalanannya dihalangi, Bileam telah menjawab binatang itu seperti ia berkata‑kata kepada satu makhluk yang berpikir: "Karena engkau mempermain-mainkan aku, seandainya ada pedang di tanganku, tentulah engkau kubunuh sekarang." Inilah seorang yang mengaku diri sebagai seorang petenung, yang ada dalam perjalanan untuk mengucapkan kutuk kepada satu bangsa dengan maksud melumpuhkan kekuatannya, tetapi tidak mempunyai kuasa untuk membunuh binatang yang sedang ia naiki!

Sekarang mata Bileam terbuka, dan ia melihat malaikat Allah berdiri dengan pedang terhunus siap untuk membunuh dia. Dengan rasa gentar "lalu berlututlah ia dan sujud." Malaikat itu berkata kepadanya, "Apakah sebabnya engkau memukul keledaimu sampai tiga kali? Lihat, Aku keluar sebagai lawanmu, sebab jalan ini pada pemandangan-Ku menuju kepada kebinasaan. Ketika keledai ini melihat Aku, telah tiga kali ia menyimpang dari hadapan-Ku, jika ia tidak menyimpang dari hadapan-Ku, tentulah engkau yang Kubunuh pada waktu itu juga dan dia Kubiarkan hidup."

Bileam berutang nyawa kepada binatang yang dengan kejamnya telah ia pukuli. Orang yang mengaku nabi Allah itu, yang menyatakan bahwa matanya terbuka dan melihat "khayal tentang Yang Mahakuasa," telah dibutakan oleh sifat tamak dan keinginan yang berlebih‑lebihan sehingga ia tidak dapat melihat malaikat Allah yang kelihatan kepada keledainya. "Orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini." 2 Korintus 4:4. Betapa banyaknya orang yang dibutakan seperti itu! Mereka bergegas‑gegas dalam jalan yang dilarang, melanggar hukum Ilahi, dan tidak dapat melihat bahwa Allah dan malaikat‑Nya sedang melawan mereka. Seperti Bileam, mereka marah kepada orang‑orang yang mencoba mencegah kebinasaan mereka.

Oleh perlakuannya terhadap keledainya, Bileam telah memberikan bukti tentang roh yang sedang mengendalikannya. "Orang benar memperhatikan hidup hewannya, tetapi belas kasihan orang fasik itu kejam." Amsal 12:10. Hanya sedikit saja orang yang menyadari sebagaimana mestinya tentang kejinya penganiayaan terhadap binatang atau membiarkan mereka menderita oleh karena kelalaian. Ia yang telah menciptakan manusia telah menjadikan hewan yang lebih rendah juga, dan "penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya." Mazmur 145:9. Binatang‑binatang dijadikan untuk melayani manusia, tetapi manusia tidak mempunyai hak untuk menyebabkan mereka menderita oleh perlakuan yang kejam atau kerja paksa yang bengis.

Adalah oleh karena dosa manusia sehingga "segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin." Roma 8:22. Dengan demikian penderitaan dan kematian pun mengikutinya, bukan hanya kepada umat manusia, tetapi ke atas binatang‑binatang juga. Dengan. demikian, adalah menjadi tugas manusia untuk berusaha meringankan, gantinya menambahi beban penderitaan makhluk‑makhluk ciptaan Allah yang telah diakibatkan oleh pelanggarannya. Ia yang menyiksa binatang oleh sebab dia menjadi pemiliknya adalah seorang pengecut dan juga seorang yang kejam. Satu kecenderungan untuk menyebabkan kesakitan, baik kepada sesama manusia ataupun kepada seekor binatang, adalah bersifat Setan. Banyak yang tidak menyadari bahwa kekejaman mereka akan dicatat, oleh karena binatang itu tidak dapat menyatakannya. Tetapi kalau saja mata orang‑orang ini dapat dicelikkan, sebagaimana halnya Bileam, mereka akan dapat melihat seorang malaikat Allah berdiri sebagai seorang saksi, untuk menyatakannya di pengadilan surga. Satu catatan naik ke surga dan harinya akan datang bilamana pehukuman akan diucapkan terhadap mereka yang menganiaya makhluk‑makhluk Allah.

Apabila ia melihat pesuruh Allah itu, Bileam berteriak ketakutan, "Aku telah berdosa, karena aku tidak mengetahui, bahwa Engkau ini berdiri di jalan menentang aku. Maka sekarang, jika hal itu jahat di mata-Mu, aku mau pulang." Tuhan membiarkan dia melanjutkan perjalanannya, tetapi memberikan pengertian kepadanya bahwa kata‑katanya akan dikendalikan oleh kuasa Ilahi. Allah mau memberikan bukti kepada bangsa Moab bahwa orang‑orang Ibrani itu berada di bawah pimpinan Surga dan hal ini dengan berhasil telah dilakukan‑Nya bilamana Ia menunjukkan kepada mereka bagaimana tidak berdayanya Bileam sekalipun dalam hal mengucapkan satu kutuk terhadap mereka tanpa izin dari Ilahi.

Raja Moab, setelah diberi tahu tentang kedatangan Bileam, pergi menyambut dia disertai sejumlah besar pengawal‑pengawalnya sampai ke perbatasan kerajaannya. Pada waktu ia menyatakan rasa herannya atas sikapnya yang lambat itu, sehubungan dengan upah yang banyak yang sedang menunggunya, nabi itu menjawab, "Ini aku sudah datang kepadamu sekarang, tetapi akan mungkinkah aku dapat mengatakan apa-apa? Perkataan yang akan ditaruh Allah ke dalam mulutku, itulah yang akan kukatakan." Bileam amat menyesali pengendalian seperti ini, ia merasa khawatir bahwa maksudnya tidak akan tercapai, oleh sebab kuasa Tuhan yang mengendalikan ada pada dirinya.

Dengan kebesarannya raja itu, dengan disertai pembesar‑pembesar kerajaannya, mengiringi Bileam "mendaki bukit Baal," dari tempat mana ia dapat melihat bangsa Ibrani. Lihatlah nabi itu apabila ia berdiri di atas satu tempat yang tinggi, sambil memandang ke bawah ke perkemahan umat Allah yang terpilih. Israel tidak menyadari apa yang sedang terjadi di tempat yang sangat dekat dengan mereka! Mereka tidak menyadari bagaimana Allah melindungi mereka siang dan malam! Betapa kaburnya pandangan umat Allah itu! Betapa lambatnya mereka, pada setiap zaman, untuk dapat memahami rahmat dan kasih‑Nya yang besar itu! Jikalau mereka dapat melihat kuasa Allah yang senantiasa dinyatakan karena mereka, tidakkah hati mereka akan dipenuhi oleh rasa syukur akan kasih‑Nya, dan oleh rasa kagum akan keagungan dan kuasa‑Nya?

Bileam mempunyai sedikit pengetahuan tentang upacara korban bakaran yang ada di antara orang Ibrani itu, dan ia berharap dengan mengadakan pemberian‑pemberian yang lebih berharga daripada persembahan mereka itu, ia akan dapat memperoleh berkat‑berkat Allah dan memastikan terlaksananya usahanya yang keji itu. Dengan demikian kehendak daripada bangsa penyembah berhala itu sedang menguasai pikirannya. Hikmatnya telah menjadi kebodohan, pandangan rohaninya telah digelapkan, ia telah mendatangkan kebutaan itu ke atas dirinya oleh menyerah kepada kuasa Setan.

Oleh petunjuk‑petunjuk Bileam, beberapa buah mezbah telah didirikan dan di atas masing‑masing mezbah ia telah mempersembahkan korban. Kemudian ia naik "ke satu tempat yang tinggi," untuk bertemu dengan Allah, sambil berjanji akan memberitahukan kepada Balak apa saja yang akan dinyatakan oleh Tuhan.

Bersama‑sama dengan para bangsawan dan penghulu‑penghulu Moab, raja berdiri di samping korban itu, sementara di sekeliling mereka berhimpun orang banyak, menunggu‑nunggu kembalinya nabi itu. Akhirnya ia datang dan orang banyak menantikan kata‑kata yang untuk selama‑lamanya akan melumpuhkan kuasa aneh yang melindungi bangsa Israel yang mereka benci itu. Bileam berkata:

"Dari Aram aku disuruh datang oleh Balak, raja Moab, dari gunung-gunung sebelah timur: Datanglah, katanya, kutuklah bagiku Yakub, dan datanglah, kutuklah Israel.
Bagaimanakah aku menyerapah yang tidak diserapah Allah? Bagaimanakah aku mengutuk yang tidak dikutuk Tuhan? Sebab dari puncak gunung-gunung batu aku melihat mereka, dari bukit-bukit aku memandang mereka. Lihat, suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir. Siapakah yang menghitung debu Yakub dan siapakah yang membilang bondongan-bondongan Israel? Sekiranya aku mati seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal mereka!"

Bileam mengaku bahwa ia telah datang dengan maksud untuk mengutuki Israel, tetapi kata‑kata yang diucapkannya sama sekali bertolak belakang dengan keinginan hatinya. Ia dipaksa untuk mengucapkan berkat‑berkat, sementara jiwanya dipenuhi oleh kutuk.

Apabila Bileam memandang kepada perkemahan Israel ia melihat dengan rasa heran akan bukti kemakmuran mereka. Mereka telah digambarkannya kepada dia sebagai satu bangsa yang kejam dan tidak teratur, merusak negeri itu oleh perampokan‑perampokan sehingga menjadi satu kegentaran kepada bangsa‑bangsa di sekelilingnya, tetapi penampilan mereka berbeda sama sekali dengan keterangan itu. Ia melihat bagaimana besarnya dan teraturnya perkemahan mereka itu, segala sesuatu ditandai oleh disiplin dan peraturan. Kepadanya dinyatakan bagaimana Allah mengasihi mereka dan tabiat mereka yang berbeda sebagai umat pilihan‑Nya. Mereka tidak akan berdiri setaraf dengan bangsa‑bangsa lain, tetapi akan ditinggikan melebihi mereka semua. "Suatu bangsa yang diam tersendiri dan tidak mau dihitung di antara bangsa-bangsa kafir." Pada waktu kata‑kata ini diucapkan bangsa Israel belum mempunyai tempat tinggal yang menetap, dan tabiat mereka yang berbeda, pembawaan dan kebiasaan mereka, merupakan sesuatu yang asing kepada Bileam. Tetapi betapa tepatnya nubuatan ini telah digenapkan oleh Israel di dalam sejarah kehidupan mereka selanjutnya! Melalui masa tawanan mereka, sepanjang zaman semenjak mereka tercerai berai di antara bangsa‑bangsa lain, mereka tetap berdiri sebagai satu bangsa yang berbeda. Demikian pula umat Allah--Israel yang benar--sekalipun tersebar luas di antara bangsa‑bangsa, di dunia ini sebagai pengembara, yang kewarganegaraannya ada di surga.

Kepada Bileam bukan saja dinyatakan sejarah bangsa Israel sebagai satu bangsa tetapi juga ia melihat bertambahnya, dan juga kemakmuran bangsa Israel yang dari Allah yang benar sampai kepada akhir zaman. Ia melihat penjagaan Allah yang istimewa yang menaungi mereka yang mengasihi dan takut akan Dia. Ia melihat mereka dibimbing oleh tangan‑Nya apabila mereka memasuki lembah bayang‑bayang kematian. Dan ia melihat mereka bangkit dari kubur‑kubur, dimahkotai oleh kemuliaan, kehormatan dan kebakaan. Ia melihat umat tebusan bersuka‑suka di dalam kemegahan yang tidak pernah akan layu dari dunia yang sudah dibaharui. Sambil memandang kepada pemandangan ini, ia berseru, "Siapakah yang menghitung debu Yakub dan siapakah yang membilang bondongan-bondongan Israel?" Dan apabila ia melihat mahkota kemuliaan yang ada di atas setiap dahi, kesukaan yang terpancar dari setiap wajah, dan memandang ke depan ke kehidupan yang berbahagia yang tidak ada akhirnya, ia telah melayangkan satu doa yang khidmat, "Sekiranya aku mati seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal mereka!"

Jikalau Bileam telah memiliki satu kecenderungan untuk menerima terang yang telah diberikan Allah, maka sekarang ia akan melaksanakan kata‑katanya itu, ia akan segera memutuskan segala hubungannya dengan Moab. Ia tidak akan mau lagi mempermainkan rahmat Allah, tetapi ia akan kembali kepada‑Nya dengan penyesalan yang sungguh‑sungguh. Tetapi Bileam menyukai upah kejahatan, dan ia bertekad memperolehnya.

Dengan penuh keyakinan Balak mengharapkan satu kutuk yang akan jatuh seperti hama yang menghancurkan Israel, dan pada waktu mendengar kata‑kata nabi itu ia dengan disertai nafsu telah berseru, "Apakah yang kaulakukan kepadaku ini? Untuk menyerapah musuhkulah aku menjemput engkau, tetapi sebaliknya engkau memberkati mereka." Bileam, sambil berusaha untuk menjadikannya sebagai satu keharusan, mengaku telah berkata‑kata dengan satu kesadaran untuk menghargai kehendak Allah dimana sebenarnya kata‑katanya itu telah dipaksakan keluar dari bibirnya oleh kuasa Allah. Jawabnya adalah, "Bukankah aku harus berwas-was, supaya mengatakan apa yang ditaruh Tuhan ke dalam mulutku?"

Hingga sekarang Balak tidak mau menyerah dari tujuannya. Ia tahu bahwa pemandangan yang mengesankan yang ditampilkan oleh perkemahan orang Israel itu telah begitu menakutkan Bileam sehingga ia tidak berani menggunakan kuasa tenungnya melawan mereka. Raja memutuskan untuk membawa nabi itu ke satu tempat dari mana hanya sebagian kecil saja dari bala tentara Israel itu dapat dilihat. Jikalau Bileam dapat diperdayakan untuk mengutuk mereka dalam kelompok yang terpisah, maka seluruh bala tentara itu dengan segera akan dibinasakan. Di atas puncak bukit yang bernama Piskah satu usaha lain telah diadakan. Sekali lagi tujuh mezbah telah didirikan, di atasnya dipersembahkan korban yang sama seperti yang pertama. Raja dan penghulu‑penghulu tinggal di dekat korban itu sementara Bileam mengasingkan diri untuk bertemu dengan Allah. Kembali nabi itu diberikan kepercayaan dengan satu pekabaran Ilahi yang ia tidak dapat diubahkan dan ditahannya dengan kuasanya.

Pada waktu ia kelihatan kepada orang banyak yang sedang menunggu‑nunggu dengan penuh kerinduan itu, satu pertanyaan dihadapkan kepadanya, "Apakah yang difirmankan Tuhan?" Seperti sebelumnya, jawabnya telah menyebabkan kegentaran kepada hati raja dan para penghulu itu:

"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya? Ketahuilah, aku mendapat perintah untuk memberkati, dan apabila Dia memberkati, maka aku tidak dapat membalikkannya Tidak ada ditengok kepincangan di antara keturunan Yakub, dan tidak ada dilihat kesukaran
di antara orang Israel. Tuhan, Allah mereka, menyertai mereka, dan sorak-sorak karena Raja ada di antara mereka.

Kagum oleh karena wahyu seperti ini, Bileam berseru, "Tidak ada mantera yang mempan terhadap Yakub, ataupun tenungan yang mempan terhadap Israel." Petenung yang besar itu telah mencoba kuasa tenungnya, sesuai dengan kehendak orang Moab, tetapi sehubungan dengan peristiwa itu sendiri, tentang Israel haruslah dikatakan, "Betapa hebatnya apa yang telah diperbuat Allah!" Sementara mereka berada di bawah perlindungan Allah, tidak ada satu bangsa sekalipun dibantu oleh segenap kuasa Setan, bisa menang terhadap mereka. Segenap dunia harus merasa heran akan perbuatan Allah yang ajaib demi untuk umat‑Nya--sehingga seorang manusia yang telah bertekad untuk mengikuti satu jalan yang penuh dosa dapat dikuasai oleh kuasa Ilahi sedemikian rupa sehingga ia harus mengucapkan, gantinya laknat, janji‑janji yang paling indah, di dalam bahasa sastra yang amat indah dan mulia. Dan perlindungan Allah yang pada saat ini dinyatakan kepada Israel haruslah menjadi sebagai satu jaminan akan perlindungan‑Nya bagi umat‑Nya yang setia dan menurut pada sepanjang zaman. Bilamana Setan akan mengilhami orang‑orang jahat untuk memfitnah, mengganggu dan membinasakan umat Allah, maka kejadian ini akan diingatkan kepada mereka, dan akan menguatkan semangat dan iman mereka kepada Allah.

Raja Moab, merasa susah dan kecewa, berseru, "Jika sekali-kali tidak mau engkau menyerapah mereka, janganlah sekali-kali memberkatinya." Namun demikian di dalam hatinya masih ada sedikit terang harapan, dan ia bertekad mencoba sekali lagi. Sekarang ia memimpin Bileam ke atas Gunung Peor, dimana terdapat satu tempat kebaktian yang dipersembahkan untuk perbaktian yang sifatnya bejat kepada Baal, dewa mereka. Di tempat ini mezbah‑mezbah dalam jumlah yang sama seperti sebelumnya telah didirikan dan korban‑korban yang jumlahnya sama telah dipersembahkan, tetapi Bileam tidak pergi sendirian, seperti halnya pada waktu‑waktu sebelumnya, untuk menanyakan kehendak Allah. Ia tidak berpura‑pura bertenung, tetapi sambil berdiri di depan mezbah‑mezbah itu, ia menatap ke tenda‑tenda Israel. Kembali Roh Allah memenuhi dirinya dan pekabaran Ilahi pun keluar dari bibirnya:

"Alangkah indahnya kemah-kemahmu, hai Yakub, dan tempat-tempat kediamanmu, hai Israel! Sebagai lembah yang membentang semuanya, sebagai taman di tepi sungai, ditanam Tuhan, sebagai pohon aras di tepi air. Air mengalir dari timbanya, dan benihnya mendapat air banyak-banyak. Rajanya akan naik tinggi melebihi Agag, dan kerajaannya akan dimuliakan Ia meniarap dan merebahkan diri sebagai singa jantan, dan sebagai singa betina, siapakah yang berani membangunkannya? Diberkatilah orang yang memberkati engkau, dan terkutuklah orang yang mengutuk engkau!"

Kemakmuran umat Allah di sini digambarkan oleh perkara‑perkara yang paling indah yang bisa didapati dalam alam. Nabi itu mengumpamakan Israel seperti lembah‑lembah yang subur yang ditutupi oleh gandum yang berkelimpahan, menyamakannya dengan taman‑taman yang subur yang diairi oleh mata air yang tidak pernah menjadi kering, dengan pohon cendana yang harum dan pohon aras yang megah. Gambaran yang paling akhir disebutkan adalah salah satu hal yang paling mencolok dan paling indah yang bisa didapati di dalam sabda yang diilhamkan itu. Pohon aras di Libanon adalah pohon yang dihormati oleh orang‑orang di Timur. Golongan pohon, yang dalamnya masuk jenis pohon ini, bisa didapati ke mana saja manusia pergi di seluruh dunia ini. Mulai dari daerah‑daerah kutub sampai ke daerah khatulistiwa mereka bertumbuh, bersuka‑suka di tempat yang panas, tetapi tahan di tempat dingin, bertumbuh dengan suburnya di tepi sungai tetapi juga dapat menjulang tinggi di tempat‑tempat yang tandus dan kering. Akar‑akarnya tertanam dalam di antara batu‑batu karang di pegunungan, dan dengan teguhnya menahan tiupan topan. Daun‑daunnya segar dan tetap hijau pada saat pohon‑pohon yang lain binasa oleh serangan musim dingin. Di atas segala‑galanya, pohon aras dari Libanon terkenal oleh karena kekuatannya, keteguhannya, dan ketahanannya terhadap pembusukan, dan ini digunakan untuk menjadi satu lambang mereka yang hidupnya "tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kolose 3:3. Alkitab berkata, "Orang benar . . . akan tumbuh subur seperti pohon aras." Mazmur 92:12. Tangan Ilahi telah meninggikan pohon aras sebagai raja di hutan‑hutan. "Pohon sanobar tidak akan dapat menyamai ranting-rantingnya, dan pohon berangan tidak dapat dibandingkan dengan cabang-cabangnya," Yehezkiel 31:8, maka dalam taman Allah sebatang pohon kayu pun tiada yang dapat dibandingkan dengan keelokannya. Berulang‑ulang pohon aras digunakan sebagai satu lambang keagungan dan penggunaannya di dalam Alkitab untuk menggambarkan orang benar menunjukkan bagaimana Surga memandang mereka yang melakukan kehendak Allah.

Bileam bernubuat bahwa Raja Israel akan lebih besar dan lebih berkuasa daripada Agag. Ini adalah nama yang diberikan kepada raja‑raja bangsa Amalek, yang pada waktu ini merupakan satu bangsa yang amat kuat, tetapi Israel, jikalau setia kepada Allah, akan mengalahkan semua musuh‑musuhnya. Raja Israel adalah Anak Allah, dan takhta‑Nya satu kali kelak akan didirikan di atas bumi, dan kuasa‑Nya akan ditinggikan lebih daripada segala kerajaan manusia.

Apabila ia mendengarkan kata‑kata nabi ini, Balak dipenuhi oleh rasa kekecewaan, takut dan kemarahan. Ia merasa gusar karena Bileam sebenarnya dapat memberikan kepadanya semangat sekalipun hanya sedikit saja sebagai jawabnya, padahal segala sesuatunya ternyata telah melawan dia. Ia mengejek sikap nabi yang berkompromi dan penuh tipu daya itu. Dengan marahnya raja itu berseru, "Oleh sebab itu, enyahlah engkau ke tempat kediamanmu, aku telah berkata kepadamu aku telah bermaksud memberi banyak upah kepadamu, tetapi Tuhan telah mencegah engkau memperolehnya." Jawabnya adalah bahwa raja telah diberitahukan lebih dulu bahwa Bileam hanya dapat mengatakan pekabaran yang telah diberikan oleh Tuhan kepadanya.

Sebelum kembali kepada bangsanya, Bileam telah mengucapkan satu nubuatan yang paling indah dan mulia, tentang Juruselamat dunia dan kehancuran yang terakhir musuh‑musuh Allah:

"Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang, aku memandang dia, tetapi bukan dari dekat, bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel, dan meremukkan pelipis-pelipis Moab, dan menghancurkan semua anak Set."

Dan ia mengakhirinya dengan meramalkan kebinasaan total bangsa Moab dan Edom, Amalek dan Keni, dengan demikian tidak meninggalkan sedikit pun terang pengharapan kepada bangsa Moab.

Kecewa atas pengharapan akan beroleh kekayaan dan kedudukan, dibenci oleh raja dan sadar bahwa ia telah mendatangkan murka Allah, Bileam telah pulang meninggalkan tugas yang dipilih oleh dirinya sendiri. Setelah tiba di rumahnya, kuasa Roh Allah yang mengendalikan itu pun meninggalkan dia, dan sifat tamaknya, yang selama ini ditahan‑tahan, telah menguasai dirinya. Ia siap menggunakan segala cara apa pun asalkan dapat memperoleh upah yang telah dijanjikan oleh Balak. Bileam mengetahui bahwa kemakmuran Israel bergantung atas penurutan mereka kepada Allah, dan tidak ada satu cara pun untuk mendatangkan kehancuran kepada mereka kecuali dengan menipu mereka untuk berbuat dosa. Sekarang ia mengambil keputusan untuk mengambil hati Balak dengan menasihatkan bangsa Moab tentang cara yang harus ditempuh oleh mereka untuk menjatuhkan kutuk kepada Israel.

Dengan segera ia kembali ke tanah Moab dan memaparkan rencananya di hadapan raja. Bangsa Moab sendiri merasa yakin bahwa selama bangsa Israel tetap setia kepada Allah, maka Ia akan menjadi perisai mereka. Rencana yang telah digariskan oleh Bileam ialah untuk menceraikan mereka dari Allah dengan cara memperdayakan mereka untuk menyembah berhala. Jikalau mereka dapat dituntun untuk ambil bahagian dalam perbaktian yang bejat kepada Baal dan Astarot, maka Pelindung mereka yang maha kuasa itu akan menjadi musuh mereka, dan dengan segera mereka pun akan menjadi satu mangsa yang empuk bagi bangsa‑bangsa yang kejam dan suka berperang di sekeliling mereka. Dengan cepat rencana ini telah diterima oleh raja, dan Bileam sendiri tetap berada di sana untuk menolong melaksanakan rencana itu.

Bileam menyaksikan sukses rencana jahatnya itu. Ia melihat laknat Allah dijatuhkan ke atas diri umat‑Nya, dan ribuan manusia telah binasa sebagai hukuman‑Nya, tetapi keadilan Ilahi yang menghukum dosa Israel, tidak membiarkan sipenggoda itu melepaskan dirinya. Di dalam peperangan Israel melawan bangsa Midian, Bileam telah terbunuh. Ia telah merasakan bahwa ajalnya sudah dekat pada waktu ia berseru, "Sekiranya aku mati seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal mereka!" Tetapi ia tidak memilih hidup seperti hidup orang benar, dan nasibnya ditetapkan bersama‑sama dengan musuh‑musuh Allah.

Nasib Bileam sama dengan nasib Yudas, dan sifat‑sifat mereka bersamaan satu dengan yang lain. Kedua‑duanya berusaha menggabungkan pelayanan kepada Allah dan kepada mamon, dan akhirnya menemui kegagalan yang nyata. Bileam mengenal Allah yang benar dan mengaku melayani Dia, Yudas percaya akan Yesus sebagai Mesias, dan bergabung bersama dengan pengikut‑pengikut‑Nya. Tetapi Bileam berharap menjadikan pelayanan kepada Tuhan sebagai satu batu loncatan untuk dapat memperoleh kekayaan dan kehormatan duniawi, dan gagal dalam hal ini ia pun telah terserandung, lalu jatuh dan akhirnya binasa. Yudas mengharapkan bahwa oleh hubungannya dengan Yesus, ia akan memperoleh kekayaan dan kedudukan di dalam kerajaan dunia yang, sebagaimana ia yakini, akan segera didirikan oleh Mesias itu. Kegagalan pengharapannya itu telah memimpin dia kepada kemurtadan dan kebinasaan. Baik Bileam dan juga Yudas telah menerima terang yang besar dan menikmati kesempatan‑kesempatan istimewa, tetapi satu dosa yang dimanjakan telah meracuni seluruh tabiatnya, dan menyebabkan kebinasaan mereka.

Adalah satu perkara yang berbahaya untuk membiarkan satu tabiat yang tidak bersifat Kristen tinggal di dalam hati. Satu dosa yang dimanjakan akan--sedikit demi sedikit--merusak tabiat, menaklukkan kuasa‑kuasa yang lebih agung ke bawah keinginan yang penuh dosa. Ditiadakannya satu penjaga dari dalam angan‑angan hati, pemanjaan satu kebiasaan yang jahat, satu kelalaian terhadap tuntutan yang agung dari tugas, akan menghancurkan pertahanan jiwa, dan membuka jalan bagi Setan untuk memasuki diri kita dan memimpin kita kepada jalan yang sesat. Satu‑satunya jalan selamat adalah dengan melayangkan doa setiap hari dari satu hati yang sungguh‑sungguh sebagaimana Daud, "Langkahku tetap mengikuti jejak-Mu, kakiku tidak goyang." Mazmur 17:5.

 

No comments: