Dari batu karang yang dipukul di Horeb pertama‑tama mengalir mata air yang menyegarkan bangsa Israel di padang belantara. Selama pengembaraan mereka, bilamana saja kebutuhan timbul, mereka dicukupkan dengan air melalui satu mukjizat rahmat Allah. Namun demikian, air itu tidaklah terus mengalir dari Horeb. Di mana saja selama perjalanan itu mereka memerlukan air, maka dari celah‑celah batu karang air mengalir di samping perkemahan mereka.
Kristus, oleh kuasa Firman‑Nya, yang telah menyebabkan air yang menyegarkan itu mengalir bagi orang Israel. "Mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus." 1 Korintus 10:4. Dia adalah sumber segala berkat baik materi atau pun rohani. Kristus, batu yang sebenarnya itu, menyertai mereka selama pengembaraan mereka. "Mereka tidak merasa haus pada waktu Ia memimpin mereka melalui padang belantara; Ia telah menyebabkan air mengalir dari dalam batu bagi mereka; Ia juga membelah batu itu dan air pun memancar keluar." "Mereka berlari di padang yang kering seperti sebuah sungai."
Batu yang dipukul itu adalah satu gambaran Kristus, dan melalui lambang ini diajarkan kebenaran‑kebenaran rohani yang paling indah. Sebagaimana air yang memberi kehidupan itu mengalir dari dalam batu yang dipukul itu, demikian pula dari Kristus, "yang dipukul Allah," "yang terluka bagi pelanggaran kita." "yang dihancurkan karena kejahatan kita" (Yesaya 53:3, 4), mata air keselamatan itu telah mengalir bagi umat manusia yang telah sesat. Sebagaimana batu itu telah dipukul satu kali, demikian pula Kristus "satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang." Ibrani 9:28. Juruselamat kita tidak boleh dikorbankan untuk kedua kalinya; dan bagi mereka yang mencari berkat‑berkat daripada anugerah‑Nya dapat
memperolehnya hanya dengan cara memintanya dalam nama Yesus, sambil mencurahkan keinginan hati dalam doa yang penuh pertobatan. Doa seperti itu akan membawa ke hadapan Tuhan alam semesta luka Yesus, dan kemudian akan mengalir dengan segarnya darah yang memberikan hidup itu, yang dilambangkan oleh mengalirnya air hidup bagi Israel.
Mengalirnya air dari dalam batu di padang belantara dirayakan oleh orang Israel, setelah mereka menetap di Kanaan, dengan disertai penyataan kegembiraan. Pada zaman Kristus perayaan ini telah menjadi satu upacara yang paling mengesankan. Itu terjadi pada waktu diadakannya Pesta Pondok‑daun‑daun, apabila orang banyak dari segala penjuru berkumpul di Yerusalem. Pada setiap hari dari Ketujuh hari pesta itu imam‑imam pergi keluar dengan disertai musik dan paduan suara orang Lewi untuk mengambil air dari mata air Siloam dengan menggunakan sebuah bejana emas. Mereka diikuti oleh orang banyak yang sedang berbakti itu, seberapa banyak yang dapat datang dekat kepada mata air itu minum daripadanya, sementara nyanyian kegembiraan itu berkumandang, "Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan." Yesaya 12:3. Kemudian air yang diambil oleh imam‑imam itu dibawa ke baitsuci di tengah‑tengah bunyi terompet dan nyanyian yang khidmat, "Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem." Mazmur 122:2. Air itu dicurahkan di atas mezbah korban bakaran, sementara nyanyian pujian berkumandang, orang banyak itu bersama‑sama menyanyikan lagu kemenangan dengan disertai alat‑alat musik dan bunyi terompet yang bernada rendah.
Juruselamat menggunakan upacara lambang ini untuk mengalihkan pikiran orang banyak kepada berkat‑berkat yang akan diberikan‑Nya kepada mereka. "Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu," suara‑Nya terdengar dalam nada yang menggema di seluruh halaman baitsuci, "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." "Yang dimaksudkan-Nya," kata Yohanes, "ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya." Yohanes 7:37‑39. Air yang menyegarkan itu, yang memancar di tanah yang kering dan tandus, yang menyebabkan padang pasir bersemi, dan mengalir keluar untuk memberikan hidup kepada orang yang akan binasa, adalah satu lambang daripada anugerah Ilahi, yang hanya Kristus saja dapat memberikannya, dan yang seperti air hidup, itu akan membersihkan, menyegarkan dan menguatkan jiwa. Ia, yang di dalamnya Kristus tinggal mempunyai di dalam dirinya pancaran anugerah dan kekuatan yang tidak pernah akan habis. Yesus memberikan kegembiraan ke dalam hidup kita, dan menerangi jalan semua orang yang sungguh‑sungguh mencari Dia. Kasih‑Nya, yang diterima ke dalam hati, akan memancar dalam pekerjaan yang baik yang menuntun kepada hidup yang kekal. Dan itu bukan saja akan mendatangkan berkat ke dalam jiwa di mana itu terpancar, tetapi juga sungai air hidup itu akan mengalir dalam kata‑kata serta perbuatan‑perbuatan yang benar, untuk menyegarkan orang‑orang yang dahaga di sekelilingnya.
Gambaran yang sama ini digunakan oleh Kristus dalam pembicaraan‑Nya dengan perempuan Samaria di sumur Yakub: "Tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." Yohanes 4:14. Kristus menggabungkan kedua lambang itu. Dia adalah batu itu, Dia adalah air hidup itu.
Gambaran‑gambaran yang sama dan yang indah serta mengesankan ini terdapat di mana‑mana di seluruh Alkitab. Berabad‑abad sebelum kedatangan Kristus, Musa menunjuk kepada‑Nya sebagai batu keselamatan Israel (Ulangan 32:15); pemazmur menyanyikan Dia sebagai "Penebusku," "batu batuku," "gunung batu yang terlalu tinggi bagiku," "gunung batu, tempat berteduh, "kubu pertahanan," "bukit batuku." Di dalam nyanyian Daud anugerah‑Nya digambarkan juga sebagai, "air yang tenang" yang sejuk, di tengah‑tengah padang rumput yang hijau, ke dekat mana Gembala surga itu telah menuntun kawanan domba‑Nya. Dan lagi katanya, "Engkau memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu. Sebab pada-Mu ada sumber hayat." Mazmur 19:14; 62:7; 61:2; 71:3; 73:26: 94:22; 23:2; 36:8, 9. Dan orang yang bijaksana itu berkata, "Mata air hikmat itu memancarkan anak sungai yang jernih." Amsal Solaiman 18:4. Kepada Yeremia, Kristus adalah "sumber air yang hidup;" kepada Zakharia, "akan terbuka suatu sumber . . . untuk membasuh dosa dan kecemaran." Yeremia 2: 13; Zakharia 13:1.
Yesaya menggambarkan Dia sebagai "gunung batu yang kekal," dan "seperti naungan batu yang besar, di tanah yang tandus." Yesaya 26:4; 32:2. Dan ia mencatat janji yang indah, menggambarkan dengan jelas ke pikiran kita sungai air hidup yang mengalir bagi Israel, "Orang-orang sengsara dan orang-orang miskin sedang mencari air, tetapi tidak ada, lidah mereka kering kehausan; tetapi Aku, Tuhan, akan menjawab mereka, dan sebagai Allah orang Israel Aku tidak akan meninggalkan mereka." Yesaya 41:17. "Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering," "sebab mata air memancar di padang gurun, dan sungai di padang belantara." Undangan disampaikan, "Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air." Yesaya 44:3; 35:6; 55:1. Dan pada halaman‑halaman terakhir dari Kitab Suci undangan ini dipantulkan kembali. Sungai air alhayat, "yang jernih seperti kristal" mengalir dari takhta Allah dan Anak domba itu; dan panggilan yang lemah lembut itu menggema di sepanjang zaman, "Barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma." Wahyu 22:17.
Sesaat sebelum bangsa Israel itu tiba di Kades, mata air itu berhenti mengalir setelah bertahun‑tahun lamanya mengeluarkan air di samping perkemahan mereka. Allah bermaksud menguji umat‑Nya. Ia ingin membuktikan apakah mereka akan percaya kepada pimpinan‑Nya ataukah meniru sikap tidak percaya dari orang tua mereka.
Sekarang mereka dapat melihat bukit‑bukit yang ada di negeri Kanaan. Perjalanan beberapa hari saja akan membawa mereka ke tapal batas Negeri Perjanjian. Mereka berada tidak jauh dari Edom, tanah kepunyaan keturunan Esau, dan melalui negeri inilah terbentang jalan yang telah ditetapkan menuju ke Kanaan. Perintah telah diberikan kepada Musa, "Beloklah sekarang ke utara. Perintahkanlah kepada bangsa itu, demikian: Sebentar lagi kamu akan berjalan melalui daerah saudara-saudaramu, bani Esau, yang diam di Seir; mereka akan takut kepadamu.... Makanan haruslah kamu beli dari mereka dengan uang, supaya kamu dapat makan; juga air haruslah kamu beli dari mereka dengan uang, supaya kamu dapat minum." Ulangan 2:3, 4, 6. Petunjuk‑petunjuk ini seharusnya sudah cukup untuk menjelaskan kepada mereka mengapa persediaan air untuk mereka itu telah dihentikan; mereka akan segera melewati satu negeri yang subur dan banyak airnya dalam satu perjalanan langsung menuju ke tanah Kanaan. Allah telah menjanjikan kepada mereka satu perjalanan yang tidak akan mengalami satu gangguan melalui Edom dan juga satu kesempatan untuk membeli makanan, dan juga air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan orang banyak itu. Oleh sebab itu berhentinya air yang mengalir secara ajaib itu seharusnya menjadikan mereka bergembira, sebagai satu tanda bahwa pengembaraan di padang belantara telah berakhir. Andaikata mereka tidak dibutakan oleh sikap tidak percaya mereka, mereka akan dapat mengerti tentang hal ini. Tetapi apa yang seharusnya telah menjadi bukti daripada kegenapan janji Allah telah dijadikan sebagai kesempatan untuk bersungut‑sungut dan bimbang. Orang banyak itu kelihatannya sudah menyerahkan segala harapan bahwa Allah akan membawa mereka ke Kanaan dan merekapun menuntut berkat‑berkat yang ada di padang belantara.
Sebelum Allah mengizinkan mereka memasuki Kanaan, mereka harus menunjukkan bahwa mereka percaya kepada janji‑Nya. Air itu telah berhenti mengalir sebelum mereka tiba di Edom. Di sini ada satu kesempatan bagi mereka untuk sesaat berjalan dengan iman gantinya dengan penglihatan. Tetapi ujian yang pertama ini telah menimbulkan roh memberontak dan roh tidak berterima kasih yang sama seperti yang telah ditunjukkan oleh bapa‑bapa mereka. Pada saat mereka melupakan tangan yang selama bertahun‑tahun lamanya telah mencukupkan kebutuhan mereka, di saat itu pulalah teriakan yang meminta air terdengar di dalam perkemahan, dan gantinya berpaling kepada Allah untuk meminta pertolongan, mereka telah bersungut kepada Dia, dan di dalam kesedihan mereka berseru, "Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan Tuhan." (Bilangan 20:1‑13); ini berarti, mereka lebih baik termasuk kepada bilangan orang‑orang yang telah dibinasakan dalam peristiwa pemberontakan Korah.
Teriakan mereka itu ditujukan kepada Musa dan Harun: "Mengapa kamu membawa jemaah Tuhan ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ? Mengapa kamu memimpin kami ke luar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minum pun tidak ada?" Bilangan 20:4, 5.
Pemimpin‑pemimpin itu pergi ke pintu baitsuci dan bersujud. Kembali "kemuliaan Tuhan kelihatan," dan Musa diperintahkan, "Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya." Bilangan 20:8.
Kedua bersaudara ini pergi ke hadapan orang banyak itu, dan Musa membawa tongkat Allah di tangan‑Nya. Mereka sekarang ini sudah lanjut usianya. Cukup lama mereka menanggung dengan sabar pemberontakan dan kekerasan hati orang Israel; tetapi sekarang, akhirnya kesabaran Musa sekali pun berlalu. Ia berseru, "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?" (Bilangan 20:10) dan gantinya berbicara kepada batu itu, seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, ia telah memukul batu itu dengan tongkatnya dua kali.
Air memancar dengan berkelimpahan untuk memuaskan orang banyak itu. Tetapi satu kesalahan yang besar telah diperbuat. Musa telah berkata‑kata dengan disertai perasaan marah; kata‑katanya merupakan satu ungkapan nafsu manusia gantinya sebagai kemarahan yang baik oleh karena dalam hal ini Allah telah dihinakan. "Dengarlah hai orang-orang durhaka," katanya. Tuduhan ini memang benar, tetapi walau pun itu adalah kebenaran, hendaknya jangan diucapkan dengan disertai nafsu atau ketidak‑sabaran. Pada waktu Allah menyuruh Musa menegur Israel tentang pemberontakan mereka, kata‑kata itu terasa menyakitkan kepadanya, dan sangat keras untuk didengar oleh mereka, tetapi Allah telah menguatkan dia di dalam menyampaikan kabar itu. Tetapi apabila oleh pemikirannya sendiri dia menuduh mereka, ia mendukakan Roh Allah dan hanya mendatangkan akibat yang buruk kepada bangsa itu. Kurang sabar dan kurang pengendalian diri Musa terlihat jelas dalam hal ini. Dengan demikian bangsa itu mempunyai peluang untuk meragukan apakah tindakan‑tindakannya di masa yang silam itu di bawah petunjuk Allah, dan juga mereka mempunyai kesempatan untuk memaafkan dosa‑dosa mereka. Musa, sebagaimana halnya mereka, telah menghina Tuhan. Tindakannya, kata mereka, sejak mulanya terbuka kepada kritikan dan celaan. Mereka sekarang memperoleh dalih yang mereka ingini untuk menolak segala tempelakan yang Allah telah berikan melalui hamba‑Nya.
Musa telah menunjukkan sikap tidak percaya kepada Allah. "Dari dalam bukit batu inikah kami keluarkan air bagi kamu?" tanya Musa, seolah‑olah Tuhan tidak akan melakukan apa yang telah dijanjikan‑Nya. "Engkau berdua tidak percaya kepada‑Ku," kata Tuhan kepada kedua bersaudara ini, "dan tiada menguduskan Daku di hadapan bangsa Israel." Pada saat air tidak ada, iman mereka terhadap kegenapan janji Allah telah digoyahkan oleh persungutan dan pemberontakan bangsa itu. Generasi yang pertama telah ditetapkan untuk binasa di padang belantara oleh sebab tidak percaya mereka, tetapi roh yang sama itu nampak di dalam diri anak‑anak mereka. Akankah mereka ini juga gagal untuk menerima janji itu? Merasa letih dan kecewa, Musa dan Harun tidak mengadakan usaha apa pun untuk membendung arus perasaan orang banyak itu. Jikalau mereka telah menyatakan iman yang tidak goyah kepada Allah, maka mereka akan dapat mengatasi persoalan itu di hadapan orang banyak dengan satu cara yang sedemikian rupa sehingga akan menyanggupkan mereka menahan ujian itu. Oleh tindakan yang cepat dan tegas daripada wewenang yang telah diberikan kepada mereka sebagai pemimpin‑pemimpin, maka mereka akan dapat mengatasi persungutan itu. Tugas merekalah untuk melaksanakan segala usaha menurut kesanggupan mereka, untuk menciptakan satu keadaan yang lebih baik sebelum meminta agar Allah mengerjakannya bagi mereka. Andaikata persungutan di Kades dengan cepat diatasi, betapa banyaknya kejahatan‑kejahatan yang telah dapat dicegah!
Oleh tindakannya yang kasar Musa telah meniadakan kuasa dari pelajaran yang telah direncanakan Allah untuk diberikan kepada mereka. Batu karang itu, yang menjadi lambang Kristus, telah dipukul satu kali, sebagaimana Kristus harus dipersembahkan satu kali. Untuk kali yang kedua, yang diperlukan hanyalah berbicara kepada batu karang itu, sebagaimana kita hanya meminta saja akan berkat‑berkat dalam nama Yesus. Oleh memukul batu karang itu untuk kedua kalinya, maka gambaran yang indah dari Kristus itu telah dirusakkan.
Lebih dari itu, Musa dan Harun telah menggunakan wewenang yang menjadi hak Allah sendiri. Perlunya campur tangan Ilahi menjadikan peristiwa itu sebagai sesuatu yang khidmat, dan pemimpin‑pemimpin bangsa Israel harus menggunakan kesempatan ini untuk memberikan kesan kepada bangsa itu akan sikap hormat kepada Allah dan untuk menguatkan iman mereka dalam kuasa dan kebajikan‑Nya. Pada waktu dengan marah mereka berseru, "Haruskah kami keluarkan air dari dalam batu ini?" mereka menempatkan diri pada tempat Allah, seolah‑olah kuasa itu ada pada diri mereka, manusia yang penuh dengan nafsu dan kelemahan‑kelemahan. Merasa jemu oleh karena persungutan‑persungutan yang terus‑menerus dan pemberontakan bangsa itu, Musa telah kehilangan pandangan akan Penolongnya itu, dan tanpa kekuatan Ilahi ia telah dibiarkan untuk menodai catatan hidupnya dengan satu perbuatan yang menunjukkan kelemahan manusia. Orang yang sebenarnya dapat berdiri teguh, suci dan tidak mementingkan diri sampai kepada akhir pekerjaannya ternyata telah dikalahkan. Allah telah dihina di hadapan perhimpunan itu, dimana sebenarnya Ia harus dihormati dan ditinggikan.
Pada peristiwa ini Allah tidak mengucapkan hukuman ke atas diri mereka yang oleh perbuatan jahatnya telah membuat Musa dan Harun menjadi marah. Semua tempelakan jatuh ke atas diri pemimpin‑pemimpin itu. Mereka yang berdiri sebagai wakil‑wakil Allah tidak menghormati Dia. Musa dan Harun merasa bahwa diri mereka telah didukakan, mereka kehilangan pandangan terhadap kenyataan bahwa persungutan bangsa itu bukanlah ditujukan kepada mereka tetapi terhadap Allah. Oleh memandang kepada diri sendiri, merasa simpati terhadap diri mereka, dimana mereka dengan tidak sadar telah jatuh ke dalam dosa dan gagal untuk menyatakan kepada bangsa itu akan kesalahan mereka yang besar yang dilakukan kepada Allah.
Dengan perasaan pahit dan amat memalukan, hukuman itu dengan segera dijatuhkan. "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka." Bilangan 20:12. Bersama-sama dengan bangsa Israel yang memberontak itu mereka harus mati sebelum menyeberangi sungai Yordan. Jikalau Musa dan Harun telah memanjakan sifat mementingkan diri atau roh kemarahan pada waktu amaran dan tempelakan itu dinyatakan, maka kesalahan mereka akan menjadi lebih besar. Tetapi mereka tidaklah dituduh melakukan dosa yang dilakukan dengan sewenang‑wenang dan sengaja, mereka telah dikalahkan oleh satu pencobaan yang datang dengan mendadak, dan penyesalan mereka segera dinyatakan dan keluar dari hati yang tulus. Tuhan menerima pertobatan mereka, sekalipun Ia tidak dapat mencabut kembali hukuman yang telah ditetapkan kepada mereka; mengingat akibat yang akan timbul di antara orang banyak oleh sebab dosa mereka berdua.
Musa tidak menyembunyikan hukuman terhadap dirinya itu, tetapi menceritakan kepada bangsa itu bahwa oleh karena ia telah gagal memberikan kemuliaan kepada Allah, ia tidak dapat memimpin mereka memasuki Tanah Perjanjian. Ia menyuruh mereka mencatat hukuman berat yang dijatuhkan ke atas dirinya itu, dan kemudian merenung‑renungkan bagaimana Allah memandang persungutan mereka dengan melemparkan tuduhan terhadap dirinya sebagai seorang manusia biasa, bahwa ia menjatuhkan hukuman yang telah datang ke atas diri mereka oleh sebab dosa mereka sendiri. Ia menceritakan kepada mereka bagaimana ia telah memohon kepada Allah agar hukumannya itu dicabut kembali tetapi telah ditolak. "Tetapi Tuhan murka terhadap aku oleh karena kamu," katanya, "dan tidaklah mendengarkan permohonanku." Ulangan 3:26.
Dalam setiap peristiwa yang penuh dengan kesulitan atau ujian bangsa Israel selalu menuduh Musalah yang telah memimpin mereka keluar dari Mesir, seolah‑olah Allah tidak mempunyai alat di dalam hal ini. Selama masa pengembaraan mereka, apabila mereka bersungut‑sungut tentang kesulitan‑kesulitan di sepanjang jalan dan bersungut‑sungut terhadap pemimpin‑pemimpin mereka, Musa telah menyatakan kepada mereka, "Persungutanmu adalah ditujukan kepada Allah. Bukanlah aku, tetapi Allah, yang telah mengadakan kelepasan bagimu." Tetapi kata‑katanya yang terlalu cepat diucapkan di hadapan batu karang itu, "haruskah kami memberikan air?" adalah merupakan satu pengakuan akan kebenaran tuduhan mereka dan dengan demikian itu menguatkan mereka di dalam sikap tidak percaya dan membenarkan persungutan mereka. Tuhan akan menghapuskan kesan ini untuk selama‑lamanya dari pikiran mereka, dengan melarang Musa memasuki Tanah Perjanjian. Di sini terdapat satu bukti yang jelas bahwa pemimpin mereka bukanlah Musa melainkan Malaikat yang berkuasa yang tentangnya Tuhan telah menyatakan, "Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan. Jagalah dirimu di hadapannya dan dengarkanlah perkataannya, janganlah engkau mendurhaka kepadanya, sebab pelanggaranmu tidak akan diampuninya, sebab nama-Ku ada di dalam dia." Keluaran 23:20, 21.
"Tuhan telah murka kepadaku oleh sebab kamu," kata Musa. Mata segenap bangsa Israel tertuju kepada Musa dan dosanya menghinakan Allah yang telah memilih dia sebagai pemimpin umat‑Nya. Pelanggaran itu diketahui oleh semua perhimpunan orang Israel; dan kalau hal ini dibiarkan begitu saja, maka akan timbul kesan bahwa sikap tidak percaya dan tidak sabar dalam keadaan kemarahan dapat dimaafkan dalam diri orang‑orang yang mempunyai kedudukan yang penting. Tetapi apabila dinyatakan bahwa oleh sebab dosa yang satu itu Musa dan Harun tidak diizinkan memasuki Kanaan, bangsa itu mengetahui bahwa Allah tidaklah pilih bulu, dan bahwa pasti Ia akan menghukum orang yang melanggar.
Sejarah bangsa Israel harus dicatat untuk menjadi sebagai petunjuk dan amaran bagi generasi mendatang. Manusia pada masa mendatang harus menyadari bahwa Allah yang di surga adalah seorang pemerintah yang tidak pernah memihak, dan dalam keadaan apapun tidak pernah membenarkan dosa. Tetapi hanya sedikit saja orang yang menyadari betapa kejinya dosa itu. Manusia mendustai diri mereka sendiri dengan berpikir bahwa Allah terlalu baik untuk mau menghukum orang‑orang yang melanggar. Tetapi di dalam terang sejarah Alkitab adalah jelas bahwa kebaikan Allah dan kasih‑Nya mengharuskan Dia untuk memperlakukan dosa sebagai satu kejahatan yang amat berbahaya kepada perdamaian dan kebahagiaan alam semesta.
Sekalipun ketulusan dan kesetiaan Musa tidak dapat mencegah hukuman terhadap kesalahannya. Allah telah mengampuni orang banyak atas pelanggaran mereka yang lebih besar, tetapi Ia tidak dapat memperlakukan dosa yang ada di dalam diri pemimpin‑pemimpin sama seperti dosa‑dosa yang ada di dalam diri orang‑orang yang dipimpin. Ia telah menghormati Musa lebih daripada semua orang yang ada di atas bumi ini. Ia telah menyatakan kepadanya tentang kemuliaan‑Nya, dan melalui dia Ia telah menyampaikan hukum‑hukum‑Nya kepada bangsa Israel. Kenyataan bahwa Musa telah menikmati terang dan pengetahuan yang begitu besar telah menjadikan dosanya lebih keji lagi. Kesetiaan pada masa lampau tidak akan dapat menebus satu kesalahanpun. Lebih besar terang dan kesempatan diberikan kepada manusia, maka lebih besar pulalah tanggung jawabnya. Lebih keji pulalah kegagalannya, dan lebih besar pulalah hukumannya.
Musa bukanlah bersalah oleh karena melakukan satu kejahatan yang besar, seperti yang dianggap oleh manusia; dosanya adalah sesuatu yang biasa terjadi. Pemazmur mengatakan bahwa, "ia teledor dengan kata-katanya." Mazmur 106:33. Kepada pertimbangan manusia ini kelihatannya seperti perkara yang remeh; tetapi jikalau Allah memperlakukan dosa ini dengan begitu kerasnya terhadap hamba‑Nya yang paling dihormati dan yang paling setia, maka Ia tidak akan memaafkannya jika dilakukan oleh orang‑orang yang lainnya. Roh meninggikan diri, kecenderungan untuk mengritik saudara‑saudara kita tidaklah menyenangkan Allah. Mereka yang memanjakan kejahatan‑kejahatan ini menyebabkan orang lain meragukan pekerjaan Allah, dan memberikan satu maaf kepada orang kafir untuk tidak mau mempercayainya. Lebih penting kedudukan seseorang, dan lebih besar pengaruhnya, maka lebih besar pula keperluannya untuk memupuk kesabaran dan kerendahan hati.
Jikalau anak‑anak Allah, terutama mereka yang berdiri dalam kedudukan yang penuh tanggung jawab, dapat dipimpin untuk mengambil bagi dirinya kemuliaan yang seharusnya dinyatakan kepada Tuhan, maka ini akan menyenangkan Setan. Ia telah memperoleh satu kemenangan. Dengan cara demikianlah ia telah jatuh ke dalam dosa. Dengan cara demikian pula Ia paling berhasil membawa manusia kepada kehancuran. Adalah untuk menjadikan kita waspada terhadap cara‑caranya bahwa Allah telah memberikan di dalam Firman‑Nya begitu banyak pelajaran‑pelajaran yang mengajarkan bahayanya sikap meninggikan diri. Keadaan alamiah kita, segenap pikiran kita dan juga kecenderungan hati kita, dari saat ke saat harus berada di bawah pengendalian Roh Allah. Tidak ada satu pun berkat yang diberikan Allah kepada manusia, atau pun satu ujian yang dibiarkan Allah menimpa dia, yang tidak akan digunakan Setan untuk menggoda, mengganggu dan membinasakan jiwa, jikalau kita memberikan sedikit saja kesempatan kepadanya. Oleh sebab itu bagaimana pun besarnya terang yang diterima seseorang, bagaimanapun besarnya berkat serta pengasihan yang dinikmati seseorang, biarlah ia selalu berjalan dengan rendah hati di hadapan Tuhan, memohon dengan iman bahwa Allah akan memimpin setiap pikiran dan mengendalikan setiap rangsangan.
Semua orang yang mengaku diri beribadat berada di bawah satu tanggung jawab yang amat suci untuk menjaga roh, dan mengendalikan diri sekalipun dalam keadaan kemarahan yang amat besar. Beban yang ditanggungkan kepada Musa amat besar; hanya sedikit saja orang yang akan diuji seberat seperti dia; tetapi ini tidak akan dibiarkan untuk menjadi dalih bagi dosanya. Allah telah mengadakan persiapan yang cukup bagi umat‑Nya; dan jikalau mereka bergantung kepada kekuatan‑Nya, mereka tidak akan pernah menjadi budak kepada keadaan sekeliling. Pencobaan yang paling hebat sekalipun tidak dapat memaafkan dosa. Bagaimanapun besarnya tekanan yang menindih jiwa kita, setiap pelanggaran adalah tindakan kita sendiri. Dunia atau neraka sekali pun tidaklah mempunyai kuasa untuk memaksa kita berbuat dosa. Setan akan menyerang kita pada titik‑titik kelemahan kita, tetapi kita tidak perlu dikalahkan. Bagaimanapun hebat dan mendadaknya serangan itu, Allah telah menyediakan pertolongan bagi kita, dan di dalam kekuatan‑Nya kita dapat menang.
No comments:
Post a Comment