Ibu-kota kuno Lidia. Terkenal karena industri bulu dombanya. Pada tahun 546 SM, Sardis dikalahkan oleh Koresy dan menjadi tempat kediaman seorang wakil penguasanya. Tahun 17 SM rusak karena suatu gempa bumi dan dibangun kembali oleh Tiberius.
Ibu kota dari Lidia di provinsi Asia dari kerajaan Roma. Gereja di Sardis adalah salah satu Gereja yang disapa dalam Kitab Wahyu dan ditegur sebagai Gereja sekarat, di mana hanya ada suatu inti kecil orang setia, tidak cukup untuk memperkecil pengaruh dari peribadahan kerajaan yang mempunyai pusatnya di
Sardis.
Kota Sardis terletak di pinggir sungai Pactolus yang berlimpah dengan tambang emas. Pada zaman Croesus memerintah sebagai Raja Sardis, kota ini mencapai puncak kejayaanya dan termahsyur sebagai kota yang sangat kaya raya. Namun ketika surat ini ditulis kejayaan itu telah hilang, hanya tinggal sisa-sisanya. Begitulah yang terjadi pada Sardis. Kelengahan dan kepercayaan diri yang terlalu besar membuat Sardis jatuh ke tangan Cyrus, Raja Persia. Padahal ketika Cyrus pertama kali menyerang Sardis, dengan mudah tentara Sardis mengusirnya. Letak Sardis di atas bukit karang benar-benar sebuah keuntungan. Tidak mudah bagi tentara musuh untuk masuk ke daerahnya. Namun Cyrus tidak mau menyerah, ia percaya pasti ada jalan untuk mengalahkan kota tersebut. Dan benar, akhirnya Cyrus berhasil mengalahkan Sardis. Ia menemukan cara untuk masuk ke dalam kota Sardis tanpa diketahui tentara Sardis.
Sebuah cara yang sebenarnya ditemukan secara tidak sengaja. Suatu kali ketika salah seorang serdadu Cyrus sedang beristirahat, tiba-tiba topi bajanya jatuh dan menggelinding ke bawah bukit. Serdadu itu lalu turun mengikuti arah jatuh topinya. Ketika tiba di tempat di mana topinya tergeletak, ia melihat sebuah celah yang ternyata menuju kota Sardis.
Melalui celah itulah tentara Cyrus menyelinap masuk kota Sardis tanpa diketahui. Rupanya orang Sardis sendiri tidak tahu tentang celah ini, sehingga sama sekali tidak terjaga. Cyrus pun akhirnya dapat menghancurkan Sardis. Setelah berhasil menundukkan Sardis, Cyrus membuat peraturan: semua warga Sardis tidak boleh punya senjata, tidak boleh berlatih militer. Mereka hanya boleh diajar menari dan menyanyi. Bisa dibayangkan sebuah negara yang orangorangnya hanya bisa bernyanyi dan menari tanpa kemampuan militer untuk mempertahankan diri. Perlahan-lahan menjadi semakin lemah. Begitulah yang terjadi dengan Sardis. Di tengah situasi dan kondisi kota yang demikianlah Jemaat Sardis berada; penduduk kota yang ramah, senang bernyanyi, dan menari.
Pendek kata, kehidupan Jemaat Sardis jauh dari penderitaan. Mereka tidak pernah mendapatkan tekanan atau sikap permusuhan dari penduduk. Tetapi justru karena berada dalam situasi demikian, serba aman dan nyaman, Jemaat Sardis menjadi ketularan , menjadi lengah dan santai Hidup dalam situasi nyaman dan mapan tidak berarti bebas dari bahaya; tidak jarang bahaya lain yang lebih besar mengancam. Sama ketika kita merasa tidak ada apa-apa, kerap justru pada saat itulah ada apaapa yang lebih berbahaya. Begitu juga sebagai jemaat, berada di tempat yang aman, tanpa ganguan, tidak menjamin bahwa jemaat itu akan hidup benar dan sehat. Malah bisa-bisa seperti jemaat Sardis; menjadi satu-satunya jemaat yang dalam penilaian Tuhan tidak ada segi positifnya.
"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu "Aku tahu segala pekerjaanmu! Engkau dikatakan hidup padahal engkau mati!" demikian Tuhan berkata tentang jemaat Sardis Wahyu 3:1
Tujuh melambangkan angka yang sempurna atau angka Allah. Ketujuh Roh berarti Dia memiliki kuasa penuh atas semua roh yang ada, baik dibumi maupun disurga dan tujuh bintang melambangkan tujuh jemaat Allah. Ayat ini ditujukan kepada salah satu jemaat atau gereja, yakni jemaat di Sardis. Dan yang berbicara dalam kepada jemaat di Sardis ini adalah TUHAN sendiri, terlihat dalam kata, "Inilah Firman DIA". "Malaikat jemaat" berbicara tentang jemaat itu sendiri. Berarti TUHAN menghargai kita begitu rupa sehingga Ia menyebut kita sebagai malaikat. Malaikat adalah pelayan Tuhan. Sebagai pelayan TUHAN, jika pola hidup kita tidak semestinya, hal itu akan mempermalukan nama-NYA. TUHAN mengetahui segala sesuatu yang kita kerjakan, yakni sesuatu yang baik maupun yang tidak baik. Dari fakta ini, yang harus kita camkan adalah janganlah menjadi jemaat (orang Kristen) yang munafik. Jangan kita beribadah hanya untuk mencari muka di hadapan orang lain.
Misalnya: seseorang rajin ke gereja karena pacarnya adalah seorang Kristen dsb. Secara manusia, mungkin kita mampu mengelabui orang lain dengan sikap kita yang munafik itu, tetapi kita tidak akan pernah dapat mengelabui TUHAN. Sebab dengan tegas Tuhan berkata: "AKU tahu segala pekerjaanmu." Jika Tuhan mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan maka Ia juga pasti mengetahui segala pekerjaan yang dilakukan orang lain terhadap kita.
"Engkau hidup, padahal engkau mati!" menunjukkan bahwa Tuhan bukan hanya mengetahui perbuatan kita yang tampak saja. Ia juga mengetahui sampai kedalaman hati kita. Apabila kita masih mati rohani segeralah bangkit. Sebab Ia sangat tidak menghendaki gereja yang mati. Dalam beribadah, jangan kita terlihat hidup, tetapi sesungguhnya mati rohani. Jika demikian untuk apa kita beribadah yang sebenarnya hanyalah sebuah kepura puraan belaka. Contohnya, jika seorang pemimpin pujian berkata: "Marilah kita memuji Tuhan dengan lebih bersorak-sorai." Secara sekilas pernyataan ini tidak ada yang salah. Tetapi jika kita pikirkan lebih dalam, sesungguhnya jemaat yang benar-benar memiliki sukacita di dalam hatinya tidak perlu "diperintah" untuk bersorak sorai sebab mereka pasti dengan sendirinya akan bersorak-sorai, tidak perlu berpurapura bersukacita dalam memuji TUHAN.
Contoh yang mudahnya saja adalah dalam pertandingan sepak bola. Ketika tim yang kita dukung menyarangkan gol ke gawang lawan, setiap pendukung tim pasti akan bertepuk tangan dan bersorak tanpa ada aba-aba ataupun ajakan dari orang lain. Begitu juga dalam beribadah. Jika jemaat memiliki sukacita dan semangat di dalam hatinya, tanpa harus diberi aba-aba pasti akan bersorak sorai dan
bersemangat di dalam beribadah.
Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku. Wahyu 3:2 Tuhan menasehatkan kepada jemaat di Sardis agar rohaninya bangun. Jemaat di Sardis sudah dalam keadaan tidur secara rohani, bahkan hampir mati rohani. Setiap kita yang datang beribadah bertujuan untuk memperoleh nasehat dari TUHAN. Untuk itu jangan pernah berpura-pura menjadi orang yang baik, melainkan milikilah hati yang mau diperbaiki.
"Kuatkanlah apa yang masih tinggal" itu berarti masih ada kesempatan yang TUHAN berikan kepada jemaat di Sardis, kepada kita, untuk memperbaiki diri. Sampai kapan kesempatan itu ada? Selama kita masih bernafas atau sebatas kesabaran Allah. Untuk itu pergunakanlah kesempatan yang ada dengan sebaikbaiknya.
"Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu." Wahyu 3:3
Untuk mencapai kesempuranaan kita harus tetap mengingat segala Firman TUHAN yang telah kita terima. Kemudian langkah berikutnya adalah mengikutinya dengan penuh ketaatan. Mengapa dalam gereja banyak orang yang berpura-pura? Karena mereka tidak mau menerima dan mentaati Firman. Bagaimana mungkin jemaat yang tidak taat Firman layak menyandang predikat "malaikat". Untuk
mencapai kesempurnaan dan dapat masuk ke dalam Sorga, kita harus memiliki hati yang mau dikoreksi dan bersedia untuk bertobat. Oleh sebab itu, jika di antara kita masih ada yang hidup di dalam kesalahan, selagi masih ada waktu bergegaslah untuk meminta ampun dan bertobat. Sebab jika kita tidak berjaga-jaga, TUHAN akan datang seperti pencuri. Maksudnya adalah waktu kedatangan-NYA tidak akan diketahui oleh siapa pun.
Berjaga-jaga bermakna selalu mau mendengar dan mentaati Firman, dan selalu memiliki kerinduan untuk bertobat jika terlanjur berbuat dosa. Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. Wahyu 3:20
Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. Wahyu 3:4
Tidak semua individu yang tergabung dalam jemaat di Sardis adalah orang yang mati rohani atau tidak mentaati Firman. Masih ada di antara mereka yang berusaha mencapai kesempurnaan di hadapan ALLAH dengan cara tidak mencemarkan "pakaiannya" atau hidupnya. Orang yang tidak mencemarkan pakaiannya adalah orang yang layak untuk berjalan bersama-sama Yesus dengan "memakai pakaian putih". Pakaian putih berarti kekudusan yang Yesus berikan kepada kita. Mereka yang dipandang layak merupakan orang Kristen yang memiliki kehidupan yang tidak munafik. Tidak semua karakter kita terdiri dari kekurangan. Di samping banyaknya kekurangan yang harus kita perbaiki, ada pula hal-hal baik yang hendaknya dipertahankan. Jangan hidup seperti Salomo yang mengawalinya dengan sesuatu yang baik, tetapi mengakhirinya dengan sesuatu yang tidak berkenan kepada TUHAN. Hendaknya kita terus berusaha mengikis kekurangan kita hari demi hari dan mau dibentuk menuju pada kesempurnaan.
Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." Wahyu 3:5,6
Tidak semua jemaat di Sardis yang dapat masuk ke dalam kerajaan Sorga. Sebab hanya orang-orang yang memenuhi riteria atau syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh TUHAN saja yang dapat masuk ke Sorga. Salah satu syaratnya adalah orang yang menang, yakni yang berhasil mempertahankan kekudusannya di hadapan ALLAH dan menang terhadap kepurapuraan. Dengan demikian, nama kita tidak akan dihapus dari kitab kehidupan. Begitu juga dengan kehidupan kita. Hendaklah kita jangan suka hidup di dalam kepura-puraan.
Berjalanlah bersama dengan TUHAN setiap hari dan raihlah kemenangan dalam mempertahankan kekudusan di hadapan ALLAH. Beribadahlah dengan kesungguhan, jangan disertai dengan kepuraan-puraan dalam beribadah. Maka dengan cara ini nama kita tidak akan dihapuskan dari kitab kehidupan di Sorga. Sehingga ketika tiba waktunya kita masuk ke dalam Sorga, maka nama kita masing-masing akan dikenal oleh YESUS bahkan diakui di hadapan BAPA diSorga.
Surat untuk jemaat di Sardis (3:1-6)
Gereja di sardis telah menemukan kebenaran, namun kehilangan kekuatannya. Gereja membangun reputasi yang baik, tetapi sesungguhnya tercemar dan "mati". Kekristenan di Sardis adalah kekristenan hanya dalam nama. Yesus mengatakan kepada mereka, "Engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati". Dari luar mereka mengakui Kristus tetapi tidak hidup dalam hidup keagamaan yang benar. Hal ini menggambarkan periode Reformasi, dari abad ke-16 hingga abad ke-18.
Sardis atau Sardes (bahasa Lydia: Sfard; bahasa Yunani: Σάρδεις, Sardeis; bahasa Persia: سارد, Sārd) adalah kota kuno di tempat yang kini mejadi Sart modern (Sartmahmut sebelum 19 Oktober 2005) di Provinsi Manisa di Turki. Sepanjang sejarahnya, Sardis merupakan kota yang penting. Kota ini adalah ibukota kuno kerajaan Lydia, kota penting di Kekasiaran Persia, kota tempat prokonsul di Kekaisaran Romawi, dan kota besar di provinsi Lydia di Kekaisaran Bizantium. Sebagai salah satu dari Tujuh gereja di Asia, kota ini disebut dalam Kitab Wahyu. Kota ini menjadi penting anatra lain karena kekuatan militernya, letaknya yang terletak di jalur menuju peisir Aigea, dan karena memiliki tanah subur di Hermus.
Ibu kota dari Lidia di provinsi Asia dari kerajaan Roma. Gereja di Sardis adalah salah satu Gereja yang disapa dalam Kitab Wahyu dan ditegur sebagai Gereja sekarat, di mana hanya ada suatu inti kecil orang setia, tidak cukup untuk memperkecil pengaruh dari peribadahan kerajaan yang mempunyai pusatnya di
Sardis.
Kota Sardis terletak di pinggir sungai Pactolus yang berlimpah dengan tambang emas. Pada zaman Croesus memerintah sebagai Raja Sardis, kota ini mencapai puncak kejayaanya dan termahsyur sebagai kota yang sangat kaya raya. Namun ketika surat ini ditulis kejayaan itu telah hilang, hanya tinggal sisa-sisanya. Begitulah yang terjadi pada Sardis. Kelengahan dan kepercayaan diri yang terlalu besar membuat Sardis jatuh ke tangan Cyrus, Raja Persia. Padahal ketika Cyrus pertama kali menyerang Sardis, dengan mudah tentara Sardis mengusirnya. Letak Sardis di atas bukit karang benar-benar sebuah keuntungan. Tidak mudah bagi tentara musuh untuk masuk ke daerahnya. Namun Cyrus tidak mau menyerah, ia percaya pasti ada jalan untuk mengalahkan kota tersebut. Dan benar, akhirnya Cyrus berhasil mengalahkan Sardis. Ia menemukan cara untuk masuk ke dalam kota Sardis tanpa diketahui tentara Sardis.
Sebuah cara yang sebenarnya ditemukan secara tidak sengaja. Suatu kali ketika salah seorang serdadu Cyrus sedang beristirahat, tiba-tiba topi bajanya jatuh dan menggelinding ke bawah bukit. Serdadu itu lalu turun mengikuti arah jatuh topinya. Ketika tiba di tempat di mana topinya tergeletak, ia melihat sebuah celah yang ternyata menuju kota Sardis.
Melalui celah itulah tentara Cyrus menyelinap masuk kota Sardis tanpa diketahui. Rupanya orang Sardis sendiri tidak tahu tentang celah ini, sehingga sama sekali tidak terjaga. Cyrus pun akhirnya dapat menghancurkan Sardis. Setelah berhasil menundukkan Sardis, Cyrus membuat peraturan: semua warga Sardis tidak boleh punya senjata, tidak boleh berlatih militer. Mereka hanya boleh diajar menari dan menyanyi. Bisa dibayangkan sebuah negara yang orangorangnya hanya bisa bernyanyi dan menari tanpa kemampuan militer untuk mempertahankan diri. Perlahan-lahan menjadi semakin lemah. Begitulah yang terjadi dengan Sardis. Di tengah situasi dan kondisi kota yang demikianlah Jemaat Sardis berada; penduduk kota yang ramah, senang bernyanyi, dan menari.
Pendek kata, kehidupan Jemaat Sardis jauh dari penderitaan. Mereka tidak pernah mendapatkan tekanan atau sikap permusuhan dari penduduk. Tetapi justru karena berada dalam situasi demikian, serba aman dan nyaman, Jemaat Sardis menjadi ketularan , menjadi lengah dan santai Hidup dalam situasi nyaman dan mapan tidak berarti bebas dari bahaya; tidak jarang bahaya lain yang lebih besar mengancam. Sama ketika kita merasa tidak ada apa-apa, kerap justru pada saat itulah ada apaapa yang lebih berbahaya. Begitu juga sebagai jemaat, berada di tempat yang aman, tanpa ganguan, tidak menjamin bahwa jemaat itu akan hidup benar dan sehat. Malah bisa-bisa seperti jemaat Sardis; menjadi satu-satunya jemaat yang dalam penilaian Tuhan tidak ada segi positifnya.
"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu "Aku tahu segala pekerjaanmu! Engkau dikatakan hidup padahal engkau mati!" demikian Tuhan berkata tentang jemaat Sardis Wahyu 3:1
Tujuh melambangkan angka yang sempurna atau angka Allah. Ketujuh Roh berarti Dia memiliki kuasa penuh atas semua roh yang ada, baik dibumi maupun disurga dan tujuh bintang melambangkan tujuh jemaat Allah. Ayat ini ditujukan kepada salah satu jemaat atau gereja, yakni jemaat di Sardis. Dan yang berbicara dalam kepada jemaat di Sardis ini adalah TUHAN sendiri, terlihat dalam kata, "Inilah Firman DIA". "Malaikat jemaat" berbicara tentang jemaat itu sendiri. Berarti TUHAN menghargai kita begitu rupa sehingga Ia menyebut kita sebagai malaikat. Malaikat adalah pelayan Tuhan. Sebagai pelayan TUHAN, jika pola hidup kita tidak semestinya, hal itu akan mempermalukan nama-NYA. TUHAN mengetahui segala sesuatu yang kita kerjakan, yakni sesuatu yang baik maupun yang tidak baik. Dari fakta ini, yang harus kita camkan adalah janganlah menjadi jemaat (orang Kristen) yang munafik. Jangan kita beribadah hanya untuk mencari muka di hadapan orang lain.
Misalnya: seseorang rajin ke gereja karena pacarnya adalah seorang Kristen dsb. Secara manusia, mungkin kita mampu mengelabui orang lain dengan sikap kita yang munafik itu, tetapi kita tidak akan pernah dapat mengelabui TUHAN. Sebab dengan tegas Tuhan berkata: "AKU tahu segala pekerjaanmu." Jika Tuhan mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan maka Ia juga pasti mengetahui segala pekerjaan yang dilakukan orang lain terhadap kita.
"Engkau hidup, padahal engkau mati!" menunjukkan bahwa Tuhan bukan hanya mengetahui perbuatan kita yang tampak saja. Ia juga mengetahui sampai kedalaman hati kita. Apabila kita masih mati rohani segeralah bangkit. Sebab Ia sangat tidak menghendaki gereja yang mati. Dalam beribadah, jangan kita terlihat hidup, tetapi sesungguhnya mati rohani. Jika demikian untuk apa kita beribadah yang sebenarnya hanyalah sebuah kepura puraan belaka. Contohnya, jika seorang pemimpin pujian berkata: "Marilah kita memuji Tuhan dengan lebih bersorak-sorai." Secara sekilas pernyataan ini tidak ada yang salah. Tetapi jika kita pikirkan lebih dalam, sesungguhnya jemaat yang benar-benar memiliki sukacita di dalam hatinya tidak perlu "diperintah" untuk bersorak sorai sebab mereka pasti dengan sendirinya akan bersorak-sorai, tidak perlu berpurapura bersukacita dalam memuji TUHAN.
Contoh yang mudahnya saja adalah dalam pertandingan sepak bola. Ketika tim yang kita dukung menyarangkan gol ke gawang lawan, setiap pendukung tim pasti akan bertepuk tangan dan bersorak tanpa ada aba-aba ataupun ajakan dari orang lain. Begitu juga dalam beribadah. Jika jemaat memiliki sukacita dan semangat di dalam hatinya, tanpa harus diberi aba-aba pasti akan bersorak sorai dan
bersemangat di dalam beribadah.
Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku. Wahyu 3:2 Tuhan menasehatkan kepada jemaat di Sardis agar rohaninya bangun. Jemaat di Sardis sudah dalam keadaan tidur secara rohani, bahkan hampir mati rohani. Setiap kita yang datang beribadah bertujuan untuk memperoleh nasehat dari TUHAN. Untuk itu jangan pernah berpura-pura menjadi orang yang baik, melainkan milikilah hati yang mau diperbaiki.
"Kuatkanlah apa yang masih tinggal" itu berarti masih ada kesempatan yang TUHAN berikan kepada jemaat di Sardis, kepada kita, untuk memperbaiki diri. Sampai kapan kesempatan itu ada? Selama kita masih bernafas atau sebatas kesabaran Allah. Untuk itu pergunakanlah kesempatan yang ada dengan sebaikbaiknya.
"Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu." Wahyu 3:3
Untuk mencapai kesempuranaan kita harus tetap mengingat segala Firman TUHAN yang telah kita terima. Kemudian langkah berikutnya adalah mengikutinya dengan penuh ketaatan. Mengapa dalam gereja banyak orang yang berpura-pura? Karena mereka tidak mau menerima dan mentaati Firman. Bagaimana mungkin jemaat yang tidak taat Firman layak menyandang predikat "malaikat". Untuk
mencapai kesempurnaan dan dapat masuk ke dalam Sorga, kita harus memiliki hati yang mau dikoreksi dan bersedia untuk bertobat. Oleh sebab itu, jika di antara kita masih ada yang hidup di dalam kesalahan, selagi masih ada waktu bergegaslah untuk meminta ampun dan bertobat. Sebab jika kita tidak berjaga-jaga, TUHAN akan datang seperti pencuri. Maksudnya adalah waktu kedatangan-NYA tidak akan diketahui oleh siapa pun.
Berjaga-jaga bermakna selalu mau mendengar dan mentaati Firman, dan selalu memiliki kerinduan untuk bertobat jika terlanjur berbuat dosa. Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. Wahyu 3:20
Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya; mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka adalah layak untuk itu. Wahyu 3:4
Tidak semua individu yang tergabung dalam jemaat di Sardis adalah orang yang mati rohani atau tidak mentaati Firman. Masih ada di antara mereka yang berusaha mencapai kesempurnaan di hadapan ALLAH dengan cara tidak mencemarkan "pakaiannya" atau hidupnya. Orang yang tidak mencemarkan pakaiannya adalah orang yang layak untuk berjalan bersama-sama Yesus dengan "memakai pakaian putih". Pakaian putih berarti kekudusan yang Yesus berikan kepada kita. Mereka yang dipandang layak merupakan orang Kristen yang memiliki kehidupan yang tidak munafik. Tidak semua karakter kita terdiri dari kekurangan. Di samping banyaknya kekurangan yang harus kita perbaiki, ada pula hal-hal baik yang hendaknya dipertahankan. Jangan hidup seperti Salomo yang mengawalinya dengan sesuatu yang baik, tetapi mengakhirinya dengan sesuatu yang tidak berkenan kepada TUHAN. Hendaknya kita terus berusaha mengikis kekurangan kita hari demi hari dan mau dibentuk menuju pada kesempurnaan.
Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." Wahyu 3:5,6
Tidak semua jemaat di Sardis yang dapat masuk ke dalam kerajaan Sorga. Sebab hanya orang-orang yang memenuhi riteria atau syarat tertentu yang telah ditetapkan oleh TUHAN saja yang dapat masuk ke Sorga. Salah satu syaratnya adalah orang yang menang, yakni yang berhasil mempertahankan kekudusannya di hadapan ALLAH dan menang terhadap kepurapuraan. Dengan demikian, nama kita tidak akan dihapus dari kitab kehidupan. Begitu juga dengan kehidupan kita. Hendaklah kita jangan suka hidup di dalam kepura-puraan.
Berjalanlah bersama dengan TUHAN setiap hari dan raihlah kemenangan dalam mempertahankan kekudusan di hadapan ALLAH. Beribadahlah dengan kesungguhan, jangan disertai dengan kepuraan-puraan dalam beribadah. Maka dengan cara ini nama kita tidak akan dihapuskan dari kitab kehidupan di Sorga. Sehingga ketika tiba waktunya kita masuk ke dalam Sorga, maka nama kita masing-masing akan dikenal oleh YESUS bahkan diakui di hadapan BAPA diSorga.
Surat untuk jemaat di Sardis (3:1-6)
Gereja di sardis telah menemukan kebenaran, namun kehilangan kekuatannya. Gereja membangun reputasi yang baik, tetapi sesungguhnya tercemar dan "mati". Kekristenan di Sardis adalah kekristenan hanya dalam nama. Yesus mengatakan kepada mereka, "Engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati". Dari luar mereka mengakui Kristus tetapi tidak hidup dalam hidup keagamaan yang benar. Hal ini menggambarkan periode Reformasi, dari abad ke-16 hingga abad ke-18.
Sardis atau Sardes (bahasa Lydia: Sfard; bahasa Yunani: Σάρδεις, Sardeis; bahasa Persia: سارد, Sārd) adalah kota kuno di tempat yang kini mejadi Sart modern (Sartmahmut sebelum 19 Oktober 2005) di Provinsi Manisa di Turki. Sepanjang sejarahnya, Sardis merupakan kota yang penting. Kota ini adalah ibukota kuno kerajaan Lydia, kota penting di Kekasiaran Persia, kota tempat prokonsul di Kekaisaran Romawi, dan kota besar di provinsi Lydia di Kekaisaran Bizantium. Sebagai salah satu dari Tujuh gereja di Asia, kota ini disebut dalam Kitab Wahyu. Kota ini menjadi penting anatra lain karena kekuatan militernya, letaknya yang terletak di jalur menuju peisir Aigea, dan karena memiliki tanah subur di Hermus.
No comments:
Post a Comment