Pasal 1 Samuel 22:20‑22; 23‑27.
Setelah pembantaian yang amat kejam yang telah dilakukan oleh Saul terhadap para imam Tuhan itu, "seorang anak Abimelekh bin Ahitub, namanya Abyatar luput; ia melarikan diri menjadi pengikut Daud." Lalu dikabarkan Abyatar kepada Daud hal sudah dibunuh Saul segala imam Tuhan. "Berkatalah Daud kepada Abyatar: 'Memang pada hari itu juga ketika Doeg, orang Edom itu, ada di sana, aku telah tahu, bahwa pasti ia akan memberitahukannya kepada Saul. Akulah sebab utama dari pada kematian seluruh keluargamu. Tinggallah padaku, janganlah takut; sebab siapa yang ingin mencabut nyawamu, ia juga ingin mencabut nyawaku; di dekatku engkau aman."
Masih dikejar‑kejar oleh raja, Daud tidak dapat lagi menemukan tempat untuk istirahat atau tempat yang aman. Di Kehila tentaranya yang berani itu telah menyelamatkan kota itu dari serangan bangsa Filistin tetapi mereka tidak aman. sekali pun berada di tengah‑tengah bangsa yang sudah dibebaskannya. Dari Kehila mereka pindah ke padang belantara Zif.
Pada waktu ini, bilamana hanya sedikit saja tempat‑tempat yang bisa diharapkan dalam perjalanan Daud, ia merasa gembira menerima kunjungan Yonatan yang tidak diduga‑duga, yang telah mengetahui tempat perlindungannya. Indahlah saat‑saat di mana kedua bersahabat ini tinggal bersama‑sama. Mereka saling bertukar pengalaman yang beraneka ragam itu, dan Yonatan menguatkan hati Daud dengan berkata "Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu. Juga ayahku Saul telah mengetahui yang demikian itu." Sementara mereka membicarakan pimpinan Allah yang ajaib terhadap Daud, pengungsi yang sedang dikejar‑kejar itu merasa amat dikuatkan. "Kemudian kedua orang itu mengikat perjanjian di hadapan Tuhan. Dan Daud tinggal di Koresa, tetapi Yonatan pulang ke rumahnya."
Setelah kunjungan Yonatan itu, Daud menguatkan jiwanya dengan nyanyian‑nyanyian pujian, sambil mengiringi suaranya dengan kecapinya sementara ia menyanyikan:
"Pada Tuhan aku berlindung, bagaimana kamu berani berkata kepadaku: 'Terbanglah ke gunung seperti burung!' Sebab, lihat orang fasik melentur busurnya, mereka memasang anak panahnya pada tali busur, untuk memanah orang yang tulus hati di tempat gelap. Apabila dasar-dasar dihancurkan, apakah yang dapat dibuat oleh orang benar itu?
Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus; Tuhan, takhta-Nya di surga; mata-Nya mengamat-amati, sorot mata-Nya menguji anak-anak manusia. Tuhan menguji orang benar dan orang fasik, dan Ia membenci orang yang mencintai kekerasan."
Mazmur 11:1‑5
Bangsa Zif, daerah pelarian Daud setelah pindah dari Kehila, mengirimkan kabar kepada Saul di Gibea bahwa mereka mengetahui di mana Daud sedang bersembunyi, dan bahwa mereka akan memimpin raja itu ke tempat persembunyiannya itu. Tetapi Daud yang telah diamarkan terhadap rencana ini, telah pindah sambil mencari perlindungan di gunung‑gunung di antara Maon dan Laut Mati.
Sekali lagi kabar dikirimkan kepada Saul, "'Ketahuilah, Daud ada di padang gurun En-Gedi.' Kemudian Saul mengambil tiga ribu orang yang terpilih dari seluruh orang Israel, lalu pergi mencari Daud dan orang-orangnya di gunung batu Kambing Hutan." Daud hanya mempunyai enam ratus orang dalam kelompoknya itu, sementara Saul bergerak maju dengan disertai tentara yang terdiri dari tiga ribu orang. Di dalam sebuah gua yang tersembunyi anak Isai dan tentaranya itu menunggu petunjuk Allah mengenai apa yang harus mereka lakukan. Apabila Saul mendaki gunung‑gunung itu, ia telah berbelok, dan masuk seorang diri, ke dalam gua yang sama di mana Daud dan tentaranya sedang bersembunyi. Pada waktu tentara Daud melihat hal ini mereka telah menganjurkan kepada pemimpin mereka supaya membunuh Saul. Kenyataan bahwa raja itu sekarang berada di dalam kekuasaan mereka telah ditafsirkan oleh mereka sebagai bukti yang pasti bahwa Allah Sendiri yang telah menyerahkan musuh itu ke dalam tangan mereka, agar mereka membunuhnya. Daud tergoda untuk mempertimbangkan hal ini di dalam pikirannya dengan cara yang sama; tetapi suara hati nuraninya berkata kepadanya, "Jangan jamah orang yang sudah diurapi oleh Tuhan."
Tentara Daud masih tetap tidak mau meninggalkan Saul dalam keadaan selamat, dan mereka telah mengingatkan kembali kepada Firman Allah, "'Sesungguhnya, Aku menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, maka perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik.' Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul dengan diam-diam." Tetapi hati nuraninya menghukum dia sesudahnya, oleh sebab dia telah menodai jubah raja itu.
Saul bangun dan pergi ke luar dari gua itu untuk meneruskan pencariannya, pada saat satu suara telah terdengar ke telinganya, sambil berkata, "Tuanku raja!" Ia berpaling untuk melihat siapakah yang memanggil dia itu, dan lihatlah! itu adalah anak Isai itu, orang yang sudah lama dicarinya agar dapat dibunuhnya. Daud menundukkan dirinya kepada raja itu, mengakui dia sebagai tuannya. Kemudian ia mengucapkan kata‑kata ini kepada Saul: "Mengapa engkau mendengarkan perkataan orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya Daud mengikhtiarkan celakamu? Ketahuilah, pada hari ini matamu sendiri melihat, bahwa Tuhan sekarang menyerahkan engkau ke dalam tanganku dalam gua itu; ada orang yang telah menyuruh aku membunuh engkau, tetapi aku merasa sayang kepadamu karena pikirku: Aku tidak akan menjamah tuanku itu, sebab dialah orang yang diurapi Tuhan. Lihatlah dahulu, ayahku, lihatlah kiranya, punca jubahmu dalam tanganku ini! Sebab dari kenyataan bahwa aku memotong punca jubahmu dengan tidak membunuh engkau, dapatlah kauketahui dan kaulihat, bahwa tanganku bersih dari pada kejahatan dan pengkhianatan, dan bahwa aku tidak berdosa terhadap engkau, walaupun engkau ini mengejar-ngejar aku untuk mencabut nyawaku."
Pada waktu Saul mendengar kata‑kata Daud itu ia merasa sedih, dan tidak dapat berbuat lain kecuali mengakui kebenarannya. Perasaannya benar‑benar terjamah apabila ia menyadari bahwa betapa ia sudah berada sepenuhnya di dalam kekuasaan orang yang hendak dibunuhnya. Daud berdiri di hadapannya dalam keadaan yang tidak bersalah. Dengan Roh yang dilembutkan, Saul berseru: "'Suaramukah itu, ya anakku Daud?' Sesudah itu dengan suara nyaring menangislah Saul." Kemudian ia berkata kepada Daud: "Engkau lebih benar dari pada aku, sebab engkau telah melakukan yang baik kepadaku, padahal aku melakukan yang jahat kepadamu.... Apabila seseorang mendapat musuhnya, masakan dilepaskannya dia berjalan dengan selamat? Tuhan kiranya membalaskan kepadamu kebaikan ganti apa yang kaulakukan kepadaku pada hari ini. Oleh karena itu, sesungguhnya aku tahu, bahwa engkau pasti menjadi raja dan jabatan raja Israel akan tetap kukuh dalam tanganmu." Dan Daud mengadakan suatu perjanjian dengan Saul bahwa bilamana hal ini terjadi ia akan tetap mengasihi keluarga Saul, dan tidak akan menghapuskan namanya.
Menyadari akan sikap Saul pada masa yang telah silam, Daud tidak bisa menaruh kepercayaan di dalam jaminan raja itu, ataupun berharap bahwa pertobatannya ini akan tahan lama. Jadi pada waktu Saul kembali ke rumahnya, Daud tetap tinggal di dalam benteng gunung‑gunung itu.
Permusuhan yang dimanjakan terhadap hamba Allah oleh mereka yang telah menyerah kepada kuasa Setan kadang‑kadang berubah menjadi suatu perasaan untuk berdamai dan kasih, tetapi perubahan ini tidak selalu tahan lama. Setelah orang‑orang yang pikirannya jahat ini berkecimpung di dalam tindakan‑tindakan dan perkataan‑perkataan yang jahat terhadap hamba Tuhan, keyakinan bahwa mereka ada di pihak yang salah kadang‑kadang timbul di dalam pikiran mereka. Roh Tuhan bergumul dengan mereka, dan mereka merendahkan hati mereka di hadapan Allah, dan di hadapan mereka yang pengaruhnya sedang mereka usahakan untuk menghancurkannya, dan mereka bisa saja mengubah sikap mereka terhadap hamba Allah itu. Tetapi apabila mereka sekali lagi membuka pintu kepada anjuran‑anjuran si jahat itu, keragu‑raguan yang lama akan timbul kembali, permusuhan yang lama akan dibangkitkan lagi, dan mereka kembali melakukan pekerjaan yang sama yang pernah mereka tinggalkan untuk sementara waktu. Kembali mereka berkata‑kata jahat, sambil menuduh dan mengecam dengan cara yang amat keras orang‑orang yang sama, yang kepadanya mereka telah mengadakan pengakuan. Setan dapat menggunakan jiwa‑jiwa seperti itu dengan kuasa yang lebih besar lagi setelah hal itu terjadi daripada sebelumnya, oleh karena mereka telah berbuat dosa terhadap terang yang lebih besar.
"Dan matilah Samuel; seluruh orang Israel berkumpul meratapi dia dan menguburkan dia di rumahnya di Rama." Kematian Samuel dianggap sebagai satu kehilangan yang tidak dapat diganti oleh bangsa Israel. Seorang nabi yang baik dan besar dan seorang hakim yang terkemuka telah gugur, dan kedukaan bangsa itu amat dalam sekali. Semenjak masa mudanya Samuel telah berjalan di hadapan Israel dengan ketulusan hatinya; sekali pun Saul telah diakui sebagai raja, Samuel telah memberikan suatu pengaruh yang lebih berkuasa daripadanya, oleh sebab catatan hidupnya ditandai oleh kesetiaan, penurutan dan pengabdian. Kita membaca bahwa ia telah memerintah Israel sepanjang hidupnya.
Apabila bangsa itu membedakan jalan hidup Saul dari hidup Samuel. mereka melihat betapa suatu kesalahan telah mereka lakukan di dalam meminta seorang raja agar mereka tidak berbeda dengan bangsa‑bangsa di sekeliling mereka. Banyak yang melihat dengan rasa takut kepada keadaan masyarakat, yang dengan cepatnya telah dipengaruhi oleh tidak adanya agama dan peribadatan. Teladan hidup raja mereka telah memberikan suatu pengaruh yang meluas, dan Israel telah berkabung oleh karena Samuel, nabi Allah itu sudah mati.
Bangsa itu telah kehilangan penganjur dan pemimpin sekolah yang suci itu, tetapi bukan hanya itu saja. Bangsa itu telah kehilangan dia. yang kepadanya orang banyak itu biasanya pergi untuk mengadukan persoalan‑persoalan mereka, kehilangan seorang yang senantiasa memohon kepada Allah demi kepentingan bangsa itu. Doa Samuel memberikan suatu perasaan aman; oleh karena "doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16. Bangsa itu sekarang merasa bahwa Allah sedang meninggalkan mereka. Raja kelihatannya tidak lebih daripada seorang yang sudah gila. Keadilan dirusak, dan tata tertib telah berubah menjadi kekacauan.
Pada waktu bangsa itu dirusak oleh pergolakan di dalam, pada waktu nasihat Samuel yang tenang dan takut akan Allah itu amat diperlukan, Allah telah memberikan istirahat kepada hamba‑Nya yang sudah tua itu. Pahitlah pikiran orang banyak itu apabila mereka memandang tempat peristirahatannya yang tenang itu. dan mengingat kepada kebodohan mereka di dalam menolak dia sebagai pemimpin mereka; oleh karena ia mempunyai satu hubungan yang erat dengan Surga sehingga kelihatannya ia mengikat Israel kepada takhta Tuhan. Samuel yang telah mengajarkan kepada mereka supaya mengasihi dan menurut Allah; tetapi sekarang ia sudah mati, orang banyak itu merasa bahwa mereka berada pada belas kasihan seorang raja yang bergabung dengan Setan, dan yang akan menceraikan bangsa itu dari Allah dan surga.
Daud tidak bisa hadir dalam upacara penguburan Samuel, tetapi dia berkabung baginya sedalam seperti seorang anak yang setia berkabung atas kematian bapanya yang penuh pengabdian. Ia mengetahui bahwa kematian Samuel telah memutuskan satu tali pengikat lain yang mengendalikan tindakan‑tindakan Saul, dan ia merasa kurang aman dibandingkan dengan keadaan pada waktu nabi itu masih hidup Sementara perhatian Saul sedang dicurahkan kepada keadaan berkabung atas kematian Samuel. Daud telah mengambil kesempatan untuk mencari satu tempat perlindungan yang lebih aman; maka ia pun lari ke padang belantara Paran. Di tempat inilah ia telah menggubah Mazmur seratus dua puluh satu. Di padang belantara yang buas dan sunyi ini, sambil menyadari bahwa nabi itu sudah mati, dan raja adalah musuhnya, ia menyanyi:
"Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel Tuhan akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. Tuhan akan menjaga ke luar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya."
Mazmur 121:2‑8.
Sementara Daud dan tentaranya berada di padang belantara Paran, mereka telah melindungi dari gangguan perampok‑perampok domba dan kambing seorang kaya yang bernama Nabal, yang memiliki harta yang banyak di daerah itu. Nabal adalah seorang dari keturunan Kaleb, tetapi tabiatnya kasar dan kikir.
Saat itu adalah waktu untuk menggunting bulu domba, satu waktu untuk menunjukkan kebajikan. Daud dan tentaranya berada dalam kekurangan makanan; dan sesuai dengan adat zaman itu, anak Isai itu telah menyuruh sepuluh orang muda untuk menemui Nabal, sambil memerintahkan kepada mereka untuk memberi salam kepadanya atas nama tuan mereka, dan ia menambahkan: "sampaikanlah salam ini kepadanya: Selamat! Selamatlah engkau, selamatlah keluargamu, selamatlah segala yang ada padamu. Baru-baru ini aku mendengar bahwa engkau mengadakan pengguntingan bulu domba. Adapun gembala-gembalamu yang ada dengan kami, tidak kami ganggu dan tidak ada sesuatu yang hilang dari pada mereka selama mereka ada di Karmel. Tanyakanlah kepada orang-orangmu, mereka tentu akan memberitahukan kepadamu. Sebab itu biarlah orang-orang ini mendapat belas kasihanmu; bukankah kami ini datang pada hari raya? Berikanlah kepada hamba-hambamu ini dan kepada anakmu Daud apa yang ada padamu."
Daud dan tentaranya telah menjadi seperti satu dinding pelindung kepada para gembala dan kawanan domba Nabal; dan sekarang orang kaya ini diminta untuk memberikan dari kelimpahannya itu kekeringan kepada kebutuhan mereka yang sudah berbuat pelayanan yang amat berharga kepadanya. Daud dan tentaranya bisa mengambil sendiri dari antara kawanan kambing domba itu, tetapi mereka tidak mau melakukannya. Mereka membawakan diri mereka dengan jujur. Namun demikian, kebaikan mereka itu tidak ada artinya kepada Nabal. Jawab yang diberikannya kepada Daud menyatakan tabiatnya: "Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya. Masakan aku mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang aku tidak tahu dari mana mereka datang?"
Pada waktu orang‑orang muda itu kembali dengan tangan hampa dan menceritakan pengalamannya kepada Daud, ia dipenuhi oleh kemarahan. Ia memerintahkan tentaranya untuk memperlengkapi dirinya dengan senjata untuk berperang; karena ia telah bertekad akan menghukum orang yang telah meniadakan haknya, dan telah menambahkan penghinaan kepada kesakitan. Tindakan yang didorong oleh perasaan yang meluap‑luap ini lebih mirip kepada tabiat Saul daripada tabiat Daud, tetapi anak Isai ini masih harus belajar sabar di dalam sekolah penderitaan.
Salah seorang hamba Nabal cepat‑cepat pergi kepada Abigail, istri Nabal, setelah ia menyuruh orang‑orang muda suruhan Daud itu pulang, dan menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi. "Ketahuilah," katanya, "Daud menyuruh orang dari padang gurun untuk memberi salam kepada tuan kita, tetapi ia memaki-maki mereka. Padahal orang-orang itu sangat baik kepada kami; mereka tidak mengganggu kami dan kami tidak kehilangan apa-apa selama kami lalu-lalang di dekat mereka, ketika kami ada di ladang. Mereka seperti pagar tembok sekeliling kami siang malam, selama kami menggembalakan domba-domba di dekat mereka. Oleh sebab itu, pikirkanlah dan pertimbangkanlah apa yang harus kauperbuat, sebab telah diputuskan bahwa celaka akan didatangkan kepada tuan kita dan kepada seisi rumahnya."
Tanpa meminta nasihat suaminya ataupun menceritakan kepadanya tentang maksudnya, Abigail telah mengadakan suatu persediaan yang cukup, yang ditaruh di atas keledai, telah dikirimkannya di bawah pengawasan hamba‑hambanya, dan ia sendiri turut pergi menemui rombongan Daud. Ia bertemu dengan mereka di dalam sebuah gua di sebuah bukit. "Ketika Abigail melihat Daud, segeralah ia turun dari atas keledainya, lalu sujud menyembah di depan Daud dengan mukanya sampai ke tanah. Ia sujud pada kaki Daud serta berkata: 'Aku sajalah, ya tuanku, yang menanggung kesalahan itu. Izinkanlah hambamu ini berbicara kepadamu, dan dengarkanlah perkataan hambamu ini." Abigail berbicara kepada Daud dengan sikap yang hormat sama seperti seakan‑akan ia sedang berbicara kepada seorang raja. Nabal disertai ejekan telah berseru, "Siapakah Daud?" tetapi Abigail telah memanggil dia, "tuanku." Dengan kata‑kata yang manis ia berusaha meredakan perasaannya yang sedang marah itu, dan memohon kepadanya atas nama suaminya. Tanpa menonjolkan diri atau sikap yang angkuh, melainkan penuh hikmat dan kasih Allah, Abigail telah menyatakan pengabdiannya kepada rumah tangganya; dan ia telah menjelaskannya kepada Daud bahwa tindakan suaminya yang tidak ramah itu bukanlah sekali‑kali sesuatu yang telah direncanakan secara pribadi terhadap dirinya, tetapi hanyalah luapan sifat amarah, dan mementingkan diri semata‑mata.
"Oleh sebab itu, tuanku, demi Tuhan yang hidup dan demi hidupmu yang dicegah Tuhan dari pada melakukan utang darah dan dari pada bertindak sendiri dalam mencari keadilan, biarlah menjadi sama seperti Nabal musuhmu dan orang yang bermaksud jahat terhadap tuanku!" Abigail tidak memberikan kehormatan kepada dirinya sendiri akan usahanya untuk menegahkan Daud dari niatnya yang tergesa‑gesa itu, tetapi memberikan kepada Allah hormat dan pujiannya. Kemudian ia mempersembahkan pemberiannya yang limpah itu sebagai satu korban perdamaian kepada tentara‑tentara Daud, dan tetap memohon seolah‑olah ia sendiri yang telah membangkitkan amarah Daud.
Ia berkata, "Ampunilah kiranya kecerobohan hambamu ini, sebab pastilah Tuhan akan membangun bagi tuanku keturunan yang teguh, karena tuanku ini melakukan perang Tuhan dan tidak ada yang jahat terdapat padamu selama hidupmu!" Abigail telah menyatakan jalan yang Daud harus tempuh sebagai kesimpulannya. Ia harus mengadakan perang bagi Tuhan. Ia hendaknya jangan mengadakan pembalasan bagi kesalahan‑kesalahan pribadi, sekalipun telah dianiaya sebagai seorang pengkhianat. Ia melanjutkan: "Jika sekiranya ada seorang bangkit mengejar engkau dan ingin mencabut nyawamu, maka nyawa tuanku akan terbungkus dalam bungkusan tempat orang-orang hidup pada Tuhan.... Apabila Tuhan melakukan kepada tuanku sesuai dengan segala kebaikan yang difirmankan-Nya kepadamu dan menunjuk engkau menjadi raja atas Israel, maka tak usahlah tuanku bersusah hati dan menyesal karena menumpahkan darah tanpa alasan, dan karena tuanku bertindak sendiri dalam mencari keadilan. Dan apabila Tuhan berbuat baik kepada tuanku, ingatlah kepada hambamu ini!" 1 Samuel 25:29‑31.
Kata‑kata seperti ini hanyalah bisa ke luar dari bibir seorang yang telah mengambil bagian dalam hikmat yang berasal dari atas. Kesalehan Abigail, seperti harum semerbaknya sekuntum bunga, dengan secara tidak sadar telah dihembuskan melalui raut muka dan perkataan dan perbuatan. Roh Anak Allah tinggal di dalam jiwanya. Kata‑katanya yang digarami oleh anugerah dan penuh dengan kemurahan dan damai, telah memancarkan suatu pengaruh surga. Perasaan yang lebih baik datang kepada Daud, dan ia gemetar apabila ia merenung‑renungkan apa yang akan menjadi akibat daripada niatnya yang kejam itu. "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." Matius 5:9. Andaikata lebih banyak lagi orang‑orang yang seperti perempuan Israel ini, yang akan meredakan perasaan yang tersinggung, menegahkan dorongan hati yang kejam dan memadamkan kejahatan oleh kata‑kata yang tenang dan hikmat yang terpimpin dengan baik.
Suatu kehidupan Kristen yang berserah senantiasa memancarkan terang dan penghiburan, serta damai. Itu ditandai oleh kesucian, kebijaksanaan, kesederhanaan dan kegunaan. Itu dikendalikan oleh kasih yang tidak mementingkan diri itu, yang dapat menyucikan pengaruh. Itu dipenuhi oleh Kristus, dan meninggalkan suatu bekas yang terang ke mana saja pemiliknya pergi. Abigail adalah seorang penegur dan penasihat yang bijaksana. Amarah Daud hilang di bawah kuasa pengaruh dan pertimbangannya. Ia telah diyakinkan bahwa ia telah mengambil jalan yang tidak bijaksana, dan telah kehilangan kendali atas rohnya sendiri.
Dengan rendah hati ia menerima teguran itu, sesuai dengan kata‑katanya, "Biarlah orang benar memalu dan menghukum aku, itulah kasih; tetapi janganlah minyak orang fasik menghiasi kepalaku!" Mazmur 141:5. Ia mengucapkan terima kasih dan berkat oleh sebab ia telah menasihatinya dengan penuh kebenaran. Banyak orang apabila ditegur, merasa bahwa adalah terpuji jika mereka menerima teguran itu tanpa menjadi tiada kesabaran; tetapi betapa sedikitnya orang yang menerima teguran dengan rasa syukur dan mengucapkan berkat bagi mereka yang berusaha menyelamatkannya dari jalan yang jahat.
Apabila Abigail pulang ke rumah ia menemukan Nabal dan para tamunya sedang bersuka‑suka dalam suatu pesta, yang telah mereka ubah menjadi satu kepelesiran yang disertai dengan mabuk‑mabuk. Baru pada keesokan harinya ia menceritakan kepada suaminya apa yang telah terjadi di dalam pembicaraannya dengan Daud. Nabal adalah seorang yang berhati pengecut; dan waktu ia menyadari betapa kebodohannya itu telah mendatangkan kematian yang mendadak atas dirinya, ia seolah‑olah telah diserang oleh kelumpuhan. Merasa takut bahwa Daud masih akan mengadakan pembalasan, ia telah dipenuhi oleh kegentaran, dan ia telah terjerumus ke dalam suatu keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Setelah sepuluh hari demikian ia pun matilah. Hidup yang telah diberikan Allah kepadanya hanyalah merupakan suatu kutuk atas dunia ini. Di tengah‑tengah kesukaan dan kepelesirannya itu, Allah telah berkata kepadanya, sebagaimana Ia telah berkata kepada orang kaya dalam perumpamaan itu, "Pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu." Lukas 12:20.
Sesudah peristiwa ini Daud menikah dengan Abigail. Ia sudah menjadi suami dari seorang istri, tetapi adat kebiasaan bangsa itu pada zamannya telah merusak pertimbangannya dan mempengaruhi tindakannya. Sekalipun orang besar dan baik telah berbuat kesalahan dalam mengikuti praktik-praktik dunia ini. Akibat yang getir daripada mengawini banyak istri terasa sekali sepanjang umur hidup Daud.
Setelah kematian Samuel, Daud telah dibiarkan hidup dengan tenangnya selama beberapa bulan. Sekali lagi ia telah pergi ke Zif yang sunyi itu; tetapi musuh‑musuh ini, dengan mengharapkan akan disenangi oleh raja, telah memberitahukan kepadanya tempat persembunyian Daud. Pengetahuan ini telah membangkitkan nafsu Iblis yang selama ini tertidur di dalam dada Saul. Sekali lagi ia mengerahkan tentaranya dan memimpin mereka mengejar Daud. Tetapi mata‑mata yang menjadi sahabat Daud telah mengirimkan kabar kepada anak Isai, bahwa Saul sedang mengejarnya lagi; dan bersama‑sama dengan beberapa orang dari antara tentaranya Daud telah pergi untuk menyelidiki tempat musuh‑musuhnya itu. Hari sudah malam pada waktu, sambil bergerak maju dengan hati‑hati sekali, mereka telah memasuki perkemahan musuh, dan melihat di hadapan mereka tenda‑tenda raja dan pengawalnya. Mereka tidak diketahui, oleh karena musuh‑musuh mereka itu sedang tidur dengan tenangnya. Daud memanggil sahabat‑sahabatnya untuk bersama dengan dia pergi sampai ke tengah‑tengah musuh. Sebagai jawab atas pertanyaannya, "Siapa turun bersama-sama dengan aku kepada Saul ke tempat perkemahan itu?" dengan segera Abisai menjawab, "Aku turun bersama-sama dengan engkau."
Dengan diselubungi oleh bayangan yang pekat bukit‑bukit itu, Daud dan para pengawalnya memasuki perkemahan musuh. Sementara mereka sedang berusaha untuk memastikan jumlah yang tepat daripada musuh mereka, mereka mendapati Saul sedang tertidur, tombaknya tertancap di tanah, dan sebuah buyung air terletak dekat kepalanya. Di sampingnya terbaring Abner, pemimpin bala tentaranya, dan di sekeliling mereka terdapat tentara‑tentara, yang sedang tertidur dengan lelapnya. Abisai mengangkat tombaknya, dan berkata kepada Daud, "Pada hari ini Allah telah menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, oleh sebab itu izinkanlah kiranya aku menancapkan dia ke tanah dengan tombak ini, dengan satu tikaman saja, tidak usah dia kutancapkan dua kali." Ia menunggu izin; tetapi terdengar oleh telinganya bisikan berkata, "'Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan, dan bebas dari hukuman?.... Demi Tuhan yang hidup, niscaya Tuhan akan membunuh dia: entah karena sampai ajalnya dan ia mati, entah karena ia pergi berperang dan hilang lenyap di sana. Kiranya Tuhan menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang yang diurapi Tuhan. Ambillah sekarang tombak yang ada di sebelah kepalanya dan kendi itu, dan marilah kita pergi.' Kemudian Daud mengambil tombak dan kendi itu dari sebelah kepala Saul, lalu mereka pergi. Tidak ada yang melihatnya, tidak ada yang mengetahuinya, tidak ada yang terbangun, sebab sekaliannya tidur, karena Tuhan membuat mereka tidur nyenyak." Betapa mudahnya bagi Tuhan untuk melemahkan orang yang paling kuat, melenyapkan hikmat dari orang yang paling bijaksana, dan meniadakan keahlian dari orang yang paling teliti sekalipun!
Pada waktu Daud sudah berada cukup jauh dari perkemahan itu ia telah berdiri di atas puncak sebuah bukit dan berseru dengan suara keras kepada orang banyak itu, dan kepada Abner, "'Apakah engkau ini bukan laki-laki? Siapakah yang seperti engkau di antara orang Israel? Mengapa engkau tidak mengawal tuanmu raja? Sebab ada seorang dari rakyat yang datang untuk memusnahkan raja, tuanmu itu. Tidak baik hal yang kauperbuat itu. Demi Tuhan yang hidup, kamu ini harus mati, karena kamu tidak mengawal tuanmu, orang yang diurapi Tuhan itu. Sekarang, lihatlah, di mana tombak raja dan kendi yang ada di sebelah kepalanya?' Saul mengenal suara Daud, lalu ia berkata: 'Suaramukah itu, anakku Daud?' Jawab Daud: 'Suaraku, tuanku raja.' Lalu berkatalah ia: 'Mengapa pula tuanku mengejar hambanya ini? Apa yang telah kuperbuat? Apakah kejahatan yang melekat pada tanganku? Oleh sebab itu, kiranya tuanku raja mendengarkan perkataan hambanya ini." Sekali lagi pengakuan tercetus dari bibir raja: "'Aku telah berbuat dosa, pulanglah, anakku Daud, sebab aku tidak akan berbuat jahat lagi kepadamu, karena nyawaku pada hari ini berharga di matamu. Sesungguhnya, perbuatanku itu bodoh dan aku sesat sama sekali.' Tetapi Daud menjawab: 'Inilah tombak itu, ya tuanku raja! Baiklah salah seorang dari orang-orangmu menyeberang untuk mengambilnya." Sekalipun Saul telah mengadakan perjanjian, "Aku tidak akan berbuat jahat lagi kepadamu," Daud tidak mau menempatkan dirinya di bawah kekuasaannya.
Peristiwa yang kedua ini, dimana Daud menunjukkan sikap hormat kepada hidup rajanya itu, memberikan suatu kesan yang lebih dalam lagi di dalam pikiran Saul, dan telah menyebabkan dia untuk mengadakan pengakuan yang lebih sungguh‑sungguh lagi akan kesalahannya itu. Ia merasa heran dan kagum atas pernyataan sikap yang amat baik itu. Pada waktu akan berpisah dengan Daud, Saul berseru, "Diberkatilah kiranya engkau, anakku Daud. Apa juapun yang kauperbuat, pastilah engkau sanggup melakukannya." Tetapi anak Isai itu tidak mengharapkan bahwa raja itu akan tahan lama dalam keadaan pikirannya yang seperti itu.
Daud tidak berharap bahwa ia akan dapat berdamai dengan Saul. Kelihatannya seolah‑olah tidak bisa dihindarkan lagi bahwa ia harus jatuh sebagai satu korban kepada kejahatan raja itu pada akhirnya, dan ia bertekad untuk sekali lagi mencari perlindungan di tanah Filistin. Dengan enam ratus orang tentara yang ada di bawah pimpinannya, ia telah pergi mendapatkan Akhis, raja Gat.
Kesimpulan Daud bahwa Saul pasti akan dapat melaksanakan niatnya itu telah diambil tanpa nasihat dari Allah. Sekalipun pada saat Saul sedang merencanakan dan berusaha membunuhnya, Tuhan sedang bekerja untuk menyerahkan kerajaan itu kepada Daud. Allah melaksanakan rencana‑Nya, sekalipun kepada pemandangan manusia semuanya itu terselubung dalam rahasia. Manusia tidak dapat mengerti jalan‑jalan Allah; dan dengan memandang bagian luarnya saja, mereka telah menafsirkan bahwa segala ujian dan pencobaan yang Allah biarkan datang kepada mereka sebagai perkara‑perkara yang melawan mereka, dan hanya akan membinasakan mereka. Demikian halnya Daud telah memandang bagian luarnya saja, dan bukan melihat kepada janji‑janji Tuhan. Ia meragukan bahwa ia akan bisa menduduki takhta itu. Ujian‑ujian yang lama itu telah meletihkan imannya dan menghabiskan kesabarannya.
Tuhan tidak menyuruh Daud untuk meminta perlindungan kepada orang Filistin, musuh Israel yang paling kejam itu. Bangsa yang sama ini akan berada di antara musuh‑musuhnya yang paling jahat sampai kepada akhirnya, akan tetapi di dalam saat‑saat yang sulit ini ia telah pergi kepada mereka untuk meminta bantuan. Setelah kehilangan segala kepercayaan kepada Saul dan kepada mereka yang melayani dia, ia telah menyerahkan dirinya kepada belas kasihan musuh bangsanya. Daud adalah seorang panglima yang berani, dan telah membuktikan dirinya sebagai seorang tentara yang bijaksana dan berhasil; tetapi ia sedang bertindak melawan tujuannya sendiri pada waktu ia berpaling kepada orang Filistin. Allah telah mengangkat dia untuk meneguhkan benderanya di tanah Yehuda, dan karena kuranglah imannya yang telah menuntun dia meninggalkan tugasnya tanpa suatu perintah dari Allah.
Allah tidak dihormati oleh sikap Daud yang tidak percaya itu. Orang Filistin merasa takut terhadap Daud lebih daripada terhadap Saul dan tentaranya; dan dengan menempatkan dirinya di bawah perlindungan orang Filistin, Daud telah menunjukkan kepada mereka kelemahan bangsanya. Dengan demikian Daud telah memberikan semangat kepada musuh yang tidak berbelas kasihan ini untuk menjajah Israel. Daud telah diurapi untuk berdiri membela umat Allah; dan Tuhan tidak menghendaki hamba‑Nya memberikan dorongan kepada orang jahat dengan menunjukkan kelemahan umat‑Nya, atau dengan sikap yang seolah‑olah acuh tak acuh atas kesejahteraan mereka. Lebih jauh dari itu, kesan telah diperoleh saudara‑saudaranya bahwa Daud telah pergi kepada bangsa kafir untuk menyembah dewa‑dewa mereka. Oleh tindakan ini ia telah memberikan peluang untuk menyalah tafsirkan motivasinya, dan banyak orang telah menaruh curiga atas dirinya. Perkara yang sama yang Setan kehendaki agar dilakukan oleh Daud telah dilakukannya; oleh karena, dengan mencari perlindungan di antara orang Filistin, Daud telah menyebabkan musuh‑musuh Allah dan musuh umat‑Nya itu meninggikan diri. Daud tidak meninggalkan perbaktiannya kepada Allah atau pengabdiannya kepada pekerjaan‑Nya; tetapi ia telah mengorbankan kepercayaannya di dalam Dia demi keselamatan pribadinya, dan dengan demikian menghapuskan tabiat yang jujur dan setia yang telah dituntut Allah agar dimiliki oleh hamba‑Nya.
Dengan ramahnya Daud telah disambut oleh raja orang Filistin. Kehangatan sambutan ini sebagian disebabkan raja mengagumi dia, dan sebagian lagi karena hal ini telah menjadikan dia bangga oleh karena adanya seorang Ibrani yang mencari perlindungan padanya. Daud merasa aman dari bahaya pengkhianatan selama berada di daerah kekuasaan Akhis. Ia membawa segenap keluarganya, rumah tangganya dan harta miliknya, demikian pula tentaranya; dan kelihatannya ia akan menetap di tanah orang Filistin itu. Semuanya ini telah menjadikan Akhis merasa puas, dan ia berjanji akan melindungi orang‑orang Israel yang mengungsi itu.
Atas permintaan Daud untuk satu tempat di negeri itu, yang berjauhan dengan kota kerajaan itu, raja dengan murah hati telah memberikan Ziklag sebagai milik mereka. Daud menyadari bahwa adalah membahayakan dirinya dan juga tentaranya untuk berada di bawah pengaruh orang‑orang yang menyembah berhala ini. Di dalam satu kota kecil yang tidak pernah mereka gunakan tentu mereka akan dapat berbakti kepada Allah dengan lebih leluasa daripada jikalau mereka tinggal di Gat, di mana upacara‑upacara kekafiran hanya akan menjadi sebagai satu sumber kejahatan dan gangguan.
Sementara bermukim di kota yang terpencil ini Daud berperang dengan bangsa Gesur, Girzi dan Amalek, dan ia tidak membiarkan seorang pun hidup untuk mengirimkan kabar ke Gat. Waktu ia kembali dari peperangan ia telah memberitahukan kepada Akhis bahwa ia telah berperang dengan bangsanya sendiri, yaitu bangsa Yehuda. Oleh tipu daya seperti ini ia telah menjadi alat untuk menguatkan tangan orang Filistin; karena raja itu berkata, "Tentulah ia telah membuat diri dibenci di antara orang Israel, bangsanya; ia akan menjadi hambaku sampai selamanya." Daud mengetahui bahwa Allah menghendaki bangsa‑bangsa kafir itu harus dibinasakan, dan ia mengetahui bahwa ia telah diangkat untuk melaksanakan tugas ini; tetapi ia tidak berjalan di dalam nasihat Allah bilamana ia mengadakan tipu daya.
"Pada waktu itu orang Filistin mengerahkan tentaranya untuk berperang melawan orang Israel. Lalu berkatalah Akhis kepada Daud: 'Ketahuilah baik-baik, bahwa engkau beserta orang-orangmu harus maju berperang bersama-sama dengan aku dalam tentara.'" Daud tidak bermaksud mengangkat tangannya berperang melawan bangsanya, tetapi ia tidak mengetahui dengan pasti jalan apa yang harus ditempuhnya, sampai keadaan akan menyatakan tugasnya. Sambil berusaha menghindar ia menjawab dengan berkata, "Baik, engkau akan tahu, apa yang dapat diperbuat hambamu ini." Akhis mengartikan hal ini sebagai suatu janji bahwa ia akan mendapat bantuan seandainya terjadi peperangan, dan ia menjanjikan kepada Daud satu tanda kehormatan, dan memberikan kepadanya suatu kedudukan yang tinggi di istana Filistin.
Tetapi sekalipun iman Daud telah agak goyah akan janji‑janji Allah, ia masih tetap mengingat bahwa Samuel telah mengurapi dia sebagai raja Israel. Ia masih mengingat kemenangan‑kemenangan yang telah diberikan Allah kepadanya memerangi musuh‑musuhnya pada masa yang telah silam. Ia mengenang kembali akan rahmat Allah di dalam memeliharakan hidupnya dari tangan Saul, dan ia bertekad untuk tidak mengkhianati tugasnya yang suci itu. Sekalipun raja Israel telah berusaha membunuhnya, ia tidak akan menggabungkan dirinya dengan musuh bangsanya.
No comments:
Post a Comment