Satelit berbobot 447 kilogram ini terlalu berat untuk mencapai orbit. Pada lima tahun lalu, sebuah satelit milik Badan antariksa Amerika Serikat (NASA) jatuh di Lautan Pasifik. Satelit Orbiting Carbon Observatory (OCO) gagal memisahkan diri dari peluncur satelit, dan terjatuh di lautan dekat Benua Antartika.
OCO adalah hasil proyek selama sembilan tahun untuk memetakan kadar karbondioksida di atmosfer Bumi. "Kejadian ini tidak saja mengecewakan, namun ini adalah misi yang benar-benar penting bagi sains," kata Edward Weiler, pejabat NASA yang dikutip harian The Washington Post.
Satelit berbobot 447 kilogram ini terlalu berat untuk mencapai orbit dan meluncur bebas ke Bumi setelah diluncurkan menggunakan Roket Taurus dari Pangkalan Militer Udara Vandenberg di California, Amerika Serikat (AS).
Para pekerja yang terlibat dalam proyek tersebut mengungkapkan kekecewaan mereka. "Tentu saja bagi komunitas ilmu pengetahuan, kegagalan tersebut menimbulkan kekecewaan besar," kata John Brunschwyler, manajer proyek untuk Orbital Sciences Corporation yang memproduksi roket dan satelit. "Butuh waktu lama untuk sampai pada tahap ini," ungkap Brunschwyler.
Dalam sebuah pernyataan, NASA mengatakan, "Beberapa menit setelah terbang dari roket Taurus, manajer peluncuran menyatakan keadaan darurat setelah satelit gagal memisahkan diri.
"Misi yang memakan biaya US$ 278 juta tersebut dirancang untuk menempatkan satelit OCO di orbit dengan ketinggian sekitar 650 kilometer dari atas permukaan bumi. OCO bertujuan untuk memecahkan masalah perubahan iklim dengan membantu memperkirakan dari mana asal efek rumah kaca dan seberapa besar efek rumah kaca telah mempengaruhi hutan dan lautan.
NASA mengatakan tidak ada ancaman bahaya karena jatuhnya satelit yang memuat bahan bakar hydrazine tersebut.
No comments:
Post a Comment