Kejadian ini terjadi pada tahun 1787 di Gereja Methodis St. George, di Philadelphia. Richard Allen, seorang kulit hitam, telah berkhotbah di sana beberapa kali, tetapi pada hari Minggu ini ia duduk di serambi. Karena sesuatu dan lain hal, bagian yang biasanya dipisahkan untuk orang berkulit hitam pada hari ini tidak tersedia, dan para penjaga pintu telah mengalihkan para pengunjung berkulit hitam ke bagian lain. Namun, tampaknya ada kesalahpahaman, dan mereka duduk di tempat yang salah.
Ketika mereka berlutut untuk berdoa, seorang wali melihat orang-orang kulit hitam yang ada di bagian kulit putih; serta-merta saja ia mendatangi orang-orang kulit hitam itu untuk menyeret keluar salah seorang di antara mereka. Dia adalah Pdt. Absolom Jones, seorang pemimpin Methodis kulit hitam terkemuka. "Kau harus berdiri," seru sang wali tersebut, "Kau tidak boleh berlutut di sini."
"Tunggu sampai doa selesai," jawab Jones.
"Tidak, kau harus berdiri sekarang juga, atau saya akan memanggil bantuan untuk menyeretmu keluar."
"Tunggu sampai doa selesai," Jones mengulangi, "dan saya akan berdiri dan tidak akan menyusahkan Anda lagi."
Akan tetapi tampaknya tidak dapat ditunggu lagi. Sang wali dan seorang penjaga pintu mulai menyeret Jones dan jemaat kulit hitarn lainnya keluar. Sementara itu doa pun telah usai. Allen dan para kulit hitam lainnya keluar. "Mereka tidak lagi kita ganggu," tulis Allen, dan menambahkan bahwa mereka telah mendanai perlengkapan gereja tersebut dengan murah hati. Mereka telah mendanai pemasangan lantai yang di atasnya mereka berlutut.
Allen dan Jones menuntun orang-orangnya mengadakan kebaktian tersendiri di sebuah gudang yang disewa. Lambat-laun mereka membeli sebidang tanah dan membangun sebuah gereja. Namun mereka melanjutkan perjuangan mereka dengan Methodis kulit putih, khususnya mereka yang ada di St. George.
Kejadian-kejadian seperti itu bukannya tidak umum pada masa itu. Tetapi sungguh ironis bahwa kejadian berlutut itu terjadi justru di sebuah Gereja Methodis, karena para Methodis di Amerikalah yang dengan cepat menyikapi bahwa seorang budak pun adalah manusia juga, dan punya kebutuhan untuk mengenal Yesus seperti orang kulit putih mana pun. Misionaris-misionaris Methodis telah ditunjuk untuk membimbing para budak dan mereka yang telah dibebaskan. Dan para pemimpin Methodis mengetahui betul bahwa misionaris kulit hitam lebih efektif untuk saudara-saudaranya yang berkulit hitam.
Richard Allen lahir sebagai seorang budak pada tahun 1760, di rumah Benyamin Chew, seorang pengacara terkemuka di Philadelphia. Keluarganya telah dijual kepada seorang petani di dekat Dover Delaware. Di sana Allen menjadi Kristen pada usia remaja. Ia mulai bergaul dengan kelompok Methodis. Pada suatu kesempatan ia mengatur agar sang pengkhotbah dapat berkhotbah di rumah tuannya. Tuannya, meskipun bukan seorang Kristen, terkesan oleh teks sang pengkhotbah ("Engkau ditimbang di sebuah timbangan dan ditemukan masih kurang"). Akibatnya, Allen dan saudaranya diberi kesempatan membeli kebebasan mereka.
Sebagai orang bebas, Allen bekerja sebagai pembelah kayu dan tukang batu. la tetap sebagai seorang gerejawan aktif. Selama masa Revolusi ia menjadi kusir kereta pengantar garam. Di sepanjang perjalanannya ia juga berkhotbah. Keahliannya berbicara membuatnya populer, baik di kalangan kulit hitam maupun kulit putih. Sepanjang perjalanannya di Delaware, New Jersey dan Pennsylvania, dengan mengambil pekerjaan sambilan, ia juga berkhotbah pada ma-lam hari dan pada akhir pekan.
Pada tahun 1784, Gereja Episkopal Methodis dengan resmi didirikan di Amerika Serikat. John Wesley menunjuk Thomas Coke dan Francis Asbury sebagai "pembantu"nya untuk mengarnati gereja Amerika, dengan Richard Whatcoat dan Thomas Vassey sebagai pemimpin-pemimpin yang diangkat. Selama Perang Revolusi khususnya, gerakan Methodis di Amerika telah terpecah-pecah – sebagian karena masih merupakan gerakan dalam lingkungan Gereja Anglikan, dan perang tersebut justru menekan kesetiaan semacam itu. Tindakan-tindakan Wesley pada tahun 1784 menyatukan perpecahan tersebut, dan untuk pertama kalinya mengukuhkan Methodis sebagai gereja tersendiri.
Richard Allen menarik perhatian Richard Whatcoat, yang ditempatkan di lingkungan Baltimore. Whatcoat mengundang Allen untuk ikut bersamanya tatkala ia mengunjungi gereja. Kemudian Allen dalam perjalanannya diundang untuk bergabung dengan Asbury.
Ketika Allen mendarat di Philadelphia, ia berkhotbah di Gereja St. George jika mempunyai kesempatan, namun pada waktu-waktu itulah akhirnya ia meninggalkan tempat itu, seperti apa yang telah kita lihat. Salah seorang yang berlutut yang ikut tersinggung, Absolom Jones, memisahkan diri dari Methodis pada tahun 1793, dan membentuk Gereja Episkopal Protestan Kulit Hitam, namun Allen menolaknya. "Saya tidak dapat menjadi apa pun kecuali seorang Methodis," tulisnya, "karena saya dilahirkan dan dibangkitkan di bawah mereka, dan saya dapat berjalan terus dengan mereka. "
Ia pun berjalan terus bersama dengan mereka, dengan mengawali Gereja Bethel Episkopal Methodis Afrika di Philadelphia pada tahun 1794. Francis Asbury yang menyampaikan khotbah peresmian. Namun demikian, para pemimpin St. George mencoba menguasai gereja Allen. Sesungguhnya orang-orang kulit hitam tidak mempunyai hak yang leluasa pada masa itu, namun Gereja Bethel berusaha memenangkan kasus pengadilan melawan St. George.
Bintang Allen mulai bersinar lebih terang dalam denominasi Methodis, meskipun tekanan-tekanan dari gereja saingan di seberang kota berlanjut marak. Allen diteguhkan sebagai diaken pada tahun 1799 dan sebagai penatua pada tahun 1816 – dua posisi yang tidak pernah terdengar dicapai oleh seorang kulit hitam. Namun, pada tahun 1816, ia mernutuskan meninggalkan Methodis dan memulai denominasi baru, Gereja Episkopal Methodis Afrika (African Methodist Episcopal [AME] Church). Gereja Allen bergabung dengan beberapa gereja kulit hitam independen lainnya, dan Allen menjadi uskup kelompok baru ini. Baltimore dan Philadelphia menjadi titik-titik fokus denominasi baru ini.
Allen membuat administrasi yang hebat bagi gereja baru ini, dengan corak garis Methodis. Ia terus mengadakan perjalanan, berkhotbah dan mendirikan gereja-gereja baru hingga akhir hayatnya pada tahun 1831. Jumlah gereja AME bertumbuh terus segera setelah masa Perang Saudara, karena budak-budak yang dibebaskan mencari tempat-tempat kebaktian yang sungguh-sungguh bebas.
Denominasi baru ini merupakan inspirasi bagi orang-orang Kristen yang tertekan. Pada saat itu, hal ini merupakan deklarasi kemerdekaan yang hebat. Orang percaya kulit hitam akan melayani Kristus dengan senang hati, tetapi mereka tidak bisa diperlakukan melewati batas oleh saudara-saudara kulit putih mereka. Kepemimpinan Allen yang berani telah berbuat banyak untuk memelihara spiritualitas kulit hitam yang kuat di Amerika, yang sampai sekarang masih hidup.
No comments:
Post a Comment