Lima pria berkumpul untuk kebaktian di sebuah rumah di Dublin, Fitzwilliam Square pada bulan November, 1829. Tuan rumah, Francis Hutchinson, menggelar kebaktian sederhana dan mengundang mereka bertemu di sana secara teratur pada waktu-waktu yang tidak mengganggu aktivitas gereja mereka yang lain.
Bagi yang berpikiran modern, pertemuan seperti itu kelihatannya tidak luar biasa. Tetapi pada waktu itu hal tersebut adalah sesuatu yang tidak umum. Gereja Inggris yang telah dikukuhkan mendominasi kehidupan dan praktik religius. Persekutuan dan kebaktian di luar gereja dianggap tidak benar. Mengadakan komuni tanpa seorang imam adalah skandal.
John Nelson Darby hadir pada pertemuan tersebut, namun agak kurang tepat jika ia dikatakan sebagai pendiri Plymouth Brethren (Persaudaraan Plymouth). Dia hanyalah salah seorang dari antaranya yang hertindak sebagai pemimpin pada hari-hari awalnya, meskipun ia menjadi juru bicara yang patut dikagumi.
Pada tiga dekade pertama abad kesembilan belas, semangat spiritual sedang bekerja di Irlandia. Beberapa orang Katolik berpindah ke Gereja Anglikan atau ke gereja-gereja lain, gerakan independen juga sedang bangkit. Orang-orang Kristen secara berkelompok mulai mengadakan pertemuan di luar gereja mapan – dengan hanya Alkitab sebagai pedoman mereka.
Gerakan Plymouth Brethren mungkin berpaling kembali ke Anthony Norris Groves, seorang dokter gigi Kristen sejati. Ia bersedia meninggalkan praktiknya untuk pelayanan misi di Persia. Dengan patuh ia memasuki Trinity College, di Dublin pada tahun 1826, menyiapkan diri untuk penahbisan. Namun, di sana ia berhubungan dengan sejumlah orang Dublin yang berpikiran independen. Teman ini telah mengguncang pandangannya mengenai high church. Namun ia pernah bertanya-tanya, apa perlunya semua kelas dan ujian-ujian ini bagi saya untuk menjadi seorang misionaris? Akhirnya ia memutuskan bahwa ia tidak membutuhkan pentahbisan ataupun perkumpulan misi resmi. la cukup melangkah dalam iman.
Groves mengumpulkan teman dari Dublin dan Plymouth serta berangkat ke Bagdad pada tahun 1829. Dukungan terhadap Groves telah menjadi faktor pemersatu karena kelompok-kelompok bertemu untuk mendoakan dia dan mengumpulkan dana untuk mendukung dia.
Sementara itu, John Nelson Darby sedang bertugas sebagai kurator di County Wicklow. la telah belajar hukum di Trinity College, namun segera menanti penahbisan. Ia pun seorang gerejawan sejati, tetapi ia menjadi kecewa karena kebijakan "pintu tertutup" gerejanya. Tampaknya, atasannya lebih mempedulikan keanggotaan gereja ketimbang Kristus.
Setelah terluka dalam kecelakaan pada tahun 1827, Darby mengambil cuti dari gerejanya untuk memulihkan kesehatannya di Dublin. Di sana ia bertemu dengan sejumlah orang yang berpikiran sama, beberapa dari lingkungan pendukung Groves. Kelompok ini mendukung ideide yang sudah terbentuk dalam benak Darby. Tidak lama kemudian ia meninggalkan kedudukannya, tetapi ia belum memisahkan diri dari gerejanya. Ia menjadi pendukung terang-terangan bagi keterbukaan dan kesatuan gereja dengan menerbitkan selebaran yang menganjurkan perubahan kebijakan dalam gereja. Ia menyerukan spiritualitas yang benar di antara orang Kristen dan kembali ke Kitab Suci. Satu aspek Kitab Suci yang telah diabaikan ialah nubuat. la terpesona akan teori-teori akhir zaman dan meminta agar para pemimpin Kristen memperhatikan hal ini. Serentetan konferensi nubuat diadakan pada awal-awal tahun 1830-an untuk memikirkan hal ini.
Pandangan dominan yang terdapat di gereja yang mapan bersifat "pascamillenium", yaitu gereja akan membawa era perdamaian, setelah itu Baru Kristus akan kembali. Tetapi Darby berpegang pada ajaran Manuel de Lacunza, biarawan Chile abad kedelapan belas. Lacunza berpegang pada kedatangan kembali pramillenial – dunia akan menuju kehancuran hingga Kristus datang dan memulai dengan pemerintahan seribu tahun-Nya. (Lacunza juga mengemukakan bahwa Kristus pertama akan tampil untuk memisahkan orang-orang yang setia kepada-Nya dari bencana-bencana yang teramat buruk, sebelum Ia kembali untuk mendirikan pemerintahan-Nya.)
Pada tahun 1831, fokus gerakan tersebut mulai berpindah ke Plymouth, Inggris. Pada tahun-tahun berikutnya terdapat semacam konsolidasi dari kelompok-kelompok yang berbedabeda. Para "Brethren", begitulah mereka dikenal, mencoba menanggalkan semua perlengkapan yang bukan alkitabiah dari gereja mereka. Komuni diadakan setiap Minggu, tidak ada seorang pendeta pun yang diteguhkan (setiap orang adalah pendeta); dan orang-orang dari se-gala denominasi disambut atas nama Kristus. Para Brethren juga percaya pada perdamaian (dan musyawarah), dan tentunya pada pentingnya nubuat.
Di Bristol, seorang imigran Jerman bernama George Mueller mendirikan sebuah panti asuhan. Diilhami contoh A.N. Groves yang menjalankan misi dalam iman, dengan iman Mueller bertekad menjalankan panti asuhannya. Ia tidak meminta uang, hanya percaya bahwa Allah akan melengkapinya. Pelayanan Mueller menjadi legenda, suatu bukti iman sederhana Plymouth Brethren yang bertumbuh.
Sementara itu, Darby melanjutkan perjalanannya, berbicara dan menulis. Ketika mengadakan tur di Swiss pada tahun 1838, ia mendirikan sejumlah Gereja Brethren di sana. Suatu revolusi politik pada tahun 1845 menimbulkan penyiksaan terhadap gereja-gereja ini, dan Darby sendiri nyaris menjadi korban.
Pada waktu yang bersamaan, kontroversi muncul di antara Brethren, khususnya mengenai anugerah spiritual, pembasuhan kaki, tugas penatua dan interpretasi nubuat. Perpecahan besar terjadi antara Darby dan B.W. Newton, yang dapat dianggap sebagai mitra pendiri gerakan. Akhirnya Newton mengundurkan diri dari gereja, dan kemudian konflik pun meningkat sehingga memisahkan Darby dan Mueller. Akibat ketidaksepakatan mereka ialah perpecahan antara Brethren Eksklusif (yang tidak akan berekanan dengan mereka yang berdoktrin kurang sehat) dan Brethren Terbuka. Tentunya, eksklusivitas kelompok yang pertama tadi menimbulkan perpecahan-perpecahan selanjutnya, mencerminkan ironi yang menyedihkan bahwa sukar berpegang bersama-sama pada kesatuan gereja dan kemurnian doktrin.
Seperti Disciples of Chirst di Amerika Serikat, Plymouth Brethren menyuntikkan perlunya tekanan kesederhanaan dalam kehidupan gereja di Inggris. Gereja tersebut telah mendapatkan pengikut-pengikut yang cukup berarti di seluruh dunia, termasuk figur-figur terkemuka seperti Samuel Tregelles dan pakar Perjanjian Baru modern F.F. Bruce.
Akan tetapi, kemasyhuran utama Darby ialah eskatologinya. Pandangannya tentang nubuat dikenal sebagai dispensasionalisme (dispensationalism). Itu menjadi tema utama pada konferensi nubuat pada tahun 1800-an serta gerakan fundamentalis pada awal-awal tahun 1900-an.
No comments:
Post a Comment