Penduduk Galilea yang pulang dari pesta Paskah itu membawa laporan tentang perbuatan Yesus yang ajaib itu. Hukuman yang dijatuhkan atas segala perbuatan‑Nya oleh para pembesar di Yerusalem membuka jalan bagi‑Nya di Galilea. Kebanyakan dari mereka menyesali perlakuan yang menyalahgunakan terhadap kaabah itu serta kelobaan dan kesombongan imam‑imam. Mereka mengharap bahwa Orang yang telah membuat penghulu‑penghulu itu lari kocar‑kacir, menjadi Pelepas yang dinanti‑nantikan itu. Sekarang kabar telah datang yang nampaknya seolah‑olah menguatkan harapan mereka yang paling gemilang. Dikabarkan bahwa nabi itu telah mengatakan bahwa Dialah Mesias itu.
Tetapi penduduk Nazaret tidak percaya pada‑Nya. Itulah sebabnya, Yesus tidak mengunjungi Nazaret dalam perjalanan‑Nya ke Kana. Juruselamat mengatakan kepada murid‑murid‑Nya bahwa seorang nabi tidak mendapat kehormatan di negerinya sendiri. Orang menilai tabiat dengan apa yang dapat mereka hargai. Orang‑orang yang berpikiran sempit dan duniawi menilai Kristus atas kelahiran‑Nya yang hina, pakaian‑Nya yang sangat sederhana, dan pekerjaan‑Nya sehari‑hari. Mereka tidak dapat menghargai kemurnian roh yang tidak bernoda dosa.
Berita bahwa Kristus sudah pulang ke Kana dengan segera tersiar di seluruh Galilea, membawa harapan kepada orang‑orang yang menderita dan susah. Di Kapernaum kabar itu menarik perhatian seorang bangsawan Yahudi, yaitu seorang pembesar dalam dinas kerajaan. Seorang anak pembesar itu menderita sesuatu penyakit yang tampaknya tak tersembuhkan lagi. Tabib‑tabib telah putus harap serta menunggu kematiannya saja; tetapi ketika bapa itu mendengar kabar tentang Yesus, ia memutuskan hendak memohon pertolongan daripada‑Nya. Anak itu sudah lemah sekali, dan dikuatirkan mungkin tidak hidup lagi sampai ayahnya kembali; namun bangsawan itu merasa bahwa ia sendiri harus pergi menyampaikan hal itu. Ia mengharap bahwa permohonan‑permohonan seorang bapa mungkin akan membangkitkan simpati Tabib Besar itu.
Setibanya di Kana ia bertemu dengan himpunan banyak orang yang mengelilingi Yesus. Dengan hati yang cemas ia menerobos sampai ke hadirat Juruselamat. Imannya menjadi goyah waktu ia melihat hanya seorang yang berpakaian sederhana, penuh debu dan sudah penat karena perjalanan jauh. Ia meragukan apakah orang ini dapat melakukan apa yang hendak dimohonkan daripadanya; namun diusahakannya juga berbicara dengan Yesus, disampaikannya maksudnya, serta dipintanya Juruselamat pergi dengan dia ke rumahnya. Tetapi dukacitanya itu sudah diketahui Yesus. Sebelum pembesar itu meninggalkan rumahnya, Juruselamat telah melihat kesedihan itu.
Akan tetapi Ia tahu juga bahwa bapa itu telah mengadakan syarat‑syarat dalam pikirannya mengenai imannya pada Yesus. Kecuali permohonannya itu dikabulkan, ia tidak akan mau menerima Dia sebagai Mesias. Sementara pembesar itu menunggu dalam penderitaan yang penuh ketegangan, Yesus berkata, "Jikalau tidak kamu melihat tanda‑tanda dan mukjizat, tidak juga kamu percaya."
Dengan tidak menghiraukan semua tanda bahwa Yesus itulah Mesias, pemohon itu telah bertekad untuk menumpukan imannya pada Tuhan atas syarat kalau permohonannya itu dikabulkan. Juruselamat memperbandingkan keragu‑raguan ini dengan iman yang ikhlas di pihak orang Samaria, yang tidak meminta mukjizat atau tanda. Sabda‑Nya, bukti keilahian‑Nya yang selalu nyata mengandung suatu kuasa meyakinkan yang menjamah hati mereka. Kristus merasa sedih karena bangsa‑Nya sendiri, yang kepadanya perkara‑perkara yang suci dipercayakan, gagal untuk mendengar suara Allah berbicara kepada mereka dalam Anak‑Nya.
Namun demikian bangsawan itu mempunyai iman sedikit sebab ia telah datang untuk memohonkan apa yang baginya merupakan yang terindah dari segala berkat. Yesus mempunyai karunia yang lebih besar untuk dianugerahkan‑Nya. Ia ingin, bukan saja menyembuhkan anak itu, tetapi juga mengusahakan agar pembesar itu dan seluruh rumah tangganya turut menikmati berkat‑berkat keselamatan serta menyalakan sebuah terang di Kapernaum, yang tidak lama lagi akan menjadi ladang pekerjaan‑Nya. Tetapi bangsawan itu harus lebih dahulu menyadari keperluannya sebelum ia merindukan rahmat Kristus. Pegawai istana ini mewakili banyak orang dari kalangan bangsanya. Mereka menaruh perhatian pada Yesus karena motif yang mementingkan diri. Mereka mengharap hendak mendapat sesuatu keuntungan istimewa oleh kuasa‑Nya, dan mereka mempertaruhkan iman mereka atas dikaruniakannya pertolongan jasmani ini; tetapi mereka tidak mengetahui hal penyakit rohani mereka, dan tidak melihat keperluan mereka akan rahmat Ilahi.
Laksana cahaya kilat ucapan Juruselamat kepada bangsawan itu menelanjangi hatinya. Dilihatnya bahwa motifnya dalam mencari Yesus bersifat mementingkan diri. Imannya yang goyah itu tampak kepadanya dalam sifatnya yang sesungguhnya. Dalam kesedihan yang sungguh insyaflah ia bahwa kebimbangannya mungkin akan menyebabkan kematian anaknya itu. Tahulah ia bahwa ia sedang berada di hadirat Dia yang dapat membaca hati dan yang bagi‑Nya segala sesuatu mungkin adanya. Dalam permohonan yang penuh kesedihan, ia berseru, "Ya Tuan, marilah, turun sebelum anak sahaya mati." Percayanya berpegang teguh pada Kristus seperti yang diperbuat oleh Yakub, ketika bergumul dengan seorang malaikat, ia berseru, "Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku." Kejadian 32:26.
Seperti halnya dengan Yakub ia pun menang. Juruselamat tidak dapat menarik diri dari jiwa yang bergantung kepada‑Nya, memohonkan keperluannya yang besar. "Pergilah engkau,"kata‑Nya; "bahwa anakmu itu hidup." Bangsawan itu meninggalkan hadirat Juruselamat dengan damai dan suka cita yang belum pernah dialaminya dahulu. Bukan saja ia percaya bahwa anaknya akan sembuh, tetapi juga dengan keyakinan yang teguh ia percaya pada Kristus sebagai Penebus.
Pada waktu itu juga para penjaga yang di samping anak yang sudah hampir mati di rumah yang di Kapernaum itu melihat perubahan yang tiba‑tiba dan ajaib. Bayang maut terangkat dari wajah penderita itu. Wajah sakit karena demam berubah menjadi warna kemerah‑merahan karena kesehatan yang sedang pulih. Mata yang kabur menjadi berseri‑seri dengan kecerdasan, dan kekuatan kembali kepada tubuh yang sudah lemah dan kurus kering itu. Tidak ada tanda‑tanda penyakitnya itu lagi yang masih tinggal pada anak itu. Dagingnya yang panas membara telah menjadi halus dan lembut dan tertidurlah ia dengan lelapnya. Demam itu telah meninggalkannya justru di waktu panas terik tengah hari. Seluruh keluarganya tercengang, dan besarlah kegirangan mereka.
Kana tidak berapa jauh dari Kapernaum sehingga pembesar itu sebenarnya dapat juga sampai ke rumahnya pada petang sesudah ia berbicara dengan Yesus; tetapi ia tidak buru‑buru pulang ke rumah. Barulah besok paginya ia sampai ke Kapernaum. Alangkah gembira suasana perjalanan pulang ke rumah. Waktu ia pergi untuk mencari Yesus, hatinya berat dengan duka. Sinar matahari tampaknya kejam kepadanya, kicauan burung seperti ejekan. Alangkah berbeda perasaannya kini! Segenap alam mengandung segi pemandangan yang baru. Ia melihat dengan mata yang baru. Sedang ia berjalan pada keteduhan pagi hari, seluruh alam seolah‑olah memuji‑muji Allah dengan dia. Ketika ia masih agak jauh dari rumahnya, hamba‑hamba keluar untuk mengelu‑elukan dia, ingin hendak meringankan ketegangan yang mereka duga sudah pasti dirasainya. Ia tidak menunjukkan perasaan heran mendengar kabar yang mereka bawa itu, tetapi dengan perhatian besar yang tidak dapat mereka pahami, ia bertanya pukul berapa anak itu mulai sembuh. Mereka menjawab, "Kelamarin pukul satu tengah hari hilanglah demamnya." Tepat pada saat ketika iman bapa itu berpegang teguh pada jaminan, "Bahwa anakmu itu hidup," kasih Ilahi menjamah anak yang sudah hampir mati itu.
Bapa itu pun pergilah dengan buru‑buru untuk menemui anaknya. Ia memeluk dia ke dadanya seperti seorang yang dibangkitkan dari antara orang mati, serta mengucap syukur kepada Allah berkali‑kali atas kesembuhan yang ajaib ini.
Bangsawan itu rindu hendak mengenal Kristus lebih jauh. Belakangan waktu ia mendengar pengajaran‑Nya, ia dan seluruh keluarganya menjadi murid‑murid‑Nya. Kesukaran mereka itu telah disucikan menjadi pertobatan seluruh keluarga itu. Berita tentang mukjizat itu pun tersiarlah; dan Kapernaum, di mana begitu banyak perbuatan ajaibnya yang besar dilakukan, tersedialah jalan bagi pekerjaan Kristus secara pribadi.
Ia yang memberkati orang bangsawan yang di Kapernaum itu adalah serindu itu juga hendak memberkati kita. Tetapi seperti halnya dengan bapa yang ditimpa kemalangan itu, kita sering hendak mencari Yesus karena kerinduan hendak mendapat sesuatu keuntungan duniawi; dan atas dikabulkannya permohonan kita itulah kita menaruh keyakinan kita pada kasih‑Nya. Juruselamat rindu hendak mengaruniakan kepada kita sesuatu berkat yang lebih besar daripada yang kita pohonkan; dan Ia menunda jawab kepada permohonan kita itu supaya Ia dapat menunjukkan kepada kita keburukan hati kita, dan keperluan kita yang besar akan rahmat‑Nya. Ia merindukan supaya kita meninggalkan sifat mementingkan diri yang menuntun kita untuk mencari Dia. Dengan mengakui keadaan kita yang tak berdaya dan keperluan kita yang besar, kita harus mempercayakan diri kita sepenuhnya kepada kasih‑Nya.
Bangsawan itu ingin melihat terkabulnya permohonannya itu lebih dahulu kemudian barulah ia mau percaya; tetapi ia mesti menerima ucapan Yesus, bahwa permohonannya itu didengar, serta berkat dianugerahkan. Pelajaran ini harus kita ambil juga. Bukannya karena kita melihat atau merasa bahwa Allah mendengar kita, baru kita mau percaya. Kita harus percaya pada segala janji‑Nya. Apabila kita datang kepada‑Nya dalam percaya, tiap permohonan masuk ke dalam hati Allah. Bila kita memohonkan berkat‑Nya, haruslah kita percaya bahwa kita menerimanya, serta mengucapkan syukur kepada‑Nya bahwa kita sudah menerimanya. Kemudian kita pergi untuk menjalankan segala kewajiban kita, dengan merasa pasti bahwa berkat itu akan dikaruniakan bila kita paling memerlukannya. Setelah kita belajar berbuat demikian, tahulah kita bahwa segala doa kita itu dijawab. Allah akan berbuat bagi kita "dengan amat limpah," "sekedar kekayaan kemuliaan‑Nya," dan "perbuatan kuat‑kuasa‑Nya."
No comments:
Post a Comment