Itu suatu hari yang penuh peristiwa dalam kehidupan Yesus. Tasik Galilea Ia menceriterakan perumpamaan‑Nya yang pertama dengan lukisan yang sangat sederhana untuk menjelaskan kepada orang banyak tentang kerajaan‑Nya dan caranya didirikan. Ia melukiskan pekerjaan‑Nya seperti seorang penabur; perkembangan kerajaan‑Nya seperti pertumbuhan biji sesawi dan akibat ragi di dalam takaran makanan. Pemisahan yang terakhir dan besar antara yang benar dan yang jahat dilukiskan‑Nya di dalam perumpamaan gandum dan benih lalang serta pukat. Untuk menggambarkan keindahan kebenaran Ia mengajarkan dengan gambaran tentang mata benda yang tersembunyi dan mutiara yang mahal harganya, sedang di dalam perumpamaan tuan rumah Ia mengajarkan pada murid‑murid‑Nya bagaimana mereka bekerja sebagai wakil‑wakil‑Nya. Sepanjang hari Ia mengajar dan menyembuhkan, dan waktu petang sudah tiba orang banyak masih berdesak‑desak kepada‑Nya. Hari demi hari Ia telah melayani mereka, hampir tidak sempat beristirahat dan makan.
Pasal ini dialaskan pada Mat. 8:23‑34; Mrk. 4:35‑41; 5:1‑20; Luk. 8:22-39.
Kritik yang kejam dan tafsiran yang keliru yang olehnya orang Parisi tetap mengejar Dia membuat pekerjaan‑Nya lebih sukar dan melelahkan; dan sekarang Ia sangat lebih sehingga Ia memutuskan untuk mencari tempat yang sunyi guna beristirahat dengan menyeberangi tasik itu.
Pantai sebelah timur Genesaret tidak kurang penduduknya, karena di sekitar danau itu terdapatlah kota‑kota sini sana; namun demikian daerah itu masih termasuk sepi dibandingkan dengan sebelah barat. Penduduknya lebih banyak orang kafir daripada Yahudi, dan hanya sedikit mengadakan hubungan dengan Galilea. Jadi inilah tempat mengasingkan diri yang dipilih‑Nya, dan sekarang Ia meminta murid‑murid‑Nya bersama‑sama dengan Dia ke sana.
Sesudah Ia membubarkan orang banyak itu, mereka membawa "Yesus seada‑adanya" ke dalam perahu, dan dengan cepat bertolak. Mereka tidak mau bertolak sendirian. Banyak perahu penangkap ikan yang lain dekat tasik, dan ini pun segera dipenuhi orang banyak yang mengikut Yesus yang masih tetap ingin melihat dan mendengar Dia.
Akhirnya Juruselamat terlepas dari desakan orang banyak, dan oleh karena letih dan lapar, Ia berbaring di buritan kapal, dan tidak lama kemudian tertidurlah nyenyak. Petang itu cuaca menyenangkan, dan ketenangan berada di atas tasik; tetapi tiba‑tiba awan gelap pun menutupi langit, angin bertiup kencang dari celah gunung di pantai sebelah timur, dan badai keras pecah di atas tasik itu.
Matahari telah terbenam, dan kegelapan malam menutupi laut yang bergelora. Ombak memukul dengan keras dengan tiupan angin yang keras, memukul perahu murid‑murid itu, dan mengancam untuk menelannya. Penangkap‑penangkap ikan itu telah biasa hidup di tasik itu, serta mahir mengemudikan perahu mereka dengan selamat melalui angin ribut; tetapi sekarang kekuatan dan ketangkasan mereka tidak ada artinya. Mereka tidak berdaya di tengah pergolakan angin ribut, dan hancurlah harapan mereka ketika melihat perahu sudah penuh air.
Di tengah usaha mereka yang mati‑matian untuk menyelamatkan diri sendiri, mereka lupa bahwa Yesus ada di dalam perahu. Sekarang, melihat usaha mereka itu sia‑sia dan hanya kematianlah yang ada di depan mereka, mereka mengingat siapa yang memberi perintah kepada mereka untuk menyeberang tasik itu. Hanya di dalam Yesus terdapat pengharapan mereka. Di dalam keadaan tidak berdaya serta putus asa, mereka berseru: "Guru, Guru!" Tetapi kegelapan menudungi Dia dari penglihatan mereka. Suara mereka ditelan oleh bunyi angin ribut itu, dan tidak ada jawaban. Bimbang dan takut menyerang mereka. Apakah Yesus melupakan mereka? Bukankah Ia yang mengalahkan Setan dan penyakit serta maut sekali pun, tidak dapat menolong murid‑murid‑Nya sekarang? Lupakah Ia akan mereka di dalam kesukarannya?
Berulang‑ulang mereka berseru‑seru, tetapi tidak ada jawaban selain lengkingan angin‑badai. Perahu mereka sudah hampir tenggelam. Sebentar lagi rasa‑rasanya mereka akan ditelan air yang bergelora itu.
Tiba‑tiba kilat menembus kegelapan, dan mereka melihat Yesus tidur nyenyak, tidak terpengaruh oleh angin ribut. Di dalam rasa keheranan dan putus asa mereka berteriak: "Ya, Guru! Tiadakah tuan peduli kita ini binasa?" Bagaimanakah Ia dapat tidur dengan tenang ketika mereka berada dalam bahaya bergulat dengan maut?
Teriak mereka membangunkan Yesus. Ketika sinar kilat menyinari‑Nya, mereka rnelihat damai surga di wajah‑Nya; mereka membaca di dalamnya hal melupakan diri sendiri, tentang kasih yang lembut, hati mereka berpaling kepada‑Nya, seraya berseru: "Ya Tuhan tolonglah, binasa kami!"
Belum pernah ada suatu jiwa yang berseru‑seru dilalaikan. Ketika murid‑murid itu mendayung dengan usaha yang terakhir, Yesus pun bangunlah. Ia berdiri di tengah‑tengah murid‑murid‑Nya, sementara badai mengamuk, ombak memukul mereka, dan sinar terang menerangi wajah‑Nya. Ia mengangkat tangan‑Nya, sebagaimana biasa dilakukan untuk mendatangkan kemurahan, serta berseru kepada angin ribut: "Diam, teduhlah engkau."
Badai segera berhenti. Gulungan ombak pun berhenti. Kabut gelap berlalu, lalu bintang‑bintang menyinarkan cahayanya. Perahu mengapung di atas tasik yang tenang. Kemudian Yesus menoleh kepada murid‑murid‑Nya, serta bertanya dengan amat sedih: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" Markus 4:40.
Murid‑murid itu terdiam. Petrus sendiri pun tidak berusaha menyatakan kedahsyatan yang mengisi hatinya. Perahu‑perahu yang turut mengikuti Yesus juga mengalami bahaya yang serupa dengan murid‑murid itu. Takut dan putus harap mencengkam mereka, tetapi perintah Yesus meneduhkan badai itu. Puncak gelombang telah memukul perahu‑perahu itu begitu dekatnya, dan semua yang ada di dalam perahu melihat mukjizat itu. Setelah semuanya teduh, rasa takut pun hilanglah. Orang‑orang itu berkata sama sendiri: "Siapakah gerangan orang ini, sehingga angin dan laut pun menurut perintahnya?"
Apabila Yesus dibangunkan untuk menghadapi angin ribut itu, Ia benar‑benar dalam damai. Tidak ada gambaran takut dalam perkataan atau pandangan‑Nya, karena tidak ada takut di dalam hati‑Nya. Tetapi Ia bersandar bukan pada kekuasaan yang maha agung itu. Bukanlah sebagai "Yang berkuasa di dunia serta laut dan langit" Ia mendiamkannya. Kuasa yang telah diletakkan‑Nya lalu berkata: "Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri." Yohanes 5:30. Ia berharap pada kuasa Bapa. Di dalam iman—iman dalam kasih dan penjagaan Allah—Yesus berharap, dan dengan firman yang mendiamkan angin ribut adalah kuasa Allah. Sebagaimana Yesus bersandar oleh iman pada penjagaan Bapa, demikian pula kita harus bersandar pada penjagaan Juruselamat kita. Jikalau murid‑murid itu berharap kepada‑Nya, mereka pasti akan mendapat sentosa. Ketakutan mereka pada masa menghadapi bahaya menunjukkan kurang percaya mereka. Di dalam usaha mereka untuk menyelamatkan diri sendiri, mereka melupakan Yesus; dan hanyalah pada waktu mereka berada dalam putus harap dan tiada berdaya lagi, barulah mereka memandang kepada‑Nya karena Ia dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Betapa sering pengalaman murid‑murid itu merupakan pengalaman kita juga! Jika badai pencobaan bertubi‑tubi, dan kilat yang hebat menyambar serta gelombang memukul kita, kita berjuang melawan badai itu sendirian, lupa bahwa ada Seorang yang dapat menolong kita. Kita berharap pada kekuatan kita sendiri sampai pengharapan kita lenyap, dan kita hampir binasa. Kemudian kita teringat akan Yesus, dan jikalau kita memanggil Dia untuk menyelamatkan kita, kita tidak akan meratap dengan sia‑sia. Walau pun menegur kurang percaya dan ketergantungan kita terhadap diri sendiri. Ia dengan sedihnya, tidak pernah mungkir untuk memberikan pertolongan yang kita perlukan. Di darat atau di lautan, jikalau kita mempunyai Juruselamat di dalam hati kita, tidak perlu ada kekuatiran. Iman yang hidup di dalam Penebus akan menenangkan laut kehidupan serta akan melepaskan kita dari marabahaya di dalam cara yang menurut pengetahuan‑Nya adalah yang terbaik.
Ada pula pelajaran lain bagi kerohanian yang diperoleh di dalam mukjizat menenangkan angin ribut ini. Setiap pengalaman manusia menyaksikan kebenaran perkataan Alkitab: "'Tetapi orang-orang fasik adalah seperti laut yang berombak-ombak sebab tidak dapat tetap tenang. Tiada damai bagi orang-orang fasik itu,' firman Allahku." Yesaya 57:20, 21. Dosa telah membinasakan kedamaian. kita. Apabila diri tidak ditaklukkan, kita tidak akan memperoleh sentosa. Tidak ada kuasa manusia yang dapat menguasai keangkuhan hawa nafsu hati. Kita pun tidak berdaya sama halnya dengan murid‑murid itu untuk meneduhkan gelora ombak. Tetapi Ia yang telah mendiamkan tasik Galilea juga telah mengucapkan perkataan damai bagi setiap jiwa. Bagaimana pun besarnya topan, orang orang yang berpaling kepada Yesus serta berseru: Tuhan, selamatkan kami," akan mendapat kelepasan. Kemurahan‑Nyalah yang telah memperdamaikan jiwa kepada Allah, menenangkan peperangan hawa nafsu manusia, dan di dalam kasih‑Nya hati itu tenang. "Dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang. Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan dituntun-Nya mereka ke pelabuhan kesukaan mereka." Mazmur 107:29, 30. "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya." Roma 5:1; Yesaya 32:17.
Waktu subuh Juruselamat dan kawan‑kawan‑Nya telah tiba di pantai, dan sinar matahari menyentuh permukaan tasik dan daratan seperti ucapan damai. Tetapi tidak lama setelah mereka menjejakkan kaki di pantai mata mereka disambut satu pemandangan yang dahsyat melebihi amukan topan. Dari beberapa tempat persembunyian di antara pekuburan, dua orang gila menyerang mereka seolah‑olah hendak membinasakan mereka. Di tubuh mereka tergantunglah bahagian rantai yang mereka putuskan untuk melepaskan diri mereka dari tahanan. Tubuh mereka luka‑luka dan mencucurkan darah karena mereka telah mengiris‑iris tubuh mereka sendiri dengan batu‑batu yang tajam. Mata mereka jalang tampak lewat rambut yang panjang dan tebal, manusia yang telah dicemarkan oleh Setan yang menguasai mereka, mereka lebih kelihatan seperti binatang buas daripada seperti manusia.
Murid‑murid beserta kawan‑kawan mereka berlari ketakutan; tetapi kemudian mereka perhatikan bahwa Yesus tidak bersama‑sama dengan mereka, lalu mereka mencari Ia. Ia berdiri di tempat mereka meninggalkan Dia. Ia yang telah mendiamkan angin ribut, yang telah bertemu dengan Setan dan mengalahkannya, tidak lari dari hadapan Setan‑setan ini. Apabila orang itu menggertakkan giginya, dan mulutnya berbusa, serta mendekati Dia, Yesus mengangkat tangan yang juga telah menenangkan angin ribut, sehingga orang itu tidak dapat datang mendekat. Mereka berdiri dengan geramnya, tetapi tidak berdaya di hadapan Yesus.
Dengan kuasa Ia memerintahkan supaya roh‑roh jahat keluar dari mereka. Perkataan‑Nya menembusi kegelapan pikiran orang yang malang itu. Mereka insyaf perlahan‑lahan bahwa Seorang yang ada di dekat itulah yang dapat menyelamatkan mereka dari siksaan Setan. Mereka tersungkur di kaki Juruselamat lalu menyembah Dia; tetapi waktu bibir mereka hendak dibukakan untuk memohon kemurahan‑Nya, Setan berkata melalui mereka, berseru dengan nyaring: "Apakah perkara aku kena‑mengena dengan Engkau, hai Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi! Aku menuntut sumpahmu demi Allah, jangan Engkau menyiksakan aku."
Lalu Yesus bertanya: "Siapakah namamu?" Dan jawabnya ialah: "Legion,
itulah namaku; karena kami banyak." Dengan menggunakan orang‑orang yang dirundung malang ini sebagai alat komunikasi, mereka memohon agar Yesus jangan mengeluarkan mereka dari negeri itu. Di atas lereng gunung, tidak berapa jauh dari situ ada sekumpulan babi yang sedang makan. Kepada babi inilah Setan‑setan memohon agar mereka diizinkan masuk, lalu Yesus membiarkan mereka masuk. Tiba‑tiba kumpulan babi‑babi itu panik. Babi‑babi itu berlari dari lereng gunung yang curam, dan tidak sanggup rnenahan diri mereka di pantai, terjun ke dalam tasik dan binasa.
Dengan segera terjadilah perubahan yang ajaib atas orang yang dirasuk Setan itu. Terang telah menerangi pikiran mereka. Mata mereka berseri‑seri dengan kecerdasan. Parasnya yang telah lama dirusakkan oleh Setan, dengan segera berubah jadi lembut, tangan yang berlurnuran darah telah tenang, dan dengan suara yang penuh kesukaan orang itu memuji Allah atas kelepasan mereka itu.
Dari tebing yang curam para penjaga babi telah melihat semua peristiwa yang terjadi, dengan cepat mereka memberitahukan berita itu kepada majikannya serta kepada semua orang banyak. Di dalam rasa ketakutan dan keheranan semua penduduk berkumpul hendak menemui Yesus. Kedua orang yang dirasuk Setan itu telah mendatangkan rasa takut di seluruh negeri itu. Tidak seorang pun yang selamat melalui tempat mereka itu, karena mereka menyerang setiap orang yang berjalan di sana dengan amarah Setan. Sekarang orang yang dirasuk Setan ini telah berpakaian baik dan pikiran mereka sudah waras, lalu duduk di kaki Yesus, mendengarkan firman‑Nya, dan memuliakan nama‑Nya yang telah menyembuhkan mereka. Tetapi orang banyak yang melihat mukjizat ini tidaklah gembira. Karena hilangnya babi bagi mereka kelihatannya lebih penting daripada kelepasan orang dari tawanan Setan.
Ini merupakan kemurahan kepada pemilik babi itu karena bencana ini telah diizinkan terjadi atas mereka. Mereka asyik dalam perkara duniawi, dan tidak menaruh perhatian besar atas kehidupan rohani. Yesus ingin merombak sifat mementingkan diri agar mereka dapat menerima kemurahan‑Nya. Tetapi sesal dan amarah atas hilangnya harta mereka yang fana itu membutakan mata mereka kepada kemurahan Juruselamat.
Pernyataan kuasa yang luar biasa menerbitkan tahyul di kalangan orang banyak itu, dan menimbulkan ketakutan mereka. Kemudian malapetaka mungkin akan menyusul sebab adanya Orang Asing ini di antara mereka. Mereka mengerti keuntungan keuangan yang hancur, dan memutuskan hendak membebaskan diri dari hadapan‑Nya. Orang‑orang yang turut menyeberangi tasik bersama‑sama Yesus menceriterakan segala sesuatu yang telah terjadi pada malam yang baru lalu, tentang bahaya angin ribut yang mengancam mereka, dan bagaimana caranya angin ribut dan tasik telah diteduhkan. Akan tetapi perkataan mereka tidak berpengaruh. Di dalam rasa ketakutan orang banyak itu mengerumuni Yesus, memohon kepada‑Nya agar undur dari antara mereka, dan segera Ia memenuhi permintaan mereka, lalu mengambil perahu hendak bertolak ke pantai yang berlawanan.
Di hadapan orang‑orang Gergesa telah ada bukti tentang kuasa dan kemurahan Kristus. Mereka melihat orang yang telah dipulihkan kembali dengan pikiran sehat; tetapi mereka demikian takutnya membuangkan perhatian mereka atas perkara‑perkara duniawi sehingga Ia yang telah mengalahkan raja kegelapan di hadapan mata mereka telah diperlakukan sebagai orang yang mendatangkan keonaran, dan Karunia surga itu telah berpaling dari pintu mereka. Kita tidak mempunyai kesempatan berbalik dari Kristus sebagaimana yang dilakukan orang‑orang Gergesa; tetapi masih banyak juga orang yang menolak menurut firman‑Nya, sebab penurutan menyangkut pengorbanan akan beberapa kepentingan duniawi. Supaya jangan kehadiran‑Nya menyebabkan kerugian berupa uang, banyak orang yang menolak anugerah‑Nya, dan mengusir Roh‑Nya dari mereka.
Tetapi jauh berbeda perasaan kedua orang yang sembuh dari kerasukan Setan itu. Mereka ingin bersama‑sama dengan yang melepaskan mereka itu. Di hadapan‑Nya mereka merasa selamat dari kerasukan Setan yang telah menyiksa hidup mereka serta merusak mereka. Waktu Yesus hendak memasuki perahu, mereka terus datang mendekati Dia, bertelut di kaki‑Nya, serta memohon kepada‑Nya agar mereka dapat tetap bersama‑sama dengan Dia, di mana mereka dapat mendengarkan firman‑Nya seterusnya. Tetapi Yesus meminta supaya mereka pulang ke rumah dan memberitahukan perkara‑perkara besar yang telah diperbuat Tuhan atas mereka.
Ini merupakan pekerjaan bagi mereka,—pergi ke rumah orang kafir, dan memberitahukan berkat yang telah mereka terima dari Yesus. Adalah sangat sukar bagi mereka berpisah dari Juruselamat. Kesukaran‑kesukaran yang besar sudah pasti menyerang mereka di dalam pergaulan mereka dengan orang kafir penduduk negeri itu. Lagi pula pengasingan mereka dari pergaulan orang banyak kelihatannya membuat mereka tidak layak akan pekerjaan yang telah ditunjukkan‑Nya. Tetapi segera sesudah Yesus menunjukkan tugas yang akan mereka lakukan mereka sudah siap menurutnya. Bukan hanya kepada kaum keluarga dan tetangganya saja mereka memberitahukan tentang Yesus, tetapi mereka pergi juga ke seluruh Dekapolis, di mana‑mana memberitahukan kuasa‑Nya untuk menyelamatkan, dan menjelaskan bagaimana caranya Ia melepaskan mereka dari Setan. Di dalam melaksanakan pekerjaan ini mereka dapat menerima berkat yang lebih besar daripada jika hanya untuk keuntungan diri mereka sendiri, mereka tinggal tetap bersama‑sama dengan Dia. Dengan menyebarkan kabar yang baik tentang keselamatan ini kita dibawa lebih dekat kepada Juruselamat.
Kedua orang yang pernah dirasuk Setan dan yang telah disembuhkan itulah pekabar Injil yang pertama yang keluar mengabarkan Injil di daerah Dekapolis. Untuk beberapa ketika lamanya orang inilah yang khusus mendengar ajaran Kristus. Belum pernah satu khotbah yang diucapkan Yesus pernah didengar telinga mereka. Mereka tidak dapat mengajar orang banyak sebagaimana yang dapat dilakukan oleh murid‑murid yang setiap hari bersama‑sama Kristus. Tetapi mereka telah menaruh di dalam diri mereka sendiri bukti bahwa Yesus itu memang Mesias. Mereka dapat memberitakan apa yang mereka ketahui; apa yang telah mereka lihat, dan dengar, serta rasa tentang kuasa Kristus. Inilah yang dapat diperbuat oleh tiap‑tiap orang yang hatinya telah dijamah oleh anugerah Allah. Yohanes, murid yang kekasih, menulis: "Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup. Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga." 1 Yohanes 1:1‑3. Sebagai saksi‑saksi bagi Kristus, kita harus memberitakan apa yang kita ketahui, apa yang telah kita lihat dan dengar serta rasai. Jika kita mengikuti Yesus langkah demi langkah, kita mempunyai sesuatu yang benar yang menceriterakan mengenai jalan yang dalamnya Ia telah memimpin kita. Kita dapat menceriterakan bagaimana kita telah menguji janji‑Nya, dan ternyata janji itu benar. Kita dapat menjadi saksi terhadap apa yang telah kita ketahui mengenai anugerah Kristus. Inilah saksi yang dituntut oleh Tuhan, dan oleh kekurangannya dunia sedang binasa.
Walaupun orang‑orang Gergesa tidak mau menerima Yesus, la tidak membiarkan mereka tinggal dalam kegelapan yang mereka pilih itu. Waktu mereka meminta Dia supaya undur dari mereka, mereka tidak mendengar firman‑Nya. Mereka sama sekali tidak mengetahui apa yang ditolak oleh mereka. Oleh sebab itu la mengirimkan lagi terang kepada mereka olehnya mereka tentu tidak menolak untuk mendengarkannya.
Dalam menyebabkan kebinasaan babi, adalah rencana Setan untuk menjauhkan orang banyak dari Juruselamat, untuk mencegah kabar Injil di daerah itu. Tetapi justru peristiwa ini membangunkan seluruh negeri itu seperti tiada dapat diperbuat oleh yang lain, lalu menunjukkan perhatian mereka kepada Yesus. Sekali pun Juruselamat sendiri telah undur dari sana, orang yang telah disembuhkan‑Nya tetap menjadi saksi akan kuasa‑Nya di sana. Orang‑orang yang tadinya digunakan oleh raja kegelapan disembuhkan menjadi saluran terang, jurukabar Anak Allah. Orang‑orang menjadi kagum mendengarkan berita yang ajaib itu. Suatu pintu telah dibuka buat kabar Injil di seluruh daerah itu. Apabila Yesus kembali ke Dekapolis, orang banyak berhimpun mengelilingi Dia, dan selama tiga hari, bukan hanya penduduk dari satu kota, tetapi ribuan dari segala penjuru daerah itu, mendengar kabar keselamatan. Kekuasaan Setan pun takluk di bawah kuasa Juruselamat kita serta pekerjaan sijahat ditaklukkan untuk kebaikan.
Pertemuan yang tiba‑tiba dengan orang yang dirasuk Setan yang dari Gergesa menjadi pelajaran bagi murid‑murid itu. Hal itu menunjukkan betapa dalamnya kemerosotan ke dalam yang Setan berusaha menenggelamkan seluruh umat manusia, lalu kabar Injil Kristus membebaskan manusia dari kuasa Setan itu. Orang‑orang malang, yang tinggal di pekuburan, dikekang oleh Setan, di dalam perbudakan hawa nafsu yang tidak terkendalikan serta diliputi nafsu yang keji, menggambarkan bagaimana jadinya manusia jika menyerah ke bawah pengawasan Setan. Pengaruh Setan tetap bekerja keras atas manusia untuk mengharubirukan perasaan, menguasai pikiran supaya berbuat jahat, dan mengajak melakukan keonaran disertai kekerasan dan kejahatan. Ia melemahkan tubuh, menggelapkan pikiran, serta menghinakan jiwa. Apabila manusia menolak undangan Juruselamat, berarti mereka menyerahkan diri kepada Setan. Berbagai ragam di dalam tiap‑tiap bahagian hidup, di rumah tangga, di urusan dagang, bahkan di dalam gereja, berlangsung juga hingga kini. Hal ini disebabkan perbuatan kekerasan ini serta kejahatan telah merajalela di seluruh dunia, begitu pun kemerosotan ahlak, bagaikan kain penutup peti mayat, melingkupi semua tempat kediaman umat manusia. Melalui pencobaan‑pencobaannya yang kelihatannya sangat bagus Setan menuntun manusia menuju kepada yang lebih buruk serta jahat, sehingga akhirnya kebusukan dan kebinasaanlah hasilnya. Satu‑satunya perisai yang jitu melawan kuasa Setan itu ialah di dalam kehadiran Yesus. Dihadapan manusia dan malaikat‑malaikat, Setan telah dinyatakan sebagai musuh manusia pula pembinasa; Kristus, sebagai sahabat manusia serta pelepas. Roh‑Nya akan berkembang di segala bagian di dalam manusia sehingga ia meninggikan tabiat dan memuliakan sifat. Ia akan mengangkat manusia demi kemuliaan Allah di dalam tubuh, jiwa, serta roh. "Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Tim. 1:7. Ia memanggil kita untuk "memperoleh kemuliaan" tabiat "Tuhan kita Yesus Kristus;" telah memanggil kita menjadi "serupa dengan gambaran Anak-Nya." 1 Tes. 2:14; Roma 8:29.
Dan jiwa‑jiwa yang sudah direndahkan ke dalam alat Setan masih dapat diubahkan melalui kuasa Kristus menjadi jurukabar kebenaran, dan kemudian disuruh keluar oleh Anak Allah untuk memberitakan betapa "besarnya perkara yang diperbuat Tuhan kepadamu, dan lagi betapa Ia mengasihani engkau.
No comments:
Post a Comment