Jutaan bintang yang beredar di luar angkasa tidak semua bisa terdeteksi manusia, tetapi astronom asal Australian National University untuk saat ini telah berhasil menemukan bintang pertama dan tertua di alam semesta yang terbentuk setelah Big Bang, sekitar 13,7 miliar tahun yang lalu. Penemuan ini justru menambah daftar panjang gugus bintang dan memudahkan astronom untuk mempelajari materi pada bintang pertama.
Dengan mempelajari materi dan kimia pada bintang pertama di alam semesta, gambaran ilmuwan dimasa mendatang akan membantu mengungkap masa pertumbuhan dan bagaimana akhirnya bisa saja terjadi pada matahari. Dengan menggunakan teleskop SkyMapper Australian National University, selama lima tahun terakhir tim peneliti berhasil membuat peta digital pertama di langit selatan.
Bintang Pertama Dan Tertua Alam Semesta
Sebuah bintang yang bersinar disebabkan fusi termonuklir hidrogen berubah menjadi helium pada inti bintang, sehingga melepaskan energi melintasi interior bintang dan memancar ke luar angkasa. Hampir semua elemen alami lebih berat daripada helium diciptakan melalui sintesis inti bintang selama masa hidupnya. Menjelang akhir kehidupan bintang biasanya materi merosot sehingga astronom mampu menentukan massa, usia, komposisi kimia, mengamati gerak melalui luminositas dan spektrum bintang. Atas dasar teori tersebut, maka astronom dari seluruh dunia berlomba-lomba mencari bintang pertama dan tertua di ruang angkasa.
Menurut Dr Stefan Keller dari Astronomy and Astrophysics - Australian National University, bintang tertua merupakan penemuan pertama dalam sejarah astronom dan tim mereka telah menemukan jejak kimia pada bintang tersebut. Menurutnya, langkah ini akan membantu pemahaman tentang bintang pertama dan sekaligus merekam seluruh fenomena yang terjadi di permukaannya.
Teleskop SkyMapper milik Australian National University mampu memnemukan bintang-bintang dengan kadar zat besi rendah berdasarkan warna pada permukaannya. Komposisi bintang pertama menggambarkan kelahiran setelah bintang primordial yang memiliki massa 60 kali lebih besar dari matahari.
Menurut Dr Keller, sebelumnya mereka berpikir bahwa bintang primordial sudah mati dalam ledakan yang sangat keras dan tercemar volume besi di ruang angkasa. Tetapi bintang pertama menunjukkan tanda-tanda polusi dengan unsur ringan seperti karbon dan magnesium, bahkan tidak ditemukan tanda-tanda polusi besi.
Pada dasarnya, kebanyakan astronom meyakini bahwa bintang primordial (bintang kuno) mengalami ledakan supernova yang ternyata mengeluarkan energi cukup rendah. Meskipun energi tersebut cukup untuk menghancurkan bintang primordial, hampir semua elemen berat seperti besi ditarik ke lubang hitam yang terbentuk di pusat ledakan. Dalam kosmologi fisik, Big Bang Nukleosintesis (Nulkeosintesis Primordial) mengacu pada inti selain dari isotop hidrogen teringan selama fase awal alam semesta. Nulkeosintesis primordial diyakini telah tercipta sekitar 10 detik hingga 20 menit setelah Big Bang yang membentuk sebagian besar helium, deuterium, dan sebagian kecil menciptakan isotop lithium.
Hasil penelitian bintang pertama dan tertua justru menambah perbedaan pendapat serta prediksi tentang kejadian Big Bang. Teori sebelumnya menyebutkan bahwa Big Bang terjadi sekitar 13,7 miliar tahun lalu dan dianggap sebagai usia awal alam semesta. Alam semesta dalam keadaan sangat panas dan padat, kemudian di dinginkan dan mengkonversi partikel sub-atomik termasuk proton, neutron dan elektron. Atom sederhana terbentuk tiga menit setelah Big Bang, dan sebagian besar atom adalah hidrogen, helium dan lithium.
Dengan mempelajari materi dan kimia pada bintang pertama di alam semesta, gambaran ilmuwan dimasa mendatang akan membantu mengungkap masa pertumbuhan dan bagaimana akhirnya bisa saja terjadi pada matahari. Dengan menggunakan teleskop SkyMapper Australian National University, selama lima tahun terakhir tim peneliti berhasil membuat peta digital pertama di langit selatan.
Bintang Pertama Dan Tertua Alam Semesta
Sebuah bintang yang bersinar disebabkan fusi termonuklir hidrogen berubah menjadi helium pada inti bintang, sehingga melepaskan energi melintasi interior bintang dan memancar ke luar angkasa. Hampir semua elemen alami lebih berat daripada helium diciptakan melalui sintesis inti bintang selama masa hidupnya. Menjelang akhir kehidupan bintang biasanya materi merosot sehingga astronom mampu menentukan massa, usia, komposisi kimia, mengamati gerak melalui luminositas dan spektrum bintang. Atas dasar teori tersebut, maka astronom dari seluruh dunia berlomba-lomba mencari bintang pertama dan tertua di ruang angkasa.
Menurut Dr Stefan Keller dari Astronomy and Astrophysics - Australian National University, bintang tertua merupakan penemuan pertama dalam sejarah astronom dan tim mereka telah menemukan jejak kimia pada bintang tersebut. Menurutnya, langkah ini akan membantu pemahaman tentang bintang pertama dan sekaligus merekam seluruh fenomena yang terjadi di permukaannya.
Teleskop SkyMapper milik Australian National University mampu memnemukan bintang-bintang dengan kadar zat besi rendah berdasarkan warna pada permukaannya. Komposisi bintang pertama menggambarkan kelahiran setelah bintang primordial yang memiliki massa 60 kali lebih besar dari matahari.
Menurut Dr Keller, sebelumnya mereka berpikir bahwa bintang primordial sudah mati dalam ledakan yang sangat keras dan tercemar volume besi di ruang angkasa. Tetapi bintang pertama menunjukkan tanda-tanda polusi dengan unsur ringan seperti karbon dan magnesium, bahkan tidak ditemukan tanda-tanda polusi besi.
Pada dasarnya, kebanyakan astronom meyakini bahwa bintang primordial (bintang kuno) mengalami ledakan supernova yang ternyata mengeluarkan energi cukup rendah. Meskipun energi tersebut cukup untuk menghancurkan bintang primordial, hampir semua elemen berat seperti besi ditarik ke lubang hitam yang terbentuk di pusat ledakan. Dalam kosmologi fisik, Big Bang Nukleosintesis (Nulkeosintesis Primordial) mengacu pada inti selain dari isotop hidrogen teringan selama fase awal alam semesta. Nulkeosintesis primordial diyakini telah tercipta sekitar 10 detik hingga 20 menit setelah Big Bang yang membentuk sebagian besar helium, deuterium, dan sebagian kecil menciptakan isotop lithium.
Hasil penelitian bintang pertama dan tertua justru menambah perbedaan pendapat serta prediksi tentang kejadian Big Bang. Teori sebelumnya menyebutkan bahwa Big Bang terjadi sekitar 13,7 miliar tahun lalu dan dianggap sebagai usia awal alam semesta. Alam semesta dalam keadaan sangat panas dan padat, kemudian di dinginkan dan mengkonversi partikel sub-atomik termasuk proton, neutron dan elektron. Atom sederhana terbentuk tiga menit setelah Big Bang, dan sebagian besar atom adalah hidrogen, helium dan lithium.
No comments:
Post a Comment