"Maka bertuturlah Yesus pula kepada mereka itu sambil berkata: 'Aku inilah terang dunia. Siapa yang mengikut Aku, tiada akan berjalan di dalam gelap, melainkan akan beroleh terang hidup itu."'
Ketika Ia mengucapkan perkataan ini, Yesus berada di halaman kaabah yang dihubungkan khusus dengan upacara Hari Raya Pondok Daun‑daunan. Di tengah halaman ini terdirilah dua tiang yang tinggi yang menopang kaki lampu yang sangat besar. Sesudah korban malam, semua lampu dinyalakan, memancarkan cahayanya di Yerusalem. Upacara ini diadakan untuk memperingati tiang api yang menuntun Israel di padang belantara, dan juga dianggap menunjuk kepada kedatangan Mesias. Pada malam ketika lampu‑lampu dinyalakan, halaman itu meniadi suatu pemandangan yang sangat menggembirakan. Orang‑orang yang sudah beruban, imam‑imam di kaabah dan penghulu‑penghulu bangsa, bersatu dalam tarian pesta ketika musik istrumentalia dibunyikan dan orang‑orang Lewi menyanyi.
Dalam penerangan Yerusalem, orang banyak mengungkapkan harapan mereka akan kedatangan Mesias untuk memancarkan terang‑Nya kepada Israel. Tetapi bagi Yesus pemandangan itu mempunyai makna yang lebih luas. Sebagaimana lampu‑lampu kaabah yang terang‑benderang itu menerangi segala sesuatu yang di sekelilingnya, demikian juga Kristus, sumber terang rohani, menerangi kegelapan dunia. Meski pun demikian lambang itu tidak sempurna. Terang besar itu yang telah ditaruh di langit dengan tangan‑Nya sendiri merupakan suatu gambaran yang lebih sejati tentang kemuliaan tugas‑Nya.
Hari masih pagi, matahari baru saja terbit dari atas Gunung Zaitun, dan cahayanya menyinari istana pualam dengan terang yang menyilaukan, dan menerangi emas pada dinding kaabah, ketika Yesus sambil menunjukkannya, berkata, "Aku inilah terang dunia."
Dan oleh seorang yang mendengarkan perkataan ini, lama sesudahnya menggemakannya kembali dalam tulisan‑yang mulia, "Di dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." "Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia." Yoh. 1:4, 5, 9. Dan lama sesudah Yesus naik ke surga, Petrus juga, yang menulis dengan penerangan Roh Ilahi, mengingatkan lambang yang telah digunakan oleh Kristus: "Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu." 2 Pet. 1: 19.
Dalam pernyataan Allah kepada umat‑Nya, terang senantiasa menjadi lambang hadirat‑Nya. Ketika mengucapkan kata penciptaan pada mula pertama, terang telah bersinar dari kegelapan. Terang telah diselubungi dalam tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari, yang menuntun rombongan Israel yang besar itu. Terang menyala dengan kemuliaan yang menakutkan di sekeliling Tuhan di gunung Sinai. Terang terdapat di atas tutupan grafirat di dalam kemah perhimpunan. Terang memenuhi kaabah Salomo pada upacara penahbisannya. Terang bersinar di bukit‑bukit Betlehem ketika malaikat‑malaikat membawa pekabaran penebusan kepada gembala‑gembala yang memperhatikannya.
Allah itulah terang, dan dalam perkataan, "Aku inilah terang dunia," Kristus menyatakan keesaan‑Nya dengan Allah, serta hubungan‑Nya dengan segenap keluarga manusia. Ialah yang pada mula pertama telah menyuruh "dalam gelap akan terbit terang." 2 Kor. 4:6. Ialah terang matahari dan bulan dan bintang. Ialah terang rohani dan dalam lambang dan bayangan dan nubuat telah bersinar pada Israel. Tetapi bukannya kepada bangsa Yahudi saja terang itu diberikan. Sebagaimana sinar matahari menembus ke pelosok‑pelosok bumi yang terjauh, demikian juga terang Matahari Kebenaran bersinar kepada tiap‑tiap jiwa.
"Maka terang yang sebenarnya itu, yaitu yang menerangi tiap‑tiap orang, turun ke dalam dunia." Dunia telah mempunyai guru‑gurunya yang besar, orang‑orang yang memiliki kecerdasan raksasa dan penelitian yang mengherankan, orang‑orang yang ucapannya telah merangsang pikiran, serta membukakan bidang‑bidang pengetahuan yang luas; dan orang‑orang ini sudah dihormati sebagai penunjuk jalan dan sudah berjasa bagi bangsa mereka. Tetapi ada Seorang yang berdiri lebih tinggi dari mereka, "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah." "Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya." Yoh. 1:12, 18. Kita dapat mengikuti silsilah guru‑guru dunia yang besar sejauh yang tertulis dalam catatan manusia; tetapi Terang ada di hadapan mereka. Sebagaimana bulan dan bintang‑bintang dalarn tata surya bersinar oleh cahaya matahari yang dipantulkan, demikian juga, selama ajaran mereka benar adanya, para ahli pikir dunia memantulkan sinar Matahari Kebenaran. Setiap permata pikiran, setiap cahaya kecerdasan, berasal dari Terang dunia. Pada dewasa ini kita mendengar banyak tentang "pendidikan yang lebih tinggi." "Pendidikan yang lebih tinggi" yang sejati ialah yang diberikan oleh‑Nya yang "di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." "Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia." Kol. 2:3; Yoh. 1:4. "Siapa yang mengikut Aku," kata Yesus "tiada akan berjalan di dalam gelap, melainkan akan beroleh terang hidup itu."
Dalam perkataan, "Aku inilah terang dunia" Yesus menyatakan diri‑Nya sebagai Mesias. Simon yang sudah tua, di kaabah tempat Kristus sedang mengajar, telah mengucapkan tentang Dia sebagai "terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." Luk. 2:32. Dalam perkataan ini Ia sedang mengenakan kepada‑Nya suatu nubuat yang diketahui oleh segenap Israel. Oleh nabi Yesaya, Roh Kudus telah menyatakan, "Terlalu sedikir bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." Yes. 49:6. Nubuat ini umumnya dipahami sebagai ucapan tentang Mesias, dan ketika Yesus mengatakan, "Aku inilah terang dunia," orang banyak sudah tentu mengakui tuntutan‑Nya sebagai Yang Dijanjikan itu.
Bagi orang Farisi dan penghulu‑penghulu tuntutan ini tampaknya merupakan suatu anggapan yang angkuh. Bahwa seorang seperti mereka sendiri mengadakan kepura‑puraan seperti itu sungguh tidak dapat mereka biarkan begitu saja. Seolah‑olah tidak mengindahkan perkataan‑Nya, mereka menuntut, "Siapatah Engkau ini?" Mereka menentukan hendak memaksa Dia menyatakan diri‑Nya Kristus. Rupa‑Nya dan pekerjaan‑Nya sangat berbeda dengan harapan orang banyak, sehingga musuh‑musuh‑Nya yang licik itu beranggapan bahwa pengumuman yang terus terang bahwa Ia Sendirilah Mesias itu akan menyebabkan Dia ditolak sebagai seorang pembohong.
Tetapi pertanyaan mereka, "Siapakah Engkau?" dijawab Yesus dengan, "Apakah gunanya lagi Aku berbicara dengan kamu?" Yoh. 8:25. Apa yang telah dinyatakan dalarn perkataan‑Nya dinyatakan juga dalam tabiat‑Nya. Ialah penjelmaan kebenaran yang diajarkan‑Nya. "Suatu pun tiada Aku perbuat dengan kehendak‑Ku sendiri," Ia meneruskan, "melainkan sebagaimana Bapa‑Ku mengajar Aku, demikianlah Aku katakan. Maka Yang menyuruhkan Aku, Ia bersama‑sama dengan Aku; maka Bapa itu tiada meninggalkan Aku seorang diri, karena senantiasa Aku perbuat apa yang berkenan kepada‑Nya." Ia tidak berusaha membuktikan tuntutan‑Nya bahwa Ialah Mesias, melainkan menunjukkan persatuan‑ya dengan Allah. Sekiranya pikiran mereka telah terbuka terhadap kasih Allah, tentu mereka telah menerima Yesus.
Di antara para pendengar‑Nya banyak yang tertarik kepadaNya dalam iman, dan kepada mereka Ia berkata, "Jikalau kamu ini berpegang teguh pada perkataan‑Ku, baharulah dengan sesungguhnya kamu menjadi murid‑Ku; dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itulah akan memerdekakan kamu."
Perkataan ini menyakiti hati orang Farisi. Takluknya bangsa itu dalam waktu yang lama pada perhambaan bangsa lain tidak mereka hiraukan, dan dengan marahnya mereka berseru, "Kami ini keturunan lbrahim, dan belum pernah kami menjadi hamba kepada seorang jua pun, bagaimanakah katamu: kamu akan dimerdekakan?" Yesus memandang kepada orang‑orang ini, yang diperbudak oleh kedengkian, yang berniat hendak membalas dendam, dan menjawab dengan sedihnya, "Sesungguh‑sungguhnya Aku berkata kepadamu, barang siapa yang berbuat dosa, ialah hamba dosa." Mereka berada dalam perhambaan yang paling buruk—diperintah oleh roh jahat.
Setiap jiwa yang enggan menyerahkan dirinya kepada Allah adalah di bawah pengendalian kuasa yang lain. Ia bukannya milik‑Nya sendiri. Ia mungkin berbicara tentang kemerdekaan, tetapi ia berada dalam perhambaan yang paling hina. Ia tidak diperkenankan melihat keindahan kebenaran, karena pikirannya dikuasai Setan. Meski pun ia memuji dirinya bahwa ia sedang mengikuti bisik kalbu dari pertimbangannya sendiri, namun ia mentaati kehendak putera kegelapan. Kristus datang untuk memutuskan belenggu perhambaan dosa dari jiwa. "Jikalau Anak itu memerdekakan kamu, baharulah merdeka kamu dengan sesungguhnya." "Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." Roma 8 :2.
Dalam pekerjaan penebusan tidak ada paksaan. Tidak ada paksaan dari luar digunakan. Di bawah pengaruh Roh Allah, manusia diberi kebebasan memilih siapa yang hendak dilayaninya. Dalam perubahan yang terjadi bila jiwa berserah kepada Kristus, terdapatlah rasa kebebasan yang paling tinggi. Pembuangan dosa adalah tindakan jiwa itu sendiri. Memang benar, kita tidak mempunyai kuasa untuk membebaskan diri dari pengendalian Setan; tetapi bila kita ingin dibebaskan dari dosa, dan dalam keperluan kita yang besar berseru untuk mendapat kuasa di luar dan melebihi kuasa diri sendiri, maka kuasa jiwa dipenuhi dengan tenaga Ilahi dari Roh Kudus, dan mereka mentaati bisikan dalam memenuhi kehendak Allah.
Satu‑satunya keadaan yang memungkinkan kemerdekaan manusia ialah menjadi satu dengan Kristus. "Kebenaran itulah akan memerdekakan kamu," dan Kristus ialah kebenaran itu. Dosa dapat menang hanya oleh melemahkan pikiran, dan membinasakan kebebasan jiwa. Takluk kepada Allah ialah pemulihan kepada diri sendiri—kemuliaan sejati dan keluhuran manusia. Hukum Ilahi, yang kepadanya kita harus takluk, adalah "hukum yang memerdekakan orang." Yak. 2: 12.
Orang Farisi telah menyatakan diri sendiri sebagai anak‑anak Ibrahim. Yesus mengatakan kepada mereka bahwa tuntutan ini dapat ditetapkan hanya oleh melakukan perbuatan Ibrahim. Anak‑anak Ibrahim sejati mau hidup dalam penurutan kepada Allah sebagaimana halnya dengan Ibrahim. Mereka tidak akan berusaha membunuh Seorang yang sedang mengucapkan kebenaran yang diberikan kepada‑Nya dari Allah. Dalam bersekongkol melawan Kristus, rabbi‑rabbi tidak melakukan perbuatan Ibrahim. Hanya sekedar silsilah keturunan dari Ibrahim tidak ada nilainya. Tanpa suatu hubungan rohani dengan dia, yang akan dinyatakan dalam memiliki roh yang sama, dan melakukan perbuatan yang sama, mereka bukannya anak‑anaknya.
Prinsip ini mempunyai hubungan yang sama dengan persoalan yang sudah lama menggemparkan dunia Kristen—persoalan tentang jabatan kerasulan yang diwariskan. Keturunan Ibrahim dibuktikan, bukannya dengan nama dan keturunan, melainkan dengan kesamaan tabiat. Demikian juga jabatan kerasulan yang diwariskan bukannya terletak pada pemindahan kuasa kegerejaan, melainkan pada hubungan rohani. Suatu kehidupan yang digerakkan oleh roh rasul‑rasul, iman dan ajaran kebenaran yang mereka ajarkan, inilah bukti sejati untuk jabatan kerasulan yang diwariskan. Inilah yang mengangkat manusia untuk mengambil tempat guru‑guru Injil yang mula‑mula.
Yesus menyangkal bahwa orang Yahudi adalah anak‑anak Ibrahim. Ia berkata, "Kamu ini mengerjakan segala perbuatan bapamu." Dengan mengejek mereka menjawab, "Bukannya kami jadi daripada zinah. Adalah satu Bapa, yaitu Allah." Perkataan ini yang menyindir keadaan kelahiran‑Nya, dimaksudkan sebagai suatu serangan terhadap Kristus di hadapan orang‑orang yang mulai percaya pada‑Nya. Yesus tidak menghiraukan sindiran yang hina itu melainkan mengatakan, "Jikalau Allah itu Bapamu, niscaya kamu mengasihi Aku, karena daripada Allah Aku datang dan Aku ada di sini."
Perbuatan mereka menyaksikan tentang hubungan mereka kepada dia yang menjadi seorang penipu dan pembunuh. "Iblislah yang menjadi bapamu," kata Yesus, "dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. . . . Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku." Yoh. 8:44, 45. Adanya bukti bahwa Yesus mengucapkan kebenaran dan dengan kepastian menyebabkan Ia tidak diterima oleh para pemimpin Yahudi. Kebeharanlah yang menyakiti hati orang‑orang yang merasa diri benar. Kebenaran membeberkan kesalahan yang menyesatkan, kebenaran itu mempersalahkan ajaran dan kebiasaannya, dan tidak disambut dengan baik. Mereka lebih suka menutup mata terhadap kebenaran daripada merendahkan diri untuk mengakui bahwa mereka sudah bersalah. Mereka tidak menyukai kebenaran itu. Mereka tidak menghendakinya, meski pun hal itu kebenaran adanya.
"Siapakah di antara kamu dapat menyalahkan Aku tentang dosa? Jikalau Aku mengatakan yang benar, apakah sebabnya tiada kamu percaya akan Daku?" Dari hari ke hari selama tiga tahun musuh‑musuh‑Nya telah mengikut Kristus, sambil berusaha mencari suatu cacat dalam tabiat‑Nya; tetapi tiada suatu pun mereka dapati dalam‑Nya yang olehnya mereka mendapat keuntungan. Setan‑setan sekali pun terpaksa mengakui, "aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Mrk. 1:24. Yesus hidup sesuai dengan hukum pada pemandangan surga, pada pemandangan dunia‑dunia yang tidak jatuh, dan pada pemandangan manusia yang berdosa. Tanpa tantangan, di hadapan malaikat, manusia, dan Setan, Ia telah mengucapkan perkataan yang bila diucapkan oleh bibir yang lain pasti akan dianggap hujat: "Karena senantiasa Aku perbuat apa yang berkenan kepada‑Nya."
Adanya kenyataan bahwa meski pun mereka tidak bisa mendapat dosa dalam Kristus namun orang Yahudi tidak mau menerima Dia membuktikan bahwa mereka sendiri tidak mempunyai hubungan dengan Allah. Mereka tidak mengenal suara‑Nya dalam pekabaran Anak‑Nya. Mereka beranggapan bahwa mereka sedang menghakimi Kristus; tetapi dalam menolak Dia mereka menjatuhkan hukuman ke atas diri mereka sendiri. "Barang siapa yang daripada Allah," kata Yesus, "ia juga mendengar akan firman Allah. Itulah sebabnya kamu tiada mendengar firman itu, karena kamu bukan daripada Allah."
Pelajaran itu benar untuk segala masa. Banyak orang yang gemar rnemainkan perkataan, mengeritik, mencari sesuatu yang diragukan dalam sabda Allah, berpendapat bahwa dengan demikian ia sedang membuktikan kebebasan berpikir, dan kecerdasan pikiran. Ia menganggap bahwa ia sedang duduk menghakimi Alkitab, sedangkan sebenarnya ia sedang menghakimi dirinya. Ia menyatakan bahwa ia tidak sanggup menghargai kebenaran yang berasal dari surga, dan yang meliputi masa kekekalan. Di hadapan kebenaran Allah yang menggunung tinggi, perangainya tidak hormat. Ia menyibukkan dirinya dengan mencari perkara‑perkara yang tidak penting dan dalam hal ini menunjukkan suatu sifat yang sempit dan duniawi, suatu hati yang lekas kehilangan kesanggupan untuk menghargai Allah. Ia yang hatinya telah menyambut jamahan Ilahi akan mencari sesuatu yang akan menambah pengetahuannya akan Allah, dan akan memperhalus dan meninggikan tabiat. Sebagaimana sebuah kembang berbalik kepada matahari, supaya sinar yang terang memberinya warna‑warna yang indah, demikian juga jiwa itu akan berbalik kepada Matahari Kebenaran, sehingga cahaya surga dapat memperindah tabiat dengan sifat‑sifat tabiat Kristus.
Yesus meneruskan, dengan mengadakan perbandingan yang menyolok antara kedudukan orang Yahudi dan kedudukan Ibrahim. "Ada pun Ibrahim, bapa kamu, gemar melihat hari‑Ku; ia sudah nampak dia dan bersukacita."
Ibrahim ingin sekali melihat Juruselamat yang dijanjikan itu. Ia mempersembahkan doa yang sangat tekun agar sebelum kematiannya ia boleh memandang Mesias. Dan ia melihat Kristus. Suatu terang yang di luar kodrat alam diberikan kepadanya, dan ia mengakui tabiat Kristus. Ia melihat hari‑Nya, dan bersukacita, Ia diberi suatu pemandangan tentang pengorbanan Ilahi untuk dosa. Dari pengorbanan ini ia mendapat suatu gambaran dalam pengalamannya sendiri. Perintah datang kepadanya, "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak . . . dan persembahkanlah dia . . . sebagai korban bakaran." Kej. 22:2. Di atas mezbah korban ia meletakkan anak perjanjian, anak yang dalamnya harapannya dipusatkan. Lalu sementara ia menunggu di sisi mezbah dengan pisau yang diangkat untuk mentaati Allah, ia mendengar suatu suara dari surga berkata, "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." Kej. 22:12. Ujian yang hebat ini diberikan kepada Ibrahim agar ia dapat melihat hari Kristus, dan menyadari kasih Allah yang besar bagi dunia, begitu besar sehingga untuk mengangkatnya dari kehinaannya, Ia mengaruniakan Anak‑Nya yang tunggal kepada kematian yang paling memalukan.
Ibrahim mempelajari dari Allah tentang pelajaran yang terbesar yang pernah diberikan kepada makhluk yang fana. Doanya agar ia boleh melihat Kristus sebelum ia mati sudah dijawab. Ia melihat Kristus, ia melihat segala perkara yang dapat dilihat oleh makhluk yang fana. Oleh mengadakan penyerahan sepenuhnya, ia sanggup mengerti khayal tentang Kristus yang telah diberikan kepadanya. Kepadanya ditunjukkan bahwa dalam mengaruniakan Anak‑Nya yang tunggal untuk menyelamatkan orang berdosa dari kebinasaan kekal, Allah sedang mengadakan suatu pengorbanan yang lebih besar dan lebih ajaib daripada yang pernah dapat diadakan oleh manusia.
Pengalaman Ibrahim menjawab pertanyaan: "Dengan apakah aku akan pergi menghadap Tuhan dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun? Berkenankah Tuhan kepada ribuan domba jantan, kepada puluhan ribu curahan minyak? Akankupersembahkan anak sulungku karena pelanggaranku dan buah kandunganku karena adosaku sendiri?" Mikha 6:6, 7. Dalam perkataan Ibrahim, "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku" (Kej. 22:8), dan dalam hal Allah menyediakan suatu korban gantinya Ishak, sudah dinyatakan bahwa tidak seorang pun dapat menebus dirinya sendiri. Sistim pengorbanan kafir semata‑mata tidak berkenan kepada Allah. Ayah tidak boleh mempersembahkan anaknya laki‑laki atau anak nya perempuan untuk korban karena dosa. Anak Allah sajalah dapat menanggung dosa dunia.
Oleh penderitaannya sendiri, lbrahim disanggupkan untuk melihat tugas pengorbanan Juruselamat. Tetapi Israel tidak mau mengerti sesuatu yang tidak dapat diterima oleh hati mereka yang sombong. Perkataan Kristus mengenai Ibrahim tidak memberitahukan kepada para pendengar‑Nya suatu makna yang dalam. Orang Farisi melihat dalamnya hanya alasan yang baru untuk mengeritik. Mereka menjawab dengan ejekan seolah‑olah mereka hendak membuktikan bahwa Yesus seorang yang kurang waras pikirannya, "Umur‑Mu belum lagi limapuluh tahun, dan sudahkah Engkau nampak Ibrahim?"
Dengan kebesaran yang penuh khidmat Yesus menjawab, "Sesungguh‑sungguhnya Aku berkata kepadamu, sebelum Ibrahim ada, Aku ini sudah ada."
Suasana tenang meliputi rombongan orang banyak itu. Nama Allah, yang diberikan kepada Musa untuk mengungkapkan buah pikiran tentang hadirat yang kekal, telah dituntut sebagai milik‑Nya sendiri oleh Rabbi Galilea ini. Ia telah mengumumkan diri‑Nya sebagai Oknum yang ada dengan sendirinya, Ia yang telah dijanjikan kepada Israel, yang "permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala." Mikha 5:1.
Sekali lagi imam‑imam dan rabbi‑rabbi berteriak menentang Yesus sebagai seorang penghujat. Tuntutan‑Nya bahwa Ia satu dengan Allah sudah pernah membangkitkan amarah mereka untuk membunuh Dia, dan beberapa bulan kemudian mereka menyatakan dengan jelas, "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah." Yoh. 10:33. Karena memang benar Ialah Anak Allah, dan mengakui diri‑Nya demikian, mereka pun menentukan hendak membinasakan Dia. Sekarang banyak dari antara orang banyak, yang mernihak kepada imam‑imam dan rabbi‑rabbi, memungut batu hendak merajam Dia. "Tetapi Yesus menyembunyikan diri‑Nya serta keluar dari dalam Bait Allah itu."
"Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya." Yoh. 1:5.
"Tatkala Ia lalui, dilihat‑Nya seorang yang buta dari mula jadinya. Lalu murid‑murid‑Nya bertanya kepada‑Nya, katanya," Ya Rabbi, siapakah yang berbuat dosa: Orang inikah atau ibu bapanyakah, sehingga ia buta dari mula jadinya? Maka‑jawab Yesus: Bukan orang ini berbuat dosa; dan bukan orang tuanya, melainkan supaya kekayaan Allah dinyatakan padanya.... Setelah Ia berkata demikian, lalu Ia berludah ke tanah serta membuat tanah itu lembik dengan ludah‑Nya, disapukan‑Nya tanah lembik itu kepada mata orang buta itu, sambil berkata kepadanya: Pergilah engkau basuh di kolam Siloam (yang diterjemahkan artinya: Suruhan). Maka pergilah ia membasuh, lalu kembalilah ia dengan celik matanya."
Umumnya orang Yahudi percaya bahwa dosa dihukum dalam hidup ini. Setiap malapetaka dianggap sebagai hukuman karena suatu perbuatan yang salah, baik di pihak orang itu sendiri mau pun di pihak orang tuanya. Memang benar bahwa semua penderitaan diakibatkan oleh pelanggaran hukum Allah, tetapi kebenaran ini sudah diputarbalikkan. Setan, sumber dosa dan segala akibatnya, telah menuntun manusia untuk menganggap penyakit dan kematian sebagai sesuatu yang berasal dari Allah—sebagai suatu hukuman yang dikenakan sewenang‑wenang karena dosa. Itulah sebabnya seorang yang telah ditimpa kesedihan atau malapetaka yang besar menanggung beban tambahan karena ia dianggap sebagai seorang yang besar dosanya.
Dengan demikian jalan tersedia bagi orang Yahudi untuk menolak Yesus. Ia yang telah menanggung "segala kelemahan kita" dan telah mengangkat "segala penyakit kita" di pandang oleh orang Yahudi sebagai seorang yang "dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan," "sehingga orang menutup mukanya terhadap Dia." Yes. 53:4, 3.
Allah telah memberikan suatu pelajaran yang direncanakan untuk mencegah hal ini. Sejarah Ayub telah menunjukkan bahwa penderitaan dikenakan oleh Setan, dan dikalahkan oleh Allah untuk maksud kemurahan. Tetapi Israel tidak mengerti pelajaran itu. Kekeliruan yang sama yang telah ditegur Allah pada sahabat‑sahabat Ayub diulangi oleh orang Yahudi dalam penolakan mereka akan Kristus.
Kepercayaan orang Yahudi mengenai hubungan antara dosa dan penderitaan dianut oleh murid‑murid Kristus. Meski pun Yesus memperbaiki kekeliruan mereka, Ia tidak menjelaskan sebab‑sebab malapetaka manusia, melainkan mengatakan kepada mereka apa yang akan diakibatkannya. Karena itulah perbuatan Allah akan dinyatakan. "Selama Aku di dalam dunia ini," kata‑Nya, "Akulah terang dunia." Kemudian setelah menyapu mata orang buta itu, Ia menyuruh dia membasuhnya di kolam Siloam, dan pulihlah penglihatan orang itu. Dengan demikian Yesus menjawab pertanyaan murid‑murid dalam cara yang praktis, sebagaimana biasanya Ia menjawab pertanyaan yang ditanyakan kepada‑Nya karena ingin tahu. Murid‑murid tidak dipanggil untuk memperbincangkan pertanyaan mengenai siapa telah berdosa atau tidak berdosa, melainkan untuk mengerti kuasa. dan kemurahan Allah dalam memberikan penglihatan kepada orang buta. Sudah jelas bahwa tidak ada khasiat penyembuhan dalam tanah lembik itu, atau di kolam tempat orang buta disuruh membasuh mukanya, melainkan bahwa khasiat itu terdapat dalam Kristus.
Orang Farisi sudah tentu keheran‑heranan melihat kesembuhan itu. Tetapi mereka malah dipenuhi kebencian lebih dari biasanya, karena mukjizat itu telah diadakan pada hari Sabat.
Tetangga orang muda itu, serta mereka yang mengetahui. dia dahulu dalam kebutaannya, berkata, "Bukankah ia ini dia, yang sudah duduk meminta sedekah?" Mereka memandang kepadanya dengan kebimbangan, karena ketika matanya terbuka, wajahnya berubah dan berseri‑seri, dan ia kelihatan seperti orang lain. Pertanyaan disampaikan dari seorang kepada orang hin. Ada orang yang berkata, "Inilah dia." Ada pula yang berkata, "Bukan, hanya serupa dengan dia." Tetapi ia yang menerima berkat yang besar itu membereskan persoalan itu dengan berkata, "Akulah dia." Kemudian ia menceritakan kepada mereka tentang Yesus, dan bagaimana caranya ia disembuhkan, dan mereka bertanya, "Di manakah orang itu?" Ia menjawab, "Aku tiada tahu."
Kemudian mereka membawa dia di hadapan majelis orang Farisi. Sekali lagi orang itu ditanyai bagaimana ia telah mendapat penglihatannya. "Maka katanya kepada mereka itu: Ditaruh‑Nya tanah lembik pada mataku, dan aku basuh, lalu aku nampak. Maka berkatalah setengah orang Farisi itu; Orang itu bukan daripada Allah, karena tiada Ia menurut hukum hari Sabat. Orang Farisi berharap hendak membuktikan bahwa Yesus seorang berdosa, dan itulah sebabnya bukannya Mesias. Mereka tidak mengetahui bahwa Ialah yang telah menjadikan Sabat dan mengetahui segala kewajibannya, dan yang telah menyembuhkan orang buta itu. Mereka kelihatan luar biasa rajinnya dalam pemeliharaan Sabat, namun mereka merencanakan pembunuhan pada hari itu juga. Tetapi banyak orang sangat terharu mendengar tentang mukjizat ini, dan diyakinkan bahwa Ia yang telah mencelikkan mata orang buta itu lebih dari manusia biasa. Menjawab tuduhan bahwa Yesus adalah seorang berdosa karena Ia tidak memelihara hari Sabat, mereka berkata, "Bagaimanakah seorang berdosa dapat mengadakan tanda yang demikian?"
Sekali lagi rabbi‑rabbi memohon kepada orang buta itu, "Apakah kata engkau dari hal Dia, karena Ia sudah mencelikkan matamu? Maka sahutnya: Nabilah Ia." Lalu orang Farisi menegaskan bahwa ia tidak buta sejak lahir dan mendapat penglihatannya. Mereka memanggil orang tuanya, dan menanyakan kepada mereka, katanya, "Ia inikah anakmu, yang kamu katakan ia buta dari mula jadinya?"
Di situlah terdapat orang itu sendiri, yang menyatakan bahwa tadinya ia buta, dan penglihatannya telah dipulihkan; tetapi orang Farisi lebih suka menyangkal bukti kesadaran mereka sendiri daripada mengakui bahwa mereka sudah keliru. Begitulah prasangka sangat kuatnya, dan pemutarbalikkan adalah kebenaran orang Farisi.
Orang Farisi mempunyai hanya satu harapan lagi ialah menakut‑nakuti orang tuanya. Dengan pura‑pura bersungguh‑sungguh mereka bertanya, "Bagaimanakah ia nampak sekarang ini?" Orang tua itu takut bahaya menimpa diri sendiri, karena sudah diumumkan bahwa barang siapa mengakui Yesus sebagai Kristus akan "dibuang dari rumah sembahyang," yaitu tidak memperkenankan masuk ke dalam rumah sembahyang selama tiga puluh hari. Selama waktu ini tidak seorang anak pun dapat disunat atau pun orang mati diratapi di rumah orang yang melanggar itu. Hukuman yang dijatuhkan itu dianggap sebagai suatu malapetaka yang besar, dan jika tidak membawa pertobatan, suatu hukuman yang jauh lebih berat mengikutinya. Pekerjaan besar yang dilakukan bagi anak mereka telah membawa keyakinan kepada orang tua itu, tetapi mereka menjawab, "Kami kenal bahwa ia ini anak kami, dan lagi ia buta dari mula jadinya; tetapi bagaimana jalannya sekarang ia dapat penglihatan, tiadalah kami tahu, atau siapa yang mencelikkan matanya tiada juga kami tahu. Tanyalah dia sendiri, ia sudah akil balig, biarlah ia sendiri memberitahu akan hal dirinya." Dengan demikian mereka memindahkan segala tanggung jawab dari diri mereka kepada anak mereka, karena mereka tidak berani mengakui Kristus.
Pilihan yang sukar, yang dalamnya orang Farisi ditempatkan, cara bertanya dan prasangka mereka, kurang percaya mereka akan bukti‑bukti mengenai persoalan itu, sedang membuka mata orang banyak, terutama mata orang kebanyakan. Yesus sudah sering mengadakan mukjizat‑mukjizat‑Nya di jalan terbuka, dan pekerjaan‑Nya selamanya bersifat meringankan penderitaan. Pertanyaan dalam pikiran banyak orang ialah, Apakah Allah mau mengadakan perbuatan sebesar itu dengan perantaraan seorang pembohong, sebagaimana penegasan orang Farisi tentang Yesus? Pertentangan kian bertambah seru di kedua belah pihak.
Orang Farisi melihat bahwa mereka sedang mengumumkan pekerjaan yang dilakukan oleh Yesus. Mereka tidak dapat mengingkari mukjizat itu. Orang yang tadinya buta itu dipenuhi dengan kegembiraan dan perasaan terima kasih; ia melihat keadaan alam yang ajaib, dan dipenuhi dengan kesukaan melihat keindahan bumi dan langit. Dengan bebas diceritakannya pengalamannya, dan sekali lagi mereka berusaha mendiamkan dia, dengan berkata, "Horrnatkanlah Allah! Kami ini tahu bahwa Orang ini seorang berdosa." Yaitu, Jangan katakan lagi bahwa Orang ini memberikan penglihatan kepadamu; Allahlah yang telah melakukan hal ini.
Orang buta itu menjawab, "Entahlah Ia seorang berdosa tiadalah aku tahu, hanya satu perkara aku tahu: Bahwa dahulu aku buta, dan sekarang aku nampak."
Lalu mereka bertanya lagi, "Apakah diperbuat‑Nya pada engkau? Bagaimanakah Ia mencelikkan matamu?" Dengan banyak perkataan mereka berusaha membingungkan dia, agar ia berpikir bahwa ia sudah terperdaya. Setan dan malaikat‑malaikatnya yang jahat ada di pihak orang Farisi, dan menyatukan tenaga dan kecerdikan dengan pertimbangan manusia agar dapat menghalangi pengaruh Kristus. Mereka merusakkan keyakinan yang sedang mendalam di dalam pikiran banyak orang. Malaikat‑malaikat Allah berada juga di tempat itu untuk menguatkan orang yang penglihatannya sudah dipulihkan.
Orang Farisi tidak menyadari bahwa mereka berhadapan dengan Oknum selain dari orang yang tidak terdidik yang sudah buta sejak lahir; mereka tidak mengenal Dia yang sedang mereka lawan itu. Terang Ilahi bersinar ke dalam jiwa orang yang tadinya buta itu. Sementara orang‑orang munafik ini berusaha menjadikan dia tidak percaya, Allah menolong dia untuk menunjukkan, dengan kuatnya dan tegasnya jawab yang diberikannya, sehingga ia tidak terjerat. Ia menjawab, "Sudah aku katakan kepadamu, tetapi tiada juga kamu dengarkan. Apakah sebabnya kamu hendak mendengar lagi? Maukah kamu juga menjadi murid‑Nya? Lalu mereka itu menghinakan dia, serta berkata; Engkau inilah murid‑Nya, tetapi kami ini murid Musa. Kami ini tahu bahwa Allah sudah berfirman kepada Musa; tetapi akan orang ini tiada kami tahu dari mana datangnya."
Tuhan Yesus mengetahui ujian berat yang sedang dilalui oleh orang ini, dan Ia mengaruniainya rahmat dan ucapan, sehingga ia menjadi saksi bagi Kristus. Ia menjawab kepada orang Farisi dalam perkataan yang merupakan suatu tempelakan yang tajam terhadap orang‑orang yang bertanya. Mereka mengaku sebagai penafsir Alkitab, penunjuk jalan rohani bagi bangsanya; namun di sinilah Seorang yang mengadakan mukjizat‑mukjizat, dan mereka mengaku kurang tahu mengenai sumber kuasa‑Nya, serta mengenai tabiat dan tuntutan‑Nya. "Heran sekali itu," kata orang itu, "kamu tiada tahu dari mana datang‑Nya, sedang Ia sudah mencelikkan mataku. Kita tahu bahwa Allah tiada mendengarkan orang yang berbuat dosa, hanya orang yang menyembah Allah dan yang melakukan kehendak‑Nya, ialah sahaja yang didengarkan‑Nya. Semenjak awal dunia belum pemah kedengaran halnya orang mencelikkan mata manusia yang buta dari mula jadinya. Jikalau orang itu bukan daripada Allah, tiadalah dapat memperbuat apa‑apa."
Orang ini telah menghadapi orang‑orang yang menanyai dia dengan alasan mereka sendiri. Pertimbangannya tidak dapat dijawab. Orang Farisi tercengang‑cengang, dan mereka tinggal diam terpesona mendengar perkataarmya yang tegas dan nekad itu. Beberapa saat lamanya tidak seorang pun berbicara. Kemudian imam‑imam dan rabbi‑rabbi yang masarn mukanya menarik rapat‑rapat pakaiannya, seakan‑akan mereka takut dinajiskan oleh hubungan dengan dia; mereka mengebaskan debu dari kaki mereka, dan melemparkan tuduhan kepadanya—"Engkau ini lahir di dalam dosa semata‑mata, maka engkau mau mengajar kamikah?" Dan mereka pun mengucilkan dia. Yesus mendengar apa yang telah dilakukan, dan ketika menjumpai dia tidak lama sesudah itu, Ia berkata, "Percayakah engkau akan Anak Allah?"
Untuk pertama kalinya orang yang tadinya buta itu melihat wajah Orang yang telah memulihkannya. Di hadapan majelis ia telah melihat orang tuanya susah dan bingung, ia telah melihat pada air muka rabbi‑rabbi yang masam itu; sekarang matanya menatap wajah Yesus yang penuh kasih dan damai. Dengan menanggung risiko yang besar ia telah mengakui Dia sebagai utusan kuasa Ilahi, sekarang suatu wahyu yang lebih tinggi dikaruniakan kepadanya.
Menjawab pertanyaan Juruselamat, "Percayakah engkau akan Anak Allah?" orang yang tadinya buta itu menjawab dengan pertanyaan, "Siapakah Dia itu, ya Rabbi, supaya hamba boleh percaya akan Dia?" Maka kata Yesus kepadanya, "Engkau sudah nampak Dia, dan yang bertutur dengan engkau, itulah Dia." Orang itu pun sujudlah menyembah di kaki Juruselamat. Bukan saja penglihatannya yang sudah dipulihkan, melainkan mata pengertiannya pun sudah dicelikkan. Kristus sudah dinyatakan kepada jiwanya, dan ia menerima‑Nya sebagai Seorang yang diutus Allah.
Serombongan orang Farisi telah berkumpul di dekat tempat itu, dan dengan melihat mereka teringatlah Yesus akan perbedaan yang menyolok antara perkataan dan perbuatan‑Nya. Ia berkata "Kedatangan‑Ku ke dalam dunia ini karena hal hukuman, supaya orang yang tiada nampak itu boleh nampak, dan orang yang nampak itu menjadi buta." Yesus telah datang untuk mencelikkan mata yang buta, untuk memberikan terang kepada mereka yang duduk dalam kegelapan. Ia telah menyatakan diri‑Nya sebagai terang dunia, dan mukjizat yang baru saja diadakan membuktikan tugas‑Nya. Orang‑orang yang memandang Juruselamat pada kedatangan‑Nya dianugerahi pertunjukan hadirat Ilahi yang lebih penuh daripada yang pemah dinikmati oleh dunia sebelumnya. Pengetahuan akan Allah dinyatakan dengan lebih sempurna. Tetapi justeru dalam wahyu inilah hukuman sedang menimpa mereka. Tabiat mereka diuji, dan nasib mereka ditentukan.
Pertunjukan kuasa Ilahi yang telah memberi orang yang tadinya buta itu penglihatan jasmani dan rohani telah membiarkan orang Farisi dalam kegelapan yang malahan lebih pekat lagi. Beberapa dari antara pendengar‑Nya, yang merasa bahwa perkataan Kristus dikenakan kepada mereka, bertanya, "Kami pun butakah?" Yesus menjawab, "Jikalau kamu buta, tiadalah kamu berdosa." Jika Allah tidak memungkinkan kamu melihat kebenaran, maka kurangnya pengetahuan itu tidak akan melibatkan kamu dalam kesalahan. "Tetapi sebab kamu berkata, Kami nampak." Kamu percaya bahwa kamu sendiri dapat melihat dan menolak cara yang hanya olehnya kamu dapat mendapat penglihatan. Kepada semua orang yang menyadari keperluan mereka, Kristus datang dengan pertolongan yang tidak terbatas. Tetapi orang Farisi tidak mau mengakui keperluan mereka, mereka enggan datang kepada Kristus, dan itulah sebabnya mereka ditinggalkan dalam kegelapan suatu kegelapan yang untuk itu mereka sendiri bersalah. Yesus berkata, "Kekallah dosamu itu."
No comments:
Post a Comment