Gereja penuh korupsi. Jabatan-jabatan gerejawi dibeli kaum bangsawan yang kaya dan dipakai untuk meraup kekayaan dan kekuasaan yang lebih besar. Seorang di antaranya adalah Albertus dari Brandenburg yang membeli baginya jabatan uskup agung Mainz dengan uang pinjaman, dan harus mencari jalan untuk mengembalikan utang tersebut. Paus telah mengizinkan penjualan indulgensi di kawasan Albertus, sejauh separo jumlah yang dipungut dapat membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma. Sisanya untuk Albertus. Setiap orang merasa gembira — kecuali sejumlah orang Jerman yang saleh, di antaranya Martin Luther.
Tetzel, seorang biarawan Dominikan dan pengkhotbah populer, menjadi pejabat yang ditunjuk untuk indulgensi. Ia mengembara dari kota ke kota, menjajakan keuntungan indulgensi: "Dengarkanlah suara-suara keluarga dan teman-teman Anda terkasih yang telah meninggal, yang memohon kepada Anda dengan katakata, 'Kasihanilah kami, kasihanilah kami. Kami dalam kesakitan yang menakutkan dan kau dapat menebus kami dengan jumlah uang yang tak seberapa.' Tidakkah Anda menginginkannya?"
Luther, seorang imam dan profesor di Wittenberg, menentang keras penjualan indulgensi tersebut. Ketika Tetzel tiba, Luther membuat daftar yang terdiri dari sembilan puluh lima "ganjalan hati" dan ditempelkannya pada pintu depan gereja yang berfungsi sebagai papan pengumuman. Pengampunan ilahi, dengan pasti, tidak dapat diperjualbelikan, kata Luther, karena Allah memberikannya dengan cuma-cuma.
Bagaimanapun juga, indulgensi hanyalah puncak gunung es. Luther mengecam seluruh korupsi Gereja dan menuntut pengertian baru tentang kepausan serta otoritas yang sesuai dengan Kitab Suci. Tetzel telah hilang dari panggung (ia meninggal pada tahun 1519), tetapi Luther melanjutkan dan memimpin revolusi agama yang mengubah dunia Barat secara radikal.
Luther lahir pada tahun 1483 dari pasangan petani di Eisleben, di Jerman. Ayahnya, seorang penambang, mendorongnya belajar hukum dengan mengirimkannya ke Universitas Erfurt. Tetapi, suatu peristiwa yang nyaris menyebabkan kematiannya, terkena halilintar, membuat Luther berubah haluan. Ia masuk biara Agustinian pada tahun 1505, dan menjadi imam pada tahun 1507. Karena kemampuan akademisnya, atasannya mengirim dia ke Universitas Wittenberg untuk meraih gelar dalam teologi.
Pergolakan spiritual yang menyusahkan orang Kristen lain menimpa diri Luther juga. Ia sungguh sadar akan dosanya sendiri, akan kesucian Allah, ketidakmampuannya dalam memperoleh belas kasih Tuhan. Pada tahun 1510, dia pergi ke Roma dan kecewa oleh iman bersifat mekanis yang ia temui di sana. la melakukan semua yang dapat ia lakukan untuk menegakkan kesalehannya. Ia bahkan naik tangga Pilatus, yang dianggap pernah dilalui Kristus. Luther berdoa dan mencium setiap anak tangga ketika ia naik, namun keraguannya belum teredam.
Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Wittenberg sebagai doktor teologi untuk mengajar pelajaran Alkitab. Pada tahun 1515, ia mulai mengajarkan Surat Paulus kepada Jemaat di Roma. Kata-kata Paulus meresap dalam jiwa Luther.
"Keadaan saya ialah, meskipun saya seorang biarawan yang tanpa cela, saya berdiri di hadapan Allah sebagai orang berdosa, yang hati nuraninya kacau, dan saya tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa jasa saya dapat membujuk-Nya," tulis Luther. "Siang dan malam saya merenungkannya, sehingga saya melihat hubungan antara kebenaran Allah dan kalimat 'orang benar akan hidup oleh imannya'. Maka pahamlah saya bahwa keadilan Allah adalah kebenaran yang melalui mana kasih karunia dan belas kasihan Allah belaka membenarkan kita melalui iman. Maka di situlah saya merasa bahwa saya dilahirkan kembali dan telah memasuki surga melalui pintu yang terbuka. Seluruh Injil menampakkan arti baru ... Tulisan Paulus ini merupakan pintu gerbang ke surga bagi saya"
Kemudian, dengan lebih yakin akan kepercayaannya sendiri, dan dengan dukungan rekan-rekan kerjanya, Luther merasa bebas berbicara melawan korupsi. la telah mengkritik penjualan indulgensi dan pemujaan relikwi sebelum Tetzel datang. Tetzel hanya membawa konflik itu ke permukaan. Sembilan puluh lima dalil Luther ditahan, mengingat bencana yang telah dibawanya. Sesungguhnya, dalil-dalil itu merupakan undangan untuk suatu perdebatan.
la pun memasuki gelanggang debat, pertama dengan Tetzel, kemudian dengan sarjana terkenal Johann Eck, yang menuduh Luther berajaran sesat. Tampaknya, pada awalnya Luther mengharapkan paus setuju dengannya tentang penyalahgunaan indulgensi. Tetapi ketika kontroversi itu berlanjut, Luther menguatkan oposisinya sendiri terhadap kepausan. Pada tahun 1520, paus menerbitkan keputusan yang mengutuk pandangan Luther, dan Luther membakarnya. Pada tahun 1521, Diet (persidangan) di Worms memerintahkan Luther menarik kembali pandangannya yang telah diterbitkan. Di sana, menurut legenda, Luther menyatakan, "Di sini saya berdiri. Saya tidak dapat melakukan yang lain. Tuhan tolong saya. Amin."
Sejak itu Luther dikucilkan, tulisan-tulisannya dilarang. Demi keselamatan dirinya, ia diculik oleh pelindungnya, Frederick si Bijak, dan disembunyikan di Benteng Wartburg. Di sana ia melanjutkan tulisan-tulisan teologisnya dan menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman populer.
Namun, pertempuran baru dimulai. Karena berani menentang paus, Luther menyulut perasaan kemerdekaan pada diri para bangsawan dan para petani Jerman. Jerman pun bagaikan sehelai selimut yang terbuat dari potongan kain perca, karena sebagian golongan menawarkan diri untuk membantu Luther dan yang lain masih setia pada Roma. Reformasi juga bergerak di Swiss, yang dipimpin oleh Ulrich Zwingli. Perhatian Gereja dan Kekaisaran Romawi disibukkan oleh pergumulan politik sepanjang tahun 1520-an. Ketika mereka ingin menindak para reformator, keadaan sudah terlambat.
Pertemuan di Augsburg pada tahun 1530 hampir saja membawa kembali maksud atau cita-cita Lutheran di bawah naungan Roma. Rekan sekerja Luther, Philip Melanchthon memprakarsai pernyataan damai tentang pandangan Luther dengan menampilkan posisi mereka sebagai yang benar bagi Katolisisme historis. Tetapi konsili Katolik itu menuntut konsesi-konsesi, hal yang tidak dapat dilakukan oleh Luther, maka perpecahan pun menjadi final.
Dalam kilas balik, tampaknya peristiwaperistiwa Reformasi sebagian besar disebahkan oleh kepribadian Luther yang unik. Tanpa merenungkan keraguannya sendiri, ia tidak mungkin menggali kebenaran Kitab Suci seperti yang telah dilakukannya. Tanpa semangatnya akan kebenaran, ia tidak mungkin menempelkan posternya. Tanpa keberadaannya yang lantang, ia tidak mungkin menarik pengikut dalam jumlah yang lumayan. Ia hidup pada zaman yang cukup matang untuk perubahan, dan dialah orang yang ideal untuk melakukan hal itu.
XII. Karya dan Penganiayaan Terhadap Martin Luther (1517-1546)
Martin Luther, anak penambang Saxon, dilahirkan di Eisleben, Saxony, pada 10 November 1483. Luther muda belajar di Magdeburg dan Eisenach kemudian masuk Universitas Erfurt. Ketika ia lulus pad a 1505, ia mulai belajar hukum karena dorongan ayahnya, tetapi pada bulan Juli ia meninggalkan studi hukumnya, meninggalkan dunia, dan masuk biara Para Pertapa Augustinian di Erfurt. Ia mengatakan bahwa keputusannya yang tiba-tiba ini ia ambil setelah ia terperangkap dalam badai guntur dan terjatub ke tanah karena tersambar petir. Ketika ia terbaring di tanah dengan ketakutan, ia menyadari bahwa hidupnya yang sementara hanya sedikit nilainya, dan yang penting hanyalah kehidupan jiwa yang kekal.
Pada 1508, Luther ditahbiskan di biara, dan pada 1509, dikirim ke Universitas Wittenberg temp at ia me1anjutkan studinya dan mengajar filsafat moral. Pada 1510, Luther berkunjung ke Roma karena urusan ordonya dan kaget ketika melihat korupsi yang terbuka di antara para pejabat gereja yang terkemuka. Pada 1511, ia menerima gelar doktor teologi dan diangkat menjadi profesor Alkitab di Wittenberg.
Meskipun Luther sangat mengenal teologi skolastik Gereja Roma, keseriusannya dalam kekristenan dan kondisi jiwanya menuntunnya pada krisis pribadi yang parah. Dalam teologi yang diajarkan kepadanya, ia tidak bisa menemukan jawaban untuk pergumulannya yang makin meningkat ten tang apakah mungkin memperdamaikan tuntutan hukum Allah dengan ketidakmampuan manusia untuk menjalani hukum tersebut. Untuk menemukan jawabannya ia menjadikan studi Alkitab sebagai pusat pekerjaannya dan dalam studinya yang dipus atkan pada surat-surat Rasul Paulus, terutama surat Paulus kepada jemaat di Roma. Di sanalah ia menemukan jawabannya.
Dalam kematian Kristus di kayu salib, Allah telah memperdamaikan manusia dengan diri- Nya sendiri. Kristus sekarang merupakan satu-satunya perantara antara Allah dengan manusia, dan pengampunan dosa serta keselamatan dihasilkan melalui kasih karunia Allah semata yang diterima melalui iman. Oleh karena itu yang dibutuhkan bukanlah ketaatan seseorang yang ketat pada hukum atau pemenuhan kewajiban agama, melainkan respons iman untuk menerima hal yang telah dikerjakan Allah melalui karya Kristus yang sudah lengkap. Pada saat iman semacam itu matang, respons iman akan menuntun pada ketaatan yang tidak dida sarkan pada rasa takut akan hukuman, melainkan pada kasih.
Pad a saat Luther melanjutkan studinya, ia menyadari bahwa doktrin Paulus secara radikal berbeda dari keyakinan tradisional dan ajaran Gereja Roma. Hal ini memengaruhi pengajaran pribadi Luther, dan mereka secara bertahap segera berpaling dari keyakinan dan doktrin itu. Tidak lama sesudahnya ia sarna sekali menentang teologi skolastik Roma yang menekankan peran manusia untuk mendapatkan keselamatannya sendiri dan menentang banyak praktik gereja yang menekankan pembenaran melalui perbuatan baik. Pemahamannya yang baru ten tang Injil yang sejati dan karya Kristus yang sudah lengkap segera mengakibatkan konflik antara ia dengan pejabat gereja.
Pada 1517, Luther mengalami konfrontasi langsung pertama dengan gerejanya tentang penjualan surat pengampunan dosa. Untuk menggalang dana untuk membangun Basilika St. Petrus di Roma, Paus Leo X mulai menjual surat pengampunan dosa kepada penganut Gereja Roma. Surat itu menjanjikan pengurangan sebagian jumlah waktu yang harus diderita seseorang, entah pembeli surat pengampunan itu sendiri atau orang yang ia kasihi, di api penyucian atas dosa-dosa mereka. Segera setelah itu, imam yang cerdik melihat penjualan sur at pengampunan dosa sebagai cara mendapatkan uang untuk gereja lokal atau untuk diri mereka sendiri. Luther meman dang dirinya sebagai imam Roma yang baik, tetapi ia menolak praktik ini dengan keras karena hal ini tidak alkitabiah dan merendahkan kasih karunia- Nya yang memberikan pengampunan juga merendahkan penderitaan dan penyaliban Yesus Kristus.
Luther dan Paus Leo segera bertikai atas hal ini, tetapi Paus Leo memandang keberatan Luther tidak berdampak apa-apa karena ia memandang rendah Luther. Jadi pada 31 Oktober 1517, Luther memakukan satu daftar berisi 95 dalil atau tesis di pintu utama gereja istana di Wittenberg. Isinya antara lain penyangkalan atas hak paus untuk mengampuni dosa dengan penjualan surat pengampunan dosa. Hampir seketika daftar tersebut beredar luas diJerman sehingga menyebabkan kontroversi besar. Di pihak gereja, biarawan, dan imam di seluruh wilayah itu mulai menyerang Luther dan ajarannya melalui khotbah dan tulisan mereka. Satu di antaranya berkata, "Luther adalah pengikut bidat dan pantas dihukum dengan api." Ia kemudian membakar beberapa tulisan dan khotbah Luther sebagai simbol pembakaran Luther.
Segera setelah itu, Maximian, kaisar Jerman, Charles V, kaisar Roma yang Kudus dan raja Spanyol sebagai Charles I, serta Paus, menghubungi Frederick III, Duke of Saxony dan meminta agar ia membungkam Luther. Frederick tidak bergerak segera, tetapi berkonsultasi dengan banyak orang yang berpendidikan tinggi tentang masalah itu, termasuk Erasmus[1]. Erasmus menjawab Duke dengan mengatakan bahwa Luther melakukan dua kesalahan besar: ia menyentuh perut imam dan ia akan menyentuh mahkota paus. Yang lebih serius, teolog itu memberi tahu Duke bahwa Luther benar dalam keinginannya untuk memperbaiki kesalahan di gereja. Ia kemudian menambahkan peneguhannya ini: "Dampak doktrin Luther itu benar."
Belakangan pada tahun itu, Erasmus menulis surat kepada Uskup Agung Mentz. Dalam suratnya, ia menyatakan, :
"Dunia ini dibebani oleh institusi manusia dan dengan tirani biarawan yang senang menuntut. Dulu orang yang menentang Injil dipandang sebagai bidat. Namun, sekarang orang yang tidak seperti biarawan dianggap bidat dan apa pun yang tidak mereka pahami mereka anggap kesesatan. Mengetahui bahasa Yunani itu kebidatan, atau berbicara lebih baik daripada mereka,juga dianggap kebidatan."
Pada tanggal 7 Agustus 1518, Hierome, Uskup Ascoli, mengeluarkan surat kutipan yang meminta Luther untuk muncul di Roma. Duke Frederick dan Universitas Wittenberg mewakili Luther, menulis surat kepada Paus. Mereka menulis sur at yang sama kepada Carolus Miltitius, bendahara paus, orang percaya kelahiran Jerman yang mereka nilai cukup bersimpati pada Luther. Dalam surat-surat mereka, mereka meminta supaya Luther didengarkan oleh Kardinal Cajetan di Augsburg, bukan di Roma. Paus menjawab dengan memberi tahu Cajetan untuk memanggil Luther ke hadapannya di Augsburg dan segera membawanya ke Roma, jika perlu dengan paksa.
Pada Oktober 1518, Martin Luther pergi ke Augsburg sebagai respons terhadap perintah kardinal. Ia membawa beberapa surat penghargaan bersamanya. Ia menunggu di Augsburg selama tiga hari sampai ada jaminan keamanan yang ia peroleh dari Kaisar Maximillian. Luther kemudian muncul di depan Kardinal Cajetan, yang menuntut tiga hal kepadanya:
1. Supaya ia bertobat dan menarik kembali kesalahannya;
2. Supaya ia tidak mengulang kembali kesalahannya itu;
3. Supaya ia menahan diri dari segala sesuatu yang mungkin menyebabkan kesulitan pada gereja.
Ketika Martin Luther bertanya kepada kardinal apakah kesalahannya yang spesifik, kardinal menunjukkan kepadanya salinan bulla Gereja Roma Paus Leo tentang surat pengampunan dosa dan pengampunan dosa yang dihasilkannya serta menyatakan bahwa iman tidak diperlukan untuk seseorang yang menerima sakramen serta paus tidak mungkin salah dalam semua masalah iman.
Dalam jawabannya secara tertulis, Luther berkata bahwa paus bisa berbuat salah, dan hanya ditaati sejauh hal yang ia katakan sesuai dengan Alkitab, dan siapa pun orang Kristen yang setia memiliki hak untuk tidak setuju dengannya, terutama untuk menunjukkan kesalahan paus dari firman Allah. Ia juga menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang benar, dan manusia tidak bisa dibenarkan dengan melakukan perbuatan baik serta setiap orang yang menerima sakramen harus memiliki iman kepada karya Kristus yang sudah selesai. Dalam setiap hal, Luther mengutip ayat Alkitab yang sesuai untuk meneguhkan kata-katanya,
Namun, kardinal tidak ingin mendengar ayat Alkitab dikutip untuknya dalam masalah ini. Ia mengabaikan argumen Luther yang Alkitabiah dan menjawab dengan doktrin intelektual dan tradisional dari kepalanya sendiri, bukan dari Alkitab. Ia kemudian menyuruh Luther pergi sampai ia siap untuk bertobat. Luther tinggal di Augsburg selama tiga hari kemudian mengirim surat kepada kardinal, yang memberitahukan kepadanya bahwa ia akan berdiam diri terhadap syarat, dan pengampunan yang ditawarkan kepadanya jika musuh-musuhnya melakukan hal yang sarna. Ia juga meminta agar semua masalah kontroversi tersebut dirujuk kepada paus untuk meminta keputusannya. Ia kemudian menunggu selama tiga hari lagi, tetapi ia tidak menerima jawaban dari kardinal. Oleh nasihat teman-temannya, ia meninggalkan Augsburg lalu kembali ke Wittenberg. Sebelum ia berangkat, ia mengirim penjelasan kepada kardinal, dan permohonan kepada Paus, yang ia taruh di temp at umum sebelum ia pergi.
Sebagai respons terhadap permohonan Luther kepadanya, Paus mengeluarkan keputusan baru. Ia menyatakan bahwa surat pengampunan dosa merupakan bagian dari doktrin "Induk Gereja Roma yang kudus, putra mahkota semua gereja" serta menyatakan bahwa paus adalah penerus Petrus, dan akibatnya, mereka adalah wakil Kristus. Ia menyatakan lebih lanjut bahwa mereka memiliki kuasa, dan otoritas untuk melepaskan seseorang dari dosa, dan melakukan pengampunan dosa, terutama untuk memberikan surat pengampunan dosa kepada orang yang masih hidup maupun sudah mati - yaitu orang-orang yang masih ada di api penyucian. Ia mengatakan bahwa doktrin ini harus diterima oleh semua pengikut Kristus yang setia, dan memperingatkan penganut Gereja Roma bahwa jika mereka tidak menerima, dan mempraktikkan doktrin ini, mereka akan mengalami penderitaan akibat kutukan yang dahsyat, termasuk perpisahan sama sekali dari gereja.
Luther menjawabnya dengan mengimbau diadakannya sidang umum Gereja Roma, dan memprotes surat keputusan Paus. Ketika Paus Leo X mengetahui keluhan Luther kepada sidang umum, ia mengutus bendaharanya, seorang kelahiran Jerman, Carolus Miltitius dengan mawar emas untuk diberikan kepada Duke Frederick. Miltitius juga membawa surat rahasia dari Paus untuk bangsawan lain di wilayah itu. Surat-surat itu menyatakan dukungan mereka terhadap kepentingan Paus, dan penolakan mereka terhadap dukungan Duke terhadap Luther.
Namun, sebelum Miltitius sampai di Jerman, Kaisar Roma yang Kudus Maximillian I meninggal (Januari 1519). Dua pemimpin penting lainnya, segera bertikai untuk memperebutkan takhta yang kosong: Francis I, raja Prancis; dan Charles I, raja Spanyol. Pada akhir Agustus, Charles telah dipilih menjadi raja Jerman, dan sekaligus kaisar Roma yang Kudus, sebagai Charles V, menggantikan Maximillian, yang merupakan kakeknya dari pihak ayah.
Selama musim panas 1519, kontroversi tentang Luther dan ajarannya terus berlanjut. Debat publik secara formal berlangsung di Leipsic, sebuah kota dalam kekuasaan George, Duke of Saxon, paman Duke Frederick. Debat itu terjadi antara biarawan bernama John Eckius dan doktor dari Wittenberg bernama Andreas Carolostadt. Eckius te1ah menyerang ajaran tertentu yang diberikan Luther, terutama yang berkaitan dengan pengampunan dosa oleh paus. Pada sisi lainnya, Carolostadt membela Luther dengan kuat. Duke George menjanjikan keamanan kepada para peserta dan audiens mereka. Martin Luther memutuskan untuk hadir dalam acara debat itu, tetapi tidak ikut ambil bagian, melainkan sekadar mendengarkan hal yang dikatakan.
Meskipun awalnya tidak mau ikut terlibat perdebatan, Luther akhirnya terpaksa berdebat dengan Eckius. Masalah khusus yang mereka bahas adalah otoritas paus. Luther mengambil posisi yang sudah dikenal tentang keputusan Paus. Ia menyatakan bahwa jika keputusan Paus tidak didukung oleh Alkitab, itu tidak sah.
Eckius mengambil posisi garis gereja tradisional dengan mengatakan bahwa paus merupakan penerus St. Petrus, oleh karena itu, mereka memiliki otoritas rohani sepenuhnya atas gereja sebab mereka adalah wakil Kristus di bumi. Ia dengan tegas menyatakan bahwa Uskup yang diberi otoritas Roma secara kokoh didasarkan pada hukum Allah.
Debat berlanjut selama lima hari. Eckius seorang yang kasar, senang menentang, dan penuh tipu muslihat dalam pendekatannya. Ia ingin menyerahkan musuhnya ke dalam tangan paus. Ia menyatakan alasannya dengan cara berikut: "Seperti halnya gereja, sebagai satu tubuh sipil, tidak bisa ada tanpa kepala karena ia berdiri dengan hukum Allah, resimen sipillainnya seharusnya tidak melepaskan kepalanya; demikian juga hukum Allah mewajibkan agar paus menjadi kepala gereja Kristus secara universal.
Martin Luther menentang argumen ini dengan mengatakan bahwa gereja memiliki kepala - yaitu Yesus Kristus sendiri. Ia mengatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya kepala gereja. Ia berkata, "Gereja tidak membutuhkan kepala yang lain karena gereja adalah lembaga rohani, bukan lembaga yang temporal."
Kemudian Eckius mengutip kata-kata Yesus seperti tercatat dalam Injil Matius, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat- Ku." (Matius 16:18).
Luther menjelaskan bahwa ayat ini merupakan pengakuan iman dan Petrus mewakili gereja universal, bukan hanya ia sendiri. Batu karang itu adalah Yesus Kristus dan firman-Nya, bukan Petrus.
Dalam usaha mendapatkan ayat Alkitab lainnya untuk mendukung argumennya, Eckius mengutip kata-kata Yesus dalam Injil Yohanes, "Gembalakanlah domba-dombaKu." (Yohanes 21: 16). Ia berkata bahwa kata-kata ini dikatakan Tuhan hanya kepada Petrus sendiri.
Martin Luther menunjukkan bahwa setelah Yesus mengucapkan kata-kata ini kepada Petrus, otoritas yang sama diberikan kepada semua rasul dan Yesus memerintahkan kepada mereka untuk menerima Roh Kudus dan Sang Guru melanjutkan dengan berkata, "Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni" (Yohanes 20:23).
Mencari sumber otoritas lainnya untuk meneguhkan posisinya, Eckius menunjukkan keputusan Konsili Constance. Ia mengutip keputusan mereka untuk berpaut pada paus, yang menurut konsili, adalah "kepala gereja tertinggi." Ia berkata bahwa konsili umum tidak mungkin salah dalam masalah sepenting itu.
Luther berkata bahwa keputusan tertentu dan otoritas Konsili Constance harus dihargai, tetapi hal-hal lain yang berkaitan dengan sidang masih harus dipertanyakan karena itu sekadar keputusan manusia. Ia berkata, "Ini merupakan hal yang paling pasti, bahwa tidak ada sidang yang memiliki kuasa untuk membuat artikel iman yang baru."
Laporan ten tang deb at ini, yang tidak menghasilkan kesimpulan khusus, beredar luas di seluruh Eropa. Eckius tetap yakin akan posisinya, sementara Luther berpegang erat pada keyakinannya tentang pembenaran oleh iman serta Alkitab merupakan peraturan iman dan praktik yang paling utama.
Pada 1520, Luther menyelesaikan tiga bukunya, yang di dalamnya ia menyatakan pandangannya. Buku pertama berjudul Address to the Christian Nobility of the German Nation, ia mendorong pangeran di Jerman untuk mengambil reformasi gereja dalam tangan mereka sendiri. Buku kedua adalah A Prelude Concerning the Babylonian Captivity of the Church, dan di dalamnya ia menyerang Gereja Roma dan teologi sakramennya. Buku ketiga adalah On the Freedom of a Christian Man, di situ ia menjelaskan posisi pembenaran dan perbuatan baik. Biarawan dan doktor Louvian serta Cologne mengutuk buku-buku Luther sebagai bidat. Luther menjawab kutukan itu dengan menyerang imam yang terlibat itu keras kepala, kejam,jahat, dan tidak beriman. Pada tanggal 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan bulla, Exsurge Domine, yang mernberikan kesempatan 60 hari kepada Luther untuk mencabut pandangannya, tetapi bulla itu tidak memberikan dampak apa-apa pada dirinya dan doktrinnya.
Dalam bukunya yang pertama kepada bangsawan Jerman, Luther menentang tiga premis paus, yaitu:
1. Tidak ada hakim sementara atau non-religius yang memiliki kuasa atas kerohanian, tetapi orang-orang ini memiliki kuasa at as yang lainnya.
2. Jika ada ayat Alkitab, yang diperdebatkan, yang harus diputuskan, tidak ada manusia yang menjelaskan Alkitab, atau menjadi hakim atasnya, tetapi hanya paus.
3. Tidak ada seorang pun yang memiliki otoritas untuk mengadakan sidang kecuali paus.
Ia juga membahas beberapa masalah lain dalam bukunya:
1. Kesombongan Paus tidak boleh didiamkan,
2 Terlalu banyak uang yang dikirimkan dari Jerman ke Paus,
3. Imam-imam seharusnya diizinkan memiliki istri,
4. Seharusnya tidak ada larangan untuk memakan daging,
5. Kemiskinan yang disengaja seharusnya dihapuskan,
6. Kaisar Sigismund seharusnya mendukung John Huss dan Jerome,
7. Bidat seharusnya diyakinkan dengan firman Allah, bukan dengan api,
8. Ajaran pertama untuk anak-anak harus difokuskan pada Injil Yesus Kristus; bukan pada tradisi Gereja Roma.
Setelah Charles V dimahkotai menjadi raja Jerman, dan Kaisar Roma yang Kudus di Aix-la-Chapelle, Paus Leo mengutus dua kardinal kepada Duke Frederick. Misi mereka adalah untuk meyakinkan Duke untuk mengambil tindakan menentang Luther. Kedua kardinal itu pertama berusaha mendapatkan perkenan Duke dengan memuji kebangsawanan, kepemimpinan, garis keluarga, dan kebajikannya lainnya. Kemudian mereka mengajukan dua permintaan khusus demi nama Paus - yaitu untuk membakar semua buku Luther dan mengirim Luther ke Roma atau mengeksekusinya.
Duke menjawab mereka dengan berkata bahwa bendahara paus sendiri telah berkata bahwa Luther harus tetap berada di wilayahnya sehingga ia tidak bisa memengamhi Gereja Roma di negara lainnya. Ia kemudian meminta agar kedua kardinal itu memohon kepada Paus untuk memberikan izin agar teolog dan doktor yang terpelajar memeriksa tulisan-tulisan dan ajaran Luther untuk menentukan apakah ia seorang bidat. Jika ia memang terbukti bidat dan tidak mau mencabut pendapatnya, Duke tidak akan melindunginya lagi, tetapi sementara itu ia masih bertekad melindunginya.
Sebelum kardinal itu kembali ke Roma, mereka mengumpulkan buku Luther sebanyak mungkin yang bisa mereka temukan dan membakarnya di muka umum. Ketika Luther mendengarnya, ia mengumpulkan banyak muridnya dan pengurus fakultas di Universitas Wittenberg lalu mengadakan pembakaran keputusan Paus dan bulla yang dikeluarkan untuk menentangnya di muka umum. Pembakaran dokumen ini terjadi pada 10 Desember 1520.
Pada Januari 1521, Paus Leo X mengutuk Luther sebagai bidat dan mengeluarkan Bulla Pengucilan[2], Decet Romanum Pontificem, menentang Luther dan memerintahkan Kaisar Charles V untuk melaksanakannya. Namun, Kaisar justru memanggil "diet", atau sidang, di Worms; dan pada April 1521, memanggil Luther untuk muncul di hadapannya.
Audiensi pribadi dengan Kaisar dan beberapa bangsawan lainnya dijadwalkan di istana Earl Palatine. Luther secara diam-diam dikawal ke sana, tetapi kemunculannya di depan Kaisar tidak bisa dirahasiakan lagi. Orang banyak datang ke istana untuk melihat Luther yang misterius. Pengawal istana tidak mampu menahan mereka dan banyak orang memanjat balkon tempat mereka bisa melihat dan mendengar rapat tersebut. Suatu kali ketika Luther sedang berusaha berbicara, Ulrick dari Pappenheim memerintahkan kepadanya untuk diam sampai tiba waktunya ia diminta untuk berbicara.
Wakil uskup dari Treves membuka sesi itu dengan berkata, "Martin Luther! Keagungan kerajaan yang kudus dan tak terkalahkan telah memerintahkan dengan persetujuan semua negara di kekaisaran yang kudus, agar kamu muncul di hadapan takhta kita yang agung untuk menjawab dua pertanyaan utama: Apakah kamu menulis buku yang kami tumpuk di depanmu? Maukah kamu mencabut dan menarik kembali buku-buku itu, atau apakah kamu akan bertahan dengan hal yang telah kamu tulis?"
Luther menjawab, "Saya dengan rendah hati memohon kepada keagungan kekaisaran untuk memberikan kebebasan dan waktu luang untuk bermeditasi sehingga saya bisa menjawab interogasi yang dilakukan kepada saya tanpa melanggar firman Allah dan membahayakan jiwa saya sendiri."
Setelah para pangeran mendebatkan permintaannya, Eckius memberikan keputusan Kaisar: "Kaisar yang agung, semata-mata karena grasi yang ia berikan, memberikan waktu satu hari kepadamu untuk merenungkan jawabannya. Besok pada jam yang sama, kamu harus memberikan jawaban kepada kami, tidak secara tertulis, tetapi dengan suaramu sendiri."
Para bentara kemudian mengawal tokoh reformasi itu ke kamarnya, temp at Luther berdoa dan belajar untuk mengetahui kehendak Allah dengan pasti tentang jawaban yang harus ia berikan.
Banyak orang berkumpul untuk mendengar jawaban Luther keesokan harinya. Eckius berkata kepada Luther, "Sekarang sesuai perintah Kaisar, berikan jawaban. Apa kah kamu akan tetap mempertahankan buku-buku yang telah kamu akui sebagai tulisanmu, atau kamu akan menarik kernbali sebagian dari buku-bukumu dan menyerahkan dirimu kepada penguasa yang ditunjuk Allah atasmu?"
Martin Luther menjawab, "Mempertimbangkan fakta bahwa raja kita yang berdaulat dan hakim-hakim yang terhormat menghendaki jawaban yang jujur, saya mengatakan dan mengakui dengan ketetapan hati, sebulat mungkin, tanpa ragu-ragu [ketidakpastian] atau berbelit-belit [mungkin berarti argumen yang menyesatkan], bahwa jika tidak, saya tidak yakin terhadap kesaksian Alkitab sendiri - sebab saya tidak pereaya kepada paus, maupun sidang umumnya yang telah berbuat kesalahan berulang-ulang dan telah bertentangan dengan dirinya sendiri karena hati nurani saya sudah terikat dan ditawan oleh ayat-ayat Alkitab dan firman Allah maka saya tidak akan dan tidak mungkin menarik kembali sikap saya. Jika saya menentang hati nurani saya sendiri, itu akan merupakan hal yang tidak sah dan tidak saleh. Di sinilah saya berdiri dan beristirahat. Saya tidak memiliki sesuatu yang lain untuk dikatakan. Ya Allah, kasihani saya!"
Setelah para pangeran bersidang lagi, Eekius berkata kepada Luther, "Kaisar yang agung menuntut jawaban yang sederhana darimu, entah negatif atau peneguhan, terhadap pertanyaan ini: Apakah kamu bermaksud mempertahankan semua hasil karyamu sebagai seorang Kristen?"
Luther berpaling kepada Kaisar dan para bangsawan lalu memohon kepada me reka untuk menghormati hati nuraninya. Ia memohon dengan sangat kepada mereka untuk tidak memaksanya menentang hati nuraninya, yang ia katakan diteguhkan oleh Alkitab yang kudus. Ia menyimpulkan jawabannya dengan kata-kata langsung: "Saya terikat oleh Alkitab."
Ketika malam tiba, orang-orang yang terkemuka yang sedang bersidang tidak bisa mencapai kesimpulan akhir tentang Luther. Mereka meninggalkan rapat lalu menyuruh Luther digiring kembali ke kamarnya. Ketika kelompok itu bersidang lagi, surat dari Kaisar dibaeakan kepada sidang. Sesungguhnya, surat itu menyatakan bahwa sekalipun Luther bersalah karena tidak menyangkal posisinya, Kaisar akan menghormati janjinya untuk menjamin keamanannya. Oleh karena itu Luther boleh kembali ke rumahnya. Namun sebelum ia pergi, Luther diberi tahu bahwa ia harus kembali ke sidang Kaisar dalam waktu 21 hari.
Kampanye menentang Luther yang gencar mulai berkobar pada saat itu. Plakat-plakat yang menentangnya ditempelkan di banyak tempat dan di seluruh kekaisaran. Nama Luther dibiearakan oleh semua orang - imam maupun orang awam. Selama penangguhan hukuman tiga minggu, Kaisar dan Paus berkolaborasi menyusun rencana; dan Kaisar mengarahkan agar surat perintah yang khidmat ten tang proses pencabutan perlindungan hukum dikeluarkan terhadap Luther dan semua orang yang memihak ia, di mana pun Luther ditemukan ia akan ditangkap, dan semua bukunya akan dirampas dan dibakar. Luther mengungsi di puri Wartburg, tempat ia tinggal di pengasingan selama 8 bulan. Selama waktu itu ia menerjernahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman dan menulis sejumlah pamflet.
Pada saat yang sama Raja Henry VIII dari Inggris menulis surat menentang Luther. Ia memarahi Luther atas sikapnya terhadap surat pengampunan paus dan ia membela supremasi Uskup Roma. Akibat dukungan Henry secara tertulis, Paus menghormati raja dengan memberikan kepadanya, dan para penerusnya gelar yang mulia, "Pembela iman."
Pada November 1521, Paus Leo X terserang demam dan meninggal pada 1 Desember. Ia berumur 47 tahun. Banyak orang curiga ia telah diracun, Penggantinya bernama Adrianus VI, seorang sarjana yang pernah menjadi kepala sekolah Kaisar Charles. Adrianus berasal dari Jerman yang dibesarkan di Louvain. Ia seorang yang berpendidikan tinggi dengan gaya hidup yang moderat dan lemah lembut, tidak seperti para pendahulunya.
Meskipun Adrianus adalah paus pertama yang memberi respons terhadap Reformasi Protestan dengan berusaha memperbarui Gereja Roma, ia masih memandang Luther sebagai musuh gereja dan paus. Tidak lama setelah penunjukan Adrianus sebagai paus, Kaisar mengadakan sidang lain negara-negara Jerman di Nuremberg pada 1522. Adrianus menulis surat kepada sidang, yang di dalamnya ia menyatakan pandangannya tentang Martin Luther. Bagan surat kirimannya sebagai berikut:
Kami mendengar bahwa Martin Luther, pembangun kembali bidat lama yang sudah dikutuk, pertama sete1ah pengumuman bapa-bapa kerasulan; kemudian, sete1ah hukuman yang juga merupakan kutukan terhadap ia, dan terakhir, setelah keputusan putra kami terkasih, Charles V, kaisar terpilih Roma dan Raja Spanyol yang berafiliasi kepada Gereja Roma, yang te1ah diberitakan di se1uruh negara Jerman, tetapi ia be1um dibatasi sesuai perintah atau belum menahan diri sendiri dari kegilaannya, tetapi hari demi hari tidak pernah berhenti mengganggu dan memenuhi dunia dengan buku-buku baru, yang penuh dengan kesalahan, kesesatan, arogansi, dan hasutan, dan yang menulari negara Jerman, dan wilayah lain di sekitarnya dengan pes; dan masih terus berusaha merusak jiwa yang sederhana, dan tingkah laku manusia dengan racun dari lidahnya yang jahat secara moral. Dan yang paling buruk dari semuanya, ia memiliki pendukung bukan hanya dari rakyat jelata, melainkan juga beberapa bangsawan yang berbeda-beda yang juga mulai me1anggar hak-hak imam, berlawanan dengan ketaatan yang harus mereka berikan kepada rohaniwan, dan pejabat dunia, dan sekarang akhirnya juga telah berkembang menjadi perang sipil, dan perpecahan di antara mereka sendiri.
Apakah kamu tidak mempertimbangkan, O pangeran, dan rakyat Jerman, bahwa ini barulah awal, dan permulaan kejahatan, dan kerusakan yang dirancang, dan dikehendaki oleh Luther dengan sekte Lutherannya? Apakah kamu tidak me1ihat dengan je1as, dan menangkap dengan matamu, bahwa pembe1aan kebenaran Injil, yang pertama dimulai oleh penganut Lutheran hanyalah kepura-puraan, dan sekarang telah nyata maksudnya untuk merusak hal-hal yang baik darimu, yang telah mereka inginkan sejak lama? Atau tidakkah menurutmu para pelanggar itu memiliki maksud lain, bahwa atas nama kebebasan untuk menggantikan ketaatan, yang dengan demikian membuka kebebasan umum bagi setiap orang untuk melakukan hal yang ia sukai?
Orang yang menolak untuk memberikan ketaatan yang sepatutnya kepada imam-imam, uskup, dan Uskup Agung dari semua, yang setiap hari berada di depan wajahmu sendiri melakukan penjarahan terhadap harta benda gereja, dan benda-benda yang dipersembahkan kepada Allah, apakah kamu berpikir bahwa mereka akan menahan diri dari barang-barang rampasan dari jemaat? Menurut kamu apakah mereka tidak akan mengambil dari kamu segala sesuatu yang bisa diperoleh tangan mereka?
Bencana yang menyedihkan akhirnya akan memiliki dampak pada dirimu, barang-barangmu, rumahmu, istrimu, anak -anakmu, kekuasaanmu, harta bendamu, dan bait suci [gereja] yang kamu kuduskan dan hormati, kecuali jika kamu melakukan pengobatan segera terhadap hal yang sama.
Oleh karena itu, kami meminta kepadamu, demi ketaatan yang harus diberikan semua orang Kristen kepada Allah dan kepada St. Petrus serta kepada wakilnya di sini di bumi, agar kamu memberikan tangan pertolonganmu untuk memadamkan api publik ini serta berusaha mempelajari sebaik mungkin, bagaimana kamu bisa mengurangi pengaruh Martin Luther itu dan semua penipu lainnya yang melakukan gangguan dan kesalahan ini untuk membuat kesesuaian dan tukar-menukar yang lebih baik dalam hidup maupun iman. Dan jika mereka yang telah terinfeksi menolak untuk mendengar nasihatmu, buatlah ketetapan agar bagian yang masih sehat jangan dirusak oleh penyakit yang sama. Jika kebusukan moral yangjahat ini tidak bisa disembuhkan dengan obat-obat yang lunak dan lembut, obat penenang yang lebih keras harus diberikan dan dibakar dengan keras. Anggota yang sudah menjadi busuk harus dikerat dari tubuh sebab jika tidak, bagian yang sehat juga akan terinfeksi.
Secara demikianlah Allah melemparkan saudara Datan dan Abiram yang menyebabkan perpecahan ke neraka; dan ia yang tidak taat kepada otoritas imam, Allah memerintahkan agar ia dihukum mati. Demikian juga, Petrus, yang terutama di antara rasul-rasul, menempelak Ananias dan Safira yang berbohong kepada Allah sehingga menyebabkan kematian mereka seketika. Demikian juga kaisar- kaisar kuno yang saleh memerintahkan jovinian dan Priscillian sebagai bidat yang harus dipenggal kepalanya.
Sama halnya, St. Jerome berharap agar Vigilant, sebagai bidat, diserahkan tubuhnya untuk dihancurkan agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan. Demikian juga para pendahulu kita di Konsili Constance menghukum mati John Huss dan pengikutnya, Jerome; dan Huss sekarang tampaknya hidup kembali dalam diri Luther. Jika kamu mau meniru tindakan yang pantas dan teladan nenek moyangmu itu, kita tidak akan ragu-ragu, grasi Allah yang murah hati akan mendatangkan kelegaan bagi gerejanya.
Para raja di kekaisaran itu menjawab imbauan Paus untuk menghukum Luther dengan surat mereka sendiri. Inilah parafrase inti sari jawaban mereka:
Kami memahami bahwa kekudusannya dirongrong dukacita yang besar berkaitan dengan Luther dan sektenya. Kami juga menyadari bahwa jiwa-jiwa yang dipengamhi olehnya berada dalam bahaya kebinasaan kekal. Kami ikut merasakan kedukaanmu.
Banyak orang di Jerman berpaut pada pandangan yang sama dengan Luther, dan itulah sebabnya hukuman formal untuk Luther tidak bisa berlangsung. Hal ini akan menyebabkan kehebohan besar, bahkan mungkin perang, dalam wilayah kekaisaran.
Jika keluhan di antara penduduk umum tidak direformasi, tidak ada harapan lagi bagi keharmonisan antara pihak sekuler dengan gereja dalam masalah ini.
Oleh karena itu, kami merekomendasikan agar Paus, seizin Kaisar, mengadakan sidang Kristen di temp at yang nyaman diJerman sesegera mungkin. Dalam sidang ini orang-orang harus didorong untuk berbicara dengan bebas.
Kami merekomendasikan agar Duke Frederick menjaga supaya Luther dan para pengikutnya tidak diperbolehkan menulis, memaparkan, atau mencetak segala sesuatu lainnya. Dan semua pengkhotbah di wilayah Duke dilarang untuk berkhotbah dengan pandangan Luther.
Setiap imam yang tidak menaati petunjuk ini hams dihukum. Setiap buku baru harus diserahkan kepada otoritas gereja untuk disetujui sebelum dijual.
Imam-imam yang menikah atau meninggalkan otoritas mereka harus dihukum oleh petugas gereja yang tetap.
Segera setelah itu, satu pengikut Luther, Andreas Carolostadt dari Wittenberg, mendorong orang-orang untuk mengambil tindakan yang memprovokasi Paus dan wakil gereja lebih jauh. Di antara hal lainnya, Carolostadt mendorong orang-orang untuk membuang gambar dan patung di Gereja Roma. Pada bulan Maret 1522, Luther kembali ke Wittenberg untuk memulihkan tatanan terhadap ikonoklas [3] yang terlalu antusias ini yang menghancurkan mezbah, patung, dan salib.
Karya reformasi Luther selama tahun-tahun berikutnya mencakup penulisan Katekismus Kecil dan Besar, buku-buku khotbah, lebih dari se1usin himne, lebih dari 100 jilid traktat, makalah, komentar Alkitab, ribuan surat, dan terjemahan seluruh Alkitab ke dalam bahasa Jerman.
Bersama Philipp Melanchthon[4] dan orang lainnya, Luther mengorganisir gereja injili di wilayah Jerman karena didukung oleh para pangeran. Ia menghapuskan banyak praktik tradisional, termasuk pengakuan dosa dan kebaktian pribadi.
Luther berusia 63 tahun ketika ia meninggal pada 18 Februari 1546. Melanchthon menggambarkan jam-jam terakhir sang pembaru itu sebagai berikut:
Hari Rabu, 17 Februari, Dr. Martin Luther menderita sakit yang sudah biasa dideritanya, yaitu karena gangguan cairan tubuh di saluran atau lubang perutnya. Penyakit itu menyerangnya setelah makan malam, yang ia lawan dengan keras dan membuatnya dibawa ke ruang sebelah dan di sana ia terbaring di temp at tidurnya selama dua jam. Selama waktu itu sakitnya makin meningkat. Ketika Dr. Jonas berbaring di kamarnya, Luther bangkit lalu memohon kepadanya untuk bangun dan memanggil Ambrose, kepala sekolah anak-anaknya agar menyalakan api di kamar lainnya. Ketika ia baru saja masuk kamar itu, Albert, Earl of Mansfield, bersama istrinya dan orang-orang lain segera datang ke kamarnya.
Akhirnya, karena merasa saat-saat terakhirnya sudah mendekat, sebelum pukul sembilan pagi, pada 18 Februari, ia menyerahkan dirinya kepada Allah dalam doanya yang saleh ini: "Bapaku di surga, Allah yang kekal dan pemurah, Engkau telah menyatakan kepadaku Anak- Mu yang kekasih, Tuhan kami Yesus Kristus. Aku telah mengajarkan tentang Dia, aku telah mengenal Dia, aku mengasihi Dia sebagai hidupku, kesehatanku, dan penebusanku. Orang-orang yang jahat telah menganiaya, mernfitnah, dan menyebabkan Dia yang aku kasihi menderita. Ambillah nyawaku untuk-Mu."
Beberapa saat berlalu kemudian Luther mengulang doa penyerahan nyawanya tiga kali: "Aku menyerahkan rohku ke dalam tangan-Mu. Engkau telah menebus aku, Oh Allah kebenaran."Ia mengikuti doanya dengan kutipan ayat Alkitab favoritnya: "Oleh karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16). Akhirnya, ia menutup matanya dan tidak membuka lagi.
Musuh-musuh Luther bersukacita ketika mengetahui kematiannya karena berpikir bahwa pekerjaannya mungkin akan mati bersamanya. Namun, tentu saja tidak demikian sebab pekerjaannya didasarkan pada kebenaran firman Allah. Dan seperti halnya firman, doktrin Luther bertahan dan menyebarkan Injil Yesus Kristus yang benar ke seluruh dunia.
- Erasmus, Desiderius, (1446-1536) Sarjana Renaissance Belanda dan teolog Gereja Roma yang berusaha menghidupkan kembali teks-teks klasik zaman kuno, memulihkan iman Kristen yang sederhana dan didasarkan pada Alkitab, dan menghilangkan hal-hal yang tidak pantas dalam Gereja Roma abad pertengahan. Karyanya mencakup The Manual of The Christian Knight, yang diterbitkan pada 1503, dan The Praise of Folly yang diterbitkan pada 1509.
- Bulla, Meterai bulat yang dicapkan pada papan bull. Bull, dokumen resmi, seringkali merupakan keputusan, yang dikeluarkan oleh paus, dan dimateraikan dengan bulla.
- Ikonoklas (iconoclast), Seorang yang menyerang dan berusaha menggulingkan ide atau lembaga tradisional/ popular - seorang yang menghancurkan ikon/ gambar keagamaan yang sakral. Iconoclasm, artinya penghancuran ikon-ikon (patung, lukisan, ukiran) religious. Sering terjadi waktu jaman perselisihan besar antara Protestan dan Katolik. Lawan katanya iconodules (dules = dulia). Jelas bagi Gereja Katolik Roma, Iconoclasm adalah bidat, karena ikon-ikon Gereja Roma dihancurkan, dan tentu itu berarti ssault against iman Gereja Katolik Roma. Iconoclasm sendiri terjadi sepanjang sejarah, tetapi yang khusus jamannya Reformasi terjadi di Zürich (1523), Copenhagen (1530), Münster (1534), Geneva (1535), Augsburg (1537) dan Skotlandia (1559). Tentu kalau mau lebih lengkapnya bisa di cek di Catholic Encyclopedia http://www.newadvent.org/cathen/07620a.htm
- Melanchthon, Philipp, Aslinya Philipp Schwarzed, 1497-1560. Teolog Jerman dan pemimpin reformasi Jerman. teman Martin Luther, ia menulis Loci Communes, yang diterbitkan pada 1521. Ini merupakan makalah ekstensif pertama yang menguraikan doktrin Protestan.
No comments:
Post a Comment