Setelah tercerai‑berainya manusia dari Babel, kembali penyembahan berhala merajalela hampir di segenap bumi ini, dan Tuhan akhirnya membiarkan orang‑orang berdosa yang keras kepala itu mengikuti jalan mereka yang jahat, sementara Ia memilih Abraham, dari garis keturunan Sem, dan menjadikan dia sebagai pemelihara hukum‑Nya bagi generasi‑generasi mendatang. Abraham telah dibesarkan di tengah‑tengah takhyul dan kekafiran. Sedangkan rumah tangga bapanya, yang olehnya pengetahuan akan Allah telah dipelihara, menyerah kepada pengaruh‑pengaruh yang menyesatkan yang ada di sekeliling mereka, dan mereka "melayani dewa‑dewa lain" gantinya Tuhan. Tetapi iman yang benar tidak dibiarkan untuk jadi musnah. Tuhan selalu memelihara satu umat yang sisa untuk melayani Dia. Adam, Set, Henokh, Metusalah, Nuh, Sem dalam satu garis yang tak terputus, dari zaman ke zaman telah memelihara kenyataan‑kenyataan yang berharga dari kehendak‑Nya. Anak Terah telah menjadi pewaris harta yang suci itu. Penyembahan berhala menggodanya dari segala penjuru tetapi tidak berhasil. Setia di antara orang‑orang yang tidak setia, tak ternoda oleh kemurtadan yang tengah merajalela, ia berpegang teguh kepada penyembahan kepada satu Allah yang benar. "Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." Mazmur 145:18. Ia menyampaikan kehendak‑Nya kepada Abraham, dan memberikan kepadanya satu pengetahuan yang jelas akan tuntutan‑tuntutan hukum‑Nya, dan tentang keselamatan yang akan dilaksanakan melalui Kristus.
Kepada Abraham diberikan satu janji, yang bagi orang‑orang pada zaman itu sangat berarti sekali, bahwa ia akan memperoleh keturunan yang banyak dan satu bangsa yang besar. "Maka Aku akan membuat engkau menjadi bangsa
yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat." Dan kepada janji ini ditambahkan jaminan, yang bagi pewaris iman lebih berharga daripada yang lain-lainnya, bahwa dari garis keturunannya itu Penebus dunia ini akan datang: "Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Tetapi sebagai syarat yang pertama untuk kegenapan janji itu, harus ada satu ujian iman; satu pengorbanan dituntut.
Pekabaran dari Allah datang kepada Abraham, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu." Agar supaya Allah dapat melayakkan dia bagi tugasnya yang besar sebagai pemelihara hukum-hukum yang suci itu, Abraham harus dipisahkan dari pergaulan masa kanak-kanaknya. Pengaruh kaum kerabat dan sahabat-sahabatnya akan menghalangi latihan-latihan yang akan Tuhan berikan kepada hamba-Nya. Karena Abraham sekarang, dengan satu cara yang istimewa mempunyai hubungan dengan surga, ia harus hidup di antara orang-orang asing. Tabiatnya harus berbeda daripada orang-orang di dalam dunia ini. Ia sendiri tidak menjelaskan segala tindakan yang telah diambilnya agar dapat dimengerti oleh sahabat-sahabatnya. Perkara-perkara rohani harus dipahami secara rohani, motif yang menggerakkan tindakannya tidak dapat dipahami oleh kaum keluarganya yang menyembah berhala-berhala itu.
"Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." Ibrani 11:8. Penurutan Abraham yang dilaksanakan tanpa bertanya-tanya itu merupakan salah satu daripada bukti-bukti yang menonjol daripada iman yang terdapat dalam seluruh Alkitab. Kepadanya iman adalah "dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Ibrani 11:1. Dengan bergantung kepada janji Ilahi tanpa adanya jaminan yang dapat dilihat bahwa itu akan digenapkan, ia telah meninggalkan rumah tangga, keluarga dan kampung halaman dan pergi tidak tahu ke mana, untuk mengikut ke mana saja Allah memimpinnya. "Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu." Ibrani 11:9.
Apa yang telah dihadapkan kepada Abraham bukanlah satu ujian yang enteng, bukan pula satu pengorbanan yang kecil yang dituntut daripadanya. Ada ikatan yang kuat yang mengikat Abraham kepada negerinya, keluarganya dan rumah tangganya. Tetapi ia tidak ragu-ragu untuk menurut kepada panggilan itu. Ia tidak mengemukakan pertanyaan tentang negeri perjanjian itu--apakah tanahnya subur dan udaranya menyehatkan; apakah keadaan sekelilingnya baik serta memberikan kesempatan untuk mengumpulkan kekayaan. Tuhan telah berbicara dan hambanya harus mentaatinya; baginya tempat yang paling berbahagia di atas bumi ini adalah tempat di mana Allah tentukan bagi dirinya.
Banyak yang masih diuji sebagaimana halnya Abraham. Mereka tidak mendengar suara Allah berkata‑kata langsung dari surga, tetapi Ia memanggil mereka melalui pengajaran‑pengajaran sabda‑Nya dan peristiwa‑peristiwa yang merupakan pimpinan‑Nya. Boleh jadi mereka dituntut untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang akan mendatangkan kekayaan dan kehormatan, untuk meninggalkan pergaulan yang menyenangkan dan menguntungkan, dan berpisah dari keluarga, untuk memasuki apa yang kelihatan hanya sebagai satu jalan yang penuh dengan penyangkalan diri, kesukaran dan pengorbanan. Tuhan memberikan kepada mereka satu tugas untuk dilaksanakan; tetapi satu kehidupan yang senang‑senang dan pengaruh daripada sahabat serta keluarga, akan menghalangi perkembangan tabiat yang amat dibutuhkan pelaksanaannya. Ia memanggil mereka ke luar dari pengaruh‑pengaruh serta pertolongan manusia, dan memimpin mereka untuk merasakan kebutuhan akan pertolongan‑Nya, dan bergantung hanya kepada‑Nya saja, agar Ia dapat menyatakan Diri‑Nya kepada mereka. Siapakah yang mau menerima tanggung jawab yang baru, dan masuk ke ladang‑ladang yang belum pernah dimasuki serta melaksanakan pekerjaan Allah dengan sungguh‑sungguh dan sukarela, dan demi untuk Kristus menghitung segala kerugian itu sebagai satu keuntungan? Ia yang mau melakukan hal ini mempunyai iman Abraham dan bersama‑sama dengan dia akan mengambil bagian dalam "kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya," dan dengan mana "penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." 2 Korintus 4:17; Roma 8:18.
Panggilan dari surga datang kepada Abraham pertama kalinya pada waktu ia tinggal di "Urkasdim" dan sesuai dengan perintah itu ia pindah ke Haran. Sejauh itu keluarga bapanya ikut menemaninya, karena bersama dengan penyembahan berhala mereka telah mencampurnya dengan perbaktian kepada Allah yang benar. Abraham tinggal di tempat ini sampai kematian Terah. Selesai menguburkan bapanya itu, suara Tuhan memerintahkannya agar ia maju terus. Saudaranya, Nahor, bersama dengan keluarganya tetap berpegang pada rumah dan berhala‑berhala mereka. Di samping Sarai, istri Abraham, hanya Lot, anak daripada Haran yang sudah lama mati, memilih untuk bersama‑sama dengan Abraham menempuh satu hidup pengembaraan. Namun demikian yang meninggalkan tanah Mesopotamia itu adalah merupakan satu kelompok yang besar. Abraham sudah memiliki kawanan kambing domba yang banyak, harta kekayaan dari Timur, dan ia dikelilingi oleh sejumlah besar hamba‑hamba dan pelayan‑pelayan. Ia tinggalkan tanah leluhurnya untuk tidak kembali lagi, dan ia telah membawa segala sesuatu yang dimilikinya, "orang-orang yang diperoleh mereka di Haran." Di antara mereka itu ada yang ikut oleh karena didorong oleh pertimbangan‑pertimbangan yang lebih tinggi daripada sekadar untuk melayani diri dan kepentingan‑kepentingan pribadi. Selama mereka tinggal di Haran, baik Abraham dan juga Sarai, telah memimpin orang lain kepada perbaktian serta pelayanan akan Allah yang benar. Mereka ini mengikatkan diri kepada rumah tangga Abraham, dan menemaninya menuju ke tanah perjanjian. "Mereka berangkat ke tanah Kanaan, lalu sampai di situ."
Tempat di mana mereka pertama kali berhenti adalah Sikhem. Di bawah naungan pohon tarbantin di More, di lembah yang luas dan hijau dengan kebun pohon zaitunnya, serta mata air yang memancar, di antara bukit Betel di sisi yang satu dan bukit Ai pada sisi yang lain, Abraham telah mendirikan tendanya. Adalah satu negeri yang indah serta subur yang telah dimasuki oleh Abraham "satu negeri dengan sungai, mata air dan danau, yang ke luar dari lembah-lembah dan gunung-gunung; suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya; suatu negeri dengan pohon zaitun dan madunya." Ulangan 8:7, 8. Tetapi bagi penyembah‑penyembah Tuhan, satu bayang‑bayang gelap kelihatan menutupi bukit‑bukit kayu dan padang yang subur itu. "Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu." Abraham telah tiba di tempat tujuan yang diharap‑harapkannya itu, dan mendapati satu negeri yang dihuni oleh satu bangsa asing dan dipenuhi oleh penyembahan berhala. Di dalam kebun‑kebun didirikan mezbah‑mezbah untuk dewa‑dewa palsu, dan korban manusia dipersembahkan di atas puncak‑puncak bukit yang ada di sekelilingnya. Sekalipun ia bergantung kepada janji Ilahi, bukanlah tanpa suatu firasat yang buruk di mana ia telah mendirikan tendanya. Kemudian "Tuhan menampakkan diri kepada Abraham dan berfirman: 'Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu." Imannya dikuatkan oleh jaminan bahwa hadirat Ilahi ada bersama‑sama dengan dia, bahwa ia tidak akan dibiarkan begitu saja kepada belas kasihan orang jahat. "Maka didirikannya di situ mezbah bagi Tuhan yang telah menampakkan diri kepadanya." Masih sebagai seorang pengembara, ia dengan segera pindah ke satu tempat dekat dengan Betel dan sekali lagi mendirikan mezbah dan berseru akan nama Tuhan.
Abraham "sahabat Allah" memberikan kepada kita satu suri teladan yang patut. Kehidupannya dipenuhi oleh doa. Di mana saja ia mendirikan tendanya, maka dekat di sampingnya didirikannya sebuah mezbah, dan dipanggilnya semua yang ada di dalam tendanya untuk mengadakan upacara korban pagi dan petang. Apabila tendanya dipindahkan mezbah itu ditinggalkan di tempatnya. Pada tahun‑tahun berikutnya, ada orang‑orang dari antara bangsa Kanaan yang mengembara itu yang menerima petunjuk‑petunjuk dari Abraham, dan bilamana saja salah seorang dari antara mereka mendapati mezbah tadi, ia tahu siapa yang telah berada di tempat itu sebelumnya; dan apabila ia mendirikan tendanya, ia perbaiki mezbah itu, dan di sana ia berbakti kepada Allah yang hidup.
Abraham melanjutkan perjalanannya ke arah Selatan, dan sekali lagi imannya telah diuji. Hujan tidak turun, di lembah‑lembah mata air telah menjadi kering, dan rumput‑rumput di padang menjadi layu. Kawanan kambing dan domba tidak mendapati padang rumput dan kelaparan mengancam semua pengikutnya. Sekarang ini tidakkah Abraham meragukan pimpinan Allah? Tidakkah sekarang ini ia menoleh kembali dengan penuh kerinduan ke padang‑padang Kasdim yang subur itu? Semua orang dengan perhatian mengamat‑amati apa yang akan dilakukan oleh Abraham, sementara kesulitan demi kesulitan datang menimpanya. Selama kepercayaannya kelihatan tak tergoncangkan, mereka merasa bahwa ada pengharapan; mereka merasa pasti bahwa Allah adalah Sahabatnya, dan Ia masih tetap memimpinnya.
Abraham tidak dapat menerangkan pimpinan Allah; ia belum mengerti sepenuhnya akan apa yang diharapkannya; tetapi ia berpegang teguh kepada janji itu. "Aku akan memberkati engkau dan menjadikan namamu besar; dan engkau akan menjadi berkat." Dengan doa yang sungguh‑sungguh ia memikirkan bagaimana caranya untuk melihat akan hidup daripada pengikut‑pengikutnya, dan juga kawanan kambing dombanya, tetapi ia tidak membiarkan keadaan sekeliling menggoncangkan imannya akan Firman Allah. Untuk melepaskan diri dari bala kelaparan ia pergi ke Mesir. Ia tidak tinggalkan Kanaan, atau di dalam kesulitannya kembali ke Urkasdim dari mana ia telah datang, di mana tidak pernah kekurangan roti; tetapi ia mencari satu tempat perlindungan sementara yang paling dekat ke Negeri Perjanjian dengan maksud untuk segera kembali ke tempat yang telah ditetapkan Tuhan baginya itu.
Tuhan di dalam pimpinan‑Nya telah mendatangkan ujian ini kepada Abraham untuk mengajarkan kepadanya pelajaran‑pelajaran tentang berserah, sabar dan iman-—pelajaran‑pelajaran yang harus dicatat demi keuntungan semua orang yang di kemudian hari dipanggil untuk menahan penderitaan. Tuhan menuntun anak‑anak‑Nya melalui satu jalan yang mereka tidak ketahui, tetapi Ia tidak melupakan atau meninggalkan mereka yang berharap kepada‑Nya. Ia mengizinkan penderitaan menimpa diri Ayub, tetapi Ia tidak meninggalkannya. Ia membiarkan Yohanes yang kekasih dibuang ke pulau Patmos yang terpencil tetapi Anak Allah menemuinya di sana dan khayalnya dipenuhi oleh pemandangan‑pemandangan yang dipenuhi oleh kemuliaan yang baka. Allah mengizinkan penggodaan menyerang umat‑Nya agar oleh ketetapan hati serta penurutan mereka, mereka sendiri akan diperkaya secara rohani dan agar teladan hidup mereka dapat menjadi sumber kekuatan bagi orang lain. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." Yeremia 29:11. Kesukaran‑kesukaran yang menguji iman kita dengan hebatnya, dan yang menjadikan seolah‑olah Tuhan telah meninggalkan kita, harus memimpin kita untuk datang lebih dekat kepada Kristus agar dapat kita meletakkan segala beban kita di kaki‑Nya dan mengalami damai yang akan diberikan kepada kita sebagai penggantinya.
Allah senantiasa menguji umat‑Nya di dalam dapur api penderitaan. Adalah di dalam panasnya dapur api itu di mana kotoran‑kotoran dipisahkan dari mas murni yaitu tabiat Kristen. Yesus mengamat‑amati ujian itu; Ia mengetahui apa yang diperlukan untuk menyucikan logam mulia itu, agar itu dapat memantulkan cahaya kasih‑Nya. Adalah melalui penderitaan‑penderitaan yang menguji bahwa Tuhan mendisiplin hamba‑hamba‑Nya. Ia melihat bahwa beberapa orang mempunyai kuasa yang dapat digunakan untuk memajukan pekerjaan‑Nya, dan Ia menempatkan orang‑orang ini dalam ujian; di dalam pimpinan‑Nya Ia membawa mereka ke keadaan‑keadaan yang menguji tabiat mereka dan menyatakan cacat cela serta kelemahan‑kelemahan yang tersembunyi dari pengetahuan mereka. Ia memberikan kepada mereka kesempatan untuk memperbaiki cacat cela ini agar melayakkan dia untuk bekerja dalam pelayanan kepada‑Nya. Ia menunjukkan kepada mereka kelemahan‑kelemahan mereka, dan mengajar mereka agar bersandar kepada‑Nya karena Ialah satu‑satunya penolong dan pelindung. Dengan cara demikian maksud‑Nya dapat dicapai. Mereka dididik dan dilatih, dan didisiplin, dipersiapkan untuk memenuhi maksud yang agung untuk mana kesanggupan‑kesanggupan itu telah diberikan kepada mereka. Apabila Tuhan memanggil mereka untuk bekerja, mereka siap sedia, dan malaikat‑malaikat suci dapat bergabung dengan mereka di dalam tugas yang harus dilaksanakan di atas bumi ini.
Selama ia tinggal di Mesir, Abraham memberikan bukti bahwa ia tidak lepas dari kelemahan dan ketidak‑sempurnaan manusia. Di dalam menyembunyikan fakta bahwa Sarai adalah istrinya, ia telah meragukan penjagaan Ilahi. Ia menunjukkan kurang iman dan keberanian yang amat sering dinyatakan dalam hidupnya. Sarah mempunyai wajah yang cantik, dan Abraham merasa yakin bahwa orang-orang Mesir yang berkulit hitam itu akan mengingini orang asing yang elok itu, dan agar memperolehnya, tentu mereka tidak segan-segan untuk membunuh suaminya. Ia berpendapat bahwa ia tidak berdusta dengan mengatakan bahwa Sarah adalah saudarinya karena dia adalah anak daripada bapanya sekalipun berbeda ibu. Tetapi hal menyembunyikan hubungan mereka yang sebenarnya adalah merupakan satu penipuan. Tidak ada penyimpangan dari kejujuran yang sungguh berkenan di hadapan Tuhan. Oleh karena kurangnya iman Abraham, Sarah telah ditempatkan dalam satu bahaya yang besar. Raja Mesir, setelah mendengar kabar tentang kecantikannya, memerintahkan agar ia dibawa ke istana, dengan maksud akan dijadikan istrinya. Tetapi Tuhan di dalam rahmatnya yang besar, telah melindungi Sarah dengan menyatakan hukuman terhadap seisi istana raja. Oleh cara ini raja mengetahui apa yang sebenarnya menjadi persoalan dan dengan marah oleh karena merasa ditipu oleh Abraham, ia telah menempelaknya dan mengembalikan kepadanya istrinya itu, sambil berkata: "Mengapa engkau katakan: dia adikku, sehingga aku mengambilnya menjadi istriku? Sekarang, inilah istrimu, ambillah dan pergilah!"
Abraham disukai oleh raja; bahkan sekarang Firaun tidak mengizinkan Abraham atau pengikut-pengikutnya disakiti, tetapi memerintahkan seorang penjaga untuk memelihara agar mereka dengan selamat pergi meninggalkan negerinya. Pada saat itu berlaku undang-undang yang melarang Mesir untuk bergaul dengan gembala-gembala asing dalam hal seperti makan dan minum bersama-sama dengan mereka. Tindakan Firaun untuk mengusir Abraham adalah suatu perbuatan yang baik dan penuh kemurahan; tetapi ia menyuruh agar dia meninggalkan Mesir karena dia tidak berani mengizinkan ia untuk tetap tinggal. Dengan tidak sadar Raja hampir-hampir berbuat sesuatu yang akan menyakiti Abraham, tetapi Allah campur tangan dan menyelamatkan raja daripada perbuatan dosa yang besar itu. Firaun melihat di dalam diri orang asing ini seorang yang dihormati oleh Allah yang ada di surga dan ia merasa takut membiarkan dia berada di dalam kerajaan, seorang yang jelas berkenan kepada Tuhan. Kalau saja Abraham dibiarkan tinggal di Mesir, kekayaan serta kehormatan yang bertambah-tambah itu akan membangkitkan rasa cemburu dan tamak orang-orang Mesir, dan kesulitan akan menimpanya untuk mana raja harus bertanggung jawab dan tentu akan kembali mendatangkan hukuman kepada seisi istananya.
Amaran yang telah diberikan kepada Firaun terbukti menjadi satu perlindungan kepada Abraham di dalam pergaulannya dengan orang‑orang kafir di masa mendatang; karena hal itu tidak dapat disembunyikan dan telah nyata bahwa yang disembah Abraham akan melindungi hamba‑Nya dan perlakuan yang tidak baik kepadanya akan mendatangkan pembalasan. Adalah satu hal yang membahayakan untuk berbuat yang tidak baik kepada salah seorang daripada anak‑anak Raja surga. Pemazmur menunjukkan kepada pengalaman Abraham ini pada waktu ia berkata, tentang umat pilihan Allah menempelak raja‑raja untuk kebaikan mereka dengan berkata, "Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat kepada nabi-nabi-Ku." Mazmur 105 :15.
Ada persamaan yang menarik perhatian antara pengalaman Abraham di Mesir dengan pengalaman keturunannya, berabad‑abad kemudian kedua‑duanya pergi ke Mesir disebabkan Oleh karena bala kelaparan dan kedua‑duanya tinggal di sana. Melalui kenyataan pehukuman Ilahi demi untuk mereka, rasa takut terhadap mereka telah menggentarkan orang‑orang Mesir; dan dengan dibekali kekayaan orang‑orang kafir, mereka telah pergi ke luar dengan harta yang banyak.
No comments:
Post a Comment