* Wahyu 1:11
MILT, yang mengatakan, "Akulah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terakhir. Dan, apa yang engkau lihat, tuliskanlah dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh gereja di Asia: ke Efesus, dan ke Smirna, dan ke Pergamus, dan ke Tiatira, dan ke Sardis, dan ke Filadelfia, dan ke Laodikea."
KJV, Saying, I am Alpha and Omega, the first and the last: and, What thou seest, write in a book, and send it unto the seven churches which are in Asia; unto Ephesus, and unto Smyrna, and unto Pergamos, and unto Thyatira, and unto Sardis, and unto Philadelphia, and unto Laodicea.
TR, λεγουσης εγω ειμι το α και το ω ο πρωτος και ο εσχατος και ο βλεπεις γραψον εις βιβλιον και πεμψον ταις εκκλησιαις ταις εν ασια εις εφεσον και εις σμυρναν και εις περγαμον και εις θυατειρα και εις σαρδεις και εις φιλαδελφειαν και εις λαοδικειαν
Translit, legousês egô eimi to a kai to ô ho prôtos kai ho eskhatos kai ho blepeis grapson eis biblion kai pempson tais ekklêsiais tais en asia eis epheson kai eis smurnan kai eis pergamon kai eis thuateira kai eis thuateira kai eis sardeis kai eis phiadelpheian kai eis laodikeian
Laodikia, Yunani: λαοδικεια - laodekeia, artinya: keadilan untuk rakyat, adalah suatu kota perdagangan penting di lembah Likos daerah Frigia. Suatu kota di propinsi Romawi wilayah Asia. Letaknya di bagian barat negara Turki yg sekarang. Awalnya, kota itu dibangun oleh Antiokhus II (261-246 sM) (dari wangsa Seleukid) untuk menghormati permaisurinya Laodike.
Di kemudian hari Laodikia dikuasai bangsa Romawi. Kota Laodikia terkenal oleh pembuatan wool bulu domba hitam dan menjadi pusat ilmu ketabiban. Agama kristen dimasukkan oleh Epafras ke Laodikia maupun ke Kolose, sebuah kota tetangganya (Kolose 4:12-13). Menurut Kolose 4:16 Paulus telah menulis sepucuk surat Laodikia yang apokrif berasal dari waktu yang jauh lebih belakangan.
Laodikia berada di persimpangan jalan raya utama, yaitu jalan raya lintas Asia Kecil yg membentang ke barat menuju ke pelabuhan-pelabuhan Miletus dan Efesus, kr 160 km jauhnya; ke arah timur lewat lereng yg landai menuju dataran tinggi di bagian tengah dan dari situ terus menuju Siria. Ada jalan lain ke arah utara menuju ibukota propinsi yaitu Pergamum, dan ke selatan menuju pantai ke Atalia.
Karena letaknya begitu strategis, maka kota ini menjadi pusat perdagangan yg sangat makmur, terutama pada zaman pemerintahan Romawi. Ketika kota itu hancur karena gempa bumi yg hebat thn 60 M, kota itu sanggup menolak tawaran bantuan biaya pembangunan kembali dari kaisar. Laodikia menjadi pusat yg penting untuk perbankan dan pertukaran (Cicero, ad Fam 3.5.4). Dan karena terletak di lembah S Likus yg lebar, kota ini dikelilingi oleh tanah yg subur (S Likus adalah anak S Meander). Produksinya yg terkenal antara lain adalah jubah dari wol hitam yg berkilau (Strabo, Geog. 12.8.16 [578]), dan Laodikia juga terkenal sebagai pusat ilmu kesehatan mata.
Letaknya sangat ditentukan oleh sistem jaringan jalan raya, sehingga tidak mempunyai sumber air bersih yg tetap dan dekat. Air harus disalurkan lewat pipa-pipa ke kota dari sumber-sumber air panas di tempat yg agak jauh, dan bila tiba di kota air itu mungkin sudah menjadi hangat-hangat kuku. Pada akhirnya kota itu ditinggalkan dan kota baru tumbuh di lahan kota zaman modem (Denizli) di sekitar sumber-sumber air itu.
Karena letaknya di jalur lintas yg ramai, maka Injil sampai di Laodikia pada waktu yg sangat dini, mungkin sewaktu Paulus tinggal di Efesus (Kisah 19:1), mungkin pula oleh Epafras (Kolose 4:12, 13). Walaupun Paulus menyebut jemaat di sana (Kolose 2:1; 4:13-16), tak ada berita bahwa Paulus telah mengunjunginya. Jelas jemaat itu memelihara hubungan erat dengan jemaat-jemaat di kota-kota tetangga, yaitu Hierapolis dan Kolose. Tentang 'surat dari Laodikia' (Kolose 4:16) banyak orang menduganya adalah salinan dari 'Surat Efesus' yg telah diterima oleh jemaat Laodikia.
Surat terakhir dari surat-surat kepada 'tujuh jemaat di Asia' dialamatkan kepada 'malaikat dari jemaat Laodikia' (Wahyu 3:14-22). Surat ini berisi banyak singgungan terhadap sifat dan suasana kota itu. Walaupun kaya, kota itu tidak mampu menghasilkan penyembuhan dari khasiat air panas, seperti tetangganya Hierapolis, atau kuasa menyegarkan dari air sejuk seperti di Kolose. Hasilnya hanyalah air hangat-hangat kuku yg hanya bermanfaat sebagai obat muntah. Jemaat Laodikia yg dituduh hangat-hangat kuku hingga tak bermanfaat (artinya, perasaan cukup diri, bukan setengah hati). Sama seperti kota itu, jemaat berpikir bahwa ia 'tidak membutuhkan apa-apa lagi' padahal ia membutuhkan 'emas', 'pakaian putih' dan 'pelumas mata' yg lebih hebat dari yg dapat disediakan oleh bankir-bankir, ahli-ahli pakaian dan dokter-dokter mereka. Seperti halnya penduduk bersikap tidak menyenangi musafir yg menawarkan kepadanya barang-barang, warga jemaat itu telah menutup pintu rumah mereka dan membiarkan Sang Pemberi tetap di luar rumah mereka.
Kristus dalam kasih-Nya berpaling menghimbau orang perseorangan (ayat 20).
Laodikia atau Laodikea di tepi sungai Lycus (bahasa Yunani: Λαοδίκεια πρός τοῦ Λύκου; bahasa Latin: Laodicea ad Lycum; bahasa Inggris: Laodicea on the Lycus, juga ditransliterasi menjadi Laodiceia atau Laodikeia, dahulu juga dikenal sebagai Diospolis dan Rhoas; bahasa Turki: Laodikya) adalah kota metropolitan kuno di Phrygia Pacatiana (juga diatribusikan ke Caria dan Lydia), yang dibangun di tepi sungai Lycus (Çürüksu), di Anatolia dekat desa modern Eskihisar (Eski Hissar), Denizli, Turki.
Sejarah
Laodikea terletak di perbukitan memanjang yang diapit oleh dua lembah sempit sungai Asopus dan Caprus, yang bermuara ke sungai Lycus. Kota ini semula disebut Diospolis, "Kota Zeus", dan kemudian Rhodas, dan Laodikea, dikatakan didirikan oleh Antiokhos II Theos, pada tahun 261-253 SM, untuk menghormati istrinya Laodice, kemungkinan di lokasi kota tua sebelumnya. Kira-kira 17 km di sebelah barat Kolose, 10 km di selatan Hierapolis, sekitar 160 km di timur Efesus dan, menurut Strabo, berada di jalan utama. Terletak di daerah Phrygia, meskipun beberapa penulis purba menempatkannya di wilayah provinsi lain – tidak heran mengingat batas-batas wilayah ini sering tidak jelas dan tidak konsisten – misalnya Ptolemaeus dan Philostratus menyebutnya kota di daerah Caria, sedangkan Stefanus dari Byzantium (s. v.) menulis termasuk ke dalam wilayah Lydia.
Pada tahun 220 SM, Jenderal Achaeus menjadi rajanya. Kemudian tahun 188 SM, di bawah kekuasaan Kerajaan Pergamon, dan setelah 133 SM dikuasai oleh Kekaisaran Romawi.
No comments:
Post a Comment