Di seberang anak sungai Kedron yang melewati taman dan kebun Zaitun, dan melalui jalan‑jalan yang sunyi‑senyap di kota yang sedang tidur, mereka membawa Yesus cepat‑cepat. Saat itu sudah lepas tengah malam, dan teriak ejekan orang banyak yang mengikuti Dia memecah udara yang tenang. Juruselamat terikat dan dijaga ketat, dan Ia bergerak dengan susah payah. Tetapi dengan sangat terburu‑buru para penawan‑Nya membawa Dia ke balai Hannas, bekas imam besar
Hannas adalah kepala keluarga imam yang menjalankan tugas dan karena usianya ia diakui oleh orang banyak sebagai imam besar. Nasihatnya dimintakan orang dan dilaksanakan sebagai suara Allah. Ia harus mula‑mula memeriksa Yesus seorang tawanan yang dihadapkan kepada kekuasaan imam. Ia harus hadir ketika pemeriksaan orang tahanan itu diadakan, karena khawatir jangan‑jangan Kayapas yang kurang pengalaman gagal mendapat tujuan yang sedang mereka usahakan. Tipu‑daya, kelicikan dan kecerdikannya harus digunakan pada kesempatan ini; karena, bagaimana pun juga, hukuman bagi Kristus harus dipastikan.
Kristus harus diadili secara resmi di hadapan Sanhedrin; tetapi di hadapan Hannas Ia mendapat pemeriksaan pendahuluan. Di bawah peraturan Roma Sanhedrin tidak boleh menjalankan hukuman mati. Mereka hanya boleh memeriksa seorang tahanan, dan menjatuhkan putusan untuk disahkan oleh penguasa Roma. Sebab itu perlu membawa dakwaan terhadap Kristus yang akan dianggap sebagai penjahat oleh orang Roma. Suatu tuduhan harus pula dicari yang akan mempersalahkan Dia pada pemandangan orang Yahudi. Bukan sedikit dari imam‑imam dan penghulu‑penghulu telah dipersalahkan oleh ajaran Kristus, dan hanya karena takut akan dikucilkan menghalangi mereka untuk mengakui Dia. Imam‑imam ingat benar‑benar akan pertanyaan Nikodemus, "Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?" Yoh. 7:51. Pertanyaan itu telah membingungkan majelis itu sesaat lamanya dan menghalangi rencana mereka. Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus kini tidak dipanggil, tetapi ada orang‑orang lain yang berani berbicara demi keadilan. Pengadilan itu harus diadakan dengan maksud hendak mempersatukan anggota‑anggota Sanhedrin melawan Kristus. Ada dua tuduhan yang hendak dipertahankan oleh imam‑imam. Jika Yesus dapat dibuktikan sebagai penghujat, Ia akan dihukum oleh orang Yahudi. Jika dinyatakan bersalah karena menghasut maka sudah tentu Ia akan dihukum oleh orang Roma. Hannas mula‑mula berusaha meneguhkan tuduhan kedua. Ia menanyakan kepada Yesus mengenai murid‑murid‑Nya dan ajaran‑Nya, dengan berharap bahwa orang tahanan itu akan mengatakan sesuatu yang akan memberi dia dasar tempat bertumpu. Pada hematnya ia dapat menarik suatu pernyataan untuk membuktikan bahwa Ia sedang berusaha mendirikan suatu masyarakat yang tersembunyi dengan maksud hendak mendirikan suatu kerajaan baru. Dengan demikian imam‑imam dapat menyerahkan Dia kepada orang Roma sebagai seorang pengganggu kearnanan dan seorang penyebab pemberontakan.
Kristus membaca maksud imam itu sebagai sebuah buku terbuka. Seakan‑akan membaca kedalaman jiwa orang yang bertanya kepada‑Nya, Ia menyangkal tuduhan bahwa antara Dia dan para pengikut‑Nya ada suatu persekongkolan rahasia, atau bahwa Ia menghimpun mereka diam‑diam dan dalam kegelapan untuk menyembunyikan rencana‑Nya. Ia tidak mempunyai rahasia mengenai maksud dan ajaran‑Nya. "Aku ini sudah berkata‑kata dengan terus‑terang kepada isi dunia," jawab‑Nya, "senantiasa Aku mengajar di dalam rumah sembahyang dan di dalam bait Allah, yaitu di tempat sekalian orang Yahudi berhimpun, dan suatu pun tiada Aku katakan dengan sembunyi."
Juruselamat menunjukkan perbedaan yang sangat menyolok antara cara kerja‑Nya dengan cara kerja para penuduh‑Nya. Berbulan‑bulan lamanya mereka telah memburu Dia, berusaha menjebak Dia dan membawa Dia ke hadapan pengadilan rahasia, di. mana mereka dapat memperoleh sumpah palsu yang tidak mungkin mereka peroleh dengan ikhtiar yang wajar. Sekarang mereka sedang melaksanakan maksud mereka. Penangkapan pada tengah malam oleh orang banyak, ejekan dan caci‑maki sebelum Ia dinyatakan bersalah, atau pun dituduh sekali pun adalah cara kerja mereka, bukannya cara kerja‑Nya. Tindakan mereka melanggar hukum. Peraturan mereka sendiri menyatakan bahwa setiap manusia harus diperlakukan sebagai seorang yang tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Oleh peraturan mereka sendiri imam‑imam dipersalahkan.
Sambil berbalik kepada orang yang bertanya kepada‑Nya, Yesus berkata, "Apakah sebenarnya engkau bertanya kepada‑Ku?" Bukankah para imam dan penghulu telah mengirim mata‑mata untuk memperhatikan pergerakan‑Nya, dan melaporkan setiap perkataan‑Nya? Bukankah mata‑mata ini menghadiri setiap pertemuan orang banyak, dan menyampaikan keterangan kepada imam‑imam tentang segala ucapan dan perbuatan‑Nya? "Soallah orang yang sudah mendengar, apa yang Aku katakan kepada mereka itu," jawab Yesus, "Mereka itu mengetahui barang yang Kukatakan itu."
Hannas terdiam mendengar ketegasan dalam jawab itu. Karena khawatir jangan‑jangan Kristus akan mengatakan sesuatu mengenai cara bertindaknya yang hendak disembunyikannya, ia tidak mengatakan apa‑apa lagi kepada‑Nya pada saat ini. Salah seorang laskarnya yang dipenuhi kemarahan ketika ia melihat Hannas terdiam, menampar muka Yesus, seraya berkata, "Begitukah Engkau menyahut imam besar?"
Kristus menjawab dengan tenang, "Jikalau salah kata itu, nyatakanlah salah itu, tetapi jikalau betul, apakah sebabnya engkau menampar Aku?" Ia tidak mengucapkan perkataan balas dendam yang menyala‑nyala. Jawab‑Nya yang tenang berasal dari hati yang tidak berdosa, sabar, dan lemah lembut, yang tidak akan dibangkitkan amarahnya.
Kristus sangat menderita makian dan hinaan. Pada tangan makhluk‑makhluk yang telah diciptakan‑Nya, dan yang baginya Ia sedang mengadakan pengorbanan yang tidak terhingga, Ia menerima setiap perlakuan yang tidak pantas. Dan Ia menderita sebanding dengan kesempurnaan kesucian‑Nya dan kebencian‑Nya akan dosa. Perihal Ia diadili oleh manusia yang bertindak seperti hantu merupakan suatu pengorbanan kekal bagi‑Nya. Dikelilingi oleh manusia yang dikendalikan oleh Setan sungguh menjijikkan bagi‑Nya. Dan Ia mengetahui bahwa dalam sesaat saja, oleh menunjukkan kuasa Ilahi‑Nya, Ia dapat mencampakkan orang‑orang bengis yang menyiksa Dia ke tanah. Hal ini menjadikan pemeriksaan ini lebih berat menanggungnya.
Orang Yahudi sedang menantikan Mesias untuk dinyatakan dalam pertunjukan secara lahir. Mereka mengharapkan Dia, dengan sekejap mata dan penuh kuasa, akan mengubah aliran pikiran manusia dan memaksakan dari mereka suatu pengakuan akan keunggulan‑Nya. Dengan demikian, mereka percaya bahwa Ia harus berusaha memuliakan diri‑Nya dan memuaskan harapan mereka yang penuh hasrat. Itulah sebabnya ketika Kristus diperlakukan dengan penghinaan, datanglah kepada‑Nya suatu penggodaan yang keras untuk menunjukkan tabiat Ilahi‑Nya. Dengan satu perkataan, dengan satu pandangan, Ia dapat memaksa orang‑orang yang rnenganiayakan Dia untuk mengaku bahwa Ialah Tuhan di atas raja‑raja dan penghulu‑penghulu, imam‑imam dan kaabah. Tetapi itulah tugas‑Nya yang sulit untuk memelihara kedudukan yang telah dipilih‑Nya sebagai satu dengan manusia.
Malaikat‑malaikat surga menyaksikan setiap gerakan yang diadakan terhadap Panglima mereka yang kekasih. Mereka ingin melepaskan Kristus. Di bawah Allah malaikat‑malaikat itu sangat berkuasa. Pada satu kesempatan, dalam mentaati perintah Kristus, mereka membunuh tentara Asyur dalam satu malam seratus delapan puluh lima ribu orang. Alangkah mudahnya malaikat‑malaikat itu, yang memandang peristiwa yang memalukan perihal Kristus diadili, dapat membuktikan kemarahan mereka oleh menghanguskan musuh‑musuh Allah! Tetapi mereka tidak diperintahkan berbuat demikian. Ia yang sebenarnya dapat menghukum mati musuh‑musuh‑Nya itu menyabarkan kebengisan mereka. Kasih‑Nya kepada Bapa‑Nya, dan janji‑Nya, yang diadakan sejak awal dunia ini,untuk menjadi Penanggung Dosa, menyebabkan Dia menanggung tanpa bersungut segala perlakuan yang kasar dari mereka yang hendak diselamatkan‑Nya. Adalah sebagian dari tugas‑Nya untuk menanggung, dalam kemanusiaan‑Nya, segala ejekan dan makian yang dapat ditimpakan oleh manusia kepada‑Nya. Satu‑satunya harapan manusia adalah dalam penyerahan Kristus kepada segala sesuatu yang dapat ditanggung‑Nya dari tangan dan hati manusia.
Kristus tidak mengatakan sesuatu yang dapat memberi para penuduh‑Nya suatu kesempatan; sekali pun demikian Ia diikat, yang menandakan bahwa Ia dipersalahkan. Meski pun demikian, harus ada keadilan secara pura‑pura saja. Perlu diadakan bentuk pengadilan menurut ketentuan hukum. Penguasa‑penguasa menentukan hendak mempercepat hal ini. Mereka mengetahui akan penghormatan orang banyak kepada Yesus, dan mereka khawatir kalau berita penahanan itu disebar‑luaskan, akan ada usaha hendak meluputkan Dia. Lagi pula, kalau pengadilan dan pelaksanaan hukuman mati tidak diadakan dengan segera, akan ada penundaan selama seminggu karena adanya perayaan Paskah. Hal ini dapat menggagalkan rencana mereka. Dalam usaha menghukum Yesus mereka bergantung banyak pada teriak ramai dari orang banyak, kebanyakan dari mereka adalah rakyat jelata di Yerusalem. Seandainya ada penangguhan selama seminggu, kegemparan ini akan mereda, dan suatu reaksi mungkin akan timbul. Sebagian besar orang banyak akan dipengaruhi untuk berpihak pada Kristus, banyak orang akan datang dengan kesaksian yang menyatakan Ia benar, memberitahukan perbuatan besar yang telah dilakukan‑Nya. Hal ini akan menimbulkan kemarahan khalayak ramai terhadap Sanhedrin. Tindakan mereka akan dipersalahkan, dan Yesus akan dibebaskan, untuk menerima penghormatan baru dari orang banyak. Sebab itu para imam dan penghulu memutuskan bahwa sebelum niat mereka dapat diketahui, Yesus harus diserahkan ke tangan orang Roma.
Tetapi mula‑mula sekali, suatu tuduhan harus dicari. Sampai kini mereka belum mendapat sesuatu. Hannas memerintahkan untuk membawa Yesus kepada Kayapas. Kayapas termasuk orang Saduki, beberapa dari mereka kini menjadi musuh Yesus yang paling nekad. Ia sendiri, meski pun kurang dalam kuatnya tabiat, namun ia sama keras, tidak berbelas kasihan, dan jahat sama seperti Hannas. Ia senantiasa mencoba setiap ikhtiar untuk membinasakan Yesus. Sekarang sudah hampir pagi, dan amat gelap; dengan terang obor dan lentera rombongan bersenjata dengan orang tahanan mereka berjalan menuju ke istana imam besar. Di sinilah, sementara anggota‑anggota Sanhedrin berhimpun, Hannas dan Kayapas sekali lagi menanyai Yesus, tetapi tidak berhasil.
Ketika majelis sudah berhimpun di ruang pengadilan, Kayapas mengambil tempat duduknya sebagai ketua. Di sebelah menyebelah terdapatlah hakim‑hakim, dan mereka yang menaruh perhatian khusus dalam pengadilan itu. Serdadu‑serdadu Roma ditempatkan di panggung di bawah kursi pengadilan. Di kaki kursi pengadilan itu berdirilah Yesus. Pandangan segenap orang banyak itu tertuju kepada‑Nya. Kegemparan menghebat. Dari orang banyak itu hanya Dia sendiri yang tetap tenang dan penuh damai. Suasana yang mengelilingi Dia tampaknya diresapi dengan pengaruh yang suci.
Kayapas telah menganggap Yesus sebagai saingan‑Nya. Keinginan orang banyak hendak mendengarkan Juruselamat, serta kesediaan yang tampaknya ada pada mereka untuk menerima ajaran‑Nya, telah menimbulkan kecemburuan yang pahit di pihak imam besar. Tetapi ketika Kayapas kini memandang pada orang tahanan itu, ia dipenuhi dengan kekaguman melihat pembawaan‑Nya yang agung dan mulia itu. Suatu keyakinan datang kepadanya bahwa Orang ini sama dengan Allah. Sesaat kemudian dihilangkannya ingatan itu dengan penuh hinaan. Dengan segera suaranya kedengaran mengejek, nada suara yang angkuh menuntut agar Yesus mengadakan salah satu mukjizat‑Nya yang besar di hadapan mereka. Tetapi perkataannya jatuh pada telinga Juruselamat seolah‑olah la tidak mendengar‑Nya. Orang banyak membandingkan tingkah‑laku Hannas dan Kayapas yang mudah bergelora dan jahat dengan pembawaan Yesus yang tenang dan mulia itu. Malah dalam pikiran orang banyak yang sudah dikeraskan itu timbullah pertanyaan, Apakah orang ini yang kelihatan saleh patut dipersalahkan sebagai seorang penjahat?
Kayapas, yang melihat pengaruh yang sedang berlaku mempercepat pengadilan itu. Musuh‑musuh Yesus sangat kebingungan. Mereka bertekad hendak mempersalahkan Dia, tetapi bagaimana melaksanakan hal ini tidak mereka ketahui. Anggota‑anggota majelis terbagi‑bagi antara orang Farisi dan orang Saduki. Ada kebencian dan pertentangan keras antara mereka, pokok‑pokok perselisihan tertentu tidak berani mereka singgung karena takut terjadinya pertengkaran. Dengan beberapa perkataan saja Yesus dapat membangkitkan prasangka mereka satu dengan yang lain, dan dengan demikian telah menghindarkan kemarahan mereka dari diri‑Nya. Kayapas mengetahui hal ini, dan ia ingin menghindarkan timbulnya suatu pertengkaran. Ada banyak saksi untuk membuktikan bahwa Kristus telah menuduh para imam dan ahli taurat, bahwa Ia telah menamai mereka orang munafik dan pembunuh; tetapi tidaklah menguntungkan mengemukakan kesaksian ini. Orang Saduki dalam pertengkaran mereka yang hebat dengan orang Farisi telah menggunakan bahasa yang sama kepada mereka. Dan kesaksian seperti itu tidak akan mempengaruhi orang Roma, yang merasa jijik akan kepura‑puraan orang Farisi. Ada banyak bukti bahwa Yesus telah mengabaikan tradisi‑tradisi orang Yahudi, dan telah berbicara dengan tidak hormat tentang banyak upacara mereka; tetapi mengenai tradisi, orang Farisi dan orang Saduki sangat bermusuhan; dan bukti ini juga tidak akan mempengaruhi orang Roma. Musuh‑musuh Kristus tidak berani menuduh Dia karena pelanggaran Sabat, agar jangan suatu penyelidikan menyatakan sifat pekerjaan‑Nya. Jika mukjizat penyembuhan‑Nya dinyatakan, tujuan imam‑imam justru akan dikalahkan.
Saksi‑saksi dusta telah disuap untuk menuduh Yesus menghasut pemberontakan dan berusaha mendirikan suatu pemerintahan yang terpisah. Tetapi kesaksian mereka terbukti samar‑samar dan bertentangan. Setelah diteliti mereka memalsukan pernyataan mereka sendiri.
Pada permulaan masa kerja‑Nya Kristus telah mengatakan, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Dalam bahasa nubuatan yang mengandung arti kiasan, dengan cara demikian Ia telah meramalkan kematian dan kebangkitan‑Nya sendiri. "Yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri." Yoh. 2:19, 21. Perkataan ini dipahami oleh orang Yahudi dalam arti sebenarnya, dengan menghubungkannya pada kaabah di Yerusalem. Dari segala perkara yang telah dikatakan Kristus, para imam tidak dapat memperoleh sesuatu untuk digunakan menentang Dia kecuali hal ini. Oleh salah mengungkapkan perkataan ini, mereka berharap akan mendapat suatu keuntungan. Orang Roma telah turut membangun kembali dan menghiasi kaabah itu, dan mereka sangat membanggakannya; suatu hinaan terhadap hal itu sudah pasti akan membangkitkan amarah mereka. Dalam hal inilah orang Roma dan orang Yahudi, orang Farisi dan orang Saduki, dapat sepaham; karena semuanya sangat menghormati kaabah itu. Pada persoalan inilah dua saksi didapat yang kesaksiannya tidak terlalu bertentangan seperti halnya dengan kesaksian orang‑orang lain yang terdahulu. Salah seorang dari mereka, yang mudah disuap untuk menuduh Yesus, menyatakan, "Inilah orang yang menyebut perkataan: Aku dapat meruntuhkan Bait Allah, dan membangunkan dia di dalam tiga hari." Dengan demikian perkataan Kristus telah diungkapkan dengan cara yang salah. Sekiranya telah dilaporkan kepada mereka dengan tepat sebagaimana Ia mengucapkan‑Nya, mereka tidak akan mendapat jalan untuk menyatakan Dia bersalah meski pun melalui Sanhedrin sekali pun. Seandainya Yesus hanya seorang manusia biasa, sebagaimana pengakuan orang Yahudi, keterangan‑Nya hanyalah menyatakan roh yang tidak masuk di akal dan sombong, tetapi tidak dapat diartikan sebagai hujatan. Meski pun disampaikan dengan salah oleh saksi‑saksi dusta, perkataan‑Nya tidak mengandung sesuatu yang akan dianggap oleh orang Roma sebagai suatu kejahatan yang layak diberi hukuman mati.
Dengan sabar Yesus mendengarkan kesaksian yang bertentangan. Tidak ada perkataan diucapkan‑Nya untuk membela diri. Akhirnya para penuduh‑Nya kacau, bingung, dan marah sekali. Pengadilan itu tidak mengalami kemajuan, tampaknya rencana jahat mereka akan gagal. Kayapas putus asa. Masih ada satu ikhtiar terakhir; Kristus harus dipaksa mempersalahkan diri‑Nya sendiri. Imam besar beranjak dari kursi pengadilan, mukanya menunjukkan kemarahan, suaranya dan tingkah‑lakunya dengan jelas menyatakan bahwa sekiranya hal itu ada dalam kuasanya, ia akan memukul jatuh orang tahanan itu di hadapannya. "Tiadakah Engkau menyahut sesuatu pun?" ia berseru, "Apakah yang disaksikan orang ini atas Engkau?"
Yesus diam saja. "Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggnting bulunya, ia tidak membuka mulutnya." Yes. 53:7.
Akhirnya Kayapas, sambil mengangkat tangannya arah ke langit, menyapa Yesus dalam bentuk suatu sumpah yang sungguh‑sungguh. "Aku menuntut sumpah‑Mu demi Allah yang hidup mengatakan kepada kami, kalau‑kalau engkau ini Kristus, Anak Allah itu."
Terhadap seruan ini Kristus tidak dapat tinggal diam. Ada waktunya tinggal diam, dan ada waktunya berbicara. Ia tidak berbicara sampai ditanyai secara langsung. Ia mengetahui bahwa menjawab sekarang akan memastikan kematian‑Nya. Tetapi seruan itu diadakan oleh penguasa bangsa yang tertinggi, dan dalam nama Yang Maha Tinggi. Kristus tidak akan gagal untuk menunjukkan penghormatan yang sepatutnya terhadap hukum. Lebih dari ini, hubungan‑Nya sendiri kepada Bapa ditanyakan kepada‑Nya. Ia harus menyatakan tabiat dan tugas‑Nya dengan terus‑terang. Yesus telah mengatakan kepada murid‑murid‑Nya, "Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga." Mat. 10:32. Sekarang dengan teladan‑Nya sendiri Ia mengulangi pelajaran itu.
Setiap telinga dicenderungkan hendak mendengar, setiap mata menatap wajah‑Nya ketika Ia menjawab, "Seperti kata tuan." Suatu terang surga tampaknya menerangi wajah‑Nya yang pucat ketika Ia menambahkan, "Tetapi Aku berkata kepadamu, daripada sekarang ini kamu akan nampak Anak‑manusia duduk di sebelah kanan Kodrat, serta datang di atas awan dari langit."
Sesaat lamanya keilahian Kristus memancar melalui samaran kemanusiaan‑Nya. Imam besar hilang semangatnya di hadapan mata Juruselamat yang dapat menebus itu. Pandangan itu tampaknya membaca pikirannya yang tersembunyi, dan membakar ke dalam hatinya. Tidak pernah dalam hidupnya sesudah saat itu ia melupakan pandangan yang tajarn dari Anak Allah yang dianiaya itu.
"Dari pada sekarang ini," kata Yesus, "kamu akan nampak Anak‑manusia duduk di sebelah kanan Kodrat, serta datang di atas awan dari langit." Dalam perkataan ini Kristus mengemukakan pemandangan yang bertentangan dengan apa yang sedang terjadi pada saat itu. Ia, Tuhan kehidupan dan kemuliaan, akan didudukkan pada sebelah kanan Allah. Ia akan menjadi hakim segenap bumi, dan dari keputusan‑Nya tidak ada yang dapat naik banding. Lalu setiap perkara yang tersembunyi akan ditaruh dalam terang wajah Allah, dan hukuman dijatuhkan ke atas setiap orang sesuai dengan perbuatannya.
Perkataan Kristus mengejutkan imam besar. Buah pikiran bahwa akan ada kebangkitan orang mati, ketika semua orang akan berdiri di pengadilan Allah, dan akan mendapat pahala menurut perbuatan mereka, merupakan suatu buah pikiran yang menakutkan Kayapas. Ia tidak mau percaya bahwa pada masa depan ia akan mendapat hukuman menurut perbuatannya. Di hadapan pikirannya terkilatlah suatu pemandangan tentang pehukuman terakhir. Sesaat lamanya ia melihat pemandangan yang menakutkan tentang kubur‑kubur terbuka dan orang mati dibangkitkan, serta dengan rahasia‑rahasia yang ia harapkan sudah tersembunyi selama‑lamanya. Sesaat lamanya ia merasa seakan‑akan berdiri di hadapan Hakim yang kekal, yang dengan mata‑Nya, yang dapat melihat segala perkara, sedang membaca jiwanya, dan memaparkan rahasia‑rahasia yang hendaknya tersembunyi dengan orang mati.
Pemandangan itu lalu dari pandangan imam itu. Perkataan Kristus sangat melukai hatinya, seorang Saduki. Kayapas telah menyangkal doktrin kebangkitan, pehukuman, dan kehidupan di masa depan. Sekarang bernyala‑nyalalah amarahnya oleh kemarahan Setan. Apakah orang ini, seorang tahanan di hadapannya, akan menyerang teori yang ditaruhnya dalam hatinya? Sambil mengoyakkan jubahnya, supaya orang banyak dapat melihat perasaan ngerinya yang pura‑pura, ia menuntut agar orang tahanan itu dihukum karena menghujat tanpa diadakan pemeriksaan pendahuluan lebih lanjut. "Apa gunanya lagi saksi bagi kita?" katanya, "sekarang kamu sudah niendengar hujat‑Nya. Apakah pikiran kamu?" Dan mereka semuanya mempersalahkan Dia.
Keyakinan bercampur dengan kemarahan mempengaruhi Kayapas untuk berbuat sebagaimana yang dilakukannya. Ia marah pada dirinya sendiri karena mempercayai perkataan Kristus, dan gantinya mengoyakkan hatinya di bawah perasaan yang mendalam akan kebenaran, dan mengakui bahwa Yesus itulah Mesias, ia mengoyakkan jubah keimamatannya dalam penolakan yang teguh. Tindakan ini sangatlah berarti. Sangatlah sedikit Kayapas menyadari maknanya. Dalam tindakan ini, yang dilakukan untuk mempengaruhi hakim dan dalam usaha untuk menyatakan Kristus bersalah, imam besar telah menghukum dirinya sendiri. Oleh hukum Allah ia menjadi tidak sanggup untuk pekerjaan keimamatan.
Seorang imam besar tidak boleh mengoyakkan jubahnya. Oleh hukum orang Lewi, hal ini dilarang dengan hukuman mati. Dalam keadaan apapun juga, dan pada kesempatan apapun juga, imam tidak boleh mengoyakkan jubahnya. Adalah kebiasaan di kalangan orang Yahudi untuk mengoyakkan pakaian bila sahabat meninggal dunia, tetapi kebiasaan ini tidak boleh dilakukan oleh imam‑imam. Perintah yang jelas telah diberikan oleh Kristus kepada Musa mengenai hal ini. Im. 10:6.
Segala sesuatu yang dikenakan oleh imam harus sempurna dan tidak bercela. Oleh jubah resmi yang indah inilah digambarkan tabiat Yesus Kristus yang dilambangkan dengan segala upacara korban itu. Tidak suatu pun kecuali kesempurnaan, dalam pakaian dan sikap, dalam perkataan dan roh, dapat berkenan kepada Allah. Ia suci, dan kemuliaan dan kesempurnaan‑Nya harus digambarkan oleh upacara di dunia. Tidak ada sesuatu kecuali kesempurnaan dapat menggambarkan dengan selayaknya kesucian upacara di surga. Manusia yang terbatas boleh mengoyakkan hatinya sendiri oleh menunjukkan suatu roh yang menyesal dan rendah hati. Hal ini akan dilihat Allah. Tetapi jubah imam sekali‑kali tidak boleh dikoyakkan, karena hal ini akan menodai gambaran tentang perkara‑perkara di surga. Imam besar yang berani muncul dalam jabatan yang suci, dan mengambil bagian dalam upacara kaabah dengan jubah yang sudah dikoyakkan, dipandang sebagai seorang yang sudah memisahkan dirinya dari Allah. Oleh mengoyakkan jubahnya ia memutuskan dirinya dari tabiat yang mewakili. Ia tidak lagi diterima Allah sebagai seorang imam yang bertugas. Cara bertindak ini, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Kayapas, menunjukkan adanya kemarahan manusia, ketidaksempurnaan manusia.
Oleh mengoyakkan jubahnya, Kayapas meniadakan hukum Allah untuk mengikuti tradisi manusia. Suatu hukum buatan manusia menyatakan bahwa bila ada hujat, seorang imam boleh mengoyakkan jubahnya karena perasaan ngeri akan dosa, dan menjadi bebas dari kesalahan. Dengan demikian hukum Allah telah ditiadakan oleh hukum manusia.
Setiap tindakan imam besar diperhatikan benar‑benar oleh orang banyak; dan Kayapas berpendapat bahwa ada baiknya ia menunjukkan kealimannya. Tetapi dalam perbuatan ini, yang direncanakan sebagai suatu tuduhan terhadap Kristus, ia sedang menghina Seorang yang telah dikatakan Allah, "Nama‑Ku ada di dalam Dia." Kel. 23:21. Ia sendiri sedang menghujat. Sambil berdiri di bawah hukuman Allah, ia menjatuhkan hukuman ke atas Kristus sebagai seorang penghujat.
Ketika Kayapas mengoyakkan jubahnya, perbuatannya mengartikan bagaimana kedudukan bangsa Yahudi sebagai suatu bangsa terhadap Allah sesudah saat itu. Umat Allah yang tadinya disenangi sedang memisahkan diri dari Dia, dan dengan cepatnya sedang menjadi suatu umat yang tidak diakui oleh Yehovah sebagai milik‑Nya. Ketika Kristus berseru di salib, "Sudah selesai" (Yoh. 19:30), dan tirai di kaabah tercarik dua, Penunggu Yang Suci menyatakan bahwa bangsa Yahudi telah menolak Dia yang dilambangkan oleh segala upacara korban mereka, yang menjadi kenyataan bagi segala upacara bayang‑bayang mereka. Israel telah memisahkan diri dari Allah. Memang sudah sepantasnya Kayapas mengoyakkan jubah jabatannya yang mengartikan bahwa ia mengaku sebagai seorang wakil Imam Besar; karena hal itu tidak lagi mengandung arti baginya atau bagi orang banyak. Sudah sepantasnya imam besar mengoyakkan jubahnya dalam kengerian bagi dirinya sendiri dan bagi orang banyak.
Sanhedrin telah mengumumkan bahwa Yesus patut dibunuh, tetapi bertentangan dengan hukum Yahudi mengadili seorang tahanan pada malam hari. Dalam menyatakan seorang bersalah menurut ketentuan hukum tidak suatu pun dapat dilakukan kecuali dalam terang siang hari dan di hadapan pertemuan majelis yang lengkap. Meskipun demikian, Juruselamat kini diperlakukan sebagai seorang penjahat yang sudah dijatuhi hukuman, dan diserahkan untuk diperlakukan dengan kasar oleh manusia yang paling rendah dan paling jahat. Balai imam besar mengelilingi suatu halaman terbuka di tempat serdadu‑serdadu dan orang banyak telah berhimpun. Melalui halaman ini, Yesus dibawa ke ruang jaga, pada setiap sisi menghadapi ejekan karena Ia mengaku Anak Allah. Perkataan‑Nya sendiri, "duduk di sebelah kanan Kodrat," dan, "datang di atas awan dari langit", diulangi dengan cara mengejek. Sementara di dalam ruang jaga, menunggu pengadilan yang sah, Ia tidak dilindungi. Rakyat jelata yang tidak berpengetahuan telah melihat kekejaman perlakuan terhadap Dia di hadapan majelis, dan itulah sebabnya mereka mengambil kebebasan untuk menunjukkan segala sifat Setan dalam perangai mereka. Justru keagungan pembawaan dan kesalehan Kristuslah yang telah menggertak mereka sehingga mereka menjadi sangat marah. Kelemah‑lembutan‑Nya, keadaan‑Nya yang tidak bersalah, kesabaran‑Nya yang mulia, memenuhi mereka dengan kebencian yang berasal dari Setan. Kemurahan dan keadilan dipijak‑pijak. Belum pemah seorang penjahat diperlakukan dengan sangat bengisnya seperti Anak Allah.
Tetapi derita yang lebih pedih lagi meremukkan hati Yesus, pukulan yang menyebabkan kepedihan yang paling hebat tidak dapat diberikan oleh tangan musuh. Sementara Ia mengalami ejekan dari pemeriksaan di hadapan Kayapas, Kristus telah disangkal oleh salah seorang murid‑Nya sendiri. Sesudah meninggalkan Guru mereka di taman, dua orang murid‑Nya telah mencoba mengikuti dari jauh, orang banyak yang mengawasi Yesus. Murid‑murid ini ialah Petrus dan Yohanes. Imam‑imam mengenal Yohanes sebagai seorang murid Yesus yang kenamaan, dan mengijinkan dia masuk ke dalam ruangan, sambil berharap bahwa ketika ia menyaksikan Pemimpinnya dihinakan, ia akan mengejek pendapat bahwa orang seperti itu adalah Anak Allah. Yohanes mengucapkan perkataan yang menolong Petrus dan membuka jalan baginya juga untuk masuk.
Di halaman telah dinyalakan api, karena saat itu merupakan waktu yang paling dingin pada malam, sebab fajar sudah hampir merekah. Serombongan orang berkumpul di sekeliling api, dan Petrus dengan pongahnya mengambil tempat dengan mereka. Ia tidak mau dikenal sebagai seorang murid Yesus. Oleh bercampur dengan sikap acuh tak acuh dengan orang banyak itu, ia berharap akan dianggap sebagai salah seorang dari mereka yang telah membawa Yesus ke ruangan itu.
Tetapi ketika terang menyinari muka Petrus, wanita yang menjaga pintu menatap dia. Wanita itu telah memperhatikan bahwa ia datang dengan Yohanes, dan wanita itu pun memperhatikan adanya kemurungan yang nyata pada mukanya, dan berpendapat bahwa boleh jadi ia pun seorang murid Yesus. Wanita itu adalah salah seorang pembantu rumah tangga Kayapas, dan ingin tahu. Ia mengatakan kepada Petrus, "Bukankah engkau juga seorang daripada murid‑Nya?" Petrus terkejut dan bingung, mata serombongan orang dengan segera tertuju kepadanya. Ia berpura‑pura tidak mengerti akan dia, tetapi wanita itu tetap meneruskan, dan mengatakan kepada mereka yang ada di sekeliling perempuan itu bahwa orang ini bersama‑sama dengan Yesus. Petrus merasa terpaksa menjawab, dan mengatakan dengan rnarah‑marah, "Hai perempuan, aku tiada kenal Dia." Inilah penyangkalan pertama, dan tidak lama kemudian ayam pun berkokoklah. O Petrus, begitu cepat merasa malu akan Gurumu! begitu cepat menyangkal Tuhamu!
Yohanes, ketika memasuki ruang pengadilan, tidak berusaha menyembunyikan kenyataan bahwa ialah seorang pengikut Yesus. Ia tidak bercampur dengan serombongan orang yang kasar yang sedang menghina Gurunya. Ia tidak ditanyai, karena ia tidak menunjukkan sifat berpura‑pura yang dengan demikian menempatkan dirinya dalam kemungkinan dicurigai. Ia mencari suatu sudut yang sepi yang aman dari perhatian orang banyak, tetapi sedekat‑dekatnya kepada Yesus. Di sini ia dapat melihat dan mendengar segala sesuatu yang terjadi pada waktu Tuhannya diadili.
Petrus tidak menghendaki tabiatnya yang sebenarnya diketahui. Dalam bersikap acuh tak acuh ia telah menempatkan dirinya di tempat Setan, dan mudah sekali menjadi mangsa pencobaan. Kalau ia telah dipanggil untuk berperang bagi Gurunya, ia akan menjadi seorang serdadu yang berani; tetapi ketika jari yang menghina ditunjukkan kepadanya, terbukti ia adalah seorang pengecut. Banyak orang yang tidak mundur dari peperangan yang giat bagi Tuhan dipukul mundur oleh ejekan untuk menyangkal iman mereka. Oleh bergaul dengan orang‑orang yang harus mereka hindari, mereka menempatkan diri pada jalan penggodaan. Mereka mengundang musuh untuk mencobai mereka, dan terpengaruh untuk mengatakan dan melakukan sesuatu yang dalam keadaan lain mereka tidak pernah akan dipersalahkan. Murid Kristus yang pada zaman kita menyamarkan imannya karena takut akan penderitaan dan celaan, menyangkal Tuhannya dengan sesungguhnya sebagaimana halnya dengan Petrus dalam ruang pengadilan.
Petrus berusaha tidak menunjukkan perhatian dalam pengadilan terhadap Gurunya, tetapi hatinya sangat sedih ketika didengarnya ejekan yang bengis, dan melihat nistaan yang sedang diderita‑Nya. Lebih dari itu, ia heran dan marah karena Yesus merendahkan diri‑Nya dan para pengikut‑Nya oleh menyerah pada perlakuan seperti itu. Untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, ia berusaha menggabungkan diri dengan orang‑orang yang menganiayakan Yesus dalam senda‑gurau mereka yang tidak selayaknya. Tetapi sikap ini hanya dibuat‑buat. Ia sedang melakukan suatu tipu, dan sementara berusaha berbicara dengan sikap tidak peduli, ia tidak dapat menahan air muka kemarahan melihat nistaan yang ditimpakan kepada Gurunya.
Perhatian diberikan kepadanya kedua kalinya, dan sekali lagi ia dituduh sebagai seorang pengikut Yesus. Sekarang ia menyatakan dengan sumpah, "Tiada aku kenal Orang itu." Kesempatan lain masih diberikan kepadanya. Sejam telah lalu, ketika salah seorang hamba imam besar, yang masih bertalian keluarga yang dekat dengan orang yang telinganya dipancung oleh Petrus menanyakan kepadanya, "Bukankah aku melihat engkau di dalam taman bersama‑sama dengan Dia?" "Sesungguhnya engkau seorang daripada mereka itu, karena engkau juga orang Galilea.'' Mendengar perkataan ini Petrus sangat marah. Murid‑murid Yesus terkenal karena bahasa mereka yang murni, dan untuk menipu orang‑orang yang menanyai dia, dan membenarkan sifat kepura‑puraannya kini Petrus menyangkali Gurunya dengan kutuk dan sumpah. Sekali lagi ayam pun berkokoklah. Petrus mendengarnya, dan teringatlah ia akan perkataan Yesus, "Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Mrk. 14:30.
Sementara sumpah yang hina itu masih pada bibir Petrus, dan kokok ayam yang serak masih mendengung di telinganya, Juruselamat berbalik dari hakim yang bermuka masam, dan menatapi murid yang malang itu. Pada saat yang sama mata Petrus tertuju kepada Gurunya. Pada wajah yang lemah lembut itu ia membaca perasaan belas kasihan yang dalam dan kesedihan, tetapi tidak terdapat tanda adanya kemarahan.
Memandang wajah pucat yang sedang menderita, bibir yang gemetar, pandangan belas kasihan dan pengampunan, sungguh menusuk hatinya bagaikan sebuah anak panah. Angan‑angan hati digugah. Ingatan giat. Petrus teringat akan janjinya beberapa jam sebelumnya bahwa ia akan pergi dengan Tuhannya ke penjara dan sampai mati sekali pun. Ia teringat akan kesedihannya ketika Juruselamat mengatakan kepadanya di ruangan atas bahwa ia akan menyangkali Tuhannya tiga kali pada malarn itu juga. Petrus baru saja menyatakan bahwa ia tidak mengenal Yesus, tetapi kini ia menyadari dengan kesedihan yang pahit perihal bagaimana Tuhannya tahu betul akan dia, dan betapa tepatnya Ia telah membaca hatinya, yang ia sendiri pun tidak mengetahui kepalsuannya.
Kenangan tentang banyak perkara terkilat dalam ingatannya. Kemurahan Juruselamat yang lemah lembut, kebaikan dan panjang sabar‑Nya, kelemah‑lembutan dan kesabaran‑Nya terhadap murid‑murid‑Nya yang bersalah, semuanya teringat olehnya. Ia teringat akan amaran, "Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut unituk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supay imanmu jangan gugur." Luk. 22:31, 32. Dengan perasaan ngeri ia mempertimbangkan baik‑baik sifatnya yang tidak berterima kasih, kepalsuannya, sumpah palsunya. Sekali lagi ia memandang kepada Gurunya, dan melihat tangan jahil diangkat hendak menampar Dia pada wajah‑Nya. Dalam keadaan‑‑tidak tahan melihat pemandangan itu lebih lama, ia pun lekas‑lekas keluar dengan hancur hatinya dari ruangan itu.
Ia berjalan terus dalam kesunyian dan kegelapan, dengan tidak mengetahui dan tidak mempedulikan ke mana langkahnya. Akhirnya tibalah ia di Getsemani. Peristiwa beberapa jam sebelumnya terkilat dalam ingatannya. Wajah Tuhannya yang menderita, yang berkeringat darah; dan kejang dengan penderitaan, terbayang di hadapannya. Ia teringat dengan penyesalan yang pahit bahwa Yesus telah meratap dan merasai siksa dalam doa sendirian, sementara mereka yang seharusnya bersatu dengan Dia pada saat yang sukar itu sedang tertidur. Ia teringat akan perintah‑Nya yang sungguh‑sungguh, "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan." Mat. 26:41. Ia menyaksikan lagi pemandangan dalam ruang pengadilan. Sungguh menyiksa hatinya yang pedih ketika ia mengetahui bahwa ia telah menambahkan beban yang paling berat pada hinaan dan kesedihan Juruselamat. Di tempat yang sama di mana Yesus telah mencurahkan isi jiwa‑Nya dengan pedihnya kepada Bapa‑Nya, Petrus pun tersungkurlah, dan menghendaki agar ia mati saja.
Karena tertidur ketika Yesus menyuruh dia berjaga dan berdoa Petrus telah mernbuka jalan bagi dosanya yang besar. Semua murid, karena tertidur pada saat:yang kritis itu, menderita kerugian yang besar. Kristus mengetahui ujian berat yang harus mereka lalui. Ia mengetahui bagaimana Setan akan bekerja untuk melurnpuhkan perasaan mereka agar mereka tidak bersedia menghadapi ujian itu. Sebab itulah Ia memberi mereka amaran. Sekiranya saat‑saat di taman digunakan untuk berjaga‑jaga dan berdoa, Petrus tidak; akan ditinggalkan bergantung pada kekuatannya sendiri yang lemah itu. Ia tidak akan menyangkali Tuhannya. Sekiranya murid‑murid telah berjaga‑jaga dengan Kristus dalam siksa‑Nya, mereka akan dipersiapkan untuk memandang penderitaan‑Nya di salib. Mereka akan mengerti sedikit tentang sifat derita‑Nya yang tidak terperikan hebatnya. Mereka akan sanggup mengingat perkataan‑Nya yang meramalkan penderitaan‑Nya, kematian‑Nya, dan kebangkitan‑Nya. Di tengah kegelapan saat yang paling sukar itu, suatu sinar harapan akan menerangi kegelapan dan menguatkan iman mereka.
Setelah hari siang, Sanhedrin berhimpun lagi, dan sekali lagi Yesus dibawa ke dalam ruangan sidang. Ia telah menyatakan diri‑Nya Anak Allah, dan mereka sudah menafsirkan perkataan‑Nya menjadi tuduhan terhadap Dia. Tetapi mereka tidak dapat mempersalahkan Dia atas hal ini, sebab kebanyakan dari mereka tidak hadir pada rapat di waktu malam dan mereka tidak mendengar perkataan‑Nya. Dan mereka mengetahui bahwa pengadilan Roma tidak akan mendapat sesuatu dalamnya yang patut diganjar dengan kematian. Tetapi jika dari bibir‑Nya sendiri mereka sernuanya dapat mendengar perkataan itu diulangi, tujuan mereka dapat dicapai. Pengakuan‑Nya bahwa Ialah Mesias dapat mereka artikan sebagai pengakuan politis yang bersifat menghasut.
''Jikalau sungguh Engkau Kristus," kata mereka, "katakanlah kepada kami." Tetapi Kristus tinggal diam. Mereka terus‑menerus menghujani Dia dengan pertanyaan. Akhirnya dalam nada belas kasihan yang menyedihkan Ia menjawab, "Jikalau kiranya Aku mengatakan kepadamu, tiada akan kamu percaya. Dan jikalau Aku bertanya kepada kamu, tiada akan kamu jawab." Tetapi supaya mereka tidak mencari dalih‑dalih lagi Ia menambahkan amaran yang serius, "Tetapi daripada sekarang ini Anak‑manusia akan duduk di sebelah kanan kodrat Allah."
"Kalau begitu, Engkau inikah Anak Allah?" mereka bertanya dengan satu suara. Ia mengatakan kepada mereka, "Seperti katamu sendiri, Akulah Dia." Mereka berteriak, "Apakah gunanya lagi saksi bagi kita? Karena kita sendiri sudah mendengar daripada mulut‑Nya sendiri."
Dan dengan demikian setelah dinyatakan bersalah ketiga kalinya oleh penguasa Yahudi, Yesus harus mati. Mereka berpendapat bahwa yang perlu dilakukan sekarang ialah mengesahkan hukuman itu oleh orang Roma, dan menyerahkan Dia ke tangan mereka.
Lalu terjadilah peristiwa nistaan dan ejekan yang ketiga, malah lebih buruk daripada yang didapat dari rakyat jelata yang tidak berpengetahuan. Di hadapan para imam dan penghulu, dan dengan ijin mereka, hal ini terjadi. Setiap perasaan simpati atau peri kemanusiaan telah lenyap dari hati mereka. Jika. bantahan mereka lemah, dan menemui kegagalan dalam mendiamkan suara‑Nya, mereka mempunyai senjata lain, seperti yang telah digunakan pada segala zaman untuk mendiamkan para penganjur paham baru, penderitaan, kekerasan, dan kematian.
Ketika hukuman bagi Yesus diumumkan oleh hakim, suatu kemarahan Setan menguasai orang banyak. Suara yang gemuruh kedengaran bagaikan suara binatang buas. Orang banyak menyerbu menuju Yesus, sambil berteriak‑teriak, Ia bersalah, bunuhlah Dia! Kalau bukan oleh adanya serdadu‑serdadu Roma, Yesus tidak akan tinggal hidup untuk dipakukan di salib Golgota. Ia akan dicarik‑carik di hadapan hakim‑hakim‑Nya, kalau penguasa Roma tidak campur tangan, dan oleh kekuatan senjata menahan kekerasan dari orang banyak.
Orang kapir marah melihat perlakuan yang kasar terhadap Seorang yang tentang Dia tidak suatu pun telah dibuktikan. Pembesar‑pembesar Roma menyatakan bahwa orang Yahudi dalam mengurnumkan hukuman ke atas Yesus sedang melanggar kekuasaan Roma, dan bahwa hal itu malah bertentangan dengan undang‑undang Yahudi untuk menghukum mati seorang atas kesaksiannya sendiri. Campur tangan ini meredakan jalannya pengadilan sesaat lamanya; tetapi para pemimpin Yahudi sama‑sama tebal telinga terhadap belas kasihan dan perasaan malu.
Para imam dan penghulu lupa akan kebesaran jabatan mereka, dan menistai Anak Allah dengan nama‑nama yang kotor. Mereka mengejek Dia dengan martabat orang tua‑Nya. Mereka menyatakan bahwa kecongkakan‑Nya dalam mengumumkan diri‑Nya sebagai Mesias menjadikan Dia patut mendapat kematian yang paling memalukan. Orang‑orang yang paling rendah akhlaknya mengambil bagian dalam nistaan yang keji terhadap Juruselamat. Sehelai pakaian yang tua dihamparkan pada wajah‑Nya, dan orang‑orang yang menganiaya Dia menampar wajah‑Nya, seraya berkata, "Nubuatkanlah kami, hai Kristus, siapakah yang memukul Engkau?" Ketika pakaian itu dikeIuarkan, seorang yang hina meludahi wajah‑Nya.
Malaikat‑malaikat Allah dengan cermatnya mencatat setiap pandangan, perkataan, dan perbuatan yang menghina terdapat Panglima mereka yang kekasih. Sekali kelak orang‑orang yang hina yang mengejek dan meludahi wajah Kristus yang tenang dan pucat itu akan memandangnya dalam kemuliaan, yang bersinar lebih terang daripada matahari.
No comments:
Post a Comment