Bangsa Kassite adalah orang yang mengendalikan Babylonia setelah runtuhnya dinasti bangsa Amorit (dinasti Babylon I), sejak tahun 1531-1155 SM (kronologi singkat). Nama lain dari Kassite (Kassu, Kassi, Kasi, Kashi.
Bangsa Kassite adalah orang-orang aristokrat militeristik dan sangat efisien dalam memerintah Babel (walau tidak termasyur), pemerintahan mereka berlangsung selama 500 tahun (dinasti Babylon III), dan turut meletakkan dasar penting bagi perkembangan budaya Babylon berikutnya. Hewan kuda adalah binatang yang dipuja oleh bangsa Kassite, dan pertama kali mulai digunakan dalam pertempuran di Mesopotamia pada periode ini.
Bahasa Kassite belum terklarifikasi, namun diketahui berkaitan dengan kelompok bahasa Indo-Eropa, atau bahasa Hurria-Urartu yang terisolasi. Beberapa pemimpin Kassite memiliki nama Indo-Eropa, yang sangat mirip dengan bangsa Mittani yang memimpin bangsa Hurrian-Urartu di Asia Kecil.
Wilayah asal bangsa Kassite tidak diketahui secara pasti, namun dipercaya berasal dari Pegunungan Zagros di Iran (seperti orang-orang Elam, Gutium dan Mannean). Mereka pertama kali muncul dalam sejarah pada abad ke-18 SM ketika menyerang Babylon/Babel pada tahun ke-9 raja Samsu-iluna (1749-1712 SM), putra Hammurabi.
Setelah penghancuran kota Babylon oleh bangsa Het pada tahun 1595 SM, bangsa Kassite mulai mengontol wilayah Babylon pada tahun 1570 SM, mereka berhasil merebut wilayah selatan Mesopotamia, yang dikuasai oleh dinasti Sealand (URUK.KU) (Dinasti babylon II) pada tahun 1460 SM.
Patung dewa Marduk yang dijarah oleh bangsa Het, berhasil dikembalikan oleh penguasa Kassite, dan mereka menyamakan Marduk dengan dewa Shaqamuna (dewa bangsa Kassite).
Periode Kassite sering disebut sebagai periode "Abad Kegelapan" hal ini karena kurangnya dokumentasi secara meluas di wilayah ini, sehingga informasi tentang periode terpanjang dalam sejarah Babylon menjadi tidak diketahui.
Tidak ada prasasti atau dokumen dalam bahasa Kassite yang ditemukan. Kota Babylon diganti namanya menjadi Karanduniash, dan kembali muncul menjadi pusat militer dan politik di Mesopotamia. Sebuah ibu kota baru dibangun, dan dinamakan Dur-Karigalzu untuk menghormati penguasa Kassite Kurigalzu I.
Kekaisaran Babylon pada masa Kassite dikenal sebagai Karduniash.
Keberhasilan bangsa Kassite menguasai Mesopotamia dalam waktu yang panjang, karena pada periode ini kondisi regional relatif stabil. Mereka memerintah tanpa gangguan berarti selama hampir 400 tahun, sebuah dinasti terpanjang dalam sejarah Babylon.
Mereka mengubah Mesopotamia selatan menjadi negara teritorial, bukan jaringan dari negara kota yang kadang saling beraliansi dan berperang satu sama lain. Hal ini menjadikan Babylon sebagai kekuatan utama, meskipun mereka berada dibayangan negeri Ashur, di Mesopotamia utara, dan Elam di wilayah timur.
Raja-raja Kassite membuat kesepakatan perdangangan dan diplomasi dengan Ashur (raja Ashur, Puzur-Ashur III dan raja Babel Burna-Buriash I menandatangani sebuah perjanjian perbatasan antara kedua negara sekitar abad ke-16 SM), juga dengan Mesir, Elam dan bangsa Het(Hittite).
Keluarga istana Kassite menikah dengan keluarga kerajaan dari negeri lain (pada tablet Amarna, anak dari raja Kassite Babylon menikah dengan firaun Mesir, Akhenaten).
Surat Amarna, dari raja Kassite-Babel, Burna Buriash II kepada Firaun Mesir Akhenaten
Terdapat pedagang dari negeri lain di Babel dan pedagang Babel berdagang hingga ke Mesir, Ashur, Anatolia, tanah Kanaan dan Yerusalem. Pemberat timbangan dan segel milik bangsa Kassite Babel ditemukan di Thebes Yunani, Armenia, hingga Turki.
Walau terdapat perjanjian damai antara raja Kassite-Babel, Kurigalzu I dan raja Ashur, Ashur-bel-nisheshu. Namun pada tahun 1356 SM masa pemerintahan raja Ashur-uballit I (1365-1330 SM) terjadi penyerangan atas Babel, hal ini terjadi karena raja Kassite-Babel, Burna-buriash II, menikahi putri Ashur-uballit I, dengan demikian raja Babel adalah menantu dari raja Ashur, ketika Burna-buriash II terbunuh, Ashur menyerang Babel, dan mengangkat keturunan Burna-buriash II, yakni Kargalzu II menjadi raja Babel.
Raja Ashur berikut Enlil-nirari (1330-1319 SM) juga menyerang Babel, demikian pula dengan raja Adad-nirari I (1307-1275 SM) & Tukulti-Ninurta I (1244-1208 SM).
Raja Kassite-Babel mengatur negeri mereka dengan sistem provinsi yang dikelola oleh gubernur. Dan 3 kota utama pada periode ini adalah Babel (istana kerajaan), Dur-Kurigalzu, Larsa, Sippar, Susa dan Nippur. Sebelumnya Nippur adalah kota terbengkalai, namun pada tahun 1730 dibangun kembali, kuil kota dibangun dilokasi yang sama, dari fondasi bangunan sebelumnya. Sistem administrasi ala Kassite ini tetap berlanjut, bahkan setelah keruntuhan mereka.
Dokumentasi dari periode Kassite kebanyakan berada di Nippur, di mana ribuan tablet dan fragmen berhasil digali. Tablet ini kebanyakan berupa naskah administrasi, hukum, segel, dan naskah sastra yang berupa epik sejarah.
Bangsa Elam menaklukkan Kassite-Babel/Babylon pada abad ke-12 SM, raja Kassite terakhir, Enlil-nadin-ahi, dibawa ke kota Susa, dipenjara dan wafat disana. Bangsa Kassite sempat mengendalikan Babel dengan dinasti ke-5 (1025-1004 SM), namun akhirnya digulingkan oleh bangsa Aram, yang juga menjadi penguasa di Babel.
Bangsa Kassite dan orang Kanaan
Burna-Buriash II ( 1359 – 1333 SM) mengirim surat kepada firaun Mesir, Akhenaten, yang mengeluh karena para pedagang Kassite, dirampok dan dibunuh, di wilayah negeri vassal Mesir, di tanah Kanaan. Ia menginginkan terjadinya perhitungan terhadap orang-orang Kanaan, dan ia menyinggung mengenai loyalitas persahabatan bangsa Kassite kepada Mesir.
Pada masa (raja) Kurgalzu, leluhurku, para orang Kanaan menulis surat kepada kami dengan berkata, "Datanglah ke perbatasan negara kami, agar kami dapat memberontak dan bersekutu dengan anda." Leluhur kami mengirim balasan, dengan mengatakan, "Lupakan untuk bersekutu dengan saya. Jika engkau ingin menjadi musuh raja Mesir, dan besekutu dengan orang lain, bukankah saya yang akan menjarah engkau?" ... Demi leluhur mu dan leluhurku ku hiraukan mereka.
- Surata Burna-Buriash, tablet Amarna EA 9.
Dalam sebuah surat dari tanah Kanaan, yang pada saat itu adalah sebuah negeri vassal Mesir, dari penguasa kota Yerusalem, Abdi-Heba menulis kepada firaun Akhenaten jika orang Kassite menyerang Yerusalem dan berusaha membunuhnya:
Berkenaan dengan orang Kassite ... Meskipun rumah ku diperkuat dengan tembok, mereka mencoba melakukan kejahatan serius. Mereka mengambil peralatan mereka, dan aku harus berlindung diatas genteng. Dan jika ia (Firaun) berkenan mengirim tentara ke Yerusalem, biarkan mereka datang dengan garnisun dan berpatroli ... Dan tolong diadakan perhitungan atas kejahatan mereka. Saya hampir terbunuh oleh orang Kassite di rumah saya sendiri. Semoga raja melakukan penyelidikan atas hal ini.
- Abdi-Heba, tablet Amarna EA 287.
Bangsa Kassite Setelah Tersingkir Dari Babel
Setelah tidak berkuasa di Babel, bangsa Kassite kemudian tersebar dalam bentuk suku-suku di pegunungan Lorestan (Iran). Catatan dari Babel menuliskan tentang raja Ashur, Sennacherib (Sanherib), yang melakukan kampanye militer ke wilayah timur pada tahun 702 SM, dan menundukkan bangsa Kassite di peperangan Hulwan, Iran.
Herodotus dan penulis Yunani kuno kadang merujuk ke daerah di sekitar kota Susa sebagai "Cissia", varian dari nama Kassite. Pada masa dinasti Achaemenid, bangsa Kassite sering disebut sebagai "Kossaei", mereka menetap di pegunungan di timur negeri Media, dan merupakan salah satu suku pegunungan yang sering memaksa raja Persia untuk diberi "hadiah", seperti yang dikutip oleh Strabo dari Nearchus.
Menurut Diodorus Siculus, bangsa Kassite (disebut Kossaei) turut bertempur dengan pihak Persia dalam "Pertempuran Gaugamela" pada tahun 331 SM, di mana kekaisaran Persia jatuh ke tangan Alexander Agung. Strabo mengutip Nearchus, Alexander menyerang orang Kassite terpisah "di musim dingin", setelah itu penyerangan mereka untuk upeti menjadi terhenti.
Bangsa Kassite adalah orang-orang aristokrat militeristik dan sangat efisien dalam memerintah Babel (walau tidak termasyur), pemerintahan mereka berlangsung selama 500 tahun (dinasti Babylon III), dan turut meletakkan dasar penting bagi perkembangan budaya Babylon berikutnya. Hewan kuda adalah binatang yang dipuja oleh bangsa Kassite, dan pertama kali mulai digunakan dalam pertempuran di Mesopotamia pada periode ini.
Bahasa Kassite belum terklarifikasi, namun diketahui berkaitan dengan kelompok bahasa Indo-Eropa, atau bahasa Hurria-Urartu yang terisolasi. Beberapa pemimpin Kassite memiliki nama Indo-Eropa, yang sangat mirip dengan bangsa Mittani yang memimpin bangsa Hurrian-Urartu di Asia Kecil.
Wilayah asal bangsa Kassite tidak diketahui secara pasti, namun dipercaya berasal dari Pegunungan Zagros di Iran (seperti orang-orang Elam, Gutium dan Mannean). Mereka pertama kali muncul dalam sejarah pada abad ke-18 SM ketika menyerang Babylon/Babel pada tahun ke-9 raja Samsu-iluna (1749-1712 SM), putra Hammurabi.
Setelah penghancuran kota Babylon oleh bangsa Het pada tahun 1595 SM, bangsa Kassite mulai mengontol wilayah Babylon pada tahun 1570 SM, mereka berhasil merebut wilayah selatan Mesopotamia, yang dikuasai oleh dinasti Sealand (URUK.KU) (Dinasti babylon II) pada tahun 1460 SM.
Patung dewa Marduk yang dijarah oleh bangsa Het, berhasil dikembalikan oleh penguasa Kassite, dan mereka menyamakan Marduk dengan dewa Shaqamuna (dewa bangsa Kassite).
Periode Kassite sering disebut sebagai periode "Abad Kegelapan" hal ini karena kurangnya dokumentasi secara meluas di wilayah ini, sehingga informasi tentang periode terpanjang dalam sejarah Babylon menjadi tidak diketahui.
Tidak ada prasasti atau dokumen dalam bahasa Kassite yang ditemukan. Kota Babylon diganti namanya menjadi Karanduniash, dan kembali muncul menjadi pusat militer dan politik di Mesopotamia. Sebuah ibu kota baru dibangun, dan dinamakan Dur-Karigalzu untuk menghormati penguasa Kassite Kurigalzu I.
Kekaisaran Babylon pada masa Kassite dikenal sebagai Karduniash.
Keberhasilan bangsa Kassite menguasai Mesopotamia dalam waktu yang panjang, karena pada periode ini kondisi regional relatif stabil. Mereka memerintah tanpa gangguan berarti selama hampir 400 tahun, sebuah dinasti terpanjang dalam sejarah Babylon.
Mereka mengubah Mesopotamia selatan menjadi negara teritorial, bukan jaringan dari negara kota yang kadang saling beraliansi dan berperang satu sama lain. Hal ini menjadikan Babylon sebagai kekuatan utama, meskipun mereka berada dibayangan negeri Ashur, di Mesopotamia utara, dan Elam di wilayah timur.
Raja-raja Kassite membuat kesepakatan perdangangan dan diplomasi dengan Ashur (raja Ashur, Puzur-Ashur III dan raja Babel Burna-Buriash I menandatangani sebuah perjanjian perbatasan antara kedua negara sekitar abad ke-16 SM), juga dengan Mesir, Elam dan bangsa Het(Hittite).
Keluarga istana Kassite menikah dengan keluarga kerajaan dari negeri lain (pada tablet Amarna, anak dari raja Kassite Babylon menikah dengan firaun Mesir, Akhenaten).
Surat Amarna, dari raja Kassite-Babel, Burna Buriash II kepada Firaun Mesir Akhenaten
Terdapat pedagang dari negeri lain di Babel dan pedagang Babel berdagang hingga ke Mesir, Ashur, Anatolia, tanah Kanaan dan Yerusalem. Pemberat timbangan dan segel milik bangsa Kassite Babel ditemukan di Thebes Yunani, Armenia, hingga Turki.
Walau terdapat perjanjian damai antara raja Kassite-Babel, Kurigalzu I dan raja Ashur, Ashur-bel-nisheshu. Namun pada tahun 1356 SM masa pemerintahan raja Ashur-uballit I (1365-1330 SM) terjadi penyerangan atas Babel, hal ini terjadi karena raja Kassite-Babel, Burna-buriash II, menikahi putri Ashur-uballit I, dengan demikian raja Babel adalah menantu dari raja Ashur, ketika Burna-buriash II terbunuh, Ashur menyerang Babel, dan mengangkat keturunan Burna-buriash II, yakni Kargalzu II menjadi raja Babel.
Raja Ashur berikut Enlil-nirari (1330-1319 SM) juga menyerang Babel, demikian pula dengan raja Adad-nirari I (1307-1275 SM) & Tukulti-Ninurta I (1244-1208 SM).
Raja Kassite-Babel mengatur negeri mereka dengan sistem provinsi yang dikelola oleh gubernur. Dan 3 kota utama pada periode ini adalah Babel (istana kerajaan), Dur-Kurigalzu, Larsa, Sippar, Susa dan Nippur. Sebelumnya Nippur adalah kota terbengkalai, namun pada tahun 1730 dibangun kembali, kuil kota dibangun dilokasi yang sama, dari fondasi bangunan sebelumnya. Sistem administrasi ala Kassite ini tetap berlanjut, bahkan setelah keruntuhan mereka.
Dokumentasi dari periode Kassite kebanyakan berada di Nippur, di mana ribuan tablet dan fragmen berhasil digali. Tablet ini kebanyakan berupa naskah administrasi, hukum, segel, dan naskah sastra yang berupa epik sejarah.
Bangsa Elam menaklukkan Kassite-Babel/Babylon pada abad ke-12 SM, raja Kassite terakhir, Enlil-nadin-ahi, dibawa ke kota Susa, dipenjara dan wafat disana. Bangsa Kassite sempat mengendalikan Babel dengan dinasti ke-5 (1025-1004 SM), namun akhirnya digulingkan oleh bangsa Aram, yang juga menjadi penguasa di Babel.
Bangsa Kassite dan orang Kanaan
Burna-Buriash II ( 1359 – 1333 SM) mengirim surat kepada firaun Mesir, Akhenaten, yang mengeluh karena para pedagang Kassite, dirampok dan dibunuh, di wilayah negeri vassal Mesir, di tanah Kanaan. Ia menginginkan terjadinya perhitungan terhadap orang-orang Kanaan, dan ia menyinggung mengenai loyalitas persahabatan bangsa Kassite kepada Mesir.
Pada masa (raja) Kurgalzu, leluhurku, para orang Kanaan menulis surat kepada kami dengan berkata, "Datanglah ke perbatasan negara kami, agar kami dapat memberontak dan bersekutu dengan anda." Leluhur kami mengirim balasan, dengan mengatakan, "Lupakan untuk bersekutu dengan saya. Jika engkau ingin menjadi musuh raja Mesir, dan besekutu dengan orang lain, bukankah saya yang akan menjarah engkau?" ... Demi leluhur mu dan leluhurku ku hiraukan mereka.
- Surata Burna-Buriash, tablet Amarna EA 9.
Dalam sebuah surat dari tanah Kanaan, yang pada saat itu adalah sebuah negeri vassal Mesir, dari penguasa kota Yerusalem, Abdi-Heba menulis kepada firaun Akhenaten jika orang Kassite menyerang Yerusalem dan berusaha membunuhnya:
Berkenaan dengan orang Kassite ... Meskipun rumah ku diperkuat dengan tembok, mereka mencoba melakukan kejahatan serius. Mereka mengambil peralatan mereka, dan aku harus berlindung diatas genteng. Dan jika ia (Firaun) berkenan mengirim tentara ke Yerusalem, biarkan mereka datang dengan garnisun dan berpatroli ... Dan tolong diadakan perhitungan atas kejahatan mereka. Saya hampir terbunuh oleh orang Kassite di rumah saya sendiri. Semoga raja melakukan penyelidikan atas hal ini.
- Abdi-Heba, tablet Amarna EA 287.
Bangsa Kassite Setelah Tersingkir Dari Babel
Setelah tidak berkuasa di Babel, bangsa Kassite kemudian tersebar dalam bentuk suku-suku di pegunungan Lorestan (Iran). Catatan dari Babel menuliskan tentang raja Ashur, Sennacherib (Sanherib), yang melakukan kampanye militer ke wilayah timur pada tahun 702 SM, dan menundukkan bangsa Kassite di peperangan Hulwan, Iran.
Herodotus dan penulis Yunani kuno kadang merujuk ke daerah di sekitar kota Susa sebagai "Cissia", varian dari nama Kassite. Pada masa dinasti Achaemenid, bangsa Kassite sering disebut sebagai "Kossaei", mereka menetap di pegunungan di timur negeri Media, dan merupakan salah satu suku pegunungan yang sering memaksa raja Persia untuk diberi "hadiah", seperti yang dikutip oleh Strabo dari Nearchus.
Menurut Diodorus Siculus, bangsa Kassite (disebut Kossaei) turut bertempur dengan pihak Persia dalam "Pertempuran Gaugamela" pada tahun 331 SM, di mana kekaisaran Persia jatuh ke tangan Alexander Agung. Strabo mengutip Nearchus, Alexander menyerang orang Kassite terpisah "di musim dingin", setelah itu penyerangan mereka untuk upeti menjadi terhenti.
No comments:
Post a Comment