Ashur Setelah Babylon (Periode Ashur Tengah)
Kata Assyria/Ashur/Asyur berasal dari nama ibukota pertama kerajaan ini, yakni Assur. Dan nama kota itu sendiri berasal dari nama dewa pelindungnya, dewa Ashur. Sebelum menjadi sebuah negara ia dikenal dengan sebutan "Azuhinum", setelah itu ia dikenal dengan sebutan "Assurayu."
Kisah tentang Ashur/Asyur akan kitab bahas secara mendalam, dan pembahasan Ashur dibagi kedalam 4 Periode:
Negara-kota Ashur muncul pada pertengahan abad ke-21 SM, yang berevolusi dari pembubaran kekaisaran Akkad. Pada periode Ashur Tua (Old Assyrian Period) - Zaman Perunggu Awal, Ashur menjadi kerajaan dominan di utara Mesopotamia, yang berkompetisi dengan bangsa Hittite/Het dan Hurian di Asia Kecil, dan kota Sumero-Akkadia (Isin, Ur, Larsa & Babylon yang didirikan oleh bangsa Amorit pada tahun 1894 SM). Selama abad ke 20 SM, bangsa Ashur mendirikan koloni di Asia Kecil.
Ashur dibawah kendali kepala suku Amorit, Shamshi-Adad I (1890-1776 SM), yang mendirikan dinasti baru, dan berhasil mengendalikan kota Mari dan Ekallatm. Setelah itu Ashur jatuh dibawah kendali bangsa Babel & Mitanni-Hurrian sekitar abad ke-17-15 SM.
Pada saat ini kita membahas Ashur setelah Kassite-Babylon, atau sering dikenal sebagai "Periode Ashur Tengah". Setelah era bangsa Kassite-Babel (1531-1155 SM kronologi pendek) atau dikenal sebagai Kardunias, bangsa yang mendominasi Mesopotamia adalah bangsa Ashur, sebelumnya kita mundur sejenak ketahun 1450 SM.
Masa Kemunduran Ashur 1450-1393 SM
Pada abad ke-16 SM hingga pertengahan abad ke-15 SM, di wilayah barat Ashur, muncul sebuah dinasti baru, yang berkuasa namun hanya berkuasa dalam waktu yang singkat, yakni Kekaisaran Mittani-Hurrian (1600-1375 SM).
Bangsa Mittani adalah orang-orang yang berbahasa Indo-Eropa, yang menaklukkan dan membentuk pemerintahan atas penduduk pribumi Hurrian di Anatolia timur. Bahasa orang Hurrian adalah bahasa yang terisolasi, dan berbeda dengan bahasa Semit dan Indo-Eropa.
Sebuah kejadian penting terjadi pada tanggal 16 April 1457 SM, yakni "Perang Meggido" antara firaun Mesir Thutmose III melawan aliansi Mittani dan negeri-kota Kanaan, Kadesh, Meggido.
Raja Ashur, Ashur-nadin-ahhe I (1450-1431 SM) didekati oleh firaun Mesir, Amenhotep II, yang merupakan musuh negeri Mittani, dengan sejumlah emas, agar Ashur beraliansi dengan Mesir melawan Kekaisaran Mittani.
Namun raja Mittani, Saushtatar, mengetahui hal tersebut, dan ia pun menyerang dan menaklukkan ibu kota Ashur, serta membuat kerajaan Ashur menjadi negeri Vassal Mittani.
Raja Mittani, Saushtatar, menggulingkan Ashur-nadin-ehhe I, dan mengangkat Enlil-nasir II (1430-1425 SM), kemudian diharuskan untuk mempersembahkan upeti kepada Mittani.
Pada era raja berikutnya, Ashur-Nirari II (1424-1418 SM), Ashur masih memberi upeti kepada Mittani, namun mereka nampaknya tidak mengintervensi urusan internal dari Ashur.
Raja berikutnya Ashur-bel-nisheshu (1417-1409 SM) mengadakan perjanjian dengan kerajaan Kassite-Babel dan memperkuat perekonomian Ashur.
Raja berikutnya Ashur-rim-nisheshu (1408-1401 SM) memperbaiki infrastruktur dan memperkuat tembok kota.
Raja berikutnya Ashur-nadin-ahhe II (1400-1393 SM) kembali menerima upeti emas dan tawaran diplomatik dari Mesir, agar memberi dukungan militer bagi Mesir melawan Mittani dan Hittite (Het, berkuasa 1600-1178 SM), namun raja Ashur tidak berada dalam posisi yang cukup kuat untuk menantang Mittani.
Raja berikutnya Eriba-Adad I (1392-1366 SM), anak dari Ashur-bel-nisheshu, atau paman dari Ashur-nadin-ahhe II, naik tahta dan ia memutuskan merdeka dari kekaisaran Mittani, setelah menyadari di lingkungan istana Mittani terjadi perselisihan.
Pada saat ini beberapa fraksi dari istana Mittani meminta dukungan Ashur, dan Ashur pun memulai memainkan pengaruhnya pada kekaisaran Mittani yang sedang melemah.
Periode Ashur Tengah (1392-934 SM)
Ini adalah era raja-raja termasyur bangsa Ashur, seperti Ashur-Uballit I, Tukulti-Ninuarta I dan Tiglath-Pileser I. Pada periode ini bangsa Ashur berhasil meruntuhkan kekaisaran Mittani, dan mengunggulli kekaisaran Hittite, Mesir, Kassite-Babylon/Babel, Elam, Kanaan dan Phyrgia.
Ashur-Ubllit I (1365-1330 SM)
Ia adalah anak dari Eriba-Adad I, dan terbukti sebagai penguasa yang agresif, ambisius dan sangat kuat. Melihat tekanan bangsa bangsa Het dari barat Mittani, ia memutuskan untuk mematahkan dominasi kekuatan Mittani, bahkan hingga mengalahkan raja Mittani, Shuttarna II, dalam sebuah pertempuran.
Dominasi Ashur juga terlihat pengaruhnya terhadap bangsa Babel/Kardunias, Hurrian, dan Het; Raja Kassite-Babel, Burna-Buriash II, menikah dengan putri Ashur-uballit I, yang bernama Muballitat-Serua. Yang mana anak perkawinan tersebut, akan diplot menjadi putera mahkota di Babel.
Namun pada tahun 1333 SM, terjadi pemberontakan, raja Babel terbunuh, dengan alasan ingin membalas dendam akibat kematian anak mantunya, Ashur-uballit I menyerang Babel, dan mengangkat Kurigalzu II (anak/cucu dari Burna-Buriash II) menjadi raja.
Ashur-uballit I kemudian menyerang raja Mitanni, Mattiwaza, yang dibantu oleh raja Het, Suppiluliuma, namun Ashur berhasil mengalahkan keduanya, peperangan ini membuat kekuatan Ashur semakin ditakuti. Surat dari Ashur-Uballit I kepada firaun Mesir, Amenhotep IV (Akhenaten), juga terdapat dikumpulan surat Amarna.
Enlil-Nirari (1329-1308 SM)
Ia menggantikan ayahnya Ashur-uballit I, dan menyebut dirinya sebagai "Raja Besar" (Sharru rabu) dalam suratnya kepada raja-raja Het. Pada masanya terjadi serangan dari Babel, oleh raja Kurigalzu II yang diangkat oleh ayahnya menjadi raja atas Babel, namun ia berhasil memukul mundur mereka pada peperangan Sugagu (dalam prasasti Babel, Kurigalzu II mengklaim sebagai pemenang), dan kembali menyerang Babel hingga memperluas wilayah Ashur.
Arik-den-ili (1307-1296 SM)
Anak dari Enlil-nirari, ia menciptakan kewajiban tradisional bangsa Ashur, untuk melakukan kampanya militer setiap tahun, ia mengkonsolidasi kekuatan Ashur, dan sukses dalam kampanya militer ke pegunungan Zagros, menundukkan suku Lullubi dan Gutium. Di wilayah Suriah, ia menundukkan suku semit yang disebut "Ahlamu," yang kemungkinan adalah leluhur dari bangsa Aram/Aramean. Dan membawa pulang berbagai jarahan dari negeri asing. Dalam sebuah prasasti, ia mengklaim membantai 250.000 jiwa dari rakyat Tarbisu, sebuah kota dekat Nineveh.
Adad-nirari I (1295-1275 SM)
Ia menjadikan Kalhu (calah atau sering disebut kota Nimrud) sebagai ibu kota, dan melanjutkan perluasan wilayah hingga ke negeri Het dan Hurrian, ia menaklukkan kota Karkemish (Carchemish, wilayah negeri Het), serta merengsek masuk hingga ke Asia Kecil. Di wilayah selatan ia merebut beberapa wilayah bagian utara Babylon. Dalam sebuah prasasti, Adad-nirari mengklaim bahwa para dewa di Mesopotamia lah telah memanggilnya untuk berperang. Sebuah pernyataan yang akan digunakan oleh para raja Ashur berikutnya.
Pada bulan Mei tahun 1274 SM, terjadi peperangan Kadesh/Qadesh antara firaun Ramesses II dari Mesir melawan kekaisaran Het, oleh raja Muwatalli II, beserta koalisi Mittani, dan raja-raja Kanaan (Ugarit, Kadesh, Aleppo). Peperangan ini dipercaya sebagai pertempuran dengan penggunaan kereta perang terbanyak, yang melibatkan sekitar 5.000-6.000 kereta.
Setelah perang Kadesh, Ramses II melakukan kampanye militer berikutnya ke para penguasa Kanaan yang memberontak dari Mesir, penyerangan ini terbagi atas 2 kekuatan, yang mana satu kekuatan dipimpin Rames II dan lainnya oleh anaknya, Amun-her-khepeshef, yang menyerang para pejuang suku Shashu hingga ke Laut Mati, merebut Edom-Seir, Moab. Ramses II menyerang dari Yerusalem dan Yerikho dan kedua kekuatan ini bertemu di tanah Moab, dan bersama-sama bergerak ke Hesbon, Damaskus, Kumidi.
Sebelumnya dalam tablet Amarna, terlihat pengaruh Mesir di tanah Kanaan mengalami penurunan, namun kini nampak ambisi Mesir untuk mengamankan wilayah strategis ini.
Shalmaneser I (1274-1244 SM)
Ia adalah anak dari Adad-nirari I, dan juga merupakan seorang pejuang. Selama pemerintahannya ia menaklukkan bangsa Hurrian di wilayah Urartu, serta orang Gutium di pegunungan Zagros, hal ini membuat wilayah Ashur membentang dari Anatolia timur hingga Kaukasus selatan. Dia juga menyerang Mittani, dan mengalahkan raja Shattuara dan aliansi mereka yakni bangsa Het dan tentara bayaran kaum Ahlamu (cikal bakal kaum Aram), serangan ini menghancurkan kekaisaran Mittani, dan Shalmaneser I mengangkat seorang pangeran Ashur, Ilu-ippada menjadi penguasa Mittani, juga mengangkat gubernur dari Ashur untuk memimpin kota-kota Mittani.
Ia mengklaim telah mencungkil 1 mata dari 14.400 tawanan perangnya, dan ia juga dikenal sebagai raja Ashur yang pertama kali mendeportasi musuh yang dikalahkan ke wilayah lain, dibanding membantai mereka.
Setelah gagal menyelamatkan Mittani, bangsa Het lalu bersekutu dengan Kassite-Babel/Kardunias melakukan blokade ekonomi melawan Ashur. Ashur saat ini adalah sebuah kekaisaran yang besar dan kuat, serta merupakan ancaman nyata juga bagi orang Mesir. Mungkin karena pengaruh Ashur, membuat Het berdamai dengan Mesir. Seperti ayahnya, Shalmaneser juga memfokuskan diri pada pembangunan Ashur, ia membangun berbagai istana di Assur dan Nineveh, serta memperluas kota Kalhu.
Tukulti-Ninurta I (1244-1207 SM)
Ia adalah anak dari Shalmaneser I, dan selama memerintah ia mencapai kemenangan besar melawan bangsa Het, raja Tudhaliya IV, pada peperangan Nihriya dan membawa ribuan tawanan perang. Ia kemudian menaklukkan kassite-Babel, dan menawan raja Kashtiliash IV serta mengklaim sebagai raja babel selama 7 tahun, dan mengambil gelar lama "Raja Sumer dan Akkad," yang pertama kali digunakan oleh Sargon Agung.
Tukulti-Ninuarta I kemudian menjadi raja pertama dari pribumi Mesopotamia-Akkad yang menjadi raja atas Babel, sebelumnya ia didirikan oleh bangsa Amorit, yang kemudian dilanjutkan oleh bangsa Kassite yang juga orang asing. Tukulti-Ninurta mengklaim ia menangkap raja Kashtiliash IV dengan tangannya sendiri:
"Ku injak dia dengan kaki ku di atas lehernya seperti tumpuan kaki ku." dan membawanya ke Ashur dalam keadaan terantai. Orang Ashur menghancurkan tembok Babel, dan membantai banyak penduduknya, sepanjang perjalanan ke kuil Esagila, mereka menjarah rakyat Babel, termasuk merampas patung dewa Marduk, dewa pelindung bangsa Babel. Ia mengklaim sebagai "Raja Karduniash (Babel), Sumer, Akkad, Shippar, Tilmun (Bahrain/Dilmun) dan Meluhha."
Sebuah naskah di temukan di reruntuhan Dur-Katlimmu, yang merupakan surat dari Tukulti-Ninurta kepada Sukkal Rabi'u (penasehat utama), Ashur-iddin, yang memberi masukan jika jenderal Shulman-mushabshu diberi tugas untuk mengawal para tawanan perang yakni raja Kashtiliash, istrinya dan tawanan wanita menuju Ashur.
Ia juga mengalahkan orang Elam, yang juga ingin menguasai Babel. Dan ia menulis sebuah syair yang mendokumentasikan tentang perang melawan Babel dan Elam. Pada suatu ketika orang-orang Babel memberontak, dan ia kembali menyerang dan menjarah kuil-kuil di wilayah Babel, hal ini dianggap sebuah penistaan kepada para dewa, hal yang menajiskan kesakralan di Mesopotamia. Sejak saat itu hubungan nya dengan para imam di Ashur memburuk.
Sejumlah sejarawan, termasuk Julian Jaynes, mengidentifikasi segala pencapaian Tukulti-Ninurta I menjadi sumber historis, bagi inspirasi karakter dalam Alkitab yang bernama Nimrod.
Pada tahun 1208 SM, Firaun Merneptah (1213-1203 SM) dalam prasasti Merneptah mengklaim telah mengalahkan bangsa Libya, bangsa Het, dan ia juga melakukan kampanye militer ke tanah Kanaan dan mengalahkan Ashkelon, Gezer, Yano'am, Huru dan "Israel."
Ashur-nadin-apli (1207-1204 SM)
Ketika Tukulti-Ninurta memasuki usia senja, anak-anaknya melakukan kudeta dan mengepung raja di ibukota. Ia terbunuh dan digantikan oleh anaknya yang bernama, Ashur-nadin-apli. Namun raja baru ini menyerahkan urusan kerajaan kepada seorang gubernurnya yang bernama Adad-bel-gabbe.
Tidak seperti raja sebelumnya, ia memakai gelar lain dalam sebuah prasasti yang tertulis:
"gembala yang setia, kepadanya para dewa: Assur, Enlil dan Shamas memberi perintah dan tongkat kerajaan diberikan kepadanya dan diberi tugas untuk memelihara tahan, sang raja yang berada dibawah lindungan dewa An dan di pilih oleh Enlil..." Dimana kita dapat menyimpulkan bahwa dia mencari dukungan illahi atas tahtanya yang lemah.
Ashur memasuki periode yang tidak stabil, dan terjadi banyak perselisihan internal, Babel yang memberontak tidak mampu diredam oleh raja.
Ashur Nirari III -> Enlil-kudurri-usur -> Ninurta-apal-Ekur (1202-1180 SM)
Ashur-nadin-apli digantikan oleh anak/kemenakannya yang bernama Ashur Nirari III (1202-1197 SM), dan berturut-turut raja Ashur dalam kekacauan ini adalah: Enlil-kudurri-usur (1196-1193 SM), ia adalah paman dari Ashur Nirari III, lalu disusul oleh dan Ninurta-apal-Ekur (1192-1180 SM) yang mengkudeta raja Enlil-kudurri-usur. Walau Ashur dilanda konflik internal diantara penguasa, ia tidak terancam oleh kekuatan asing, karena pada zaman ini terjadi periode kekacauan yang melanda seluruh Mesopotamia dan Mediterania, yang dikenal sebagai zaman kegelapan yang berlangsung dari 1300-1000 SM.
Ashur-dan I (1179-1133 SM)
Ia adalah anak dari Ninurta-apal-Ekur, ia berhasil menstabilkan konflik internal (berlangsung kurang lebih 23 tahun) di Ashur dan berkuasa selama 47 tahun. Selama ia memerintah kerajaan Kassite-Babel memasuki masa akhirnya, dia mencatat merebut beberapa kota di wilayah utara Babel pada masa raja Babel: Marduk-apla-iddina I dan Zababa-shuma-iddin. Namun hal ini mengakibatkan konflik dengan Elam yang juga sedang merebut wilayah selatan Babel.
Pada masa raja Elam, Shutruk-Nahhunte, posisi mereka cukup kuat, dan mereka berhasil menaklukkan ibu kota Babel, dan membawa anak Zabba-shuma-iddin yang bernama Enlil-nadin-ahi, raja terakhir Babel ke Elam sebagai tawanan. Kemudian terjadi perang berkepanjangan dengan Ashur, mereka bahkan sempat merebut kota Arrapkha di Ashur, namun berhasil direbut kembali dan Ashur memaksa Elam membuat perjanjian damai.
Ninurta-tukulti-Ashur (1133 SM)
Setelah Ashur-Dan I wafat, ia diteruskan oleh anaknya yang bernama Ninurta-tukulti-Ashur (1133 SM) pada masa ini, patung dewa Marduk yang dijarah dari kuil Esagila, kembali ke Babel. Namun kemudian ia dikudeta oleh saudaranya yang bernama Mutakkil-Nusku. Ninurta-tukulti-Ashur kemudian mengungsi ke perbatasan Babel.
Akibat melemahnya pengaruh Ashur, di Babel kini berkuasa dinasti baru dari kota Isin, raja mereka, Nebuchadnezzar I, berhasil mengusir penguasa Elam di Babel, serta mengembalikan patung dewa Marduk dari Ashur ke Babel.
Mutakkil-Nusku (1133 SM)
Setelah mengkudeta kakaknya, ia harus terlibat dalam perang saudara dari provinsi lain yang menolak kepemimpinannya. Ia menggempur kakaknya di kota, Sisil, di perbatasan Babel, namun ia kalah dalam peperangan tersebut. Muttakil-Nusku juga wafat pada tahun ini.
Ashur-resh-ishi I (1133-1116 SM)
Ia adalah saudara dari Muttakil-Nusku dan Ninurta-tukulti-Ashur, ia memulai kembali gerakan expansi kekaisaran Ashur, karena bangsa Het kini telah musnah akibat serangan dari bangsa Phygian (Mushki) yang berbahasa Indo-Eropa.
Wilayah yang dahulu dikendalikan oleh bangsa Het menjadi rebutan antara Ashur dan Babel, dan wilayah itu adalah tempat berdiamnya bangsa Aram, di Suriah. Raja Ashur, dalam beberapa pertempuran dapat mengalahkan raja Nebuchadnezzar I dari Babel (Dinasti Isin). Ashur kemudian mencaplok tanah-tanah yang dahulu dikuasai bangsa Het di Asia Kecil, dan Suriah (Aram), Gutian dan Kassite di pegunungan Zagros. Hal ini menandai peningkatan ekspansi Ashur.
Tiglath-Pileser/Tukulti-apil-Esarra I (1115-1077 SM)
Ia adalah anak dari Ashur-resh-ishi I, yang menjadi raja setelah kematian ayahnya, dan dipandang sebagai salah satu penakluk besar bangsa Ashur, ia memerintah selama 38 tahun.
Kampanye pertama pada tahun 1112 SM melawan bangsa Phrygian yang mencoba untuk menduduki wilayah Ashur; setelah mengalahkan dan mengusir mereka, ia kemudian menyerang kerajaan bangsa Luwian, Cilicia (Kilikia), dan Cappadocia di Asia Kecil, dan mengusir bangsa Neo-Hittite dari provinsi Subartu.
Kampanye berikutnya, pasukan Ashur menyerang wilayah Urartu, dan Malatia. Pada tahun ke-5, Tiglath-Pileser I kembali menyerang Luwian, Cilicia dan Cappadocia, ia menuliskan semua kemenangannya ini pada piring tembaga di sebuah benteng yang dibangunnya untuk mengamankan penaklukkan Anatolia.
Bangsa Aram di utara Suriah menjadi sasaran berikutnya, setelah itu ia melanjutkan penaklukkan pada kota-kota bangsa Kanaan di wilayah Phoenicia seperti Byblos, Tyre/Tirus, Sidon, Simyra, Berytus (Beirut), Aradus dan Arvad, ia juga mengarungi Laut Mediterania untuk menaklukkan nahiru atau "sea-horse (kuda laut)". Hal ini dilakukan untuk mengendalikan jalan raya ke pelabuhan di Mediterrania. Dia juga menyerang Babel sebanyak dua kali, dan mengklaim gelar "Raja Sumeria dan Akkad," dan meminta upeti dari Babel.
Asharid-apal-Ekur (1076-1074 SM)
Ia adalah anak dari Tiglath-Pileser I, dan pada masa pemerintahannya ia mengangkat derajat jabatan ummanu (juru tulis kerajaan) menjadi posisi penting.
Ashur-bel-kala (1073-1056 SM)
Ia adalah saudara dari Asharid-apal-Ekur, yang memerintah selama 18 tahun dan merupakan raja terakhir dai periode Ashur Tengah. Ia berhasil mempertahankan perbatasan kekaisaran Ashur, dan dalam kampanye militernya ia berhasil mengalahkan pemberontakan orang Urartu, Frigia, dan Aram. Ia membuat perjanjian damai dengan raja Babel, Marduk-shapik-zeri, namun setelah kematian raja ini, ia lalu menginvasi Babel dan menggulingkan penguasa Babel saat itu yakni raja Kadasman-Burias, dan menunjuk Adad-apla-iddina sebagai raja boneka di Babel.
Ashur-bel-kala adalah seorang pemburu yang hebat, dan ia menulis tentang perburuannya di tanah Het dan pegunungan Libanon. Lokasi-lokasi ini menunjukkan bagaimana Ashur pada masa itu menguasai tanah yang sangat luas. Ia juga mungkin sebagai orang yang paling awal membangun kebun raya yang berisi binatang (kebun binatang) dan tanaman., ia mengumpulkan berbagai macam hewan dan tumbuhan dari kekaisarannya, dan menerima hewan koleksi dari benua Afrika, sebagai hadiah dari Mesir.
Di akhir masa pemerintahannya, terjadi perang saudara di Ashur, seorang bernama Tukulti-Mer, memberontak, walau ia dan sekutunya berhasil di hancurkan. Melihat situasi ini orang Aram memberontak, dan menyerang beberapa wilayah Ashur, Ashur-bel-kala kembali harus menaklukkan bangsa Aram hingga ke Karkemis/Carchemish dan ke hulu sungai Khabur. Namun di akhir pemerintahannya, wilayah barat seperti Suriah, Phoenicia-Kanaan dan daerah pantai Mediterrania lepas dari kontrol kekaisaran Ashur.
Ashur Pada Periode Keruntuhan Zaman Perunggu (1055-936 SM)
Terdapat sebuah masa yang dikenal sebagai era kegelapan di seluruh wilayah Timur-Tengah, Afrika Utara, Asia Kecil, Kaukasus, Mediterania, dan Balkan, yang ditandai dengan pergolakan hebat di banyak negara dan perpindahan manusia dalam jumlah massal, hal ini terjadi sekitar tahun 1200-900 SM, dan dikenal sebagai Periode Keruntuhan Zaman Perunggu.
Kekaisaran Ashur adalah satu-satunya bangsa kuno yang tidak terpengaruh dengan kekacauan selama 150 tahun ini, namun setelah kematian Ashur-bel-kala pada tahun 1056 SM, Ashur mengalami kemunduran selama 100 tahun berikutnya. Wilayah kekaisaran Ashur menyusut secara signifikan, dan pada tahun 1020 SM, Ashur hanya menguasai wilayah tradisional mereka.
Pada periode ini bermunculan berbagai bangsa baru, yang berbahasa Semit Barat: Aram, Chaldean/Kasdim, Sutean, mereka berimigrasi ke wilayah barat dan selatan Ashur, bahkan menaklukkan wilayah Babel bagian selatan.
(Bangsa baru di wilayah Kanaan yang muncul adalah: Israel (& Yehuda), Amon, Edom, Moab, Filistin)
Orang Indo-Eropa yang berasal dari wilayah Iran seperti Medes/Media, Persia, dan Parthia memasuki wilayah timur Ashur. Menggusur orang-orang Gutium, dan menekan bangsa Elam dan Mannea (yang bukan merupakan kebudayaan non Indo-Eropa, di Iran kuno).
Di wilayah utara, bangsa Phyrgian/Frigia menyerbu orang Het, dan negeri baru bangsa Hurrian bernama Urartu muncul di Anatolia timur dan Kaukasus. Bangsa Cimmerian, Colchians (Georgian), Scythian muncul di sekitar Laut Hitam Kaukasus.
Mesir terpecah dan berada dalam kekacauan. Israel berperang dengan sesama bangsa Kanaan seperti Amalek, Moab, Edom dan Amon, juga dengan orang non-Semit seperti Filistin untuk mengontrol wilayah selatan Kanaan.
Walau Ashur terlihat lemah dibanding kekuatan sebelumnya, namun di pusat kekuatannya ia sebenarnya bangsa yang solid dan dipertahankan dengan baik oleh para prajurit yang mungkin terbaik di dunia.
Ashur dengan monarki yang stabil, tentara yang kuat dan wilayah perbatasan yang aman, sebenarnya berada posisi yang lebih kuat dibanding rival potensial mereka, seperti: Mesir, Babel, Elam, Phrygia, Urartu, Persia dan Media. Raja-raja Ashur seperti Ashur-bel-Kala, Eriba-Adad II, Ashur-rabi II, Ashurnasirpal I, Tiglath-Pileser II, Ashur-Dan II, berhasil mempertahankan perbatasan Ashur dan mempertahankan stabilitas negara dalam masa kegelapan ini.
Kebijakan para raja-raja Ashur selama periode ini lebih mempertahankan wilayah inti dan menciptakan koloni satelit di sekitarnya, serta jika situasi memungkinkan mereka akan melakukan serangan sporadis ke wilayah tetangga.
Eriba-Adad II & Shamsi-Adad IV (1055-1050 SM)
Eriba-Adad II (1055-1053 SM) adalah anak dari Ashur-bel-kala, memerintah hanya selama 2 tahun, dan ia melanjutkan kampanye militer terhadap orang Aram dan Neo-Het, namun akhirnya digulingkan oleh paman nya yang telah lanjut usia, Shamshi-Adad IV (1053-1050 SM) anak dari Tiglath-Pileser I, yang memerintah sekitar 3 tahun.
Ashurnasirpal I (1049-1031)
Adalah anak Shamshi-Adad IV, menjadi raja berikut dan Ashur terus terlibat konflik dengan orang Aram, pada masanya Ashur menderita musibah kelaparan.
Berdasarkan informasi Alkitab, di tanah Kanaan, berdiri kerajaan Israel dengan Saul (1050-1012 SM) sebagai raja pertama.
Salmanaser II/Salmanu-asaredu (1030-1019 SM)
Ia anak dari Ashurnasirpal I, dan pada masa pemerintahannya wilayah Suriah terlepas dari kontrol Ashur kepada bangsa Aram, bahkan Aram mampu memperluas wilayah mereka hingga ke Nairi di Asia Kecil, yang nota bene adalah kota satelit Ashur.
Ashur Nirari IV (1019/1018-1013 SM)
Ia anak dari Salmanaser II, dan pada masa nya Ashur merebut kota Atlila, milik Babel. Selain itu ia melanjutkan peperangan melawan bangsa Aram, namun akhirnya ia digulingkan oleh pamannya yang bernama Ashur-rabi II pada tahun 1013 SM.
Ashur-rabi II (1013-972 SM)
Ia memerintah cukup lama diantara raja-raja Ashur, yakni 41 tahun. Dan pada masa pemerintahannya, bangsa Aram berhasil merebut kota Pitru dan Mutkinu (kota satelite Ashur), namun mereka berhasil di usir, dan menyerang Aram hingga ke Mediterania, disana Ashur mendirikan prasasti di gunung Atalur.
Daud (1010-970 SM/1005-965 SM) menjadi raja Israel menggantikan Saul.
Ashur-resh-ishi II (971-968 SM)
Ia anak Ashur-rabi II, dan menjadi raja pada usia senja, di masa pemerintahannya ia hanya mempertahankan perbatasan Ashur, dan melaksanakan beberapa proyek infrastruktur.
Tiglath-Pileser II (967-936 SM)
Ia adalah anak dari Ashur-resh-ishi II, sangat sedikit informasi tentang raja ini, namun ia kemudian digantikan oleh anaknya Ashur-dan II.
Solomon/Sulaiman (970-931 SM) menjadi raja Israel ke-3
Kondisi Masyarakat di Periode Ashur Tengah
Tidak seperti situasi pada Periode Ashur Tua, jalur perdagangan logam dari Anatolia saat ini didominasi oleh bangsa Het (Hittite) dan Mittani-Hurrian, mereka juga mengontrol pelabuhan-pelabuhan di Laut Mediterrania, sementara itu di selatan bangsa Kassite-Babel mengendalikan rute sungai hingga ke Teluk Persia.
Kerajaan Ashur saat ini tertata dengan baik, dan kekuasaan berada dalam kontrol yang ketat di tangan raja, yang merangkap jabatan sebagai "Imam Besar dewa Ashur," dewa utama bangsa. Namun ia memiliki kewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan kuil-kuil di pelosok negeri. Para Imam memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Ashur, konflik dengan para imam dianggap sebagai penyebab terbunuhnya raja Tukulti-Ninuarta I.
Periode Ashur Tengah juga ditandai dengan peperangan panjang yang membentuk karakter rakyat Ashur menjadi masyarakat pejuang. Seluruh kaum pria dari warga Ashur yang merdeka diwajibkan menjadi tentara untuk sementara waktu, sistem ini disebut layanan "ilku." Raja bergantung pada rakyat dan para imam untuk sumber daya, serta kepada para bangsawan untuk menyediakan kuda-kuda yang dibutuhkan militer kerajaan. Negeri Ashur tidak membutuhkan banyak pekerjaan irigasi seperti Babylon, dan sumber daya alamnya digunakan untuk pembiakan kuda secara meluas. Ditemukan naskah tentang cara perawatan dan pelatihan kuda.
Kota-kota utama pada periode Asyur Tengah adalah: Ashur, Kalhu (dikenal juga sebagai kota Nimrod) dan Nineveh (Niniwe), semuanya terletak di Lembah Sungai Tigris. Pada masa ini kota Nineveh masih berupa kota kecil dengan populasi sekitar 33.000 jiwa, namun pada Periode Ashur Baru/Neo-Ashur, ia adalah kota terbesar di dunia dengan populasi 120.000 jiwa.
Arsitektur Ashur, seperti Babel dipengaruhi oleh gaya Sumero-Akkad, namun mereka mengembangkan gaya khasnya, terlihat dari seni mendekorasi dinding dengan aneka ukiran dan hiasan (dipengaruhi oleh gaya Mittani). Selama abad ke-13 hingga ke-10 SM, cerita bergambar telah muncul sebagai ilmu seni baru: serangkaian gambar yang saling berhubungan diukir pada prasasti batu. Hal tersebut menyerupai buku komik, dan menggambarkan berbagai kejadian, seperti peperangan atau kegiatan berburu, dan penempatannya dari sudut kiri atas, hingga ke sudut kanan bawah, dan dituliskan sebuah keterangan dibawahnya. Seni ukir ini menunjukkan kemajuan seni/teknologi di Ashur mulai mengungguli Babel. Gaya arsitektur baru pada bangunan Ziggurat dimunculkan dengan 2 buah menara dan ubin enamel yang berwarna-warni.
Sekolah-sekolah untuk juru tulis didirikan, yang mengajarkan penulisan bahasa Akkad, baik dialek Babel atau Ashur. Dialek Akkad-Ashur digunakan dalam naskah-naskah hukum, pemerintahan, keagamaan dan hal-hal umum seperti obat-obatan atau industri barang.
Pemerintahan
Pada periode Ashur Tua, atau tahun 2400 SM, bangsa Ashur di pemimpin oleh kepala dari para penggembala seperti banyak bangsa dalam sejarah Mesopotamia. Dan semakin berkembangnya Ashur, pola pemerintahan kemudian bersifat oligarki dibanding monarki, otoritas berada ditangan dewa Ashur dan 3 kekuatan politik utamanya berada pada:
- Badan majelis yang terdiri dari para tetua bangsa,
- Penguasa atau raja yang berdasarkan garis keturunan,
- Limmu (eponym) adalah pejabat kerajaan yang ditunjuk untuk memimpin festival Tahun Baru
(Akitu) di ibukota. Setiap tahun limmu baru akan dipilih, melalui undian, dari sekelompok orang terbatas yang berasal dari keluarga terbandang atau anggota majelis kota. Nama limmu tersebut akan menjadi nama tahun, serta menjadi rujukan tahun pada dokumen negara. Daftar Limmu ditemukan setiap tahun dari tahun 892-648 SM. Pada Periode Ashur Tua, raja tidak pernah menjadi Limmu, namun pada Periode Ashur Tengah dan Neo-Ashur, raja dapat merangkap jabatan ini.
Agama
Seperti agama bangsa Mesopotamia lainnya, Ashur memiliki dewa nasional, yang bernama Ashur, dewaa utama lainnya dalam sejarah Ashur kuno adalah Ishtar, Adad/Hadad, Sin, Ninurta, Nergal dan Ninlil.
Dewa Assur adalah pemimpin dari majelis para dewa bangsa Ashur, setara dengan dewa Enlil oleh bangsa Sumeria, dan dewa Marduk oleh bangsa Babel. Selama periode penaklukan Ashur, seperti Shamshi-Adad I (1754-1721 SM) propaganda kekaisaran Ashur adalah: memproklamasikan supremasi dewa Ashur, dan menyatakan bahwa orang-orang yang ditaklukkan telah ditinggalkan oleh dewa pelindung mereka.
Dewa Ashur
Pada mulanya dewa Ashur tidak memiliki mitos keluarga dewa, namun karena pengaruh kultus dari Mesopotamia bawah, dia dianggap setara dengan dewa Enlil, dewa utama Nippur, dan dewa terpenting sejak tahun 2990 SM hingga periode Hammurabi-Babel (1696-1654 SM) yang menempatkan dewa Marduk sebagai pengganti Enlil. Dan pada tahun 1390, dewa Ashur menyerap istri Enlil, yakni dewi Ninlil sebagai istrinya, dan Ninurta dan Zababa sebagai putra mereka. Dan mitos penciptaan Babel/Enuma-Elish, Marduk diganti oleh Ashur yang menumpas Tiamat dalam penciptaan dunia dan manusia.
Dewa Ashur sering digambarkan sebagai cakram matahari yang sering muncul dalam ikonografi Ashur. Banyak raja Ashur memiliki nama yang menyertakan dewa Ashur, seperti: Ashur-Ubalit, Ashurnasirpal, Esharhaddon (Ashur-aha-iddina) dn Ashurbanipal. Gelar umum Ashur adalah: "belu rabu" (tuan besar), "ab ilani" (bapa dari para dewa), "sadu rabu" (gunung besar), dan "il assuri" (tuhan Ashur). Simbol dari dewa Ashur adalah:
Dewa Adad
Adad adalah dewa cuaca dalam agama Mesopotamia kuno. Dalam beberapa naskah Adad terkadang digambarkan sebagai anak dari dewa bulan, Sin dan Ningal, dan bersaudara dengan dewa matahari, Shamash, serta Ishtar. Kadang ia digambarkan sebagai anak Enlil.
Gundik Adad adalah Shala, dewi gandum. Hewan spesial milik Adad adalah banteng/lembu jantan.
Adad mewakili 2 askpek dalam ritual, disatu sisi dia adalah dewa yang membawa hujan, dan membuat tanah menjadi subur, di sisi lain, dia membawa badai yang juga pertanda bagi malapetaka dan kehancuran. Gambarnya sering ditemukan pada monumen dan segel silinder, dengan menggunakan helem bertanduk dan memegang petir atau dalam bentuk tombak.
Dewa Adad dan Shamash dianggap sebagai kombinasi yang mengendalikan kekuatan alam, dan mereka juga sering dijadikan rujukan untuk meminta nubuat dan ramalan.
Hukum Periode Ashur Tengah
Sebuah kode hukum diciptakan pada abad ke-14 dan 13 SM, menggambarkan jika posisi sosial kaum wanita dalam masyarakat Ashur lebih rendah daripada negeri tetangga mereka. Pria diizinkan untuk menceraikan istri mereka tanpa kompensasi, jika seorang wanita melakukan perzinahan, dia dapat dipukul atau dihukum mati. (dokumen hukum yang lebih tua, mewajibkan kompensasi yang setara bagi istri yang diceraikan.) Para wanita dari golongan gundik atau pelayan raja juga dikenai hukuman kejam, seperti pemukulan, mutilasi, dan kematian. Orang Ashur terbuka dalam hubungan homosexual antar pria, dan pelanggaran seksual/zinah berlaku setara baik itu homoseksual atau heteroseksual. Seseorang tidak dikenakan hukuman karena menggunakan jasa pelacur kuil, hubungan seksual tersebut dianggap sebagai bagian dari ritual keagamaan.
Bangsa Ashur menentang praktek aborsi, disebutkan jika seorang wanita mengaborsi bayinya, ia harus ditusuk dan tidak boleh dikuburkan, namun ia harus dihukum oleh hakim. Jika seseorang wanita meninggal dalam proses pengguguran bayi, mayatnya harus ditusuk dan tidak boleh dikuburkan. Jika seorang pria memukul seorang wanita yang sedang hamil, dan menyebabkan keguguran, istri dari pria tersebut harus dihukum dengan cara yang sama. Sang pria tersebut harus membayar "nyawa untuk nyawa." Jika seseorang wanita meninggal ketika dipukul, maka pria itu harus pula dibunuh.
Ashur memiliki hukum yang jauh lebih brutal daripada kode hukum lain. Ekseskusi mati, hukuman cambuk di ikuti dengan kerja paksa adalah hal yang umum terjadi. Beberapa pelanggaran mengizinkan sang terdakwa untuk disidang dengan disertai penyiksaan. Seorang kreditur dapat menyeret debitur menjadi budak, dan tidak menjualnya.
Hukum Ashur Tentang Kudung Kepala (Jilbab)
Wanita bersuami, janda, dan wanita Ashur harus menutup kepala mereka, saat mereka keluar rumah. Anak perempuan para bangsawan harus menutup kepala mereka, baik itu dengan kudung, jubah, atau [mantel]; mereka tidak diperkenankan kepala mereka terungkap. Ketika ..., ...., atau ... mereka tidak harus berkudung, namun ketika mereka keluar rumah [sendiri] mereka harus berkudung. Seorang gundik (tawanan wanita, yang dijadikan istri) di luar rumah harus berkudung. Seorang (wanita) pelacur kuil (pelacur suci/pelacur bakti - Ibrani: Qadeshah, 1 Raja 22:47) yang telah menikah harus berkudung di jalan, namun pelacur kuil yang belum menikah tidak boleh menutup kepala mereka; dia tidak diperkenankan berjilbab.
Seorang pelacur tidak diperkenankan untuk berkudung; kepalanya tidak boleh ditutup. Setiap pria yang melihat pelacur yang berkudung diharuskan untuk menangkapnya, dan bersaksi atasnya dan membawanya ke pelataran istana. Namun demikian perhiasannya tidak boleh dirampas oleh pria yang menangkapnya, pakaiannya diperkenankan untuk diambil. Dia akan dicambuk (50 garis), dan ter harus dituangkan diatas kepalanya. Jika seorang pria melihat pelacur yang berkudung dan membiarkannya pergi dan tidak membawanya ke pelataran istana, maka pria itu harus dicambuk (50 garis). Orang yang melihat pria tersebut, boleh mengambil pakaian pria itu. Telinga pria itu harus dilubangi, dan diikat dengan tali yang terikat dibelakangnya, dan ia harus dijatuhi hukuman kerja paksa untuk raja selama 1 bulan.
Seorang budak wanita tidak boleh berkudung. Setiap pria yang melihat budak wanita berkudung harus menangkapnya dan membawanya ke pelataran istana. Telinga budak tersebut harus dipotong, dan orang yang menangkapnya boleh mengambil pakaiannya. Jika seorang pria melihat seorang budak wanita berjilbab dan membiarkannya pergi dan tidak membawanya ke pelataran istana, pria tersebut harus dihukum cambuk (50 garis). Telinganya pria tersebut harus dilubangi dan diikat dengan tali yang terikat dibelakangnya, dan ia harus dijatuhi hukuman kerja paksa untuk rajaselama 1 bulan.
Jika seorang pria ingin mengenakan kudung pada gundiknya, ia harus mengumpulkan 5 atau 6 tetangganya, dan memasangkan kudung padanya di depan mereka, dan berkata, "Dia adalah istriku." Dengan demikian ia telah menjadi istrinya. Seorang gundik yang belum dipasangkan kudung di depan saksi, atau suaminya belum mengatakan, "Dia adalah istriku," bukanlah istri; Dia masih gundik.
Jika seorang pria wafat dan tidak mempunyai anak lelaki dari istrinya yang berkudung, anak lelaki dari gundiknya menjadi anak yang tidak sah; harta dari pria tersebut dibagi oleh mereka.
Kata Assyria/Ashur/Asyur berasal dari nama ibukota pertama kerajaan ini, yakni Assur. Dan nama kota itu sendiri berasal dari nama dewa pelindungnya, dewa Ashur. Sebelum menjadi sebuah negara ia dikenal dengan sebutan "Azuhinum", setelah itu ia dikenal dengan sebutan "Assurayu."
Kisah tentang Ashur/Asyur akan kitab bahas secara mendalam, dan pembahasan Ashur dibagi kedalam 4 Periode:
1. Periode Ashur Awal 2500-2025 SM.2. Periode Ashur Tua (Old Assyrian) 2025-1750 SM.3. Periode Ashur Tengah (Middle Assyrian) 1392-934 SM.4. Periode Ashur Baru (Neo Assyrian) 911-609 SM.Pada mulanya Ashur adalah kerajaan bangsa (berbahasa) Akkad yang berevolusi pada abad ke-25 hingga 24 SM. Raja-raja Ashur awal seperti Tudiya adalah penguasa yang relatif kecil, dan setelah berdirinya kekaisaran Akkad sekitar tahun 2334-2154 SM, raja-raja ini ditundukkan oleh Sargon Agung, yang berhasil menyatukan bangsa-bangsa berbahasa Akkad dan Sumeria di Mesopotamia.
Negara-kota Ashur muncul pada pertengahan abad ke-21 SM, yang berevolusi dari pembubaran kekaisaran Akkad. Pada periode Ashur Tua (Old Assyrian Period) - Zaman Perunggu Awal, Ashur menjadi kerajaan dominan di utara Mesopotamia, yang berkompetisi dengan bangsa Hittite/Het dan Hurian di Asia Kecil, dan kota Sumero-Akkadia (Isin, Ur, Larsa & Babylon yang didirikan oleh bangsa Amorit pada tahun 1894 SM). Selama abad ke 20 SM, bangsa Ashur mendirikan koloni di Asia Kecil.
Ashur dibawah kendali kepala suku Amorit, Shamshi-Adad I (1890-1776 SM), yang mendirikan dinasti baru, dan berhasil mengendalikan kota Mari dan Ekallatm. Setelah itu Ashur jatuh dibawah kendali bangsa Babel & Mitanni-Hurrian sekitar abad ke-17-15 SM.
Pada saat ini kita membahas Ashur setelah Kassite-Babylon, atau sering dikenal sebagai "Periode Ashur Tengah". Setelah era bangsa Kassite-Babel (1531-1155 SM kronologi pendek) atau dikenal sebagai Kardunias, bangsa yang mendominasi Mesopotamia adalah bangsa Ashur, sebelumnya kita mundur sejenak ketahun 1450 SM.
Masa Kemunduran Ashur 1450-1393 SM
Pada abad ke-16 SM hingga pertengahan abad ke-15 SM, di wilayah barat Ashur, muncul sebuah dinasti baru, yang berkuasa namun hanya berkuasa dalam waktu yang singkat, yakni Kekaisaran Mittani-Hurrian (1600-1375 SM).
Bangsa Mittani adalah orang-orang yang berbahasa Indo-Eropa, yang menaklukkan dan membentuk pemerintahan atas penduduk pribumi Hurrian di Anatolia timur. Bahasa orang Hurrian adalah bahasa yang terisolasi, dan berbeda dengan bahasa Semit dan Indo-Eropa.
Sebuah kejadian penting terjadi pada tanggal 16 April 1457 SM, yakni "Perang Meggido" antara firaun Mesir Thutmose III melawan aliansi Mittani dan negeri-kota Kanaan, Kadesh, Meggido.
Raja Ashur, Ashur-nadin-ahhe I (1450-1431 SM) didekati oleh firaun Mesir, Amenhotep II, yang merupakan musuh negeri Mittani, dengan sejumlah emas, agar Ashur beraliansi dengan Mesir melawan Kekaisaran Mittani.
Namun raja Mittani, Saushtatar, mengetahui hal tersebut, dan ia pun menyerang dan menaklukkan ibu kota Ashur, serta membuat kerajaan Ashur menjadi negeri Vassal Mittani.
Raja Mittani, Saushtatar, menggulingkan Ashur-nadin-ehhe I, dan mengangkat Enlil-nasir II (1430-1425 SM), kemudian diharuskan untuk mempersembahkan upeti kepada Mittani.
Pada era raja berikutnya, Ashur-Nirari II (1424-1418 SM), Ashur masih memberi upeti kepada Mittani, namun mereka nampaknya tidak mengintervensi urusan internal dari Ashur.
Raja berikutnya Ashur-bel-nisheshu (1417-1409 SM) mengadakan perjanjian dengan kerajaan Kassite-Babel dan memperkuat perekonomian Ashur.
Raja berikutnya Ashur-rim-nisheshu (1408-1401 SM) memperbaiki infrastruktur dan memperkuat tembok kota.
Raja berikutnya Ashur-nadin-ahhe II (1400-1393 SM) kembali menerima upeti emas dan tawaran diplomatik dari Mesir, agar memberi dukungan militer bagi Mesir melawan Mittani dan Hittite (Het, berkuasa 1600-1178 SM), namun raja Ashur tidak berada dalam posisi yang cukup kuat untuk menantang Mittani.
Raja berikutnya Eriba-Adad I (1392-1366 SM), anak dari Ashur-bel-nisheshu, atau paman dari Ashur-nadin-ahhe II, naik tahta dan ia memutuskan merdeka dari kekaisaran Mittani, setelah menyadari di lingkungan istana Mittani terjadi perselisihan.
Pada saat ini beberapa fraksi dari istana Mittani meminta dukungan Ashur, dan Ashur pun memulai memainkan pengaruhnya pada kekaisaran Mittani yang sedang melemah.
Periode Ashur Tengah (1392-934 SM)
Ini adalah era raja-raja termasyur bangsa Ashur, seperti Ashur-Uballit I, Tukulti-Ninuarta I dan Tiglath-Pileser I. Pada periode ini bangsa Ashur berhasil meruntuhkan kekaisaran Mittani, dan mengunggulli kekaisaran Hittite, Mesir, Kassite-Babylon/Babel, Elam, Kanaan dan Phyrgia.
Ashur-Ubllit I (1365-1330 SM)
Ia adalah anak dari Eriba-Adad I, dan terbukti sebagai penguasa yang agresif, ambisius dan sangat kuat. Melihat tekanan bangsa bangsa Het dari barat Mittani, ia memutuskan untuk mematahkan dominasi kekuatan Mittani, bahkan hingga mengalahkan raja Mittani, Shuttarna II, dalam sebuah pertempuran.
Dominasi Ashur juga terlihat pengaruhnya terhadap bangsa Babel/Kardunias, Hurrian, dan Het; Raja Kassite-Babel, Burna-Buriash II, menikah dengan putri Ashur-uballit I, yang bernama Muballitat-Serua. Yang mana anak perkawinan tersebut, akan diplot menjadi putera mahkota di Babel.
Namun pada tahun 1333 SM, terjadi pemberontakan, raja Babel terbunuh, dengan alasan ingin membalas dendam akibat kematian anak mantunya, Ashur-uballit I menyerang Babel, dan mengangkat Kurigalzu II (anak/cucu dari Burna-Buriash II) menjadi raja.
Ashur-uballit I kemudian menyerang raja Mitanni, Mattiwaza, yang dibantu oleh raja Het, Suppiluliuma, namun Ashur berhasil mengalahkan keduanya, peperangan ini membuat kekuatan Ashur semakin ditakuti. Surat dari Ashur-Uballit I kepada firaun Mesir, Amenhotep IV (Akhenaten), juga terdapat dikumpulan surat Amarna.
Enlil-Nirari (1329-1308 SM)
Ia menggantikan ayahnya Ashur-uballit I, dan menyebut dirinya sebagai "Raja Besar" (Sharru rabu) dalam suratnya kepada raja-raja Het. Pada masanya terjadi serangan dari Babel, oleh raja Kurigalzu II yang diangkat oleh ayahnya menjadi raja atas Babel, namun ia berhasil memukul mundur mereka pada peperangan Sugagu (dalam prasasti Babel, Kurigalzu II mengklaim sebagai pemenang), dan kembali menyerang Babel hingga memperluas wilayah Ashur.
Arik-den-ili (1307-1296 SM)
Anak dari Enlil-nirari, ia menciptakan kewajiban tradisional bangsa Ashur, untuk melakukan kampanya militer setiap tahun, ia mengkonsolidasi kekuatan Ashur, dan sukses dalam kampanya militer ke pegunungan Zagros, menundukkan suku Lullubi dan Gutium. Di wilayah Suriah, ia menundukkan suku semit yang disebut "Ahlamu," yang kemungkinan adalah leluhur dari bangsa Aram/Aramean. Dan membawa pulang berbagai jarahan dari negeri asing. Dalam sebuah prasasti, ia mengklaim membantai 250.000 jiwa dari rakyat Tarbisu, sebuah kota dekat Nineveh.
Adad-nirari I (1295-1275 SM)
Ia menjadikan Kalhu (calah atau sering disebut kota Nimrud) sebagai ibu kota, dan melanjutkan perluasan wilayah hingga ke negeri Het dan Hurrian, ia menaklukkan kota Karkemish (Carchemish, wilayah negeri Het), serta merengsek masuk hingga ke Asia Kecil. Di wilayah selatan ia merebut beberapa wilayah bagian utara Babylon. Dalam sebuah prasasti, Adad-nirari mengklaim bahwa para dewa di Mesopotamia lah telah memanggilnya untuk berperang. Sebuah pernyataan yang akan digunakan oleh para raja Ashur berikutnya.
Pada bulan Mei tahun 1274 SM, terjadi peperangan Kadesh/Qadesh antara firaun Ramesses II dari Mesir melawan kekaisaran Het, oleh raja Muwatalli II, beserta koalisi Mittani, dan raja-raja Kanaan (Ugarit, Kadesh, Aleppo). Peperangan ini dipercaya sebagai pertempuran dengan penggunaan kereta perang terbanyak, yang melibatkan sekitar 5.000-6.000 kereta.
Setelah perang Kadesh, Ramses II melakukan kampanye militer berikutnya ke para penguasa Kanaan yang memberontak dari Mesir, penyerangan ini terbagi atas 2 kekuatan, yang mana satu kekuatan dipimpin Rames II dan lainnya oleh anaknya, Amun-her-khepeshef, yang menyerang para pejuang suku Shashu hingga ke Laut Mati, merebut Edom-Seir, Moab. Ramses II menyerang dari Yerusalem dan Yerikho dan kedua kekuatan ini bertemu di tanah Moab, dan bersama-sama bergerak ke Hesbon, Damaskus, Kumidi.
Sebelumnya dalam tablet Amarna, terlihat pengaruh Mesir di tanah Kanaan mengalami penurunan, namun kini nampak ambisi Mesir untuk mengamankan wilayah strategis ini.
Shalmaneser I (1274-1244 SM)
Ia adalah anak dari Adad-nirari I, dan juga merupakan seorang pejuang. Selama pemerintahannya ia menaklukkan bangsa Hurrian di wilayah Urartu, serta orang Gutium di pegunungan Zagros, hal ini membuat wilayah Ashur membentang dari Anatolia timur hingga Kaukasus selatan. Dia juga menyerang Mittani, dan mengalahkan raja Shattuara dan aliansi mereka yakni bangsa Het dan tentara bayaran kaum Ahlamu (cikal bakal kaum Aram), serangan ini menghancurkan kekaisaran Mittani, dan Shalmaneser I mengangkat seorang pangeran Ashur, Ilu-ippada menjadi penguasa Mittani, juga mengangkat gubernur dari Ashur untuk memimpin kota-kota Mittani.
Ia mengklaim telah mencungkil 1 mata dari 14.400 tawanan perangnya, dan ia juga dikenal sebagai raja Ashur yang pertama kali mendeportasi musuh yang dikalahkan ke wilayah lain, dibanding membantai mereka.
Setelah gagal menyelamatkan Mittani, bangsa Het lalu bersekutu dengan Kassite-Babel/Kardunias melakukan blokade ekonomi melawan Ashur. Ashur saat ini adalah sebuah kekaisaran yang besar dan kuat, serta merupakan ancaman nyata juga bagi orang Mesir. Mungkin karena pengaruh Ashur, membuat Het berdamai dengan Mesir. Seperti ayahnya, Shalmaneser juga memfokuskan diri pada pembangunan Ashur, ia membangun berbagai istana di Assur dan Nineveh, serta memperluas kota Kalhu.
Tukulti-Ninurta I (1244-1207 SM)
Ia adalah anak dari Shalmaneser I, dan selama memerintah ia mencapai kemenangan besar melawan bangsa Het, raja Tudhaliya IV, pada peperangan Nihriya dan membawa ribuan tawanan perang. Ia kemudian menaklukkan kassite-Babel, dan menawan raja Kashtiliash IV serta mengklaim sebagai raja babel selama 7 tahun, dan mengambil gelar lama "Raja Sumer dan Akkad," yang pertama kali digunakan oleh Sargon Agung.
Tukulti-Ninuarta I kemudian menjadi raja pertama dari pribumi Mesopotamia-Akkad yang menjadi raja atas Babel, sebelumnya ia didirikan oleh bangsa Amorit, yang kemudian dilanjutkan oleh bangsa Kassite yang juga orang asing. Tukulti-Ninurta mengklaim ia menangkap raja Kashtiliash IV dengan tangannya sendiri:
"Ku injak dia dengan kaki ku di atas lehernya seperti tumpuan kaki ku." dan membawanya ke Ashur dalam keadaan terantai. Orang Ashur menghancurkan tembok Babel, dan membantai banyak penduduknya, sepanjang perjalanan ke kuil Esagila, mereka menjarah rakyat Babel, termasuk merampas patung dewa Marduk, dewa pelindung bangsa Babel. Ia mengklaim sebagai "Raja Karduniash (Babel), Sumer, Akkad, Shippar, Tilmun (Bahrain/Dilmun) dan Meluhha."
Sebuah naskah di temukan di reruntuhan Dur-Katlimmu, yang merupakan surat dari Tukulti-Ninurta kepada Sukkal Rabi'u (penasehat utama), Ashur-iddin, yang memberi masukan jika jenderal Shulman-mushabshu diberi tugas untuk mengawal para tawanan perang yakni raja Kashtiliash, istrinya dan tawanan wanita menuju Ashur.
Ia juga mengalahkan orang Elam, yang juga ingin menguasai Babel. Dan ia menulis sebuah syair yang mendokumentasikan tentang perang melawan Babel dan Elam. Pada suatu ketika orang-orang Babel memberontak, dan ia kembali menyerang dan menjarah kuil-kuil di wilayah Babel, hal ini dianggap sebuah penistaan kepada para dewa, hal yang menajiskan kesakralan di Mesopotamia. Sejak saat itu hubungan nya dengan para imam di Ashur memburuk.
Sejumlah sejarawan, termasuk Julian Jaynes, mengidentifikasi segala pencapaian Tukulti-Ninurta I menjadi sumber historis, bagi inspirasi karakter dalam Alkitab yang bernama Nimrod.
Pada tahun 1208 SM, Firaun Merneptah (1213-1203 SM) dalam prasasti Merneptah mengklaim telah mengalahkan bangsa Libya, bangsa Het, dan ia juga melakukan kampanye militer ke tanah Kanaan dan mengalahkan Ashkelon, Gezer, Yano'am, Huru dan "Israel."
Ashur-nadin-apli (1207-1204 SM)
Ketika Tukulti-Ninurta memasuki usia senja, anak-anaknya melakukan kudeta dan mengepung raja di ibukota. Ia terbunuh dan digantikan oleh anaknya yang bernama, Ashur-nadin-apli. Namun raja baru ini menyerahkan urusan kerajaan kepada seorang gubernurnya yang bernama Adad-bel-gabbe.
Tidak seperti raja sebelumnya, ia memakai gelar lain dalam sebuah prasasti yang tertulis:
"gembala yang setia, kepadanya para dewa: Assur, Enlil dan Shamas memberi perintah dan tongkat kerajaan diberikan kepadanya dan diberi tugas untuk memelihara tahan, sang raja yang berada dibawah lindungan dewa An dan di pilih oleh Enlil..." Dimana kita dapat menyimpulkan bahwa dia mencari dukungan illahi atas tahtanya yang lemah.
Ashur memasuki periode yang tidak stabil, dan terjadi banyak perselisihan internal, Babel yang memberontak tidak mampu diredam oleh raja.
Ashur Nirari III -> Enlil-kudurri-usur -> Ninurta-apal-Ekur (1202-1180 SM)
Ashur-nadin-apli digantikan oleh anak/kemenakannya yang bernama Ashur Nirari III (1202-1197 SM), dan berturut-turut raja Ashur dalam kekacauan ini adalah: Enlil-kudurri-usur (1196-1193 SM), ia adalah paman dari Ashur Nirari III, lalu disusul oleh dan Ninurta-apal-Ekur (1192-1180 SM) yang mengkudeta raja Enlil-kudurri-usur. Walau Ashur dilanda konflik internal diantara penguasa, ia tidak terancam oleh kekuatan asing, karena pada zaman ini terjadi periode kekacauan yang melanda seluruh Mesopotamia dan Mediterania, yang dikenal sebagai zaman kegelapan yang berlangsung dari 1300-1000 SM.
Ashur-dan I (1179-1133 SM)
Ia adalah anak dari Ninurta-apal-Ekur, ia berhasil menstabilkan konflik internal (berlangsung kurang lebih 23 tahun) di Ashur dan berkuasa selama 47 tahun. Selama ia memerintah kerajaan Kassite-Babel memasuki masa akhirnya, dia mencatat merebut beberapa kota di wilayah utara Babel pada masa raja Babel: Marduk-apla-iddina I dan Zababa-shuma-iddin. Namun hal ini mengakibatkan konflik dengan Elam yang juga sedang merebut wilayah selatan Babel.
Pada masa raja Elam, Shutruk-Nahhunte, posisi mereka cukup kuat, dan mereka berhasil menaklukkan ibu kota Babel, dan membawa anak Zabba-shuma-iddin yang bernama Enlil-nadin-ahi, raja terakhir Babel ke Elam sebagai tawanan. Kemudian terjadi perang berkepanjangan dengan Ashur, mereka bahkan sempat merebut kota Arrapkha di Ashur, namun berhasil direbut kembali dan Ashur memaksa Elam membuat perjanjian damai.
Ninurta-tukulti-Ashur (1133 SM)
Setelah Ashur-Dan I wafat, ia diteruskan oleh anaknya yang bernama Ninurta-tukulti-Ashur (1133 SM) pada masa ini, patung dewa Marduk yang dijarah dari kuil Esagila, kembali ke Babel. Namun kemudian ia dikudeta oleh saudaranya yang bernama Mutakkil-Nusku. Ninurta-tukulti-Ashur kemudian mengungsi ke perbatasan Babel.
Akibat melemahnya pengaruh Ashur, di Babel kini berkuasa dinasti baru dari kota Isin, raja mereka, Nebuchadnezzar I, berhasil mengusir penguasa Elam di Babel, serta mengembalikan patung dewa Marduk dari Ashur ke Babel.
Mutakkil-Nusku (1133 SM)
Setelah mengkudeta kakaknya, ia harus terlibat dalam perang saudara dari provinsi lain yang menolak kepemimpinannya. Ia menggempur kakaknya di kota, Sisil, di perbatasan Babel, namun ia kalah dalam peperangan tersebut. Muttakil-Nusku juga wafat pada tahun ini.
Ashur-resh-ishi I (1133-1116 SM)
Ia adalah saudara dari Muttakil-Nusku dan Ninurta-tukulti-Ashur, ia memulai kembali gerakan expansi kekaisaran Ashur, karena bangsa Het kini telah musnah akibat serangan dari bangsa Phygian (Mushki) yang berbahasa Indo-Eropa.
Wilayah yang dahulu dikendalikan oleh bangsa Het menjadi rebutan antara Ashur dan Babel, dan wilayah itu adalah tempat berdiamnya bangsa Aram, di Suriah. Raja Ashur, dalam beberapa pertempuran dapat mengalahkan raja Nebuchadnezzar I dari Babel (Dinasti Isin). Ashur kemudian mencaplok tanah-tanah yang dahulu dikuasai bangsa Het di Asia Kecil, dan Suriah (Aram), Gutian dan Kassite di pegunungan Zagros. Hal ini menandai peningkatan ekspansi Ashur.
Tiglath-Pileser/Tukulti-apil-Esarra I (1115-1077 SM)
Ia adalah anak dari Ashur-resh-ishi I, yang menjadi raja setelah kematian ayahnya, dan dipandang sebagai salah satu penakluk besar bangsa Ashur, ia memerintah selama 38 tahun.
Kampanye pertama pada tahun 1112 SM melawan bangsa Phrygian yang mencoba untuk menduduki wilayah Ashur; setelah mengalahkan dan mengusir mereka, ia kemudian menyerang kerajaan bangsa Luwian, Cilicia (Kilikia), dan Cappadocia di Asia Kecil, dan mengusir bangsa Neo-Hittite dari provinsi Subartu.
Kampanye berikutnya, pasukan Ashur menyerang wilayah Urartu, dan Malatia. Pada tahun ke-5, Tiglath-Pileser I kembali menyerang Luwian, Cilicia dan Cappadocia, ia menuliskan semua kemenangannya ini pada piring tembaga di sebuah benteng yang dibangunnya untuk mengamankan penaklukkan Anatolia.
Bangsa Aram di utara Suriah menjadi sasaran berikutnya, setelah itu ia melanjutkan penaklukkan pada kota-kota bangsa Kanaan di wilayah Phoenicia seperti Byblos, Tyre/Tirus, Sidon, Simyra, Berytus (Beirut), Aradus dan Arvad, ia juga mengarungi Laut Mediterania untuk menaklukkan nahiru atau "sea-horse (kuda laut)". Hal ini dilakukan untuk mengendalikan jalan raya ke pelabuhan di Mediterrania. Dia juga menyerang Babel sebanyak dua kali, dan mengklaim gelar "Raja Sumeria dan Akkad," dan meminta upeti dari Babel.
Asharid-apal-Ekur (1076-1074 SM)
Ia adalah anak dari Tiglath-Pileser I, dan pada masa pemerintahannya ia mengangkat derajat jabatan ummanu (juru tulis kerajaan) menjadi posisi penting.
Ashur-bel-kala (1073-1056 SM)
Ia adalah saudara dari Asharid-apal-Ekur, yang memerintah selama 18 tahun dan merupakan raja terakhir dai periode Ashur Tengah. Ia berhasil mempertahankan perbatasan kekaisaran Ashur, dan dalam kampanye militernya ia berhasil mengalahkan pemberontakan orang Urartu, Frigia, dan Aram. Ia membuat perjanjian damai dengan raja Babel, Marduk-shapik-zeri, namun setelah kematian raja ini, ia lalu menginvasi Babel dan menggulingkan penguasa Babel saat itu yakni raja Kadasman-Burias, dan menunjuk Adad-apla-iddina sebagai raja boneka di Babel.
Ashur-bel-kala adalah seorang pemburu yang hebat, dan ia menulis tentang perburuannya di tanah Het dan pegunungan Libanon. Lokasi-lokasi ini menunjukkan bagaimana Ashur pada masa itu menguasai tanah yang sangat luas. Ia juga mungkin sebagai orang yang paling awal membangun kebun raya yang berisi binatang (kebun binatang) dan tanaman., ia mengumpulkan berbagai macam hewan dan tumbuhan dari kekaisarannya, dan menerima hewan koleksi dari benua Afrika, sebagai hadiah dari Mesir.
Di akhir masa pemerintahannya, terjadi perang saudara di Ashur, seorang bernama Tukulti-Mer, memberontak, walau ia dan sekutunya berhasil di hancurkan. Melihat situasi ini orang Aram memberontak, dan menyerang beberapa wilayah Ashur, Ashur-bel-kala kembali harus menaklukkan bangsa Aram hingga ke Karkemis/Carchemish dan ke hulu sungai Khabur. Namun di akhir pemerintahannya, wilayah barat seperti Suriah, Phoenicia-Kanaan dan daerah pantai Mediterrania lepas dari kontrol kekaisaran Ashur.
Ashur Pada Periode Keruntuhan Zaman Perunggu (1055-936 SM)
Terdapat sebuah masa yang dikenal sebagai era kegelapan di seluruh wilayah Timur-Tengah, Afrika Utara, Asia Kecil, Kaukasus, Mediterania, dan Balkan, yang ditandai dengan pergolakan hebat di banyak negara dan perpindahan manusia dalam jumlah massal, hal ini terjadi sekitar tahun 1200-900 SM, dan dikenal sebagai Periode Keruntuhan Zaman Perunggu.
Kekaisaran Ashur adalah satu-satunya bangsa kuno yang tidak terpengaruh dengan kekacauan selama 150 tahun ini, namun setelah kematian Ashur-bel-kala pada tahun 1056 SM, Ashur mengalami kemunduran selama 100 tahun berikutnya. Wilayah kekaisaran Ashur menyusut secara signifikan, dan pada tahun 1020 SM, Ashur hanya menguasai wilayah tradisional mereka.
Pada periode ini bermunculan berbagai bangsa baru, yang berbahasa Semit Barat: Aram, Chaldean/Kasdim, Sutean, mereka berimigrasi ke wilayah barat dan selatan Ashur, bahkan menaklukkan wilayah Babel bagian selatan.
(Bangsa baru di wilayah Kanaan yang muncul adalah: Israel (& Yehuda), Amon, Edom, Moab, Filistin)
Orang Indo-Eropa yang berasal dari wilayah Iran seperti Medes/Media, Persia, dan Parthia memasuki wilayah timur Ashur. Menggusur orang-orang Gutium, dan menekan bangsa Elam dan Mannea (yang bukan merupakan kebudayaan non Indo-Eropa, di Iran kuno).
Di wilayah utara, bangsa Phyrgian/Frigia menyerbu orang Het, dan negeri baru bangsa Hurrian bernama Urartu muncul di Anatolia timur dan Kaukasus. Bangsa Cimmerian, Colchians (Georgian), Scythian muncul di sekitar Laut Hitam Kaukasus.
Mesir terpecah dan berada dalam kekacauan. Israel berperang dengan sesama bangsa Kanaan seperti Amalek, Moab, Edom dan Amon, juga dengan orang non-Semit seperti Filistin untuk mengontrol wilayah selatan Kanaan.
Walau Ashur terlihat lemah dibanding kekuatan sebelumnya, namun di pusat kekuatannya ia sebenarnya bangsa yang solid dan dipertahankan dengan baik oleh para prajurit yang mungkin terbaik di dunia.
Ashur dengan monarki yang stabil, tentara yang kuat dan wilayah perbatasan yang aman, sebenarnya berada posisi yang lebih kuat dibanding rival potensial mereka, seperti: Mesir, Babel, Elam, Phrygia, Urartu, Persia dan Media. Raja-raja Ashur seperti Ashur-bel-Kala, Eriba-Adad II, Ashur-rabi II, Ashurnasirpal I, Tiglath-Pileser II, Ashur-Dan II, berhasil mempertahankan perbatasan Ashur dan mempertahankan stabilitas negara dalam masa kegelapan ini.
Kebijakan para raja-raja Ashur selama periode ini lebih mempertahankan wilayah inti dan menciptakan koloni satelit di sekitarnya, serta jika situasi memungkinkan mereka akan melakukan serangan sporadis ke wilayah tetangga.
Eriba-Adad II & Shamsi-Adad IV (1055-1050 SM)
Eriba-Adad II (1055-1053 SM) adalah anak dari Ashur-bel-kala, memerintah hanya selama 2 tahun, dan ia melanjutkan kampanye militer terhadap orang Aram dan Neo-Het, namun akhirnya digulingkan oleh paman nya yang telah lanjut usia, Shamshi-Adad IV (1053-1050 SM) anak dari Tiglath-Pileser I, yang memerintah sekitar 3 tahun.
Ashurnasirpal I (1049-1031)
Adalah anak Shamshi-Adad IV, menjadi raja berikut dan Ashur terus terlibat konflik dengan orang Aram, pada masanya Ashur menderita musibah kelaparan.
Berdasarkan informasi Alkitab, di tanah Kanaan, berdiri kerajaan Israel dengan Saul (1050-1012 SM) sebagai raja pertama.
Salmanaser II/Salmanu-asaredu (1030-1019 SM)
Ia anak dari Ashurnasirpal I, dan pada masa pemerintahannya wilayah Suriah terlepas dari kontrol Ashur kepada bangsa Aram, bahkan Aram mampu memperluas wilayah mereka hingga ke Nairi di Asia Kecil, yang nota bene adalah kota satelit Ashur.
Ashur Nirari IV (1019/1018-1013 SM)
Ia anak dari Salmanaser II, dan pada masa nya Ashur merebut kota Atlila, milik Babel. Selain itu ia melanjutkan peperangan melawan bangsa Aram, namun akhirnya ia digulingkan oleh pamannya yang bernama Ashur-rabi II pada tahun 1013 SM.
Ashur-rabi II (1013-972 SM)
Ia memerintah cukup lama diantara raja-raja Ashur, yakni 41 tahun. Dan pada masa pemerintahannya, bangsa Aram berhasil merebut kota Pitru dan Mutkinu (kota satelite Ashur), namun mereka berhasil di usir, dan menyerang Aram hingga ke Mediterania, disana Ashur mendirikan prasasti di gunung Atalur.
Daud (1010-970 SM/1005-965 SM) menjadi raja Israel menggantikan Saul.
Ashur-resh-ishi II (971-968 SM)
Ia anak Ashur-rabi II, dan menjadi raja pada usia senja, di masa pemerintahannya ia hanya mempertahankan perbatasan Ashur, dan melaksanakan beberapa proyek infrastruktur.
Tiglath-Pileser II (967-936 SM)
Ia adalah anak dari Ashur-resh-ishi II, sangat sedikit informasi tentang raja ini, namun ia kemudian digantikan oleh anaknya Ashur-dan II.
Solomon/Sulaiman (970-931 SM) menjadi raja Israel ke-3
Kondisi Masyarakat di Periode Ashur Tengah
Tidak seperti situasi pada Periode Ashur Tua, jalur perdagangan logam dari Anatolia saat ini didominasi oleh bangsa Het (Hittite) dan Mittani-Hurrian, mereka juga mengontrol pelabuhan-pelabuhan di Laut Mediterrania, sementara itu di selatan bangsa Kassite-Babel mengendalikan rute sungai hingga ke Teluk Persia.
Kerajaan Ashur saat ini tertata dengan baik, dan kekuasaan berada dalam kontrol yang ketat di tangan raja, yang merangkap jabatan sebagai "Imam Besar dewa Ashur," dewa utama bangsa. Namun ia memiliki kewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan kuil-kuil di pelosok negeri. Para Imam memiliki pengaruh besar dalam masyarakat Ashur, konflik dengan para imam dianggap sebagai penyebab terbunuhnya raja Tukulti-Ninuarta I.
Periode Ashur Tengah juga ditandai dengan peperangan panjang yang membentuk karakter rakyat Ashur menjadi masyarakat pejuang. Seluruh kaum pria dari warga Ashur yang merdeka diwajibkan menjadi tentara untuk sementara waktu, sistem ini disebut layanan "ilku." Raja bergantung pada rakyat dan para imam untuk sumber daya, serta kepada para bangsawan untuk menyediakan kuda-kuda yang dibutuhkan militer kerajaan. Negeri Ashur tidak membutuhkan banyak pekerjaan irigasi seperti Babylon, dan sumber daya alamnya digunakan untuk pembiakan kuda secara meluas. Ditemukan naskah tentang cara perawatan dan pelatihan kuda.
Kota-kota utama pada periode Asyur Tengah adalah: Ashur, Kalhu (dikenal juga sebagai kota Nimrod) dan Nineveh (Niniwe), semuanya terletak di Lembah Sungai Tigris. Pada masa ini kota Nineveh masih berupa kota kecil dengan populasi sekitar 33.000 jiwa, namun pada Periode Ashur Baru/Neo-Ashur, ia adalah kota terbesar di dunia dengan populasi 120.000 jiwa.
Arsitektur Ashur, seperti Babel dipengaruhi oleh gaya Sumero-Akkad, namun mereka mengembangkan gaya khasnya, terlihat dari seni mendekorasi dinding dengan aneka ukiran dan hiasan (dipengaruhi oleh gaya Mittani). Selama abad ke-13 hingga ke-10 SM, cerita bergambar telah muncul sebagai ilmu seni baru: serangkaian gambar yang saling berhubungan diukir pada prasasti batu. Hal tersebut menyerupai buku komik, dan menggambarkan berbagai kejadian, seperti peperangan atau kegiatan berburu, dan penempatannya dari sudut kiri atas, hingga ke sudut kanan bawah, dan dituliskan sebuah keterangan dibawahnya. Seni ukir ini menunjukkan kemajuan seni/teknologi di Ashur mulai mengungguli Babel. Gaya arsitektur baru pada bangunan Ziggurat dimunculkan dengan 2 buah menara dan ubin enamel yang berwarna-warni.
Sekolah-sekolah untuk juru tulis didirikan, yang mengajarkan penulisan bahasa Akkad, baik dialek Babel atau Ashur. Dialek Akkad-Ashur digunakan dalam naskah-naskah hukum, pemerintahan, keagamaan dan hal-hal umum seperti obat-obatan atau industri barang.
Pemerintahan
Pada periode Ashur Tua, atau tahun 2400 SM, bangsa Ashur di pemimpin oleh kepala dari para penggembala seperti banyak bangsa dalam sejarah Mesopotamia. Dan semakin berkembangnya Ashur, pola pemerintahan kemudian bersifat oligarki dibanding monarki, otoritas berada ditangan dewa Ashur dan 3 kekuatan politik utamanya berada pada:
- Badan majelis yang terdiri dari para tetua bangsa,
- Penguasa atau raja yang berdasarkan garis keturunan,
- Limmu (eponym) adalah pejabat kerajaan yang ditunjuk untuk memimpin festival Tahun Baru
(Akitu) di ibukota. Setiap tahun limmu baru akan dipilih, melalui undian, dari sekelompok orang terbatas yang berasal dari keluarga terbandang atau anggota majelis kota. Nama limmu tersebut akan menjadi nama tahun, serta menjadi rujukan tahun pada dokumen negara. Daftar Limmu ditemukan setiap tahun dari tahun 892-648 SM. Pada Periode Ashur Tua, raja tidak pernah menjadi Limmu, namun pada Periode Ashur Tengah dan Neo-Ashur, raja dapat merangkap jabatan ini.
Agama
Seperti agama bangsa Mesopotamia lainnya, Ashur memiliki dewa nasional, yang bernama Ashur, dewaa utama lainnya dalam sejarah Ashur kuno adalah Ishtar, Adad/Hadad, Sin, Ninurta, Nergal dan Ninlil.
Dewa Assur adalah pemimpin dari majelis para dewa bangsa Ashur, setara dengan dewa Enlil oleh bangsa Sumeria, dan dewa Marduk oleh bangsa Babel. Selama periode penaklukan Ashur, seperti Shamshi-Adad I (1754-1721 SM) propaganda kekaisaran Ashur adalah: memproklamasikan supremasi dewa Ashur, dan menyatakan bahwa orang-orang yang ditaklukkan telah ditinggalkan oleh dewa pelindung mereka.
Dewa Ashur
Pada mulanya dewa Ashur tidak memiliki mitos keluarga dewa, namun karena pengaruh kultus dari Mesopotamia bawah, dia dianggap setara dengan dewa Enlil, dewa utama Nippur, dan dewa terpenting sejak tahun 2990 SM hingga periode Hammurabi-Babel (1696-1654 SM) yang menempatkan dewa Marduk sebagai pengganti Enlil. Dan pada tahun 1390, dewa Ashur menyerap istri Enlil, yakni dewi Ninlil sebagai istrinya, dan Ninurta dan Zababa sebagai putra mereka. Dan mitos penciptaan Babel/Enuma-Elish, Marduk diganti oleh Ashur yang menumpas Tiamat dalam penciptaan dunia dan manusia.
Dewa Ashur sering digambarkan sebagai cakram matahari yang sering muncul dalam ikonografi Ashur. Banyak raja Ashur memiliki nama yang menyertakan dewa Ashur, seperti: Ashur-Ubalit, Ashurnasirpal, Esharhaddon (Ashur-aha-iddina) dn Ashurbanipal. Gelar umum Ashur adalah: "belu rabu" (tuan besar), "ab ilani" (bapa dari para dewa), "sadu rabu" (gunung besar), dan "il assuri" (tuhan Ashur). Simbol dari dewa Ashur adalah:
- Sebuah Cakram bersayap dengan tanduk, dan juntaian menyerupai riak cahaya jatuh dari kedua sisi sayap.
- Sebuah lingkaran atau roda, bersayap, disertai gambar seorang prajurit yang sedang menarik busur.
- Lingkaran yang sama, Busur dan Prajurit, namun ia memegang panah dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya seakan sedang memberkati umatnya.
Dewa Adad
Adad adalah dewa cuaca dalam agama Mesopotamia kuno. Dalam beberapa naskah Adad terkadang digambarkan sebagai anak dari dewa bulan, Sin dan Ningal, dan bersaudara dengan dewa matahari, Shamash, serta Ishtar. Kadang ia digambarkan sebagai anak Enlil.
Gundik Adad adalah Shala, dewi gandum. Hewan spesial milik Adad adalah banteng/lembu jantan.
Adad mewakili 2 askpek dalam ritual, disatu sisi dia adalah dewa yang membawa hujan, dan membuat tanah menjadi subur, di sisi lain, dia membawa badai yang juga pertanda bagi malapetaka dan kehancuran. Gambarnya sering ditemukan pada monumen dan segel silinder, dengan menggunakan helem bertanduk dan memegang petir atau dalam bentuk tombak.
Dewa Adad dan Shamash dianggap sebagai kombinasi yang mengendalikan kekuatan alam, dan mereka juga sering dijadikan rujukan untuk meminta nubuat dan ramalan.
Hukum Periode Ashur Tengah
Sebuah kode hukum diciptakan pada abad ke-14 dan 13 SM, menggambarkan jika posisi sosial kaum wanita dalam masyarakat Ashur lebih rendah daripada negeri tetangga mereka. Pria diizinkan untuk menceraikan istri mereka tanpa kompensasi, jika seorang wanita melakukan perzinahan, dia dapat dipukul atau dihukum mati. (dokumen hukum yang lebih tua, mewajibkan kompensasi yang setara bagi istri yang diceraikan.) Para wanita dari golongan gundik atau pelayan raja juga dikenai hukuman kejam, seperti pemukulan, mutilasi, dan kematian. Orang Ashur terbuka dalam hubungan homosexual antar pria, dan pelanggaran seksual/zinah berlaku setara baik itu homoseksual atau heteroseksual. Seseorang tidak dikenakan hukuman karena menggunakan jasa pelacur kuil, hubungan seksual tersebut dianggap sebagai bagian dari ritual keagamaan.
Bangsa Ashur menentang praktek aborsi, disebutkan jika seorang wanita mengaborsi bayinya, ia harus ditusuk dan tidak boleh dikuburkan, namun ia harus dihukum oleh hakim. Jika seseorang wanita meninggal dalam proses pengguguran bayi, mayatnya harus ditusuk dan tidak boleh dikuburkan. Jika seorang pria memukul seorang wanita yang sedang hamil, dan menyebabkan keguguran, istri dari pria tersebut harus dihukum dengan cara yang sama. Sang pria tersebut harus membayar "nyawa untuk nyawa." Jika seseorang wanita meninggal ketika dipukul, maka pria itu harus pula dibunuh.
Ashur memiliki hukum yang jauh lebih brutal daripada kode hukum lain. Ekseskusi mati, hukuman cambuk di ikuti dengan kerja paksa adalah hal yang umum terjadi. Beberapa pelanggaran mengizinkan sang terdakwa untuk disidang dengan disertai penyiksaan. Seorang kreditur dapat menyeret debitur menjadi budak, dan tidak menjualnya.
Hukum Ashur Tentang Kudung Kepala (Jilbab)
Wanita bersuami, janda, dan wanita Ashur harus menutup kepala mereka, saat mereka keluar rumah. Anak perempuan para bangsawan harus menutup kepala mereka, baik itu dengan kudung, jubah, atau [mantel]; mereka tidak diperkenankan kepala mereka terungkap. Ketika ..., ...., atau ... mereka tidak harus berkudung, namun ketika mereka keluar rumah [sendiri] mereka harus berkudung. Seorang gundik (tawanan wanita, yang dijadikan istri) di luar rumah harus berkudung. Seorang (wanita) pelacur kuil (pelacur suci/pelacur bakti - Ibrani: Qadeshah, 1 Raja 22:47) yang telah menikah harus berkudung di jalan, namun pelacur kuil yang belum menikah tidak boleh menutup kepala mereka; dia tidak diperkenankan berjilbab.
Seorang pelacur tidak diperkenankan untuk berkudung; kepalanya tidak boleh ditutup. Setiap pria yang melihat pelacur yang berkudung diharuskan untuk menangkapnya, dan bersaksi atasnya dan membawanya ke pelataran istana. Namun demikian perhiasannya tidak boleh dirampas oleh pria yang menangkapnya, pakaiannya diperkenankan untuk diambil. Dia akan dicambuk (50 garis), dan ter harus dituangkan diatas kepalanya. Jika seorang pria melihat pelacur yang berkudung dan membiarkannya pergi dan tidak membawanya ke pelataran istana, maka pria itu harus dicambuk (50 garis). Orang yang melihat pria tersebut, boleh mengambil pakaian pria itu. Telinga pria itu harus dilubangi, dan diikat dengan tali yang terikat dibelakangnya, dan ia harus dijatuhi hukuman kerja paksa untuk raja selama 1 bulan.
Seorang budak wanita tidak boleh berkudung. Setiap pria yang melihat budak wanita berkudung harus menangkapnya dan membawanya ke pelataran istana. Telinga budak tersebut harus dipotong, dan orang yang menangkapnya boleh mengambil pakaiannya. Jika seorang pria melihat seorang budak wanita berjilbab dan membiarkannya pergi dan tidak membawanya ke pelataran istana, pria tersebut harus dihukum cambuk (50 garis). Telinganya pria tersebut harus dilubangi dan diikat dengan tali yang terikat dibelakangnya, dan ia harus dijatuhi hukuman kerja paksa untuk rajaselama 1 bulan.
Jika seorang pria ingin mengenakan kudung pada gundiknya, ia harus mengumpulkan 5 atau 6 tetangganya, dan memasangkan kudung padanya di depan mereka, dan berkata, "Dia adalah istriku." Dengan demikian ia telah menjadi istrinya. Seorang gundik yang belum dipasangkan kudung di depan saksi, atau suaminya belum mengatakan, "Dia adalah istriku," bukanlah istri; Dia masih gundik.
Jika seorang pria wafat dan tidak mempunyai anak lelaki dari istrinya yang berkudung, anak lelaki dari gundiknya menjadi anak yang tidak sah; harta dari pria tersebut dibagi oleh mereka.
No comments:
Post a Comment