Bangsa Mesir kuno membuat mumi karena mereka percaya dalam kehidupan setelah kematian, seseorang membutuhkan tubuhnya tetap utuh untuk digunakan di akhirat. Proses pembuatan mumi bukanlah sesuatu yang baku. Seiring dengan perkembangan jaman, metode baru terus ditemukan untuk menyempurnakan metode sebelumnya. Awalnya, orang Mesir kuno membuat mumi dengan hanya membungkus mayat menggunakan banyak lapisan perban linen.
Metode ini digunakan sebelum mereka memiliki pengetahuan tentang pembalseman. Tentu saja, cara ini gagal mencegah mayat dari pembusukan. Meskipun semua organ dalam mayat sudah dikeluarkan, tanpa adanya pembalseman, mumi tidak akan bisa bertahan lama seperti yang diharapkan. Seiring waktu, orang Mesir kuno menemukan metode baru yaitu dengan merendam perban linen dalam resin yang membuat kain linen mengeras. Kain linen yang mengeras menjadi semacam cangkang yang melindungi mumi sehingga terhindar dari paparan udara luar.
Proses ini juga memungkinkan untuk mencetak wajah mumi sehingga nampak lebih realistis. Namun, karena proses masih belum menyertakan pembalseman, hasil yang diperoleh masih belum maksimal. Proses pembuatan mumi semakin sempurna dengan ditemukannya natron atau sejenis garam alami. Natron digunakan untuk pembalseman mumi dan bekerja dengan mengeringkan jaringan sehingga pembusukan dapat dicegah. Proses pengeringan umumnya memakan waktu dan beberapa bagian tubuh, seperti kuku, perlu diikat agar tidak terlepas.
Orang Mesir kuno percaya bahwa tubuh harus tiba dalam kondisi utuh di akhirat agar bisa digunakan lagi. Dalam proses ini organ dalam juga tetap dikeluarkan, kecuali jantung karena akan dibutuhkan di kehidupan yang akan datang. Seiring waktu, metode pembuatan mumi semakin disempurnakan dengan mengisi rongga tubuh yang kosong dengan serbuk gergaji atau linen. Seringkali mayat diolesi dengan minyak dan rempah-rempah sebagai bagian dari proses pembalseman. Masker dari bahan resin yang mengeras sering ditempatkan di atas kepala dan bahu mumi agar mereka memiliki identitas yang dapat dibedakan di akhirat. Proses mumifikasi bisa memakan waktu hingga 60 hari. Ini berarti pemakaman baru bisa dilakukan dua bulan setelah sang tokoh meninggal
Metode ini digunakan sebelum mereka memiliki pengetahuan tentang pembalseman. Tentu saja, cara ini gagal mencegah mayat dari pembusukan. Meskipun semua organ dalam mayat sudah dikeluarkan, tanpa adanya pembalseman, mumi tidak akan bisa bertahan lama seperti yang diharapkan. Seiring waktu, orang Mesir kuno menemukan metode baru yaitu dengan merendam perban linen dalam resin yang membuat kain linen mengeras. Kain linen yang mengeras menjadi semacam cangkang yang melindungi mumi sehingga terhindar dari paparan udara luar.
Proses ini juga memungkinkan untuk mencetak wajah mumi sehingga nampak lebih realistis. Namun, karena proses masih belum menyertakan pembalseman, hasil yang diperoleh masih belum maksimal. Proses pembuatan mumi semakin sempurna dengan ditemukannya natron atau sejenis garam alami. Natron digunakan untuk pembalseman mumi dan bekerja dengan mengeringkan jaringan sehingga pembusukan dapat dicegah. Proses pengeringan umumnya memakan waktu dan beberapa bagian tubuh, seperti kuku, perlu diikat agar tidak terlepas.
Orang Mesir kuno percaya bahwa tubuh harus tiba dalam kondisi utuh di akhirat agar bisa digunakan lagi. Dalam proses ini organ dalam juga tetap dikeluarkan, kecuali jantung karena akan dibutuhkan di kehidupan yang akan datang. Seiring waktu, metode pembuatan mumi semakin disempurnakan dengan mengisi rongga tubuh yang kosong dengan serbuk gergaji atau linen. Seringkali mayat diolesi dengan minyak dan rempah-rempah sebagai bagian dari proses pembalseman. Masker dari bahan resin yang mengeras sering ditempatkan di atas kepala dan bahu mumi agar mereka memiliki identitas yang dapat dibedakan di akhirat. Proses mumifikasi bisa memakan waktu hingga 60 hari. Ini berarti pemakaman baru bisa dilakukan dua bulan setelah sang tokoh meninggal
No comments:
Post a Comment