"Bermula, maka Yesus pun penuhlah dengan Rohu'lkudus kembali dari Yarden, lalu dihantar oleh Roh ke gurun." Ucapan Markus masih lebih tegas lagi. Katanya, "Sebentar itu juga dibawa oleh Roh akan Dia ke gurun. Maka adalah Ia di gurun itu empatpuluh hari lamanya, digoda oleh Setan dan adalah Ia dengan segala binatang yang buas." "Pada masa itu suatu pun tidak dimakan‑Nya."
Ketika Yesus dibawa ke padang belantara untuk digoda, Ia dibawa oleh Roh Allah. Ia tidak mengundang penggodaan. Ia pergi ke padang belantara untuk mengasingkan diri, untuk merenungkan tugas serta pekerjaan‑Nya. Oleh puasa dan doa Ia harus mempersiapkan diri‑Nya urrtuk jalan berlumuran darah yang mesti ditempuh‑Nya. Tetapi setan mengetahui bahwa Juruselamat telah pergi ke padang belantara, dan pikirnya inilah saat yang terbaik untuk menghampiri Dia.
Nasib besar dunia ini dipertaruhkan dalam perjuangan antara Raja Terang dan pemimpin kerajaan kegelapan. Setelah menggoda manusia kepada dosa, setan mengaku dunia ini sebagai miliknya, serta menyebut dirinya raja dunia ini. Setelah menyesuaikan dengan sifat‑sifatnya sendiri bapa dan ibu kita manusia, ia bermaksud hendak mendirikan kerajaannya di dunia ini. Ia mengatakan bahwa manusia telah memilih dia sebagai rajanya. Oleh pengendaliannya atas manusia, ia memegang kekuasaan atas dunia ini. Kristus telah datang hendak membuktikan bahwa pengakuan setan itu tidak benar adanya. Sebagai Anak manusia, Kristus akan bersikap setia kepada Allah. Demikianlah akan ditunjukkan bahwa Setan belum memperoleh kekuasaan yang sepenuhnya atas bangsa manusia, dan bahwa pengakuan haknya atas dunia ini palsu adanya. Semua orang yang mengingini kelepasan dari kuasanya akan dibebaskan. Kerajaan yang telah dihilangkan oleh Adam karena dosa akan dipulihkan.
Sejak pengumuman kepada ular di taman Eden dahulu kala, "Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya," Kej. 3:15. Setan telah mengetahui bahwa ia tidak berkuasa penuh atas dunia ini. Ada kelihatan di dalam manusia bekerjanya kuasa yang menentang kekuasaannya. Dengan perhatian yang besar diperhatikannya korban‑korban yang dipersembahkan oleh Adam dan anak‑anaknya. Di dalam upacara‑upacara ini ia melihat suatu lambang perhubungan antara bumi dan surga. Ia bertindak untuk memutuskan perhubungan ini. Ia salah melukiskan tentang Allah serta salah mentafsirkan upacara‑upacara yang menunjuk kepada Juruselamat itu. Manusia dituntun untuk takut akan Allah selaku oknum yang suka melihat kebinasaan mereka. Korban yang sebenarnya harus menyatakan kasih‑Nya itu, dipersembahkan hanya untuk memadamkan murka‑Nya. Setan membangkitkan nafsu manusia supaya dapat memperkokoh kekuasaannya atas mereka itu. Ketika sabda Allah yang tertulis diberikan, setan mempelajari nubuatan‑nubuatan tentang kedatangan luruselamat. Dari keturunan kepada keturunan ia bekerja untuk membutakan orang terhadap segala nubuatan ini, supaya mereka menolak Kristus pada kedatangan‑Nya.
Pada kelahiran Yesus, Setan tahu bahwa Seorang telah datang dengan tugas Ilahi untuk menggugat kekuasaannya. Ia gemetar ketika mendengar kabar malaikat yang menyaksikan kekuasaan Raja yang baru lahir itu. Setan tahu betul kedudukan Kristus di surga sebagai Kekasih Bapa. Perihal Anak Allah harus datang ke dunia ini selaku seorang manusia, memenuhi dia dengan keheranan dan ketakutan. Ia tidak sanggup menduga rahasia korban yang besar ini. Jiwanya yang mementingkan diri itu tidak dapat mengerti kasih serupa itu bagi bangsa yang teperdaya itu. Kemuliaan dan damai surga, serta kegirangan persekutuan dengan Allah, dipahami oleh manusia dengan samar‑samar saja; akan tetapi semuanya itu diketahui benar oleh Lucifer, kerubiun yang menaungi itu. Semenjak ia kehilangan surga, ia telah bertekad untuk membalas dendam oleh menyebabkan orang‑orang lain turut dalam kejatuhannya itu. Hal ini akan diusahakannya oleh membuat mereka menaruh nilai rendah atas perkara‑perkara semawi, serta menaruh hati kepada perkara‑perkara duniawi.
Bukanlah tanpa rintangan Panglima sorga itu akan menarik jiwa‑jiwa manusia ke dalam kerajaan‑Nya. Sejak la masih bayi di Bethlehem, Ia terus‑menerus diserang oleh si jahat itu. Peta Allah nyata di dalam Kristus, maka dalam segala majelis Setan diambil ketetapan bahwa Ia harus dikalahkan. Tiada seorang pun yang pernah lahir di dunia ini, terlepas dari kuasa penipu itu. Tentara perserikatan kejahatan disuruh mengikuti jejak‑Nya untuk mengadakan peperangan melawan Dia, dan kalau mungkin untuk mengalahkan Dia.
Ketika Juruselamat dibaptiskan, Setan turut menyaksikannya. Ia melihat kemuliaan Bapa menaungi Anak‑Nya itu. Ia mendengar suara Yehovah menyaksikan ke Ilahian Yesus. Sejak dosa Adam, bangsa manusia telah terputus dari persekutuan langsung dengan Allah; perhubungan di antara surga dan dunia telah terjadi oleh Kristus; akan tetapi kini karena Yesus sudah datang "dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa," (Rm. 8:3), Bapa Sendiri bersabda. Dahulu Ia telah berhubungan dengan manusia dengan perantaraan Kristus; kini Ia berhubungan dengan manusia di dalam Kristus. Setan telah mengharap bahwa kebencian Allah terhadap kejahatan akan membawa perpisahan yang kekal antara surga dan bumi. Tetapi sekarang jelaslah bahwa perhubungan antara Allah dan manusia telah dipulihkan kembali.
Setan melihat bahwa ia mesti mengalahkan atau dikalahkan. Persoalan yang menyangkut perjuangan itu meliputi terlalu banyak perkara untuk dipercayakan kepada malaikat‑malaikat serikatnya. Ia mesti secara pribadi melangsungkan peperangan itu. Segenap tenaga kemurtadan dikerahkan untuk menggempur Anak Allah itu. Kristus dijadikan sasaran setiap senjata neraka.
Banyak orang yang memandang perjuangan antara Kristus dan Setan ini sebagai tidak mengandung hubungan istimewa dengan kehidupan mereka; dan bagi mereka hal itu kurang penting. Tetapi di dalam hati setiap manusia peperangan ini diulangi. Tidak pernah seseorang meninggalkan barisan kejahatan dan masuk ke dalam pekerjaan Allah tanpa menemui serangan setan. Segala godaan yang dilawan Kristus itulah juga yang kita rasa begitu sukar untuk melawannya. Godaan itu didesakkan kepada‑Nya dengan derajat yang sama kuatnya sebagaimana keadaan tabiat‑Nya jauh lebih tinggi daripada kepribadian kita. Dengan beratnya dosa yang dahsyat yang menekan Dia, Kristus melalui ujian terhadap selera, terhadap kecintaan kepada dunia ini, dan terhadap kecintaan kepada pertunjukan yang menuntun kepada sifat tekebur. Inilah penggodaan yang mengalahkan Adam dan Hawa, dan yang mudah sekali mengalahkan kita.
Setan telah menunjuk kepada dosa Adam sebagai bukti bahwa taurat Allah tidak adil, dan tidak dapat diturut. Di dalam kemanusiaan kita, Kristus harus menebus kegagalan Adam. Tetapi ketika Adam diserang oleh penggoda itu dahulu, belum ada pengaruh dosa padanya. Ia hidup dalam kekuatan kemanusiaan yang sempurna, memiliki kekuatan pikiran dan tubuh yang penuh. Ia dikelilingi dengan segala kemuliaan Eden, dan dalam persekutuan sehari‑hari dengan makhluk‑makhluk surga. Bukannya demikian halnya waktu Yesus masuk ke padang belantara untuk berhadapan dengan setan. Empat ribu tahun lamanya bangsa manusia telah merosot dalam kekuatan tubuh, dalam kuasa pikiran, dan dalam nilai akhlak; dan Kristus mengenakan kepada‑Nya segala kelemahan umat manusia yang telah merosot itu. Hanya dengan demikian Ia dapat menolong manusia dari jurang kemerosotannya yang sedalam‑dalamnya.
Banyak orang mengatakan bahwa mustahillah Kristus dikalahkan oleh penggodaan. Kalau begitu Ia tidak dapat ditempatkan pada kedudukan Adam; mustahil Ia dapat memperoleh kemenangan yang tidak dapat diperoleh Adam. Sekiranya dalam sesuatu hal pergumulan kita lebih berat daripada yang ditanggung oleh Kristus, maka Ia tidak akan sanggup menolong kita. Tetapi Juruselamat kita itu mengenakan kemanusiaan, dengan segala kemungkinannya. Ia mengenakan sifat‑sifat manusia dengan kemungkinan menyerah kepada penggodaan. Tidak suatupun yang kita tanggung yang tidak pernah ditanggung‑Nya.
Bagi Kristus, seperti juga bagi dua sejoli suci yang di taman Eden dahulu, selera adalah dasar penggodaan besar yang pertama. Justru di mana kebinasaan itu telah mulai, di situlah pekerjaan penebusan kita mesti mulai. Sebagaimana Adam jatuh oleh pemanjaan selera, demikian juga oleh penyangkalan selera Kristus mesti menang. "Hatta setelah Yesus berpuasa empat puluh hari empat puluh malam lamanya, kesudahan laparlah Ia. Maka sipenggoda datang kepada‑Nya seraya katanya: Jikalau Engkau Anak Allah, suruhlah batu‑batu ini menjadi roti. Tetapi sahut Yesus, kata‑Nya: Adalah tersurat: bahwa manusia tidak akan hidup dengan roti saja, melainkan oleh segala sabda, yang terbit daripada mulut Allah."
Sejak zaman Adam hingga zaman Kristus, pemanjaan diri sendiri telah memperbesar kuasa selera dan hawa nafsu, hingga mempunyai kuasa yang hampir tidak terbatas. Demikianlah manusia merosot dan diserang penyakit, dan dengan tenaga mereka sendiri mustahil bagi mereka mengatasinya. Demi kepentingan manusia, Kristus menang oleh menanggung ujian yang paling berat. Untuk kepentingan kita Ia menjalankan pengendalian diri sendiri yang lebih kuat daripada kelaparan atau maut. Maka dalam kemenangan pertama ini terlibat segala persoalan lain yang berhubungan dengan segenap pergumulan kita dengan kuasa kegelapan.
Ketika Yesus masuk ke padang belantara, Ia diliputi dengan kemuliaan Bapa. Karena persekutuan‑Nya dengan Allah, Ia diangkat di atas kelemahan manusia. Akan tetapi kemuliaan itu lenyap, lalu Ia ditinggalkan bertempur dengan penggodaan. Penggodaan itu mendesak Dia setiap saat. Sifat‑sifat kemanusiaan‑Nya itu gentar akan peperangan yang menantikan Dia. Empatpuluh hari lamanya Ia berpuasa dan berdoa. Karena sudah lemah dan kurus akibat lapar, letih‑lesu dan sengsara dengan penderitaan pikiran, sehingga "begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi" (Yesaya 52:14). Sekaranglah kesempatan setan. Sekarang sangkanya dapat ia mengalahkan Kristus.
Kepada Juruselamat, datanglah satu oknum yang menyaru seperti seorang malaikat dari surga. Seolah‑olah hendak menjawab doanya. Ia mengaku mendapat tugas dari Allah untuk mengatakan bahwa puasa Kristus itu sudah berakhir. Sebagaimana Allah telah mengutus seorang malaikat untuk mencegah tangan Ibrahim dari mempersembahkan Ishak, demikian juga karena merasa puas dengan kerelaan Kristus untuk menempuh jalan yang berlumuran darah, Bapa telah mengutus seorang malaikat untuk melepaskan Dia; inilah kabar yang dibawa kepada Yesus. Juruselamat sudah sangat lemah karena lapar‑Nya, Ia ingin sekali mendapat makanan, ketika setan itu datang kepada‑Nya dengan tiba‑tiba. Sambil menunjuk kepada batu‑batu yang bertebaran di padang belantara itu, dan yang tampaknya seperti roti, penggoda itu berkata, "Jikalau Engkau Anak Allah, suruhlah batu‑batu ini menjadi roti."
"Walaupun ia nampak seperti seorang malaikat terang," ucapan yang pertama ini menghianati pribadinya. "Jikalau Engkau Anak Allah." Di sinilah sindiran yang mengandung rasa tidak percaya. Sekiranya Yesus melakukan apa yang dianjurkan Setan, sudah pasti hal itu berarti penerimaan akan kebimbangan itu. Penggoda itu merencanakan untuk mengalahkan Kristus dengan menggunakan cara yang berhasil seperti ketika ia menggoda bangsa manusia pada mula pertama. Betapa liciknya Setan telah mendekati Hawa di taman Eden! "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Kejadian 3:1. Sampai di situ ucapan penggoda itu benarlah adanya; tetapi dalam caranya berbicara itu kepada mereka, terselip sesuatu penghinaan yang disamarkan terhadap sabda Allah. Dalamnya terkandung sesuatu peniadaan yang licik, satu kebimbangan tentang kebenaran Ilahi. Setan berusaha hendak menanamkan ke dalam pikiran Hawa pendapat bahwa Allah tidak akan bertindak seperti yang telah dikatakan‑Nya; bahwa penahanan buah seindah itu adalah bertentangan dengan kecintaan dan kasih‑sayang‑Nya bagi manusia. Jadi sekarang pun penggoda itu berusaha mengilhami Kristus dengan perasaannya sendiri. "Jikalau Engkau Anak Allah," ucapan ini membakar dengan kepahitan di dalam pikirannya. Dalam nada suaranya ada sesuatu pernyataan tidak percaya yang amat sangat. Sampai hatikah Allah memperlakukan putera‑Nya sendiri sedemikian? Sampai hatikah Ia meninggalkan Dia di padang belantara dengan binatang‑binatang buas, tanpa makanan, tanpa kawan, tanpa kesenangan? Ia menyindir bahwa Allah tidak pernah bermaksud supaya Anak‑Nya mengalami keadaan semacarn ini. "Jikalau Engkau Anak Allah," tunjukkanlah kuasa‑Mu oleh menolong diri‑Mu sendiri dari kelaparan yang amat sangat ini. Perintahkanlah supaya batu ini menjadi roti.
Ucapan yang dari surga, "Inilah Anak‑Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan (Matius 3:17)," masih saja berdengung di telinga setan. Akan tetapi ia sudah bertekad hendak membuat Kristus tidak percaya akan kesaksian ini. Sabda Allah menjadi jaminan bagi Kristus tentang tugas Ilahi‑Nya itu. Ia telah datang untuk hidup sebagai seorang manusia di antara manusia, dan sabda itulah yang menyatakan hubungan‑Nya dengan surga. Maksud Setan ialah untuk membuat Dia bimbang akan sabda itu. Sekiranya keyakinan Kristus pada Allah dapat digoncangkan, tahulah Setan bahwa kemenangan dalam seluruh peperangan itu akan jatuh ke tangannya. Ia dapat mengalahkan Yesus. Ia mengharap supaya di bawah tekanan rasa putus asa dan lapar yang tidak terperikan, Kristus akan kehilangan percaya kepada Bapa‑Nya, lalu mengadakan suatu mukjizat untuk kepentingan‑Nya sendiri. Sekiranya Ia melakukan hal ini, maka rencana keselamatanpun sudah akan patah.
Ketika Setan dan Anak Allah pertama kali bertemu dalam peperangan, Kristus menjadi panglima segenap bala tentara surga; dan setan, pemimpin pemberontakan di surga, diusir keluar. Kini keadaan mereka nampaknya terbalik, dan Setan berusaha keras untuk menggunakan kelebihan itu dengan sebaik‑baiknya. Salah seorang malaikat yang paling berkuasa di surga, katanya, telah diusir dari surga. Rupa Yesus menunjukkan bahwa Ialah malaikat yang telah jatuh itu, dibuangkan oleh Allah dan ditinggalkan oleh manusia. Sebagai oknum Ilahi tentu dapat mempertahankan pengakuannya oleh mengadakan suatu mukjizat; "jikalau Engkau Anak Allah,suruhlah batu‑batu ini menjadi roti." Tindakan kuasa menciptakan seperti itu, desak penggoda itu, akan merupakan bukti keilahian yang tak tergugat lagi. Tindakan itu tentu akan mengakhiri pertentangan itu.
Bukanlah tanpa pergumulan Yesus mendengar dengan tenang kepada penipu agung itu. Tetapi Anak Allah itu tidak perlu membuktikan keilahian‑Nya kepada setan, atau menjelaskan mengapa Ia merendahkan diri‑Nya. Oleh memenuhi tuntutan pemberontak itu, suatu pun tiada bagi kebaikan manusia atau kemuliaan Allah yang akan diperoleh. Sekiranya Kristus menurut anjuran musuh itu, Setan tentu masih akan mengatakan, Tunjukkanlah kepadaku sesuatu tanda supaya saya dapat percaya bahwa engkaulah Anak Allah. Bukti sudah tentu tidak akan berguna untuk menghancurkan kuasa pemberontakan di dalam hatinya. Dan Kristus tidak perlu menggunakan kuasa Ilahi untuk kepentingan‑Nya sendiri. Ia telah datang untuk menanggung ujian seperti yang harus kita tanggung, meninggalkan bagi kita suatu teladan iman dan penyerahan diri. Baik di sini mau pun pada waktu‑waktu selanjutnya dalam hidup‑Nya di dunia ini, tidak pernah Ia mengadakan sesuatu mukjizat demi kepentingan‑Nya sendiri. Segala perbuatan‑Nya yang ajaib adalah untuk kebaikan orang lain. Walau pun Yesus mengenal Setan sejak mulanya, Ia tidak terhasut untuk memasuki suatu pertentangan dengan dia. Karena dikuatkan dengan ingatan akan suara yang dari surga itu, Ia bersandar pada kasih Bapa‑Nya. Ia tidak mau berperang mulut dengan penggodaan.
Yesus menghadapi Setan dengan ucapan Kitab Suci. "Adalah tersurat," kata‑Nya. Dalam setiap pencobaan senjata perang‑Nya ialah sabda Allah. Setan menuntut dari Kristus sesuatu mukjizat sebagai tanda keilahian‑Nya. Akan tetapi yang lebih besar daripada semua mukjizat, yaitu persandaran yang kokoh pada "demikianlah sabda Tuhan," adalah satu tanda yang tidak dapat dibantah. Selama Kristus berpegang teguh kepada pendirian ini, penggoda itu tidak dapat menarik keuntungan.
Pada saat kelemahan yang paling hebat itulah Kristus diserang oleh pencobaan yang paling dahsyat. Dengan demikianlah Setan menyangka bahwa ia dapat menang. Dengan cara ini ia telah mendapat kemenangan atas manusia. Apabila tenaga sudah habis, dan kuasa kemauan sudah lemah, serta iman tidak lagi bersandar pada Allah, maka orang‑orang yang telah lama berdiri dengan gagah berani untuk kebenaran, dikalahkan. Musa sudah penat dengan pengembaraan bani Israel empat puluh tahun lamanya, apabila sesaat lamanya imannya melepaskan pegangannya dari kuasa yang kekal. Ia gagal justru di perbatasan tanah perjanjian. Demikian juga halnya Elia, yang telah berdiri dengan tidak gentar di hadapan Raja Ahab yang telah menghadapi seluruh bangsa Israel, yang dikepalai oleh empat ratus limapuluh orang nabi Baal. Sesudah hari yang mengerikan di atas bukit Karmel itu, sesudah nabi‑nabi palsu dibunuh habis, dan khalayak ramai telah berjanji akan menurut Allah, Elia melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya karena ancaman Isebel penyembah berhala itu. Demikianlah Setan telah menarik keuntungan dari kelemahan manusia. Maka ia akan terus bekerja dengan cara yang sama. Apabih seseorang dikelilingi dengan segala macam kesusahan, dibingungkan oleh suasana, atau ditindis oleh kemiskinan atau dukacita, setan selalu ada dekat untuk menggoda dan menyusahkan. Ia menyerang segi‑segi tabiat kita yang lemah. Ia berusaha hendak menggoncangkan keyakinan kita pada Allah, yang membiarkan keadaan semacam itu terjadi. Kita tergoda untuk tidak percaya pada Allah dan meragukan kasih‑Nya. Sering penggoda itu datang kepada kita sebagaimana ia datang dahulu kepada Kristus, menunjukkan di hadapan kita segala kelemahan dan cacat kita. Ia mengharap hendak menawarkan hati kita, serta menghancurkan pegangan kita pada Allah. Lalu merasa pastilah ia akan mangsanya. Jika kita mau menghadapi dia sebagaimana Yesus menghadapi dia dahulu, akan luputlah kita dari banyak kekalahan. Oleh bersoal jawab dengan musuh itu, kita memberikan kepadanya keuntungan.
Ketika Kristus berkata kepada penggoda itu, "Bahwa manusia tidak akan hidup dengan roti saja, melainkan oleh segala sabda, yang terbit daripada mulut Allah," Ia mengucapkan kembali ucapan yang lebih empatbelas abad sebelumnya telah diucapkan‑Nya kepada Israel: "Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak Tuhan, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini . . . . Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan." Ulangan 8:2, 3. Di padang belantara ketika segenap bahan makanan sudah habis, Allah memberikan manna dari surga kepada umat‑Nya; dan persediaan yang cukup dan terus‑menerus diberikan. Penyediaan ini harus mengajar mereka bahwa sementara mereka percaya pada Allah, serta berjalan pada segala jalan‑Nya, Ia tidak akan meninggalkan mereka. Juruselamat kini mempraktekkan pelajaran yang telah diajarkan‑Nya kepada bani Israel dahulu. Oleh sabda Allah, pertolongan telah diberikan kepada segenap tentara Ibrani, dan oleh sabda itu juga pertolongan akan diberikan kepada Yesus. Dinantikan‑Nya saat Allah untuk membawa pertolongan. Ia berada di padang belantara karena menurut Allah, dan Ia tidak mau memperoleh makanan oleh menuruti anjuran Setan. Di hadapan semesta alam yang mempersaksikan, Ia menyaksikan bahwa lebih kecil malapetaka untuk menderita apa pun yang terjadi, daripada untuk menyimpang dengan cara apa pun dari kehendak Allah.
"Bahwa manusia tidak akan hidup dengan roti saja, melainkan oleh segala sabda, yang terbit daripada mulut Allah." Kerapkali pengikut Kristus dibawa ke tempat ia tidak dapat berbakti kepada Allah sambil menjalankan terus perusahaan duniawinya. Mungkin nampaknya bahwa penurutan kepada sesuatu tuntutan Allah yang tegas akan meniadakan sumber keperluan hidupnya. Setan akan membuat dia percaya bahwa ia mesti mengorbankan keyakinan batinnya itu. Akan tetapi satu‑satunya hal di dunia kita ini tempat kita dapat bersandar, ialah sabda Allah. "Tetapi caharilah dahulu kerajaan Allah serta kebenaran‑Nya, maka segala perkara ini pun akan ditambahkan kepadamu." Matius 6:33: bahkan di dalam hidup ini pun tidaklah baik bagi kita untuk menyimpang dari kehendak Bapa kita yang di surga. Bila kita memahami kuasa sabda‑Nya, kita tidak akan mengikuti anjuran setan untuk mendapat makanan atau untuk memelihara hidup kita. Pertanyaan kita satu‑satunya ialah, Apakah perintah Allah? dan apakah janji‑Nya? Bila kita mengetahui ini, kita akan menurut yang satu, dan mempercayai yang lainnya.
Dalam peperangan besar yang terakhir dengan Setan kelak, orang‑orang yang setia kepada Allah akan melihat segenap persandaran duniawi hilang lenyap. Sebab mereka itu tidak mau melanggar taurat‑Nya untuk menurut kuasa duniawi, mereka itu akan dilarang untuk berjual beli. Akan diperintahkanlah kelak bahwa mereka itu akan dibunuh (Lihat Wahyu 13:11‑17). Akan tetapi kepada orang‑orang yang menurut itu diberikan janji, "dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan, air minumnya terjamin (Yesaya 33:16)." Oleh janji ini anak‑anak Allah akan hidup. Apabila bumi ini dibinasakan oleh bala kelaparan kelak, mereka akan diberi makan. "Mereka tidak akan mendapat malu pada waktu kecelakaan, dan mereka akan menjadi kenyang pada hari-hari kelaparan." Mzm. 37:19. Kepada masa kesukaran itu nabi Habakuk memandang dan perkataannya mengungkapkan iman sidang: "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku" Habakuk 3:17, 18.
Dari semua pelajaran yang harus diambil dari penggodaan besar yang pertama terhadap Tuhan kita, tidak ada yang lebih penting daripada yang menyangkut pengendalian selera dan hawa nafsu. Pada segala zaman, penggodaan‑penggodaan yang menarik kepada sifat jasmaniah itulah yang paling berhasil membejatkan dan merosotkan umat manusia. Oleh sifat tidak bertarak, Setan bekerja untuk membinasakan kuasa pikiran dan akhlak yang diberikan Allah kepada manusia sebagai karunia yang tiada ternilai harganya. Demikianlah menjadi mustahil bagi manusia untuk menghargai perkara‑perkara yang mengandung nilai yang kekal. Oleh pemanjaan hawa nafsu, Setan berusaha menghapuskan dari jiwa segala bekas keserupaan dengan Allah.
Pemanjaan yang tidak dikendalikan dan penyakit yang diakibatkannya serta kemerosotan yang ada pada kedatangan Kristus yang pertama kalinya, akan timbul lagi, dengan keburukan yang hebat, sebelum kedatangan‑Nya yang kedua kali. Kristus mengatakan bahwa keadaan dunia ini akan sama seperti pada zaman sebelum air bah, dan seperti di Sodom dan Gomorah. Setiap angan‑angan hati akan senantiasa jahat adanya. Justru di pinggir zaman yang menakutkan itulah kita hidup sekarang, maka kepada kita haruslah tertanam dengan sedalam‑dalamnya pelajaran tentang puasa Juruselamat itu. Hanya oleh penderitaan yang tak terperikan yang ditanggung oleh Kristus itulah kita dapat menilai buruknya pemanjaan yang tak dikekang. Teladan yang diberikan‑Nya menyatakan bahwa satu‑satunya harapan kita untuk mendapat hidup kekal ialah oleh menundukkan segala selera dan nafsu kepada kehendak Allah.
Dengan tenaga kita sendiri mustahillah bagi kita untuk menyangkal kegelojohan‑kegelojohan pribadi kita yang telah berdosa. Oleh saluran ini Setan akan mendatangkan penggodaan ke atas kita. Kristus tahu bahwa musuh itu akan datang kepada setiap manusia, untuk mengambil keuntungan dari kelemahan warisan, dan oleh sindiran‑sindirannya yang palsu hendak menjerat semua orang yang percayanya tidak pada Allah. Maka oleh melalui jalan yang mesti dijalani manusia, Tuhan kita telah menyediakan jalan bagi kita untuk mengalahkan. Tuhan tidak menghendaki kita harus ditaruh dalam keadaan yang merugikan dalam peperangan melawan Setan. Ia tidak mau kita ditakut‑takuti dan ditawarkan hati oleh serangan ular itu. "Kuatkanlah hatimu," katanya; "Aku telah mengalahkan dunia." Yohanes 16:33.
Biarlah ia yang bergumul melawan kuasa nafsu makan, memandang kepada Juruselamat di padang belantara pencobaan. Pandanglah Dia dalam penderitaan di kayu salib, ketika Ia berseru, "Aku haus" Ia telah menanggung segala sesuatu yang mungkin kita tanggung. Kemenangan‑Nya adalah kemenangan kita.
Yesus bersandar pada akal‑budi dan kekuatan Bapa‑Nya yang di surga. Ia berkata, "Tetapi Tuhan Allah menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda, . . . aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu.... Sesungguhnya, Tuhan Allah menolong aku." Sambil menunjuk kepada teladan‑Nya sendiri, Ia berkata kepada kita, "Siapa di antaramu yang takut akan Tuhan dan mendengarkan suara hamba-Nya? Jika ia hidup dalam kegelapan dan tidak ada cahaya bersinar baginya, baiklah ia percaya kepada nama Tuhan dan bersandar kepada Allahnya!" Yesaya 50:7‑10.
"Penguasa dunia ini datang," kata Yesus "dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri-Ku." Yohanes 14:30. Di dalam Dia tidak ada sesuatu yang menyambut penyesatan setan. Ia tidak menyetujui dosa. Sedikit pun Ia tidak memikirkan hendak menyerah kepada penggodaan. Demikian juga halnya dengan kita. Kemanusiaan Kristus dipersatukan dengan keilahian; Ia dilayakkan untuk pergumulan itu oleh tinggalnya Rohu'lkudus di dalam hati‑Nya. Dan Ia datang untuk membuat kita seperolehan dalam sifat‑sifat Ilahi itu. Selama kita dipersatukan dengan Dia oleh iman, dosa tidak lagi menguasai kita. Allah mengulurkan tangan‑Nya hendak mencapai tangan iman kita agar olehnya kita berpegang teguh pada keilahian Kristus, supaya kita dapat mencapai kesempurnaan tabiat.
Dan bagaimana ini dilaksanakan. Kristus telah menunjukkannya kepada kita. Dengan alat apakah Ia menang dalam peperangan melawan Setan? ‑Dengan sabda Allah. Hanya dengan sabda itulah Ia dapat melawan pencobaan. "Adalah tersurat," kata‑Nya. Dan kepada kita dikaruniakan "janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia." 2 Petrus 1:4. Setiap janji dalam sabda Allah adalah milik kita. "Oleh segala sabda, yang terbit daripada mulut Allah" kita harus hidup. Apabila diserang oleh pencobaan, janganlah memandang pada keadaan atau pada kelemahan diri sendiri, melainkan pada kuasa sabda itu. Segenap kekuatannya adalah milikmu. "Segala pesan‑Mu," kata pengarang mazmur, "Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau." "Sesuai dengan firman yang Engkau ucapkan, aku telah menjaga diriku terhadap jalan orang-orang yang melakukan kekerasan." Mazmur 119:11; 17:4.
No comments:
Post a Comment