Asal mula penyelidikan ini datang secara tidak sengaja. Pada suatu hari menerima sebuah copy cetakan indeks ilmu bumi Arab Saudi, diterbitkan di Riyad pada tahun 1977, dan ketika sedang memeriksanya untuk nama-nama tempat yang tidak berasal dari bahasa Arab yang terletak di Arabia Barat, ketika itulah menyadari bahwa nama-nama tempat di Arabia Barat juga merupakan nama-nama tempat yang tertera di dalam Kitab Perjanjian Lama, atau yang di sebut Bibel Ibrani. Pada mulanya meragukan persamaan ini, tetapi setelah bukti-bukti yang memperkuat itu terkumpul, merasa yakin bahwa persamaan antara nama-nama itu bukanlah suatu kebetulan belaka. Hampir semua nama tempat kuno yang dapati di dalam Bibel berpusat pada daerah dengan panjang sekitar 600 kilometer dan selebar 200 kilometer, yang pada zaman ini meliputi Asir (bahasa Arabnya 'Asir) dan bagian selatan Hijaz (al-Higaz). Semua koordinat tempat-tempat yang disebutkan di dalam Kitab Bibel Ibrani dapat dicocokkan dengan sebuah tempat di wilayah ini, suatu fakta yang sangat penting, sedangkan belum ada bukti-bukti yang mencocokkan koordinat-koordinat tersebut dengan lokasi tempat-tempat di Palestina, tempat yang diduga sebagai tanah asal Kitab Bibel. Tidak menemukan sekelompok nama tempat kuno, dalam bentuk Ibraninya yang masih asli di daerah-daerah lain di Timur Dekat. Merasa berkewajiban untuk memikirkan adanya sebuah kemungkinan yang sangat menakjubkan: yaitu bahwa Yudaisme bukan berasal dari Palestina, melainkan dari Arabia Barat, dan bahwa seluruh sejarah bangsa Israil kuno berlangsung di daerah ini, bukan di tempat lain.
Sudah tentu, jika menganggap bahwa dugaan ini benar, bukan berarti bahwa tidak ada orang Yahudi yang tinggal menetap di Palestina pada zaman Bibel itu atau di negara lain di luar wilayah ini. Yang dimaksud ialah bahwa Kitab Bibel Ibrani itu pada dasarnya ialah suatu catatan mengenai sejarah pengalaman bangsa Yahudi di Arabia Barat. Sayangnya tidak ada catatan sejarah yang dapat menjelaskan bagaimana Yudaisme dapat didirikan di Palestina pada zaman dahulu itu. Tetapi kita dapat saja memberikan suatu perkiraan berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Di antara agama-agama Timur Dekat yang diketahui, agama Yahudi berada dalam golongan tersendiri; belum ada usaha-usaha yang berhasil menjelaskan asal usulnya dalam pengertian agama-agama kuno Mesopotamia, Suria atau Mesir, kecuali dalam tingkat bayangan mitos-mitos. Salah satu contoh yang demikian ini ialah kisah air bah, yang mungkin juga terdapat dalam kitab 'Epik Gilgamesh' dari mesopotamia kuno, dan mitos-mitos kuno lainnya, bahkan salah satu di antaranya berasal dari Cina. Walaupun dengan adanya contoh-contoh ini, kita tidak dapat memastikan asal-mulanya mitos-mitos ini serta apa yang dibawa dan dari siapa. Sangat masuk di akal untuk mengandaikan bahwasanya asal mula agama Yahudi mungkin terbentuk karena adanya kecenderungan terhadap monoteisme di Asir kuno tempat sejumlah dewa-dewa gunung seperti Yahweh, El Sabaoth, El Shalom, El Shaddai, El Elyon dan yang lain entah bagaimana yang akhirnya diakui sebagai dewa tertinggi, mungkin dengan adanya pembauran di antara suku-suku setempat. Karena kemudian diadopsi oleh suku Israil, sebuah suku lokal, monoteisme dasar Arabia Barat ini lambat-laun berkembang menjadi sebuah agama dengan jalan pemikiran yang tinggi, yang mempunyai sebuah kitab keagamaan tetap, yang mengandung gagasan yang rumit tentang sifat ketuhanan dan mempunyai tema kemasyarakatan dan etika tersendiri. Agama itu dengan mudah menarik peminat-peminat dari luar daerah asalnya, khususnya dari daerah-daerah yang telah mengenal ketatasusilaan dan yang telah mempunyai tingkat pemikiran yang cukup tinggi. Karena agama itu mempunyai kitab dan dikembangkan oleh orang-orang yang dapat menulis dan membaca, agama itu mudah untuk disebarluaskan.
Bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab Yahudi ini biasanya disebut Ibrani, dan agaknya merupakan dialek sebuah bahasa Semit yang dahulunya merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai di pelbagai daerah di Arabia Selatan, Barat dan Suria (termasuk Palestina). Seseorang dapat menyimpulkan hal ini melalui penyelidikan etimologis dan dari nama-nama tempat di wilayah Timur Dekat, mempertimbangkan pula distribusi geografis mereka. Karena memerlukan kata yang lebih tepat, maka bahasa kuno ini kini disebut bahasa Kanaan, menurut nama sebuah bangsa menurut Bibel yang menggunakan bahasa ini.
Di samping bahasa Kanaan, ada satu lagi bahasa yang dipakai di jazirah Arab dan Suria, bahasa ini adalah bahasa Aram, diberi nama ini menurut nama bangsa Aram dari Bibel. Tanpa memperdulikan siapa itu sebenarnya bangsa Kanaan dan Aram, dapat dipastikan bahwa bahasa Kanaan (atau bahasa Ibrani) dan bahasa Aram pernah dalam waktu yang bersamaan digunakan oleh berbagai masyarakat Arab dari wilayah Barat, seperti halnya di Suria. Sebuah ayat pendek dari Kitab Bibel, jika dilihat kembali dari segi nama-nama tempat di Arabia Barat yang masih ada sejak dari zaman kuno, jelas mengungkapkan hal ini.
Sebutan ini adalah Kejadian 31:47-49. Di sini dapat kita baca mengenai sebuah timbunan tanah yang disebut 'timbunan batu', didirikan untuk menjadi saksi atas persetujuan antara Yakub, seorang Yahudi, dengan paman dari pihak ibunya, seorang bangsa Aram dan ayah mertuanya, yaitu Laban. Laban menyebutnya 'Yegar-sahadutha' (dalam bahasa Aram adalah ygr shdwt'), tetapi Yakub menyebutnya 'Galed' (dalam bahasa Ibraninya gl'd) dan 'Mizpah' (Ibraninya hmsph), yang berarti menara penjagaan. Ketiga nama ini kini masih dipakai oleh tiga buah desa yang tidak begitu terkenal, yang letaknya berdekatan, di daerah maritim Asir, di kawasan Rijal Alma' (Rigal Alma'), di sebelah barat Abha (Abha). Nama-namanya adalah: Far'at Al-Shahda ('l shd'), yang berarti 'Tuhan adalah saksi' atau 'Tuhan dari saksi', dalam bahasa Arabnya pr't atau pr'h, yang berarti bukit atau timbunan, sama artinya dengan kata Aram ygr; al-Ja'd ('l-g'd), yang merupakan sebuah metatesis yang telah diarabkan dari kata gl'd; dan al-Madhaf (mdp; bandingkan dengan msph).
Begitulah persamaan antara pemakai bahasa Kanaan dengan pemakai bahasa Aram di Arabia Barat menurut Bibel, sehingga menurut orang-orang Israil itu bingung dari kelompok mana mereka berasal. Walau mereka menganggap sebagai bangsa Ibrani, tetapi menurut Ulangan 26:5 leluhur mereka adalah seorang yang berasal dari suku Aram. Pertentangan ini telah lama membingungkan para ahli, tetapi jika anggapan hal itu memang masuk akal.
Kemungkinan besar awal tersebarnya agama Yahudi dari tanah asalnya di Arabia Barat ke Palestina dan ke daerah-daerah lain itu ialah dengan mengikuti jalur (route) kafilah perdagangan antar Arabia. Pada zaman kuno, wilayah Asir di Arabia Barat merupakan tempat pertemuan kafilah-kafilah yang membawa barang-barang dagangan dari berbagai negara di kawasan teluk Samudera Hindia seperti India, Arabia Selatan serta Afrika Timur, dari satu arah, dan dari Persia-Mesopotamia, dan negara-negara di Laut Tengah bagian Timur, terutama Suria, Mesir dan dunia Aegea, dari arah yang lain (lihat Peta 1).
Palestina, yang terletak di sudut Selatan Suria, dekat Mesir, merupakan ujung penghabisan dari jalur perdagangan kuno Arabia Barat pertama yang bertolak menuju arah ini. Penduduk Yahudi yang pertama mestinya adalah pedagang-pedagang dan kafilah-kafilah dari Arabi Barat yang terlibat dalam perdagangan ini. Penduduk baru ini kemudian dengan mudah menarik penduduk lokal untuk memasuki agama mereka, yang dalam hal kecanggihan intelektualnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cara-cara pemujaan setempat dan bahkan agama-agama tinggi kerajaan Mesir dan Mesopotamia. Cara yang persis seperti inilah yang dipergunakan oleh pedagang-pedagang Islam di berbagai tempat di Asia dan Afrika Timur pada waktu-waktu yang kemudian. Mereka menarik umat baru untuk memeluk agama Islam di mana pun mereka singgah di antara penduduk itu yang memandang agama Islam sebagai suatu agama yang lebih baik daripada agama mereka sendiri.
Untuk mengatakan bahwa orang-orang Yahudi itulah yang merupakan penduduk pertama Arabia Barat di Palestina. Mestinya bangsa Filistin yang menurut Bibel dari Arabia Barat itulah yang terlebih dahulu menetap di daerah itu sebelum mereka, mengingat bahwa merekalah yang memberi nama kepada negara ini. Begitupun halnya dengan bangsa Kanaan dari Arabia Barat (lihat catatan 3) yang tampaknya telah 'tersebar' (Kejadian 10:18) sejak dahulu, dan memberi nama pada tanah Kanaan (kn'n) yang terletak di sepanjang pantai Suria, di sebelah utara Palestina. Daerah ini disebut Phoenicia oleh bangsa Yunani (mengenai Faniqa atau 'Phoenicia' di Asir,. Bahwasanya Phoenicia sebenarnya disebut Kanaan oleh penduduknya dapat diketahui dari sekeping uang logam Yunani dari Beirut yang menceritakan dalam bahasa Funisia (Phoenicia), bahwa kota ini terletak 'di Kanaan' (b-kn'n), dan dalam bahasa Yunani bahwa kota ini terletak 'di Phoenicia'. Menulis mengenai 'bangsa Phoenicia' dan 'bangsa Suria dari Palestina' pada abad ke-5 S.M., sejarawan Yunani Herodotus yakin bahwa mereka berasal dari Arabia Barat. Ia menulis tentang kedua bangsa itu: 'Negara ini, menurut cerita mereka sendiri, dahulunya terletak di Laut Merah, tetapi dari sana mereka menyeberang dan menetapkan diri di pesisir Suria, dan di sana mereka masih menetap' (7:89; lihat juga ibid. 1:1).
Berapa pun umurnya perkampungan orang-orang dari Arabia Barat yang tertua di daerah pesisir Suria, migrasi orang-orang Filistin dan Kanaan ke sana mestinya bertambah besar. Menurut kitab-kitab dalam Bibel Ibrani, kerajaan Israil sudah dipastikan berdiri di Arabia Barat, yang dihuni antara lain oleh bangsa Filistin dan Kanaan, antara akhir abad ke-11 dan awal abad ke-10 S.M., yang sebagian besar merugikan bangsa Filistin dan Kanaan. Karena patah semangat dan berturut-turut dikalahkan oleh bangsa Israil, maka orang-orang Filistin dan Kanaan ini kemungkinan memperderas arus migrasi mereka ke daerah pesisir Suria pada waktu yang sama. Di Palestina, nampaknya bangsa Filistin menamakan perkampungan-perkampungan mereka (seperti Gaza dan Askalon) menurut kota-kota di Arabia Barat yang mereka tinggalkan. Dusun Bayt Dajan di Palestina ('kuil' dgn, atau 'dagon') di Palestina, dekat Jaffa, masih memakai nama dewa agama yang mereka anut sewaktu di Arabia Barat . Di sebelah utara Palestina, bangsa Kanaan juga memberi nama-nama yang berasal dari Arabia Barat kepada perkampungan-perkampungan mereka - nama-nama seperti Sur (Tyre), Sidon, Gebal (dalam bahasa Yunani = Byblos), Arwad (dalam bahasa Yunani = Arados), atau Libanon. Pada saat orang-orang Israil dari Arabia Barat (dan mungkin kaum Yahudi dari Arabia Barat lainnya) memulai migrasi mereka ke arah Utara untuk menetap di Palestina, yang tak dapat ditentukan tahunnya, mereka juga memberikan nama-nama yang berasal dari daerah mereka yang dahulu kepada tempat-tempat pemukiman mereka atau kepada tempat-tempat pemujaan penduduk setempat yang diambil alih oleh mereka dan menggabungkannya dengan kuil-kuil Yahudi mereka. Di antara yang paling kentara dan yang paling terkenal adalah: Yerusalem, Bethlehem , Hebron ? Carmel (krml), dan kemungkinan Galilee (glyl), Hermon (hrmwn) dan Yordan , semuanya membenarkan hal ini. Di kebanyakan tempat di dunia, pada suatu waktu, imigran-imigran yang rindu sering menamakan kota-kota, daerah-daerah, pegunungan, sungai-sungai, atau bahkan suatu negara atau pulau-pulau dengan nama-nama yang mereka bawa dari tanah yang mereka tinggalkan. Mengingat pada zaman dahulu bahasa yang dipergunakan di daerah Suria dan Arabia Barat adalah sama, kita tidak dapat meniadakan adanya kemungkinan besar bahwa beberapa tempat di kedua wilayah itu dahulunya mempunyai nama-nama yang sama, terutama jika berkenaan dengan ciri-ciri topografis, hidrologis atau ekologis tertentu, atau berkenaan dengan pemujaan terhadap dewa yang sama. Dalam corak kebudayaan tradisional, seperti dalam halnya bahasa, Suria dan Palestina tidak pernah jauh berbeda.
No comments:
Post a Comment