Revolusioner Paris dan pasukan-pasukan milisi menyerang Bastille, benteng kerajaan Prancis yang menjadi simbol tirani monarki Bourbon. Peristiwa dramatis itu, sekaligus menandai dimulainya revolusi Prancis.
Dilansir dari laman History, 14 Juli 2015, penyerangan terjadi setelah satu dekade gejolak politik, di mana Raja Louis XVI digulingkan, lalu dieksekusi mati bersama istrinya, Marie Antoinette.
Bastille merujuk pada kata "bastide" atau benteng dibangun pada 1370, untuk melindungi kota Paris dari serangan Inggris. Tapi, kemudian difungsikan menjadi benteng independen, namanya pun berubah menjadi Bastille.
Sempat digunakan sebagai penjara pada abad ke-17, bagi para terpidana kelas atas dan musuh politik, yang sebagian besar dipenjara tanpa melalui pengadilan, berdasarkan perintah langsung raja.
Kekurangan pangan pada musim panas 1789, dengan cepat memicu antipati terhadap kekuasaan Raja Louis XVI, berubah menjadi kemarahan yang kemudian mendorong terjadi gerakan revolusi.
Pada Juni 1789, pilar ketiga yang mewakili rakyat jelata dan ulama, mendeklarasikan diri menjadi Majelis Nasional, lalu menyerukan disusunnya sebuah konstitusi.
Louis awalnya menganggap dapat mengambil keuntungan, melegalkan berdirinya Majelis Nasional. Tapi, dia juga mengerahkan pasukan untuk mengepung Paris, serta memberhentikan Jacques Necker, seorang menteri yang populer.
Diberhentikannya Necker yang merupakan pendukung reformasi, mendorong terjadinya kerusuhan di Paris. Gubernur Militer Bastille, Bernard-Jordan de Launay, melihat kemungkinan terjadi revolusi, meminta tambahan pasukan.
Satu kompi tentara bayaran Swiss dikirim pada 7 Juli 1789, untuk memperkuat Bastille yang hanya dijaga 82 tentara. Pada 13 Juli, milisi mulai menyerang para penjaga menara Bastille.
Kelompok-kelompok milisi terus bertambah, hingga terkumpul kekuatan besar pada 14 Juli. Mereka mengepung Bastille, walau hanya dengan senjata buatan seadanya. Launay menerima delegasi milisi, tapi menolak menyerahkan Bastille.
Pada pertemuan kedua dengan delegasi milisi, Launay berjanji tidak akan mengeluarkan tembakan pada orang-orang yang mengepung Bastille. Dia juga memperlihatkan meriam-meriamnya untuk meyakinkan milisi.
Tapi informasi tentang tidak terisinya meriam-meriam dengan mesiu, malah semakin mengagitasi massa untuk menyerang Bastille. Sedikitnya 300 orang menyerang masuk, sekitar 100 orang tewas ditembak pasukan Launay.
Ratusan orang kemudian mundur, hingga datangnya satu kompi tentara Prancis yang menjadi desertir. Mereka berhasil menyusup ke Bastille, merebut lima meriam dan mengarahkannya pada pasukan Launay, yang kemudian menyerah.
Direbutnya Bastille menjadi simbol, yang segera disusul membelotnya hampir 80 persen pasukan Prancis. Raja Louis XVI terpaksa menerima pemerintahan konstitusional. Monarki dihapuskan pada 1792.
Louis dan istrinya Marie Antoinette, dieksekusi mati dengan guillotine pada 1793. Hari Bastille, 14 Juli, kemudian diperingati sebagai Hari Nasional Prancis.
Dilansir dari laman History, 14 Juli 2015, penyerangan terjadi setelah satu dekade gejolak politik, di mana Raja Louis XVI digulingkan, lalu dieksekusi mati bersama istrinya, Marie Antoinette.
Bastille merujuk pada kata "bastide" atau benteng dibangun pada 1370, untuk melindungi kota Paris dari serangan Inggris. Tapi, kemudian difungsikan menjadi benteng independen, namanya pun berubah menjadi Bastille.
Sempat digunakan sebagai penjara pada abad ke-17, bagi para terpidana kelas atas dan musuh politik, yang sebagian besar dipenjara tanpa melalui pengadilan, berdasarkan perintah langsung raja.
Kekurangan pangan pada musim panas 1789, dengan cepat memicu antipati terhadap kekuasaan Raja Louis XVI, berubah menjadi kemarahan yang kemudian mendorong terjadi gerakan revolusi.
Pada Juni 1789, pilar ketiga yang mewakili rakyat jelata dan ulama, mendeklarasikan diri menjadi Majelis Nasional, lalu menyerukan disusunnya sebuah konstitusi.
Louis awalnya menganggap dapat mengambil keuntungan, melegalkan berdirinya Majelis Nasional. Tapi, dia juga mengerahkan pasukan untuk mengepung Paris, serta memberhentikan Jacques Necker, seorang menteri yang populer.
Diberhentikannya Necker yang merupakan pendukung reformasi, mendorong terjadinya kerusuhan di Paris. Gubernur Militer Bastille, Bernard-Jordan de Launay, melihat kemungkinan terjadi revolusi, meminta tambahan pasukan.
Satu kompi tentara bayaran Swiss dikirim pada 7 Juli 1789, untuk memperkuat Bastille yang hanya dijaga 82 tentara. Pada 13 Juli, milisi mulai menyerang para penjaga menara Bastille.
Kelompok-kelompok milisi terus bertambah, hingga terkumpul kekuatan besar pada 14 Juli. Mereka mengepung Bastille, walau hanya dengan senjata buatan seadanya. Launay menerima delegasi milisi, tapi menolak menyerahkan Bastille.
Pada pertemuan kedua dengan delegasi milisi, Launay berjanji tidak akan mengeluarkan tembakan pada orang-orang yang mengepung Bastille. Dia juga memperlihatkan meriam-meriamnya untuk meyakinkan milisi.
Tapi informasi tentang tidak terisinya meriam-meriam dengan mesiu, malah semakin mengagitasi massa untuk menyerang Bastille. Sedikitnya 300 orang menyerang masuk, sekitar 100 orang tewas ditembak pasukan Launay.
Ratusan orang kemudian mundur, hingga datangnya satu kompi tentara Prancis yang menjadi desertir. Mereka berhasil menyusup ke Bastille, merebut lima meriam dan mengarahkannya pada pasukan Launay, yang kemudian menyerah.
Direbutnya Bastille menjadi simbol, yang segera disusul membelotnya hampir 80 persen pasukan Prancis. Raja Louis XVI terpaksa menerima pemerintahan konstitusional. Monarki dihapuskan pada 1792.
Louis dan istrinya Marie Antoinette, dieksekusi mati dengan guillotine pada 1793. Hari Bastille, 14 Juli, kemudian diperingati sebagai Hari Nasional Prancis.
No comments:
Post a Comment