Setelah bangsa Norman menetap di Prancis dan menaklukan Inggris, baik Prancis dan Inggris, serta Kekaisaran Romawi Suci, lebih kuat dibanding pada masa Charlemagne. Para raja dan ratu mereka mulai berpikir, seperti yang dulu pernah terpikir oleh Charlemagne,untuk menaklukan seluruh Mediterania dan mendirikan kembali Kekaisaran Romawi kuno. Secara khusus, mereka ingin merebut Yerusalem, kota Yesus Kristus, dari tangan Fatimiyah Islam yang menguasainya.
Pada 1095 M Paus Urbanus berpidato di Clermont di Prancis selatan, di mana ia menyeru orang-orang untuk mengangkat senjata dan berperang untuk membebaskan Yerusalem dari kekuasaan Fatimiyah. Orang-orang begitu bersemangat, bahkan anak-anak dan orang tua juga ingin ikut pergi.
Saking bersemangatnya, beberapa kelompok berangkat ke Yerusalem sebelum kelompok utama diorganisir. Mereka meyakini bahwa Tuhan akan meruntuhkan tembok Yerusalem begitu mereka tiba di sana, jadi mereka tidak perlu bertempur atau membawa senjata. Beberapa dari mereka bahkan tak membawa uang sedikit pun. Sebagian besar kelompok kemudian mendapati bahwa berkelana dan bertempur itu lebih sulit dari dugaan mereka, dan sebagian besar di antara mereka akhirnya meninggal dalam perjalanan. Satu kelompok memutuskan bahwa terlalu sulit untuk pergi ke Yerusalem dan memerangi Fatimiyah, dan lebih memilih untuk berhenti di Jerman untuk memerangi Yahudi. Ribuan orang Yahudi dirampok dan dibunuh oleh pasukan salib ini, hanya karena mereka bukan orang Kristen.
Pada akhirnya pada musim gugur 1096, pasukan salib utama berangkat ke Yerusalem. Mereka menggunakan rute yang berbeda-beda, sebagian pergi lewat darat dan sebagian lewat laut, menuju Konstantinopel. Di sana Kaisar Alexio cukup terkejut melihat mereka dan tidak terlalu senang. Dia sempat takut pasukan itu akan menyerang kekaisarannya, tapi akhirnya ia mengirim mereka menuju Yerusalem.
Fatimiyah tidak terlalu waspada karena mereka mengira bahwa yang datang adalah pasukan kecil Romawi dari Konstantinopel yang hanya ingin bertempur sedikit di Suriah.
Pasukan salib tiba di Yerusalem pada Mei 1098. Mereka terkejut melihat betapa beradabnya kota itu, dengan adanya masjid Kubah Batu, pemandian air panas, dan kedokteran Islam yang maju.
Pasukan salib membuat banyak kesalahan dalam peperangan mereka. Namun Fatimiyah sedang bertempur juga melawan Seljuk, sehingga mereka tak mampu mempertahankan Yerusalem dengan baik. Pasukan salib berhasil merebut Yerusalem, serta beberapa kota penting lainnya di pesisir Mediterania. Mereka menetap di sana sebagai raja-raja Yerusalem, di negara baru mereka. Banyak orang Eropa yang pergi bolak-balik Eropa-Timur Tengah, mempelajari matematika dan pengobatan dari para ilmuwan Islam, serta membawa makanan baru, seperti gula, ke Eropa. Dengan demikian, Perang Salib Pertama merupakan suatu kesuksesan bagi orang Eropa, dan kemunduran bagi Fatimiyah.
Setelah Perang Salib Pertama pada 1096 M berhasil mendirikan kerajaan-kerajaan Kristen di sepanjang pesisir Israel dan Lebanon, para khalifah Fatimiyah yang dulunya menguasai daerah itu menjadi kesal. Pada 1144 M, seorang jenderal mamluk, Imaduddin Zangi, berhasil menyatukan cukup banyak tentara Turk dan Arab dalam pasukannya untuk kemudian menyerang kerajaan-kerajaan Kristen. Zangi tidak merebut Yerusalem, namun ia merebut kota Edessa di dekatnya di Suriah.
Di Eropa, orang-orang Kristen marah ketika mengetahui bahwa Edessa telah direbut oleh Turk. Paus lalu menyuruh Bernard dari Clairvaux (di Prancis) untuk menyerukan Perang Salib Kedua untuk mengalahkan Zangi. Raja muda Prancis, Louis VII, setuju untuk berangkat, bersama dengan ratunya, Eleanor dari Aquitaine. Begitu pula Conrad III dari Jerman, Kaisar Romawi Suci. Pada masa ini, Louis berusia 23 tahun, Eleanor 22 tahun, dan Conrad 51 tahun
Dari awal hingga akhir, perang ini mengalami banyak hambatan. Sebagian besar tentara Conrad terbunuh ketika berarak melalui Turki. Ketika Louis dan Conrad tiba di Yerusalem, mereka memutuskan untu menyerang Damaskus, sebagai pembalasan atas direbutnya Edessa. Akan tetapi, serangan mereka gagal dan pasukan salib pun harus pulang tanpa membawa kemenangan.
Ketika jenderal Mamluk Imaduddin Zangi meninggal, ia digantikan oleh putranya Nuruddin, yang berhasil menaklukan Damaskus. Setelah Nururddin meninggal pada 1174 M, seorang jenderal Kurdi yang kuat bernama Salahuddin berkuasa. Salahuddin merebut Mesir dari Fatimiyah, dan ia bahkan cukup kuat untuk memulai peperangan dengan kerajaan-kerajaan Kristen di Israel dan Lebanon. Pada 1187 M, Salahuddin menaklukan Yerusalem.
Sekali lagi bangsa Eropa pun marah. Paus kembali menyeru para raja Eropa untuk bersatu dan memerangi Salahuddin. Akhirnya Richard Hati Singa, raja Inggris; Philippe Auguste, raja Prancis; dan Friedrich Barbarossa, raja Jerman sekaligus Kaisar Romawi Suci, bersama-sama memimpin pasukan menuju Yerusalem. Sementara di Prancis dan Inggris ditetapkan pajak khusus untuk menghasilkan uang demi membiayai perang.
Akan tetapi, Perang Salib Ketiga, seperti yang kedua, menemui banyak permasalahan. Friedrich meninggal dalam perjalanan ke Yerusalem. Ia tenggelam ketika sedang mandi di sebuah sungai. Akibatnya sebagian besar tentaranya memilih untuk pulang.
Richard dan Philippe melanjutkan perjalanan ke Yerusalem melalui laut. Richard berhasil menaklukan pulau Siprus dalam perjalanannya, namun ia merebutnya dari kerabat Kaisar Bizantium, sehingga sejak itu Bizantium memusuhi Richard. Pasukan Prancis dan Inggris kemudian melanjutkan perang dengan mengepung Akre, pelabuhan utama di kawasan tersebut. Setelah mengepung selama hampir dua tahun, mereka baru berhasil menaklukannya. Richard membunuh 2700 tawanan di Akre karena tebusan mereka tidak dibayar hingga batas waktu yang ia tetapkan.
Setelah menang di Akre, Philippe tak mau lagi melanjutkan perang. Ia memilih untuk pulang ke Prancis, di mana kemudian ia sibuk menyerang wilayah-wilayah milik Richard di Prancis. Dengan demikian hanya Richard dan pasukan Inggrisnya yang masih bertahan untuk melanjutkan perang. Dalam keadaan seperti itu, Richard tak mampu mengalahkan Salahuddin sehingga akhirnya pada 1192 M, ia dan Salahuddin menyepakati kesepakatan damai. Isi kesepakatan itu adalah bahwa peziarah Kristen diperbolehkan keluar-masuk Yerusalem secara bebas, dan Salauddin tidak menyerang sisa-sisa kerajaan Kristen selama bertahun-tahun tahun ke depan. Dengan disepakatinya perjanjian itu, Richard pun pulang ke Inggris.
Namun ketika melintasi Jerman, Richard ditangkap oleh kaisar baru Jerman, Heinrich VI. Heinrich tak menyukai Richard karena Richard pernah berjanji akan membantu Raja Tancred dari Sisilia untuk melawan Heinrich. Heinrich memenjarakan Richard dan mengirim pesan kepada saudara Richard, John, yang isinya meminta tebusan untuk ditukarkan dengan Rihcard. Tebusan yang diminta Heinrich amat besar, bahkan pada akhirnya John harus membayar uang sejumlah tiga kali pendapatan tahunan Inggris. Untuk memeroleh uang tebusan, John menyuruh rakyat membayar pajak tambahan. Richard akhirnya berhasil pulang ke Inggris pada 1194 M.
Pada 1200 M, Paus Innosentius mulai meminta para penguasa Eropa untuk melancarkan Perang Salib Keempat, lagi-lagi sebagai upaya untuk merebut Yerusalem dari Ayyubiyah yang menguasainya. Sementara Salahuddin sudah meninggal pada 1193 M, dan pasukan salib merasa bahwa penerusnya lebih lemah sehingga akan mudah dikalahkan. Kali ini mereka melakukan sesuatu yang berbeda. Alih-alih menyerang dari utara, pasukan Eropa akan berlayar ke selatan menuju Mesir, kemudian dari sana mereka akan bergerak ke Yerusalem.
Untuk memperoleh cukup banyak kapal untuk mengangkut pasukan salib ke Mesir, dibutuhkan bantuan dari negara bahari yang kuat. Oleh karena itu pada 1022 M pasukan salib datang ke Venesia untuk menyewa kapal. Namun mereka tak memiliki cukup uang, sehingga Venesia menawarkan suatu kesepatan. Venesia mengizinkan pasukan salib membayar biaya sewa kapal seusai perang namun sebagai gantinya pasukan salib harus terlebih dahulu membantu Venesia merebut kembali kota Zara (di Hongaria modern), yang direbut oleh Hongaria beberapa tahun sebelumnya. Pasukan salib setuju utuk menyerang Zara meskipun Zara adalah kota Kristen. Sementara itu Paus tidak suka denga tindakan mereka sehingga ia pun memutuskan untuk mengucilkan pasukan salib yang melakukan penyerangan ke Zara.
Pasukan salib berhasil menaklukan Zara, dan hendak melanjutkan perjalanan ke Mesir dengan kapal. Akan tetapi Alexios Komnenos, yang baru saja digulingkan dari posisinya sebagai kaisar Bizantium, meminta pasukan salib untuk membantunya berkuasa lagi. Ia berjanji bahwa ia akan membayar mereka jika ia berhasil bertahta kembali. Akhirnya, alih-alih berperang ke Mesir, pasukan salib setuju untuk membantu Alexios. Pada 1203 M, dengan dibantu oleh Venesia, pasukan salib menyerbu Konstantinopel, ibukota Bizantium, dan mengangkat Alexios sebagai kaisar lagi. Namun Alexios tidak memiliki uang untuk membayar pasukan salib. Untuk memperoleh uang, ia pun menarik pajak tambahan dari rakyat sehingga ia menjadi dibenci oleh rakyat. Saking dibencinya, Alexios dan ayahnya akhirnya dibunuh, dan seorang kaisar baru, Alexios V, naik tahta.
Pada 1204 M pasukan salib dan Venesia kembali menyerang, dan kali ini menjarah Kostantinopel. Seluruh wilayah Bizantium diambil alih oleh Venesia. Pasukan salib tak pernah tiba di Yerusalem, dan tak pernah berperang melawan Ayyubiyah. Mereka menjarah uang dan harta benda di Konstantinopel, kemudian pulang. Paus pun akhirnya mengizinkan mereka kembali ke Gereja.
Pada 1216 M, Paus Honorius III berhasil mendorong sejumlah orang Eropa untuk kembali melancarkan serangan ke Yerusalem agar bisa merebutnya dari Ayyubiyah. Kali ini, Paus yang akan memimpin pasukan salib alih-alih para raja Eropa. Friedrich II dari Kekaisaran Romawi Suci ingin ikut, namun Paus menolaknya. Paus menekankan bahwa perang salib ini untuk Paus, bukan untu raja. Beberapa pasukan Hongaria ikut serta.
Pasukan salib pergi ke selatan, mengikuti rencana awal Perang Salib Keempat. Pada 1218 M, pasukan salib bersekutu dengan sultan Seljuk Kay Kaus I, dan menyerang pelabuhan Damietta di Mesir. Mereka melakukan pengepungan yang lama, dan banyak orang di kedua pihak yang meninggal akibat penyakit. Pada 1219 M, pasukan salib berhasil merebut Damietta, namun kemudian malah saling bertikai memperebutkan kekuasaan di sana.
Pada 1221 M, pasukan salib bergerak ke Kairo dan berupaya merebut lebih banyak wilayah Mesir. Ayubiyyah memanfaatkan sungai nil untuk membanjiri jalan-jalan, membuat pasukan salib terperangkap. Agar dapat bebas, pasukan salib pun menyepakati perjanjian. Mereka menyerahkan kembali Damietta kepada Ayubiyyah kemudian kembali ke Eropa.
Tak lama setelah gagalnya Perang Salib Kelima, Friedrich II, Kaisar Romawi Suci, memutuskan bahwa ia ingin ikut serta dalam Perang Salib, karena ia tak dapat ikut dalam perang salib sebelumnya.
Friedrich memimpin pasukannya ke Akre, di Suriah. Ketika itu Akre dikuasai oleh Mamluk. Akan tetapi, Friedrich menghadapi permasalahan. Di negara asalnya, terjadi sengketa politik antara kelompok Guelf dan Ghibellin. Sengketa ini terus mengikutinya bahkan hingga ke Akre
Friedrich kemudian memperleh tawaran dari Al-Kamil, saultan Ayyubiyah. Al-Kamil ingin menempatkan saudaranya sebagai penguasa Suriah sebagai pengganti Mamluk, dan ia membutuhkan bantuan dari pasukan Friedrich. Sebagai imbalannya, Al-Kamil akan menyerahkan Yerusalem, Nazareth, dan Bethlehem kepada Friedrich. Friedrich setuju dan akhirnya ia pun dinobatkan sebagai Raja Yerusalem pada 1229 M.
Akan tetapi, hanya beberapa bulan setelahnya, Friedrich harus kembali ke Jerman untuk menyelesaikan permasalahan di sana. Ia meninggalkan Yerusalem tanpa menempatkan pasukan untuk melindungi kota itu. Kesepakatan Friedrich berlangsung untuk sementara, namun Ayyubiyah lama-kelamaan menjadi lemah. Akhirnya pada 1244, Mamluk, yang mulai bangkit di Asia Barat, berhasil merebut Yerusalem.
Perang Salib Ketujuh tidak dimulai oleh Paus, melainkan oleh Raja Louis IX dari Prancis, yang kelak dikenal atas ketaatannya kepada Tuhan. Setelah Mamluk merebut Yerusalem pada 1244 M, Louis mengumumkan perang salibnya (pada 1245 M). Louis mengumpulkan uang dari sedekah untuk gereja dan kemudian berlayar menuju Siprus pada 1248 M (pada usia 34 tahun).
Dari Siprus, Louis menyerang dan merebut pelabuhan Damietta di Mesir, yang pernah menyebabkan banyak permasalahan pada Perang Salib Kelima. Ayyubiyah kini amat lemah dan tak mampu menghentikan Louis. Memanfaatkan Damietta sebagai basis, Louis berusah menyerang Kairo, namun Mamluk tiba dan mengalahkannya. Louis ditawan, dan untuk menebusnya, Prancis harus membayar banyak emas serta menyerahkan kembali Damietta.
Louis dan pasukannya pergi ke Akre di Suriah. Di sana, ia bernegosiasi dengan Mongke, Khan Mongol, untuk meminta bantuan melawan Mamluk, namun Mongke tidak tertarik. Pada 1254 M, Louis, kini berusia 40 tahun, telah kehabisan uang. Selain itu, ibunya, Blanche dari Castile, telah meninggal. Blanche memerintah Prancis selama Louis pergi, dengan dengan meninggalnya Blanche, Louis harus pulang untuk mengurus negaranya.
Setelah ibunya meninggal, Louis IX dari Prancis harus menstabilkan negaranya. Setelah itu, Louis ingin melancarkan perang salib lagi. Perang Salib Ketujuh, yang dipimpin oleh Louis, berakhir dengan kegagalan pada 1254 M, sehingga pada 1270, ketika berusia 56 tahun, Louis mencoba kembali. Kali ini ia memulai dengan menyerang Tunis, untuk memperoleh basis di Afrika Utara. Akan tetapi, disentri menjangkiti perkemahan pasukannya, bahkan Louis sendiri meninggal akibat penyakit ini. Akhirnya pasukan salib pun mundur dan kembali ke Eropa.
No comments:
Post a Comment