Seorang pelancong perempuan terjebak dalam kepungan puluhan lelaki yang menghuni lembah Toba. Dialah pelancong pertama di Tanah Batak.
"Para tawanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus," tulis Ida Laura Reyer Pfeiffer dalam catatan perjalaannya di Sumatra. "Darah mereka diawetkan untuk minum, dan kadang dibuat menjadi semacam puding yang disajikan dengan nasi."
Siapapun yang membaca kisahnya, barangkali bakal ngilu. Namun, kisah itu belumlah selesai. "Bagian tubuh kemudian dibagikan," Ida melanjutkan kisahnya, "Telinga, hidung, dan telapak kaki adalah bagian milik Rajah, yang juga memiliki klaim atas bagian lain. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, dan hati yang semuanya adalah hidangan aneh dan semua daging dipanggang dan disantap dengan garam."
Ida tidak menyaksikan kengerian itu dengan mata kepalanya. Dia mendapat informasi tersebut dari beberapa pejabat pribumi setingkat bupati di Muara-Sipongie kini bagian dari Kabupaten Mandailing-Natal, Provinsi Sumatra Utara. Para pejabat pribumi itu juga meyakinkan Ida bahwa para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam makan malam utama.
Dia ingin berkunjung ke dataran tinggi dan berharap dapat menemui kanibal liar dari Batak tersebut. Bagi bangsa Eropa, orang-orang Batak memang belum banyak dikenal. Atas alasan itulah Ida sangat bernafsu bertemu dengan mereka.
Ketika Ida berada di Padang, rencana perjalanan ke tempat-tempat tersebut sempat dicegah oleh warga setempat. Mereka bercerita kepada Ida tentang dua misionaris asal Amerika, Henry Lyman dan Samuel Munson, diduga telah dibunuh dan disantap oleh orang Batak pada 1835.
Ida bersama seorang pemandunya menunggang kuda selama perjalanan di pedalaman Sumatra. Perjalanan di pulau ini dibagi beberapa tahapan atau rute militer. Setiap 12 hingga 20 kilometer terdapat benteng atau bangunan kecil tempat kantor pemerintah, sekaligus tempat bermalam para pelancong seperti Ida.
"Para tawanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus," tulis Ida Laura Reyer Pfeiffer dalam catatan perjalaannya di Sumatra. "Darah mereka diawetkan untuk minum, dan kadang dibuat menjadi semacam puding yang disajikan dengan nasi."
"Darah mereka diawetkan untuk minum, dan kadang dibuat menjadi puding yang disajikan dengan nasi."
Siapapun yang membaca kisahnya, barangkali bakal ngilu. Namun, kisah itu belumlah selesai. "Bagian tubuh kemudian dibagikan," Ida melanjutkan kisahnya, "Telinga, hidung, dan telapak kaki adalah bagian milik Rajah, yang juga memiliki klaim atas bagian lain. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, dan hati yang semuanya adalah hidangan aneh dan semua daging dipanggang dan disantap dengan garam."
Ida tidak menyaksikan kengerian itu dengan mata kepalanya. Dia mendapat informasi tersebut dari beberapa pejabat pribumi setingkat bupati di Muara-Sipongie kini bagian dari Kabupaten Mandailing-Natal, Provinsi Sumatra Utara. Para pejabat pribumi itu juga meyakinkan Ida bahwa para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam makan malam utama.
Dia ingin berkunjung ke dataran tinggi dan berharap dapat menemui kanibal liar dari Batak tersebut. Bagi bangsa Eropa, orang-orang Batak memang belum banyak dikenal. Atas alasan itulah Ida sangat bernafsu bertemu dengan mereka.
Ketika Ida berada di Padang, rencana perjalanan ke tempat-tempat tersebut sempat dicegah oleh warga setempat. Mereka bercerita kepada Ida tentang dua misionaris asal Amerika, Henry Lyman dan Samuel Munson, diduga telah dibunuh dan disantap oleh orang Batak pada 1835.
Ida bersama seorang pemandunya menunggang kuda selama perjalanan di pedalaman Sumatra. Perjalanan di pulau ini dibagi beberapa tahapan atau rute militer. Setiap 12 hingga 20 kilometer terdapat benteng atau bangunan kecil tempat kantor pemerintah, sekaligus tempat bermalam para pelancong seperti Ida.
No comments:
Post a Comment