Peradaban Romawi Kuno yang meninggalkan banyak warisan di bidang hukum, perang, seni, literatur, arsitektur, dan bahasa untuk kehidupan modern. Tak hanya sibuk menaklukkan wilayah lain atau membangun peradaban, orang Romawi Kuno ternyata banyak menghabiskan waktu di tempat tidur untuk berhubungan seksual. Para pria digambarkan mengumbar kejantanan dan keperkasaan. Sementara, kaum hawa sibuk mengandung serta merawat anak-anak yang kelak akan memenuhi kebutuhan akan tenaga tentara hingga pekerja.
Perilaku dan sikap seksual orang-orang Romawi, juga Yunani Kuno, terindikasi lewat seni, sastra juga peninggalan arkeologi seperti artefak yang erotis dan arsitektur.
Berikut enam kebiasaan pada masa lalu yang dianggap mesum pada saat ini, seperti dikutip dari Listverse
1. Bentuk Kelamin Bertebaran di Pompeii
Pompei hancur akibat letusan Vesuvius pada tahun 79 Masehi. Ironisnya, abu panas yang dimuntahkan gunung tersebut mengabadikan saat-saat terakhir apapun yang ada di kota kuno Romawi itu.
Ekskavasi yang diawali pada akhir Abad ke-16 menemukan jasad-jasad manusia yang berubah jadi 'batu'. Pun dengan lanskap kota -- bangunan, simbol-simbol misterius, rumah-rumah mewah para bangsawan, roti yang masih tergeletak dalam oven, juga tempat pelacuran yang dipenuhi fresko erotis serta patung-patung mesum. Temuan tersebut membuat Pompeii dijuluki 'kota maksiat'. Diperkirakan ada 40 rumah bordil di seantero Pompeii. Paling terkenal adalah Lupanare Grande atau 'rumah kenikmatan'. Kamar-kamar di sana kecil dan remang-remang, dengan kasur jerami kecil.
Lukisan dinding atau fresko erotis bertebaran di kamar maupun rumah pelacuran.
Para arkeolog harus berhati-hati untuk menentukan lokasi prostitusi dengan bangunan biasa. Sebab, phallus atau bentuk kelamin jantan adalah dekorasi yang umum di kota kuno itu. Perlambang keberuntungan. Simbol itu dilukis di mana pun. Di rumah, jalanan, juga pasar.
2. Berbagi Istri
Peradaban Etruscan berasimilasi ke dalam Republik Romawi pada abad keempat Sebelum Masehi. Meski demikian, budaya dan kebiasaan mereka masih dipertahankan. Para perempuan Etruscan dikenal untuk sikap bebas mereka terkait hubungan seksual dan ketelanjangan. Mereka menjaga tubuh mereka dalam kondisi sebaik mungkin, tak jarang berkeliling tanpa busana, dan menikmati kenikmatan dari pria mana pun yang datang. Perkawinan adalah konstruksi longgar. Bukan hal luar biasa ketika seorang anak sama sekali tak tahu siapa sebenarnya ayah mereka.
3. Karnaval Liar
Menurut Mikhail Bakhtin, filsuf dan sarjana sastra asal Rusia, karnaval (carnival) pada masa lalu adalah sebuah momentum kebebasan -- dalam arti sebebas-bebasnya. Kala itu, pembagian kelas dalam masyarakat, rasa hormat, dan sensitivitas dibuang jauh-jauh. Juga dilarang untuk berkata 'tidak'. Pesta pora digelar, makanan dan wine berlimpah dihidangkan. Orang-orang saling bersendau gurau dan bebas berhubungan seksual. Arthur Edward Waite, dalam bukunya, A New Encyclopedia of Freemasonry mengatakan, "Festival berarti pesta seks dan minuman anggur." Ritual karnival bisa dilacak hingga abad kelima Sebelum Masehi, yang digelar di tengah equinox musim semi. Tak mengherankan jika festival yang disebut The Dionysian Mysteries dipersembahkan untuk Dionisos -- dewa arak dan selalu diasosiasikan sebagai dewa pesta.
4. Dewa Priapus dan Viagra
Di beberapa kota kuno Romawi, ada kebiasaan memasang gambar dan patung dewa Priapus dengan penis menegang di taman-taman guna memperingatkan penerobos. Sang dewa dipercaya mengutuk para penerobos dengan hukuman seksual yang ganas. Sejumlah puisi penghormatan dewa itu masih ada hingga sekarang. Salah satunya memperingatkan, "Jika seorang wanita atau pria melakukan kejahatan melawan aku (Pripaus), sang wanita harus menyerahkan lubang kelaminnya kepadaku, pria memberikan mulutnya, dan bocah lelaki menyerahkan bokongnya." Nama dewa ini masih dipakai dalam dunia kedokteran untuk menjelaskan suatu kelainan yang dikenal sebagai Priapisme. Dalam gangguan yang jarang ini, penis tetap menegang dan tidak bisa kembali ke keadaan lunglai, walaupun sedang tidak ada rangsangan.
5. Seks Demi Perdamaian Dunia
Aristophanes, dianggap salah satu dramawan komik paling terkenal pada masa Yunani Kuno. Ia dikenal dengan komentar yang menyindir tentang situasi sosial dan politik di Athena selama Abad ke-5 dan awal Abad ke-4 Sebelum Masehi. Dalam sebuah drama, Lysistrata, Aristophanes memparodikan perang yang diwarnai pertempuran seks. Para perempuan memanfaatkan nafsu para laki-laki, untuk perdamaian antara Athena dan Spartan. Menurutnya, para perempuan berpendapat, para pria sudah melupakan 'signifikansi transendental' seks -- karena keras sikap kepala mereka dan terlalu fokus soal hal-hal yang lebih sepele, seperti perang. Pada akhirnya, 'Perdamaian' muncul ke hadapan para pria, sebagai perempuan muda telanjang yang mengingatkan orang-orang tentang keinginan seksual mereka 'untuk membajak beberapa alur' dan 'memberi banyak pupuk'. Pada akhirnya, masyarakat menyadari kebutuhan seksual mereka dan meninggalkan perang.
6. Kama Sutra ala Romawi Kuno
Ovid (43 SM–17 Masehi ) adalah seorang penyair Romawi Kuno. Ia menghasilkan sejumlah karya seperti 'Amores' (Cinta), 'Medicamina Faciei', 'Remedia Amoris' dan yang paling terkenal adalah 'Ars Amatoria' -- Seni Bercinta. Ars Amatoria adalah panduan bagi para pecinta, juga pezinah. Ovid juga menciptakan sejumlah permainan yang membingungkan baik pria maupun wanita -- bahkan pada zaman modern. Ia menyarankan para pria untuk membiarkan wanita merindukan mereka -- tapi jangan terlalu berlebihan.
Ovid juga menyarankan agar para perempuan membuat prianya cemburu agar mereka tak malas. Ovid secara rinci mengimbau agar para perempuan tak memaksimalkan kenikmatan untuk dirinya sendiri, tapi juga membuat diri mereka paling memikat di pandangan pria. Dalam sebuah bagian, sang penyair berubah gagasan dari menyebut perempuan sebagai barang milik -- jadi pemain yang setara dalam permainan cinta. Di sisi lain, ia mengimbau kaum hawa untuk memperkuat taktik manipulatif agar sang kekasih terus bertekuk lutut.
Perilaku dan sikap seksual orang-orang Romawi, juga Yunani Kuno, terindikasi lewat seni, sastra juga peninggalan arkeologi seperti artefak yang erotis dan arsitektur.
Berikut enam kebiasaan pada masa lalu yang dianggap mesum pada saat ini, seperti dikutip dari Listverse
1. Bentuk Kelamin Bertebaran di Pompeii
Pompei hancur akibat letusan Vesuvius pada tahun 79 Masehi. Ironisnya, abu panas yang dimuntahkan gunung tersebut mengabadikan saat-saat terakhir apapun yang ada di kota kuno Romawi itu.
Ekskavasi yang diawali pada akhir Abad ke-16 menemukan jasad-jasad manusia yang berubah jadi 'batu'. Pun dengan lanskap kota -- bangunan, simbol-simbol misterius, rumah-rumah mewah para bangsawan, roti yang masih tergeletak dalam oven, juga tempat pelacuran yang dipenuhi fresko erotis serta patung-patung mesum. Temuan tersebut membuat Pompeii dijuluki 'kota maksiat'. Diperkirakan ada 40 rumah bordil di seantero Pompeii. Paling terkenal adalah Lupanare Grande atau 'rumah kenikmatan'. Kamar-kamar di sana kecil dan remang-remang, dengan kasur jerami kecil.
Lukisan dinding atau fresko erotis bertebaran di kamar maupun rumah pelacuran.
Para arkeolog harus berhati-hati untuk menentukan lokasi prostitusi dengan bangunan biasa. Sebab, phallus atau bentuk kelamin jantan adalah dekorasi yang umum di kota kuno itu. Perlambang keberuntungan. Simbol itu dilukis di mana pun. Di rumah, jalanan, juga pasar.
2. Berbagi Istri
Peradaban Etruscan berasimilasi ke dalam Republik Romawi pada abad keempat Sebelum Masehi. Meski demikian, budaya dan kebiasaan mereka masih dipertahankan. Para perempuan Etruscan dikenal untuk sikap bebas mereka terkait hubungan seksual dan ketelanjangan. Mereka menjaga tubuh mereka dalam kondisi sebaik mungkin, tak jarang berkeliling tanpa busana, dan menikmati kenikmatan dari pria mana pun yang datang. Perkawinan adalah konstruksi longgar. Bukan hal luar biasa ketika seorang anak sama sekali tak tahu siapa sebenarnya ayah mereka.
3. Karnaval Liar
Menurut Mikhail Bakhtin, filsuf dan sarjana sastra asal Rusia, karnaval (carnival) pada masa lalu adalah sebuah momentum kebebasan -- dalam arti sebebas-bebasnya. Kala itu, pembagian kelas dalam masyarakat, rasa hormat, dan sensitivitas dibuang jauh-jauh. Juga dilarang untuk berkata 'tidak'. Pesta pora digelar, makanan dan wine berlimpah dihidangkan. Orang-orang saling bersendau gurau dan bebas berhubungan seksual. Arthur Edward Waite, dalam bukunya, A New Encyclopedia of Freemasonry mengatakan, "Festival berarti pesta seks dan minuman anggur." Ritual karnival bisa dilacak hingga abad kelima Sebelum Masehi, yang digelar di tengah equinox musim semi. Tak mengherankan jika festival yang disebut The Dionysian Mysteries dipersembahkan untuk Dionisos -- dewa arak dan selalu diasosiasikan sebagai dewa pesta.
4. Dewa Priapus dan Viagra
Di beberapa kota kuno Romawi, ada kebiasaan memasang gambar dan patung dewa Priapus dengan penis menegang di taman-taman guna memperingatkan penerobos. Sang dewa dipercaya mengutuk para penerobos dengan hukuman seksual yang ganas. Sejumlah puisi penghormatan dewa itu masih ada hingga sekarang. Salah satunya memperingatkan, "Jika seorang wanita atau pria melakukan kejahatan melawan aku (Pripaus), sang wanita harus menyerahkan lubang kelaminnya kepadaku, pria memberikan mulutnya, dan bocah lelaki menyerahkan bokongnya." Nama dewa ini masih dipakai dalam dunia kedokteran untuk menjelaskan suatu kelainan yang dikenal sebagai Priapisme. Dalam gangguan yang jarang ini, penis tetap menegang dan tidak bisa kembali ke keadaan lunglai, walaupun sedang tidak ada rangsangan.
5. Seks Demi Perdamaian Dunia
Aristophanes, dianggap salah satu dramawan komik paling terkenal pada masa Yunani Kuno. Ia dikenal dengan komentar yang menyindir tentang situasi sosial dan politik di Athena selama Abad ke-5 dan awal Abad ke-4 Sebelum Masehi. Dalam sebuah drama, Lysistrata, Aristophanes memparodikan perang yang diwarnai pertempuran seks. Para perempuan memanfaatkan nafsu para laki-laki, untuk perdamaian antara Athena dan Spartan. Menurutnya, para perempuan berpendapat, para pria sudah melupakan 'signifikansi transendental' seks -- karena keras sikap kepala mereka dan terlalu fokus soal hal-hal yang lebih sepele, seperti perang. Pada akhirnya, 'Perdamaian' muncul ke hadapan para pria, sebagai perempuan muda telanjang yang mengingatkan orang-orang tentang keinginan seksual mereka 'untuk membajak beberapa alur' dan 'memberi banyak pupuk'. Pada akhirnya, masyarakat menyadari kebutuhan seksual mereka dan meninggalkan perang.
6. Kama Sutra ala Romawi Kuno
Ovid (43 SM–17 Masehi ) adalah seorang penyair Romawi Kuno. Ia menghasilkan sejumlah karya seperti 'Amores' (Cinta), 'Medicamina Faciei', 'Remedia Amoris' dan yang paling terkenal adalah 'Ars Amatoria' -- Seni Bercinta. Ars Amatoria adalah panduan bagi para pecinta, juga pezinah. Ovid juga menciptakan sejumlah permainan yang membingungkan baik pria maupun wanita -- bahkan pada zaman modern. Ia menyarankan para pria untuk membiarkan wanita merindukan mereka -- tapi jangan terlalu berlebihan.
Ovid juga menyarankan agar para perempuan membuat prianya cemburu agar mereka tak malas. Ovid secara rinci mengimbau agar para perempuan tak memaksimalkan kenikmatan untuk dirinya sendiri, tapi juga membuat diri mereka paling memikat di pandangan pria. Dalam sebuah bagian, sang penyair berubah gagasan dari menyebut perempuan sebagai barang milik -- jadi pemain yang setara dalam permainan cinta. Di sisi lain, ia mengimbau kaum hawa untuk memperkuat taktik manipulatif agar sang kekasih terus bertekuk lutut.
No comments:
Post a Comment