Beberapa karya sastra yang beredar menafsirkan teks kitab suci dengan berbagai interpretasi. Salah satunya penafsiran yang berkaitan dengan 'mabuk dan ketelanjangan Nuh' atau Nuh mabuk tanpa sehelai pakaian. Penafsiran ini meluas setelah memasuki abad pertama Masehi, bahkan penafsiran makna sastra ini lebih mengarah pada kepentingan kelompok ataupun organisasi. Beberapa interpretasi berikut disampaikan sarjanawan berdasarkan analisa sastra kitab suci, bagaimana sebenarnya kisah Nuh mabuk tanpa sehelai pakaian.
Teks suci pada dasarnya ditujukan untuk memahami penggambaran tokoh sejarah literal, dalam hal ini mengakui bahwa masih ada berbagai literalisme tentang hermeneutika (filsafat yang mempelajari tentang pemahaman makna) dan doktrin. Dengan kata lain, pemahaman yang sangat luas justru menggunakan istilah literalis hermeneutika, berbagai metafora, tipologi, dan bahkan makna esoteris selain penafsiran literal (asli sebagaimana asalnya). Para penafsir berpendapat bahwa seseorang tidak dapat menghilangkan literal dan sejarah sambil berpegang pada metaforis ortodoks, doktrin ini tersebar luas di barat selama 17 abad yang lalu.
Kisah Nuh Mabuk Tanpa Sehelai Pakaian
Penggunaan kosa kata literal tidak dimaksudkan untuk menyiratkan bahwa penafsir yang menggunakan pemahaman tersebut tidak menyadari atau bertahan terhadap tambahan makna. Tapi bukan berarti bahwa mereka sangat tidak nyaman atau bahkan menentang keras, metafora sepenuhnya tidak terjadi dalam sejarah. Intinya, setiap orang berhak untuk memeriksa bukti dan mencapai kesimpulan sendiri, sejauh mana mitologi kuno harus dipahami secara harfiah.
Banyak kasus sejarah yang menggunakan pemahaman harfiah pada kitab suci untuk mendukung kepentingan besar, pelanggaran sistem hukum universal alam, juga termasuk kekejaman yang dapat dilihat pada definisi modern genosida, contohnya antara lain:
- Konversi Kristen yang dilakukan tentara Charlemagne di Eropa Utara
- Penghancuran tempat ibadah dan budaya, kekejaman para penjelajah Eropa pada masyarakat asli Amerika
- Sistem perbudakan antargenerasi dengan metode perdagangan budak Atlantik, Amerika, yang ditemukan Columbus dan para sahabatnya.
Contoh lain yang menggunakan pemahaman hermeneutika literal, tetulis dalam kitab Kejadian yang melibatkan Sem, Ham, Yafet dan ayahnya (Nuh) yang pada waktu itu dianggap 'mabuk'. Menurut penafsiran bahwa kisah ini menggunakan metafora yang disalahgunakan untuk memecah belah manusia di masa lalu. Pendekatan sastra literal menggambarkan Sem, Ham dan Yafet sebagai individu historis, dimana mereka juga mewakili silsilah keturunan berbagai kelompok (suku bangsa) yang hidup saat ini.
Dan Nuh menjadi petani, dan dia menanam kebun anggur. Dan dia minum anggur, kemudian mabuk; dia ditemukan dalam tendanya. Dan Ham, ayah Kanaan, melihat aurat ayahnya, mengatakan kepada dua saudaranya. Sem dan Yafet mengambil pakaian dan meletakkannya di atas kedua bahu ayahnya, dan berada di belakang menutupi ketelanjangan ayah mereka; dan wajah mereka berpaling dan tidak melihat ketelanjangan ayahnya. Dan Nuh sadar dari mabuknya, dan dia mengetahui apa yang anaknya lakukan kepadanya (Ham, berada didepannya). Dan Nuh berkata, Terkutuklah Kanaan; hamba yang harus menjadi hamba kepada saudara-saudaranya. Dan dia berkata, Terpujilah Tuhan, Allah Sem; dan Kanaan akan menjadi hambanya. Allah akan memperbesar Yafet, dan dia akan tinggal di tenda-tenda Sem; dan Kanaan akan menjadi hambanya.
Pemahaman metafora seharusnya menghasilkan pesan yang menyatukan umat manusia, daripada memecah kelompok manusia melalui pemahaman literalis seringkali dilakukan. Kisah Sem, Ham dan Yafet ditemukan dalam kitab Kejadian, ayat-ayat ini telah digunakan pada masa lalu untuk menyatakan bahwa Hamitic atau orang-orang yang dianggap sebagai keturunan Ham yang telah dikutuk. Pemahaman ini telah lama digunakan dan disalah artikan, bahwa mereka merupakan suku yang melayani atau budak.
Penafsiran Nuh Mabuk Tanpa Sehelai Pakaian
Beberapa sejarawan menganggap keturunan Ham dan berkembang menjadi penduduk non-Israel yang hidup di tanah Kanaan. Setelah banjir besar, Nuh menanam kebun anggur dan dia dianggap sebagai manusia pertama yang minuman anggur dan mabuk. Ham mendatangi ayahnya yang tertidur dan mabuk tanpa busana, dan mengatakan kepada saudaranya Sem dan Yafet. Kedua saudara Ham memasuki tenda untuk membantunya menutupi aurat ayah mereka, berjalan mundur agar tak melihat peristiwa itu. Ketika Nuh terbangun dari tidur, dia melihat Ham dan mengutuk keturunan Ham (Kanaan) kemudian memberkati Sem dan Yafet. Dalam hal ini, Ham melihat aurat ayahnya dianggap sebagai kejahatan yang mengerikan sehingga pemahaman tentang keturunan Ham (Kanaan) diartikan sebagai perbudakan abadi.
Pemahaman lain dari kisah yang melibatkan Ham, Kanaan dan ketelanjangan Nuh, dianggap sebagai pembenaran untuk penaklukan Israel, orang-rang Kanaan dan orang Filistin. Sejak zaman Nuh, keturunan Sam (Israel) ditakdirkan untuk menguasai keturunan Ham (Kanaan) dan Yafet (orang Filistin). Tapi orang-orang Filistin ditoleransi, mereka tinggal di tenda-tenda (perlindungan, atau membantu) Israel, sementara orang Kanaan tidak.
Menurut sebagian besar interpretasi para rabi kuno, peristiwa kutukan Ham mengisyaratkan perselingkuhan dimana Ham mengebiri atau memperkosa ayahnya, hingga Nuh marah dan mengutuknya. Sejak Ham melakukan tindakan ini, tidak mungkin ada anak Nuh yang lain setelahnya. Kutukan Nuh telah membuat anak-anak Ham (Kanaan) menjadi budak yang melayani kedua saudaranya. Para rabi kuno beranggapan bahwa mungkin Ham mencabuli ayahnya dan tidak mengebiri, meskipun mereka tidak yakin mengapa perilaku ini mengakibatkan kutukan Kanaan.
Dalam pemahaman orang-orang Kristen kuno, menurut mereka bahwa dosa Ham tidak begitu besar karena tidak menghormati ayahnya. Ham menertawakan ayahnya tanpa busana dan mengolok-olok ayahnya di depan umum. Pendapat para uskup abdak ke-4 M mengatakan, ketika Nuh mabuk anggur, dia diejek, asumsi ini mengisyaratkan hal yang sama seperti Kristus (Isa) yang dicerca. Ham membuka aibnya sendiri karena tertawa saat melihat ayahnya telanjang, tetapi kedua saudaranya menerima karunia berkat karena menghormati ayah mereka. Pemahaman ini menitik beratkan pada adab, dimana kedua saudara Ham jauh lebih mengerti tentang makna utusan Tuhan.
Sebaliknya, pembaca kontemporer lebih sering terbujuk teori yang mengatakan bahwa Ham mengalami pelecehan seksual. Mereka berpendapat bahwa Ham terlibat hubungan sedarah. Penafsiran ini berdasarkan ungkapan Ibrani dalam konteks Alkitab lainnya disebutkan 'melihat ketelanjangan ayahnya'. Ketelanjangan yang dimaksud merupakan kata-kata halus untuk menyebutkan aktivitas seksual terlarang, dimana orang-orang Israel diperintahkan untuk tidak mengungkap aurat (aib) keluarganya, tersebut dalam Kitab Imamat (Leviticus 18: 6-8):
Tak satu pun dari kalian akan mendekati orang terdekat dari kerabat untuk mengungkap auratnya: Akulah Tuhan. Kau tidak akan mengungkap aurat ayahmu, yang merupakan aurat ibumu... kau tidak akan mengungkap aurat isteri ayahmu; itu adalah aurat ayahmu...
Dalam Kitab Imamat, aktivitas seksual yang tidak pantas diidentifikasi 'ketelanjangan' menggambarkan inces (hubungan sedarah). Jika seorang pria mengambil adiknya, putri ayahnya atau anak ibunya, dan melihat dirinya dalam 'ketelanjangan', dan dia sebenarnya melihat ketelanjangannya, itu merupakan aib, dan mereka harus disingkirkan. Dengan melihat atau mengungkap salah satu aurat, juga merupakan 'ketelanjangan seorang istri', ketelanjangan ibu dimiliki ayah dan bukan milik seorang anak.
Penafsiran lain, bahwa bahwa Ham terlibat hubungan sedarah tidak dengan ayahnya, tetapi dengan ibunya. Aurat seorang ibu yang diidentifikasi sebagai ketelanjangan seorang ayah. Bahwa hubungan Ham dengan ibunya telah mempermalukan atau menelanjangi ayahnya. Nuh mabuk dan tersadar, kemudian mengutuk keturunan Ham (Kanaan), seperti Yhwh (Yahweh) mengutuk keturunan Daud dan perzinahan Batsyeba yang menyebabkan kematian anak pertama mereka.
Siapakah Keturunan Ham, Kanaan?
Sebuah peta pernah digambarkan Charles Monin, map itu menggambarkan perjalanan Nuh di Eropa dan keturunannya menyebar di dunia, Sam menyebar diwilayah yang bergaris merah. Keturunan Yafet tersebar diwilayah bergaris hijau, dan keturunan Ham tersebar diwilayah bergaris biru. Tapi menurut Mathisen, peta ini berdasarkan hermeneutika literalis sesat yang akan menimbulkan kesalahan pemahaman dimasa mendatang.
Menurut David Mathisen tentang fakta bahwa Sam, Ham dan Yafet, adalah penggambaran tokoh dari langit dan bukan manusia dalam sejarah literal. Salah satu bukti terlihat dalam kitab suci yang menyebutkan bahwa manusia keturunan dari makhluk yang hidup dari luar Bumi. Maka ajaran ini menyiratkan bahwa manusia terhubung dengan langit dan bintang, dan ekstensi manusia terhubung ke semua alam semesta.
Dengan kata lain, bahwa setiap manusia pernah berada di 'alam semesta kecil' yang berisi seluruh alam semesta. Hal ini terlihat dalam ucapan 'Namaste' serta kata-kata kuno dan isyarat tangan (yang memohon) ketika mengucapkan kata 'Amin'.
Jika teks dan naskah suci mengatakan bahwa semua manusia berasal dari 'bintang' atau dari alam yang jauh dari luar Bumi, maka secara metaforis mengajarkan sesuatu tentang kosmologi alam semesta dan tentang keberadaan manusia itu sendiri. Dapat juga diartikan, untuk mengajarkan keberadaan dunia roh dari mana manusia dan segala sesuatu materi di dunia telah diproyeksikan (dengan cara apapun dan tak mampu dijelaskan). Setiap orang, makhluk hidup laun dan alam materi, yang pernah kita temui setiap saat mengandung unsur 'percikan ilahi'. Apa yang disebutkan Mathisen, secara tak langsung mengatakan bahwa Tuhan sedang mengawasi setiap pergerakan dan perbuatan manusia tanpa terlewatkan sedikitpun, konsep yang hampir sama seperti sufisme.
Konsep ini juga sudah dimulai sejak abad ke-7 M yang ditulis oleh beberapa penulis muslim yang menggambarkan budaya perbudakan Afrika berkulit hitam. Kutukan Ham ditafsirkan dengan kegelapan dan perbudakan yang didasarkan pada mitos. Menurut Muhammad bin Jarir al-Tabari, Ibnu Khaldun, dan kitab Zanj, semua berpandangan bahwa efek dari kutukan Nuh pada keturunan Ham termasuk kegelapan, perbudakan, dan persyaratannya menegaskan bahwa rambut tidak tumbuh melewati telinga.
Semua ini ditulis penulis muslim walaupun fakta sejarah tentang Nuh mabuk tidak ditemukan dalam Quran, literatur Islam menyatakan bahwa Nuh merupakan nabi Allah yang sempurna. Sementara penafsiran pada umumnya merujuk pada keturunan Ham dipertahankan dalam literatur Yudaisme, terutama karena keturunan Ham terletak di benua Afrika yaitu, Misraim ayah orang Mesir, Cush orang Etiopia, dan Phut di Libya.
Apa makna dari mabuk dan 'ketelanjangan' yang dialami Nuh? Dari teks dan naskah yang mungkin bisa diterima dan dipahami, apakah mungkin seorang utusan Allah mabuk berat tanpa menggunakan pakaian? Penggunaan kosa kata ini sangat mendalam, mabuk diinterpretasikan seperti halnya pemahaman 'Musa tak sadarkan diri'. Ketika Nuh mengeluarkan perkataan Tuhan dan mengutuk perbuatan Ham yang sudah dianggap berdosa dan tidak lebih beradap dari kedua saudaranya, sehingga sastra menuliskan 'Nuh mabuk' sebagai ungkapan yang tidak bisa dikendalikan Nuh. Metafora ini menggambarkan Nuh telah menerima aib (ketelanjangan) dengan mengutuk Ham, jadi sebenarnya dia tidak telanjang seperti penafsiran literal pada umumnya.
No comments:
Post a Comment