Untuk mengetahu asal usul Yahudi tidak bisa terlepas dari keharusan untuk mengetahui tokoh Ibrahim yang dalam hal ini dipandang sebagai nenek moyang tiga agama monotheistik dan semitik, Yahudi, Kristen dan Islam.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Ibrahim tampil dalam pentas sejarah sekitar 3.700 tahun yang lalu. Ia berasal dari Babylonia, anak seorang pemahat patung istana yang bernama Azar "atau Terach dalam Kitab Madrash yang ditulis para rabii pemula".
Sejak usia bocah Ibrahim sudah menampilkan cara berfikir tajam dan kritis. Suatu saat ia melihat hal yang tidak sesuai dengan akal sehatnya, ayahnya memahat batu dan setelah selesai menjadi patung sang ayah lalu menyembahnya.
Ibrahim memberontak yang berakibat ia harus dihukum bakar, tapi berhasil diselamatkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia kemudian lari atau hijrah ke arah Barat, tepatnya ke daerah Kanaan, yaitu Palestina selatan. Karena daerah ini mengalami wabah paceklik, ia pergi ke Mesir bersama istrinya, Sarah dan menetap di sana sementara waktu.
Keberadaan Ibrahim sangat mengesankan Firoun, raja Mesir, ia menerima hadiah seorang wanita budak yang cantik yang bernama Hajar. Lalu ia pulang kembali ke Kanaan; sebab usianya bertambah lanjut, ia sangat mendambakan seorang keturunan.
Ia-pun berdoa memohon kepada Tuhan agar diberi keturunan untuk meneruskan misi kemanusiaan. Istrinya, Sarah berbaik hati dan mengijinkan Ibrahim mengawini budak perempuan mereka asal Mesir, Hajar. Dari Hajar ia dikaruniai seorang putra yang bernama Ismael (Ismail), yang dalam bahasa Ibrani berarti Tuhan telah mendengar, yakni telah mendengar doa Ibrahim yang memohon keturunan.
Ibrahim sangat mencintai Ismail dan ibunya, Hajar, sehingga menimbulkan perasaan tidak senang pada istri pertamanya, Sarah. Maka Sarah meminta Ibrahim untuk membawa Ismail dan ibunya keluar dari rumah tangga mereka. Ibrahim diberi petunjuk Tuhan dengan bimbingan malaikat-Nya agar membawa anak dan istrinya ke arah selatan dari Kanaan, sampai ke suatu lembah yang tandus dan gersang, tiada tumbuhan, yaitu Makkah.
Setelah tiba di lembah tandus itu sesuai dengan petunjuk Tuhan lagi, Ibrahim kembali ke Kanaan, tapi sekali waktu ia menyempatkan diri menjenguk Ismail di Makkah sampai anaknya itu mencapai usia dewasa. Sementara Ibrahim bersama Sarah tinggal di Kanaan, dan terkadang pergi ke Makkah untuk melaksanakan perintah Tuhan (Haji).
Dengan ijin dan kekuasaan Tuhan mereka dikaruniai seorang putra, Ishaq, yang juga menjadi Nabi dan Rasul Allah untuk mengemban tugas mengajari umat tentang faham tauhid, dan mempertahankan ajaran itu sampai akhir jaman.
Malahan sebagai rahmat Allah kepada Ibrahim, dari keturunan Ishaq banyak lahir para Nabi dan Rasul Allah. Ishaq dianugerahi Tuhan seorang anak bernama Yaqub yang digelari Israel, yang dalam bahasa Ibrani berarti "Hamba Allah" jadi identik dengan arti Abd Allah dalam Bahasa Arab, konon karena ia rajin beribadah menghambakan diri kepada Allah.
Anak turun Nabi Yaqub atau Israel ini berkembang biak, dan menjadi nenek moyang bangsa Yahudi, yang juga disebut Bani Israel (anak turun Israel).
Anak-anak Yaqub berjumlah dua belas orang, sepuluh orang dari istri pertama, dua orang lagi dari istri kedua, yaitu Yusuf dan Benyamin. Sepuluh anak Yaqub itu ialah Rubin, Simon, Lewi, Yahuda, Zebulon, Isakhar Dan, Gad, Asyar dan Naftali.
Karena berbagai kelebihan Yusuf, Yaqub sangat menyintai anaknya itu melebihi cintanya kepada anak-anaknya yang lain, dan hal ini mengundang rasa tidak enak pasa saudara-saudara tuanya dari istri pertama.
Lalu mereka bersekongkol untuk menyingkirkan Yusuf, tapi berkat lindungan Tuhan Yusuf bisa selamat. Yusuflah yang secara tidak langsung membawa Yaqub beserta seluruh keluarganya pindah ke Mesir, yang menjadi pusat peradaban dunia waktu itu.
Di Mesir inilah sebenarnya keturunan Yaqub atau Israel itu berkembang biak melalui anak-anaknya yang dua belas. Maka dari sinilah sebetulnya asal mula Bani Israel atau Bangsa Yahudi itu terbagi menjadi dua belas suku. Tapi Firoun yang dzalim itu merasa tidak senang terhadap keturunan Yaqub. Apalagi sebagian dari keturunan Yaqub itu menganut agama Taurat atau Monotheisme yang berlawanan dengan agama Mesir yang Mushrik atau Politheistik.
Nabi Dawud sebagai raja kerajaan Judea Samaria digantikan oleh anaknya, Nabi Sulaiman. Di bawah pimpinan Sulaiman bangsa Yahudi, anak turun Israel atau Nabi Yaqub ini mengalami jaman keemasan. Yerussalem dibangun dan pada dataran di atas bukit Zion yang menjadi pusat kota itu, didirikan pula tempat ibadah yang megah.
Orang Arab menyebutnya Haikal Sulaiman (Kuil Sulaiman, Solomon Temple), yang juga disebut al-Masjid al-Aqsa, "Masjid yang jauh dari Makkah". Sebagaimana kota Yerussalem, tempat masjid itu di kenal orang Arab sebagai al-Quds atau Bait al-Maqdis, Bait al-Muqoddas, yang semuanya berarti kota atau tempat suci.
Sayang, anak turun Nabi Yaqub itu terkenal sombong dan suka memberontak. Ini membangkitkan murka Tuhan yang pada gilirannya mereka harus menerima azab-Nya. Al-Quran sendiri menggambarkan betapa Bani Israel itu membuat kerusakan di bumi, berlaku angkuh, chauvinis, merasa paling unggul dan paling benar sendiri.
Peristiwa ini terjadi sekitar tujuh abad sebelum masehi, ketika bangsa Babilonia dipimpin Nebukadnezar datang menyerbu Yerussalen dan menghancurkan kota itu termasuk masjid Aqsa-nya.
Berkat pertolongan dan kebesaran Tuhan, bangsa Bani Israel bisa kembali lagi ke tanah Yerussalem. Tapi sekali lagi mereka bersikat congkak dan membuat kerusakan di muka bumi, maka Allah-pun menurunkan siksa-Nya untuk kedua kali pada tahun tujuh puluh masehi, karena dosa mereka menolak kerasulan Nabi Isa al-Masih dan menyiksa para pengikutnya.
Ini bisa dibuktikan ketika kaisar Titus dari Roma meratakan Yerussalem dengan tanah, dan menghancurkan lagi masjid Aqsa yang mereka bangun. Dari bangunan itu tidak ada yang tersisa kecuali Tembok Ratap (tempat orang-orang Yahudi meratapi nasib mereka). Akibat dosa itu orang Yahudi mengalami diaspora, mengembara di bumi terlunta-lunta sebab tidak bertanah air, dan hidup miskin di Geto-geto. Bangunan yang hancur itu dibangun kembali oleh umat Islam dan diwarisinya sampai sekarang.
Yerussalem jatuh ke tangan Arab Muslim pada jaman Umar bin Khattab. Ketika datang ke sana untuk menerima penyerahan kota itu, ia merasa kecewa sekali melihat tempat masjid Aqsa telah dijadikan pembuangan sampah oleh umat Nasrani yang ingin melecehkan agama Yahudi.
Umar beserta tentara Islam membersihkan tempat itu, menjadikan tempat salat dan mendirikan masjid sederhana. Masjid Umar itu diperbaharui menjadi bangunan megah oleh khalifah Abd al-Malik bin Marwan dari Bani Umayyah.
Kisah perjalanan Nabi Ibrahim dan anak cucunya ini dikedepankan dengan maksud untuk menyadarkan kita semua betapa tokoh yang disebut sebagai imam umat manusia ini mempunyai kaitan erat dengan agama Islam.
Dari Isa itu tampak bahwa antara Makkah dan Yerussalem ada hubungan yang sangat erat terutama hubungan antara agama Yahudi, Kristen dan Islam.
Menurut Nabi Muhammad, ada tiga kota suci yang dianjurkan kepada kaum Muslimin untuk mengunjunginya yaitu Makkah dengan masjid Haramnya, Madinah dengan masjid Nabawinya dan Yerussalem dengan masjid Aqsanya.
Karena itu ketika Nabi melakukan shalat yang harus menghadap Yerussalem sewaktu masih di Makkah, ia memilih tempat di sebelah selatan Kabah agar bisa menghadap ke Kabah sekaligus ke Sakhrah di Yerussalem.
Tetapi ketika pindah ke Madinah, ia tidak bisa melakukan hal itu sebab Madinah terletak di sebelah utara Makkah. Maka Nabipun mohon perkenan Tuhan untuk pindah kiblat dari Yerussalem ke Makkah. Perpindahan ini mengisyaratkan makna yang amat dalam bahwa Nabi mengajarkan dan mengajak manusia kembali ke agama Nabi Ibrahim yang asli, yang disimbulkan oleh Kabah sebagai peninggalannya yang terpenting.
Agama Nabi Ibrahim yang asli itu biasa disebut Agama Hanafiyah, dan Ibrahim adalah seorang yang hanif, yang artinya bersemangat kebenaran, dan Muslim yang berarti bersemangat pasrah dan taat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Maka ketika Rasul Allah terlibat polemik dengan para penganut Agama Yahudi yang muncul melalui kerasulan Musa sekitar lima abad sesudah Nabi Ibrahim, dan penganut Agama Nasrani yang muncul sekitar tiga belas abad setelah Nabi yang sama, wahyu Tuhan kepada Muhammad menegaskan bahwa Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang yang hanif dan muslim.
Nabi dan para pengikutnya diperintahkan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim yang hanif itu. Berkaitan dengan kesinambungan agam Ibrahim yang hanif itu, Tuhan sudah wanti-wanti kepada Nabi untuk menjaga keutuhan agama itu, tidak terpecah belah didalamnya, yaitu agama yang telah diwahyukan kepada Nabi Ibrahim, Musa dan Isa.
No comments:
Post a Comment