Yudaisme arus utama menolak gagasan bahwa Yesus adalah Allah, atau seorang perantara dengan Allah, ataupun bagian dari Trinitas. Mereka berkeyakinan bahwa Yesus bukanlah Mesias, dengan alasan bahwa Yesus tidak memenuhi nubuat Mesianik yang tertulis di dalam Tanakh dan juga tidak memenuhi kualifikasi personal Mesias. Menurut tradisi Yahudi, tidak ada nabi lagi setelah Maleakhi, yang menyampaikan nubuat-nubuatnya pada abad ke-5 SM.
Kritik Yahudi seputar Yesus telah ada sejak dahulu. Talmud, yang ditulis dan disusun dari abad ke-3 hingga ke-5 M, memuat kisah-kisah yang sejak abad pertengahan telah dianggap sebagai laporan-laporan yang memfitnah Yesus. Dalam salah satu kisah, Yeshu ha-nozri ("Yesus orang Kristen"), seorang murtad sundal, dieksekusi oleh pengadilan tinggi Yahudi karena menyebarluaskan penyembahan berhala dan mempraktikkan sihir. Mayoritas sejarawan masa kini menganggap materi ini tidak memberikan satu pun informasi mengenai Yesus historis. Mishneh Torah, suatu karya hukum Yahudi dari abad ke-12 yang ditulis oleh Moses Maimonides, menyatakan bahwa Yesus adalah suatu "batu sandungan" yang membuat "mayoritas dunia ini berbuat salah dan melayani seorang allah selain Tuhan".
Islam
Sebagai salah satu figur penting dalam Islam, Yesus (umumnya ditransliterasi sebagai ʾĪsā) dipandang sebagai salah seorang utusan Tuhan (Allah) dan Mesias (al-Masih) yang diutus untuk membimbing Kaum Keturunan Israel (Bani Isra'il) dengan suatu kitab suci baru, yaitu Injil. Kaum Muslim menganggap kitab-kitab injil dalam Perjanjian Baru tidak autentik, serta meyakini bahwa pesan asli Yesus telah diubah atau hilang dan bahwa Muhammad datang kemudian untuk memulihkannya. Keyakinan akan Yesus (dan semua utusan Allah yang lain) adalah salah satu syarat untuk menjadi seorang Muslim. Al-Qur'an menyebutkan nama Yesus sebanyak 25 kali lebih sering daripada Muhammad dan menekankan bahwa Yesus adalah seorang manusia fana yang, sebagaimana semua nabi lainnya, telah dipilih secara ilahiah untuk menyebarluaskan pesan Allah. Al-Qur'an mengakui kelahiran Yesus dari perawan, namun Yesus tidak dianggap sebagai penjelmaan ataupun putra Allah. Teks-teks keislaman menekankan suatu keyakinan yang sangat ketat akan monoteisme (tauhid) dan melarang pertalian sekutu dengan Allah, yang adalah pemberhalaan. Al-Qur'an menyatakan bahwa Yesus sendiri tidak pernah mengklaim ketuhanan atau keilahian, dan memprediksi bahwa saat Pengadilan Terakhir, Yesus akan menyangkal pernah membuat klaim seperti itu (Quran 5:116). Seperti halnya semua nabi dalam Islam, Yesus dianggap sebagai seorang Muslim.
Al-Qur'an menguraikan pemberitaan kabar gembira kepada Maria (Maryam) oleh seorang malaikat bahwa ia akan melahirkan Yesus sementara ia tetap seorang perawan. Kelahiran dari perawan disebut sebagai suatu mukjizat yang terjadi karena kehendak Allah. Al-Qur'an (21:91 dan 66:12) menyatakan bahwa Allah meniupkan Roh-Nya ke Maria sementara ia tetap suci. Yesus disebut "Roh dari Allah" karena ia terlahir melalui perbuatan dari Roh, tetapi keyakinan tersebut tidak diartikan sebagai pra eksistensinya.
Untuk mendukung pelayanannya kepada orang-orang Yahudi, Yesus diberikan kemampuan untuk melakukan mukjizat dengan izin Allah dan bukan dengan kuasanya sendiri. Melalui pelayanannya, Yesus dipandang sebagai seorang pendahulu Muhammad. Menurut Al-Qur'an, Yesus tidak disalibkan tetapi sekadar dibuat terlihat seperti demikian oleh Allah untuk kaum yang tidak percaya, sementara Allah mengangkat Yesus secara jasmani ke dalam surga. Bagi kaum Muslim, kenaikan tersebut lebih merupakan suatu peristiwa besar dalam kehidupan Yesus daripada penyaliban. Kebanyakan kaum Muslim meyakini bahwa Yesus akan kembali ke bumi pada akhir zaman dan mengalahkan Antikristus (ad-Dajjal) dengan membunuhnya di kota Lud.
Jemaat Muslim Ahmadiyah memiliki beberapa ajaran berbeda mengenai Yesus. Kaum Ahmadi meyakini bahwa Yesus adalah seorang manusia fana yang selamat dari penyalibannya dan meninggal dunia secara wajar pada usia 120 tahun di Kashmir, India dan dikuburkan di Roza Bal.
Bahá'í
Ajaran-ajaran Baha'i memandang Yesus sebagai manifestasi Allah, suatu konsep Bahá'í tentang para nabi perantara antara Allah dengan manusia, berfungsi sebagai utusan serta mencerminkan kualitas dan sifat Allah. Konsep Bahá'í menekankan kualitas-kualitas bersama kemanusiaan dan keilahian; karena itu mirip dengan konsep Kristen mengenai penjelmaan (inkarnasi). Pemikiran Bahá'í menerima Yesus sebagai Putra Allah. Dalam pemikiran Bahá'í, Yesus adalah penjelmaan sempurna dari sifat-sifat Allah, tetapi ajaran-ajaran Bahá'í menolak gagasan bahwa "esensi yang tak terlukiskan" dari Keilahian terkandung di dalam suatu tubuh tunggal manusia karena keyakinan-keyakinan mereka berkenaan "kemahahadiran dan transendensi esensi Allah".
Bahá'u'lláh, pendiri Kepercayaan Bahá'í, menuliskan bahwa karena setiap perwujudan atau manifestasi Allah memiliki sifat-sifat ilahi yang sama maka dapat dipandang sebagai "kembalinya" secara rohani semua manifestasi Allah yang sebelumnya, dan timbulnya setiap manifestasi baru Allah meresmikan suatu agama yang menggantikan agama sebelumnya. Konsep tersebut dikenal sebagai wahyu progresif. Kaum Bahá'í meyakini bahwa rencana Allah terungkap secara bertahap melalui proses ini seiring dengan kematangan umat manusia, dan bahwa beberapa manifestasi sampai pada pemenuhan spesifik dari misi-misi yang sebelumnya. Dengan demikian, kaum Bahá'í meyakini bahwa Bahá'u'lláh adalah kembalinya Kristus sebagaimana dijanjikannya. Ajaran-ajaran Bahá'í mengonfirmasi banyak aspek mengenai Yesus, namun tidak semua, seperti yang digambarkan dalam kitab-kitab injil. Kaum Bahá'í percaya akan kelahiran dari perawan dan Penyaliban, tetapi melihat Kebangkitan dan mukjizat-mukjizat Yesus sebagai hal simbolis.
Dalam Gnostisisme Kristen (sekarang merupakan gerakan keagamaan yang telah hampir punah), Yesus diutus dari alam ilahi dan memberikan pengetahuan rahasia (gnosis) yang diperlukan untuk keselamatan. Sebagian besar kaum Gnostik percaya bahwa Yesus adalah seorang manusia yang dirasuki oleh roh "Kristus" pada saat pembaptisannya. Roh tersebut meninggalkan tubuh Yesus pada saat penyaliban, namun bergabung dengannya lagi ketika ia dibangkitkan dari kematian. Namun beberapa kaum Gnostik merupakan doketis yang mempercayai bahwa Yesus tidak memiliki tubuh jasmani, tetapi hanya tampak seolah-olah memilikinya. Manikeisme, salah satu sekte Gnostik, menganggap Yesus sebagai seorang nabi, di samping mengagumi Buddha Gautama dan Zoroaster.
Beberapa penganut Hindu menganggap Yesus sebagai awatara atau seorang sadhu serta menekankan kemiripan antara ajaran-ajaran Kresna dan Yesus. Paramahansa Yogananda, seorang guru India, mengajarkan bahwa Yesus adalah reinkarnasi dari Elisa dan seorang murid dari Yohanes Pembaptis, reinkarnasi dari Elia. Beberapa kaum Buddhis, termasuk Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14, memandang Yesus sebagai seorang bodisatwa yang mendedikasikan hidupnya untuk kesejahteraan masyarakat. Para penganut agama Cao Đài memuja Yesus sebagai seorang pengajar agama besar. Ia disingkapkan pada saat komunikasi dengan Sosok-Sosok Ilahi sebagai roh dari Sosok Tertinggi mereka (Allah Bapa) bersama dengan pengajar dan pendiri agama besar lainnya seperti Buddha Gautama, Laozi, dan Kong Hu Cu. Gerakan Zaman Baru memiliki berbagai pandangan mengenai Yesus. Kaum Teosofis, yang merupakan asal mula banyak ajaran Zaman Baru, menyebut Yesus sebagai Master Yesus dan percaya bahwa Kristus, setelah berbagai inkarnasi, merasuki tubuh Yesus. Kaum Scientologis mengakui Yesus (bersama dengan figur keagamaan lainnya seperti Zoroaster, Muhammad, dan Buddha) sebagai bagian dari "warisan keagamaan" mereka. Kaum Ateis menyangkal keilahian Yesus, namun tidak semuanya memegang pandangan negatif terhadapnya; Richard Dawkins, contohnya, menyebut Yesus sebagai "seorang guru moral besar", sementara menyatakan dalam bukunya The God Delusion bahwa Yesus patut dipuji karena ia tidak memberikan ajaran-ajaran etikanya dari ayat-ayat kitab suci.
Yesus juga memiliki para penentang, baik di masa lalu maupun saat ini. Kritikus-kritikus awal Yesus dan Kekristenan meliputi Celsus pada abad kedua dan Porfirio pada abad ketiga. Pada abad ke-19, Nietzsche sangat mengkritik Yesus, yang ajaran-ajarannya ia anggap sebagai "antikodrat" dalam perlakuan mereka terhadap topik-topik seperti seksualitas. Kritikus modern lainnya yang terkenal misalnya Sita Ram Goel, Christopher Hitchens, Bertrand Russell, dan Dayananda Saraswati. Pada abad ke-20, Russell menulis dalam Why I Am Not a Christian bahwa Yesus "tidak begitu bijaksana sebagaimana beberapa tokoh lainnya, dan tentu saja Ia tidaklah bijaksana secara superlatif". Russell menyebut sifat pendendam Yesus merupakan suatu cacat dalam karakter moralnya dalam hal Yesus menurut Injil meyakini adanya hukuman kekal di neraka, yang Russell rasakan tidak ada satupun orang yang "benar-benar humanis secara mendalam dapat mempercayainya". Russell juga mengemukakan pengulangan sikap "amarah balas dendam terhadap orang-orang yang tidak mau mendengarkan khotbah-Nya" yang ia rasakan "mengurangi keunggulan superlatif".
Penggambaran
Beberapa penggambaran yang paling awal mengenai Yesus di gereja Dura-Europos secara tegas ditarikhkan sebelum tahun 256. Setelah itu, kendati kekurangan referensi kitab suci ataupun catatan sejarah, sejumlah besar penggambaran Yesus muncul pada dua milenium terakhir yang seringkali dipengaruhi oleh latar belakang budaya, keadaan politik, dan konteks teologis. Sebagaimana dalam seni rupa Kekristenan awal lainnya, penggambaran-penggambaran paling awal berasal dari akhir abad kedua atau awal abad ketiga, dan gambar-gambar yang masih ada hingga sekarang utamanya ditemukan di Katakomba Roma.
Penggambaran Yesus dalam rupa gambar sangat kontroversial pada masa Gereja perdana. Sejak abad ke-5 dan seterusnya, ikon-ikon bercat dalam bentuk datar menjadi populer dalam Gereja Timur. Ikonoklasme Bizantium menjadi penghalang perkembangannya di dunia Timur, namun pada abad kesembilan seni rupa tersebut diijinkan kembali. Transfigurasi merupakan salah satu tema utama dalam seni rupa Kristen Timur, dan setiap rahib Ortodoks Timur yang telah terlatih dalam melukis ikon harus dapat membuktikan keahliannya dengan cara melukis suatu ikon yang menggambarkan peristiwa tersebut. Ikon-ikon menerima tanda-tanda penghormatan eksternal, seperti ciuman dan sujud, serta dipandang sebagai saluran rahmat ilahi yang memiliki kuasa.
Sebelum Reformasi Protestan, crucifix (umumnya disebut "salib" saja) merupakan hal umum dalam Kekristenan Barat. Crucifix merupakan suatu model salib yang terdapat tubuh Yesus tersalib, menjadi ornamen utama altar pada abad ke-13 yang penggunaannya telah nyaris universal di dalam bangunan-bangunan gereja Katolik Roma sampai masa sekarang.
Yesus ditampilkan sebagai seorang bayi dalam sebuah palungan (tempat pakan ternak) di kandang atau gua Natal yang menggambarkan adegan Kelahiran. Ia biasanya disandingkan dengan Maria, Yusuf, berbagai hewan, para gembala, para malaikat, dan orang-orang Majus. Fransiskus dari Asisi (1181/82–1226) dianggap sebagai orang yang mempopulerkan gua Natal, meskipun ia kemungkinan tidak memprakarsainya. Gua Natal mencapai puncak ketenarannya pada abad ke-17 dan ke-18 di selatan Eropa.
Masa Renaisans melahirkan sejumlah seniman yang berfokus pada penggambaran Yesus; Fra Angelico dan seniman lainnya mengikuti Giotto dalam hal pengembangan sistematis gambar-gambar yang tidak memiliki banyak detail.
Reformasi Protestan membawa pembaruan perlawanan terhadap penggambaran, namun pelarangan secara total sangatlah jarang, dan keberatan Protestan terhadap gambar-gambar cenderung menurun sejak abad ke-16. Meskipun gambar-gambar besar umumnya dihindari, beberapa kalangan Protestan saat ini berkeberatan atas ilustrasi-ilustrasi buku yang menggambarkan Yesus.
Penggunaan penggambaran Yesus dianjurkan oleh para pemimpin denominasi seperti Anglikan dan Katolik serta merupakan suatu elemen utama dalam tradisi Ortodoks Timur.
Penghancuran total yang terjadi saat pengepungan Yerusalem oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi menyebabkan langkanya peninggalan dari Yudea abad pertama dan nyaris tidak ada catatan langsung yang terselamatkan mengenai sejarah Yudaisme dari paruh akhir abad pertama sampai abad kedua. Margaret M. Mitchell menuliskan bahwa meskipun Eusebius melaporkan (Sejarah Gereja III 5.3) kalau kaum Kristen awal meninggalkan Yerusalem menuju Pella sesaat sebelum Yerusalem akhirnya diisolasi, perlu diakui bahwa tidak ada peninggalan Kristen tangan pertama dari Gereja Yerusalem awal yang terselamatkan. Namun, sepanjang sejarah Kekristenan, sejumlah relikui yang dikaitkan dengan Yesus telah diklaim meskipun terdapat keraguan-keraguan atasnya. Erasmus, seorang teolog Katolik abad ke-16, menulis secara sinis mengenai maraknya relikui-relikui dan sejumlah bangunan kayu yang diklaim terbuat dari salib yang digunakan dalam Penyaliban. Demikian pula, sementara para ahli memperdebatkan apakah Yesus disalibkan dengan tiga atau empat paku, setidaknya tiga puluh paku suci tetap dihormati di seluruh Eropa sebagai relikui.
Beberapa relikui, seperti peninggalan yang diklaim sebagai Mahkota Duri, hanya dikunjungi peziarah dalam jumlah sedang, sedangkan Kain Kafan Turin (yang dikaitkan dengan devosi Katolik yang telah disetujui terhadap Wajah Kudus Yesus) telah dikunjungi oleh jutaan peziarah, termasuk Paus Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI. Tidak ada konsensus keilmuan yang mendukung keaslian relikui apapun yang dikaitkan dengan Yesus.
No comments:
Post a Comment