Imigrasi dalam skala besar, dikenal sebagai Aliyah Pertama (Bahasa Ibrani: עלייה), dimulai pada tahun 1881, yakni pada saat orang-orang Yahudi melarikan diri dari pogrom di Eropa Timur. Manakala gerakan Zionisme telah ada sejak dahulu kala, Theodor Herzl merupakan orang Yahudi pertama yang mendirikan gerakan politik Zionisme, yakni gerakan yang bertujuan mendirikan negara Yahudi di Tanah Israel. Pada tahun 1896, Herzl menerbitkan buku Der Judenstaat (Negara Yahudi), memaparkan visinya tentang negara masa depan Yahudi; Tahun berikutnya ia kemudian mengetuai Kongres Zionis Sedunia pertama.
Aliyah Kedua (1904–1914) dimulai setelah terjadinya pogrom Kishinev. Sekitar 40.000 orang Yahudi kemudian berpindah ke Palestina. Baik gelombang pertama dan kedua migrasi tersebut utamanya adalah Yahudi Ortodoks, namun pada Aliyah Kedua ini juga meliputi pelopor-pelopor gerakan kibbutz. Selama Perang Dunia I, Menteri Luar Negeri Britania Arthur Balfour mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour, yaitu deklarasi yang mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Atas permintaan Edwin Samuel Montagu dan Lord Curzon, disisipkan pula pernyataan "it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by Jews in any other country". Legiun Yahudi, sekelompok batalion yang terdiri dari sukarelawan-sukarelawan Zionis, kemudian membantu Britania menaklukkan Palestina. Oposisi Arab terhadap rencana ini berujung pada Kerusuhan Palestina 1920 dan pembentukan organisasi Yahudi yang dikenal sebagai Haganah (dalam Bahasa Ibrani artinya "Pertahanan").
Pada tahun 1922, Liga Bangsa-Bangsa mempercayakan mandat atas Palestina kepada Britania Raya. Populasi wilayah ini pada saat itu secara dominan merupakan Arab Muslim, sedangkan pada wilayah perkotaan seperti Yerusalem, secara dominan merupakan Yahudi.
Imigrasi Yahudi berlanjut dengan Aliyah Ketiga (1919–1923) dan Aliyah Keempat (1924–1929), secara keseluruhan membawa 100.000 orang Yahudi ke Palestina. Setelah terjadinya kerusuhan Jaffa, Britania membatasi imigrasi Yahudi, dan wilayah yang ditujukan sebagai negara Yahudi dialokasikan di Transyordania. Meningkatnya gerakan Nazi pada tahun 1930 menyebabkan Aliyah kelima (1929-1939) dengan masukknya seperempat juta orang Yahudi ke Palestina. Gelombang masuknya Yahudi secara besar-besaran ini menimbulkan Pemberontakan Arab di Palestina 1936-1939, memaksa Britania membatasi imigrasi dengan mengeluarkan Buku Putih 1939. Sebagai reaksi atas penolakan negara-negara di dunia yang menolak menerima pengungsi Yahudi yang melarikan diri dari Holocaust, dibentuklah gerakan bawah tanah yang dikenal sebagai Aliyah Bet yang bertujuan untuk membawa orang-orang Yahudi ke Palestina. Pada akhir Perang Dunia II, jumlah populasi orang Yahudi telah mencapai 33% populasi Palestina, meningkat drastis dari sebelumnya yang hanya 11% pada tahun 1922.
Kemerdekaan dan tahun-tahun pertama
David Ben-Gurion memproklamasikan kemerdekaan Israel dari Britania Raya pada 14 Mei 1948 di bawah potret Theodor Herzl
Setelah 1945, Britania Raya menjadi terlibat dalam konflik kekerasan dengan Yahudi. Pada tahun 1947, pemerintah Britania menarik diri dari Mandat Palestina, menyatakan bahwa Britania tidak dapat mencapai solusi yang diterima baik oleh orang Arab maupun Yahudi. Badan PBB yang baru saja dibentuk kemudian menyetujui Rencana Pembagian PBB (Resolusi Majelis Umum PBB 18) pada 29 November 1947. Rencana pembagian ini membagi Palestina menjadi dua negara, satu negara Arab, dan satu negara Yahudi. Yerusalem ditujukan sebagai kota Internasional – corpus separatum – yang diadministrasi oleh PBB untuk menghindari konflik status kota tersebut. Komunitas Yahudi menerima rencana tersebut, tetapi Liga Arab dan Komite Tinggi Arab menolaknya atas alasan kaum Yahudi mendapat 55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di daerah ini. Pada 1 Desember 1947, Komite Tinggi Arab mendeklarasikan pemogokan selama 3 hari, dan kelompok-kelompok Arab mulai menyerang target-target Yahudi. Perang saudara dimulai ketika kaum Yahudi yang mula-mulanya bersifat defensif perlahan-lahan menjadi ofensif. Ekonomi warga Arab-Palestina runtuh dan sekitar 250.000 warga Arab-Palestina diusir ataupun melarikan diri.
Pada 14 Mei 1948, sehari sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi memproklamasikan kemerdekaan dan menamakan negara yang didirikan tersebut sebagai "Israel". Sehari kemudian, gabungan lima negara Arab – Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon dan Irak –menyerang Israel, menimbulkan Perang Arab-Israel 1948. Maroko, Sudan, Yemen dan Arab Saudi juga membantu mengirimkan pasukan. Setelah satu tahun pertempuran, genjatan senjata dideklarasikan dan batas wilayah sementara yang dikenal sebagai Garis Hijau ditentukan. Yordania kemudian menganeksasi wilayah yang dikenal sebagai Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sedangkan Mesir mengontrol Jalur Gaza. Israel kemudian diterima sebagai anggota PBB pada tanggal 11 Mei 1949. Selama konflik ini, sekitar 711.000 orang Arab Palestina (80% populasi Arab) mengungsi keluar Palestina.
Peta rencana pembagian Palestina. Daerah berwarna jingga merupakan wilayah negara Yahudi, sedangkan daerah berwarna kuning merupakan wilayah negara Arab
Pada masa-masa awal kemerdekannya, gerakan Zionisme buruh yang dipimpin oleh Perdana Menteri David Ben-Gurion mendominasi politik Israel. Tahun-tahun ini ditandai dengan imigrasi massal para korban yang selamat dari Holocaust dan orang-orang Yahudi yang diusir dari tanah Arab. Populasi Israel meningkat dari 800.000 menjadi 2.000.000 dalam jangka waktu sepuluh tahun antara 1948 sampai dengan 1958. Kebanyakan pengungsi tersebut ditempatkan di perkemahan-perkemahan yang dikenal sebagai ma'abarot. Sampai tahun 1952, 200.000 imigran bertempat tingal di kota kemah ini. Adanya desakan untuk menyelesaikan krisis ini memaksa Ben-Gurion menandatangani perjanjian antara Jerman Barat dengan Israel. Perjanjian ini menimbulkan protes besar kaum Yahudi yang tidak setuju Israel berhubungan dengan Jerman.
Selama tahun 1950-an, Israel terus menerus diserang oleh militan Palestina yang kebanyakan berasal dari Jalur Gaza yang diduduki oleh Mesir. Pada tahun 1956, Israel bergabung ke dalam sebuah aliansi rahasia bersama dengan Britania Raya dan Perancis, yang betujuan untuk merebut kembali Terusan Suez yang sebelumnya telah dinasionalisasi oleh Mesir. Walaupun berhasil merebut Semenanjung Sinai, Israel dipaksa untuk mundur atas tekanan dari Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai ganti atas jaminan hak pelayaran Israel di Laut Merah dan Terusan Suez.
Pada permulaan dekade selanjutnya, Israel berhasil menangkap dan mengadili Adolf Eichmann, seorang penggagas utama Solusi Akhir yang bersembunyi di Argentina. Peradilan ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepedulian publik terhadap Holocaust, dan sampai sekarang Eichmann merupakan satu-satunya orang yang dieksekusi oleh Israel walaupun John Demjanjuk juga dijatuhi hukuman mati sebelum kemudian putusan tersebut dibalikkan oleh Mahkamah Agung Israel.
Konflik dan perjanjian damai
Negara-negara Arab selama bertahun-tahun menolak hak Israel untuk berdiri. Nasionalisme Arab yang dipimpin oleh Nasser menyerukan penghancuran negara Israel. Pada tahun 1967, Mesir, Suriah, dan Yordania menutup perbatasannya dengan Israel dan mengusir pasukan perdamaian PBB keluar dari wilayah tersebut serta memblokade akses Israel terhadap Laut Merah. Israel kemudian melancarkan serangan terhadap pangkalan angkatan udara Mesir karena takut akan terjadinya invasi oleh Mesir. Hal ini kemudian berujung pada Perang Enam Hari yang kemudian dimenangkan oleh Israel. Pada perang ini, Israel berhasil merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan. Garis Hijau menjadi penanda batas antara wilayah administrasi Israel dengan Wilayah pendudukan Israel. Batas wilayah Yerusalem juga diperluas dengan memasukkan wilayah Yerusalem Timur. Sebuah undang-undang yang mengesahkan pemasukan wilayah ini kemudian ditetapkan. Hal ini kemudian berujung pada Resolusi Dewan Keamanan PBB 478 yang menyatakan bahwa penetapan ini tidak sah dan melanggar hukum internasional.
Perdana Menteri Golda Meir yang kemudian mengundurkan diri setelah Perang Yom Kippur
Kegagalan negara-negara Arab pada perang tahun 1967 kemudian menyebabkan tumbuhnya gerakan kemerdekaan Palestina oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, beberapa kelompok militer Palestina melancarkan berbagai gelombang serangan terhadap warga-warga Israel di seluruh dunia, termasuk pula pembunuhan atlet-atlet Israel pada Olimpiade München 1972. Israel membalas aksi tersebut dengan melancarkan Operasi Wrath of God (Murka Allah). Pada operasi ini, orang-orang yang bertanggung jawab terhadap peristiwa München ini dilacak dan dibunuh.
Pada hari Yom Kippur 6 Oktober 1973 yang merupakan hari suci Yahudi, pasukan Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak terhadap Israel. Perang tersebut berakhir pada tanggal 26 Oktober dengan Israel berhasil memukul balik pasukan Mesir dan Suriah. Walaupun demikian perang ini dianggap sebagai kekalahan Israel. Sebuah komisi yang dibentuk untuk menginvestigasi perang ini membebaskan pemerintah Israel dari tanggung jawab. Namun kemarahan publik Israel pada akhirnya memaksa Perdana Menteri Golda Meir untuk mengundurkan diri.
Pemilihan Knesset 1977 menandai terjadinya titik balik dalam sejarah perpolitikan Israel. Pada pemilihan ini, Menachem Begin yang berasal dari partai Likud mengambil alih kontrol pemerintahan dari Partai Buruh Israel. Pada tahun itu pula, Presiden Mesir Anwar El Sadat melakukan kunjungan ke Israel dan mengucapkan pidato di depan Knesset. Aksi ini dilihat sebagai pengakuan kedaulatan Israel yang pertama oleh negara Arab. Dua tahun kemudian, Sadat dan Menachem Begin menandatangani Persetujuan Camp David dan Perjanjian Damai Israel-Mesir. Israel menarik mundur pasukannya dari semenanjung Sinai dan setuju untuk bernegosiasi membahas otonomi warga Palestina yang berada di luar Garis Hijau, namun rencana tersebut tidak pernah diimplementasikan. Pemerintahan Begin mendukung warga Israel untuk bermukim di Tepi Barat, mengakibatkan konflik dengan warga Palestina di daerah tersebut.
Pada tanggal 7 Juni 1981, Israel membombardir reaktor nuklir Osirak milik Irak pada Operasi Opera. Badan intelijen Israel, Mossad, mencurigai reaktor nuklir tersebut akan digunakan Irak untuk mengembangkan senjata nuklir. Pada tahun 1982, Israel melakukan intervensi pada Perang Saudara Lebanon untuk menghancurkan basis-basis serangan Organisasi Pembebasan Palestina di Israel Utara. Intervensi ini kemudian berkembang menjadi Perang Lebanon Pertama. Israel menarik pasukannya dari Lebanon pada tahun 1986. Intifada Pertama yang merupakan perlawanan rakyat Palestina terhadap pemerintahan Israel terjadi pada tahun 1987, menyebabkan terjadinya kekerasan di daerah pendudukan Israel. Selama 6 tahun berikutnya, lebih dari seribu orang tewas, kebanyakan merupakan korban kekerasan internal warga Palestina. Selama Perang Teluk 1991, PLO dan kebanyakan warga Palestina mendukung Saddam Hussein dan Irak dalam melancarkan serangan misil terhadap Israel.
Yitzhak Rabin dan Yasser Arafat berjabat tangan, dipantau oleh Bill Clinton, pada penandatanganan Persetujuan Oslo pada 13 September 1993
Pada tahun 1992, Yitzhak Rabin menjadi Perdana Menteri Israel setelah memangkan pemilihan umum legislatif Israel 1992. Yitzhak Rabin dan partainya mendukung adanya kompromi dengan tetangga-tetangga Israel. Setahun kemudian, Shimon Peres dan Mahmoud Abbas, sebagai wakil Israel dan PLO, menandatangani Persetujuan Oslo. Persetujuan ini memberikan Otoritas Nasional Palestina hak untuk memerintah di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Selain itu, juga dinyatakan pula pengakuan hak Israel untuk berdiri dan menyerukan berakhirnya terorisme. Pada tahun 1994, Perjanjian Damai Israel-Yordania ditandatangani, membuat Yordania menjadi negara Arab kedua yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Dukungan publik Arab terhadap persetujuan ini menurun setelah terjadinya peristiwa pembantaian umat Muslim yang sedang bersembahyang di Masjid Ibrahimi oleh sekelompok ekstremis gerakan Kach. Selain itu, pemukiman warga Israel di daerah pendudukan yang masih berlanjut, serta menurunnya kondisi ekonomi Palestina juga menurunkan dukungan publik Arab. Dukungan publik Israel terhadap persetujuan ini juga berkurang setelah terjadinya rentetan kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh hamas. Pembunuhan Yitzhak Rabin yang dilakukan oleh ekstremis Yahudi ketika ia sedang meninggalkan sebuah pawai yang mendukung perdamaian dengan Palestina mengejutkan seluruh negeri.
Pada akhir 1990-an, Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu menarik mundur pasukannya dari Hebron dan menandatangai Memorandum Sungai Wye. Memorandum tersebut memberikan Otoritas Nasional Palestina kontrol yang lebih luas.
Ehud Barak yang merupakan Perdana Menteri terpilih pada pemilihan tahun 1999 memulai pemerintahannya dengan menarik mundur pasukan Israel dari Lebanon Selatan dan melakukan negosiasi dengan Ketua Otoritas Palestina Yasser Arafat dan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton pada Pertemuan Camp David bulan Juli tahun 2000. Dalam pertemuan itu, Barak menawarkan rencana pendirian Negara Palestina, namun Yasser Arafat menolak tawaran tersebut. Setelah negosiasi gagal, Intifada Kedua dimulai.
Ariel Sharon menjadi Perdana Menteri Israel yang baru setelah memenangi pemilihan tahun 2001. Pada masa pemerintahannya, Sharon secara sepihak menarik muncur pasukan Israel dari Jalur Gaza dan membangun dinding pemisah di perbatasan Tepi Barat. Pada Januari 2006, setelah Ariel Sharon menderita strok berat dan berada dalam keadaan koma, kekuasaannya digantikan oleh Ehud Olmert.
Zionisme
Zionisme adalah sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali lagi ke Zion, bukit di mana kota Yerusalem berdiri. Gerakan yang muncul di abad ke-19 ini semula ingin mendirikan sebuah negara Yahudi di Afrika kemudian berubah di tanah Palestina yang kala itu dikuasai Kekaisaran Ottoman (Khalifah Ustmaniah) Turki.
Zionisme merupakan gerakan Yahudi Internasional. Istilah zionis pertama kali dipakai oleh perintis kebudayaan Yahudi, Mathias Acher (1864-1937), dan gerakan ini diorganisasi oleh beberapa tokoh Yahudi antara lain Dr. Theodor Herzl dan Dr. Chaim Weizmann. Dr. Theodor Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak 1882 yang kemudian disistematisasikan dalam bukunya "Der Judenstaat" (Negara Yahudi) (1896). Doktrin ini dikonkritkan melalui Kongres Zionis Sedunia pertama di Basel, Swiss, tahun 1897. Setelah berdirinya negara Israel pada tanggal 15 Mei 1948, maka tujuan kaum zionis berubah menjadi pembela negara baru ini.
Rapat Dewan Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 tanggal 10 Desember 1975, yang menyamakan Zionisme dengan diskriminasi rasial. Akan tetapi pada 16 Desember 1991, resolusi tersebut dicabut kembali.
No comments:
Post a Comment